Lp Halusinasi
-
Upload
nurmala-azkia -
Category
Documents
-
view
12 -
download
4
description
Transcript of Lp Halusinasi
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
DI RUANG VIP, KELAS I, II DAN RBD
RSJD SAMBANG LIHUM
Tanggal 07 Agustus s/d 19 September 2015
Oleh :
Sari Dewi Intan Kumala, S.Kep
NIM I14111031
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI
DI RUANG VIP, KELAS I DAN II
RSJD SAMBANG LIHUM
Tanggal 07 Agustus s/d 19 September 2015
Oleh:
Sari Dewi Intan Kumala, S.Kep
NIM I14111031
Gambut, September 2015
Mengetahui,
a.n Koordinator Stase Keperawatan Jiwa Pembimbing Lahan
Mutia Rahmah, S.Kep,Ns Murliani , S.Kep,Ns NIK. 1990 2015 1 172 NIP. 19781015 199803 2 001
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan akan adanya objek atau
rangsangan yang nyata. Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia
menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Macam-macam halusinasi (Menurut Stuart, 2007):
a. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak
ada suara di sekitarnya.
b. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang
atau sesuatu yang tidak ada.
c. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien
yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau
kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
Rentang Respon Neurobiology
Respon adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
dengan
pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
harmonis
Kadang-kadang
proses pikir
terganggu (distorsi
pikiran
Ilusi
Menarik diri
Reaksi emosi >/<
Perilaku tidak biasa
Waham
Halusinasi
Sulit berespons
Perilaku
disorganisasi
Isolasi sosial
B. Core of Problem
C. Etiologi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Resiko Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
CP : Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan Visual
Isolasi sosial : menarik diri
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
Respons pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
persaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Secara umum pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
D. Tanda dan Gejala
Halusinasi berkembang melalui 4 fase, yaitu sebagai berikut:
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: pasien mengalami stress, cemas perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian, yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku pasien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Pasien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku pasien: meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Pasien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Yaitu fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol Pasien. Pasien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku pasien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa pasien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Yaitu fase conquering atau panik yaitu pasien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi pasien.Paslien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan.
Perilaku pasien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu
merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berepons lebih
dari satu orang.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan diisolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah
dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien
diberitahu.
Pasien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu
hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien diketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang
lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan
agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang diberikan tidak bertentangan.
Penatalaksanaan Medis
Kelompok obat yang umum dipakai untuk terapi obat gangguan psikotik
antara lain:
Kelas Kimiawi Nama Generik (Dagang) Dosis HarianFenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazin (Prolixin, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Triflupromazin (Vesprin)
40-120 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioxanten Klorprotixen (Teractan)
Tiotixen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clozaril) 300-900 mg
Dibenzoxazepin Loxapin (Loxitane) 20-250 mg
Dihidroindolon Molindin (Moban 15-225 mg
F. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi pendengaraan Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Mengarahkan telinga ke arah
tertentu
Menutup telinga
Mendengar suara atau
kegaduhan
Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan Menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu
Ketakutan kepada sesuatu
yang tidak jelas
Melihat banyangan, sinar
bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu atau
monster
Halusinasi penghidu Menghidu seperti sedang
mambaui bau-bauan tertentu
Menutup hidung
Membaui bau-bauan seperti
bau darah urine, feses kadang-
kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi pengecap Sering meludah
Muntah
Merasakan rasa seperti darah,
urine atau feses
Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk kulit Menyatakan ada serangga
di permukaan kulit
Merasa tersengat listrik
G. Diagnosa Keperawatan
1. Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
4. Risiko Perilaku kekerasan
Rencana Tindakan Keperawatan (untuk Masalah Keperawatan Utama)
Dx Keperawatan
PerencanaanRasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Halusinasi (lihat/dengar/ penghidu/raba/kecap)
TUM: Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminyaTUK 1 :
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
1. Pasien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat : Ekspresi wajah
bersahabat. Menunjukkan rasa senang. Ada kontak mata. Mau berjabat tangan. Mau menyebutkan nama. Mau menjawab salam. Mau duduk berdampingan
dengan perawat. Bersedia mengungkapkan
masalah yang dihadapi.
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun
non verbal Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan
perawat berkenalan Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disukai pasien Buat kontrak yang jelas Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap
kali interaksi Tunjukan sikap empati dan menerima apa
adanya Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar pasien Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dihadapi pasien Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
pasien.
Hubungan saling percaya merupakan langkah awal menentukan keberhasilan rencana selanjutnya.
TUK 2 :Pasien dapat mengenal halusinasinya
2. Pasien mampu menyebutkan : Isi Waktu Frekuensi Situasi dan kondisi yang
menimbulkan halusinasi
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahapObservasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya
(dengar / lihat / penghidu / raba / kecap)*, jika menemukan pasien yang sedang halusinasi: Tanyakan apakah pasien mengalami
sesuatu ( halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap )
Jika pasien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
Katakan bahwa perawat percaya pasien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang sama.
Katakan bahwa perawat akan membantu pasien
Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien: Isi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
Untuk mengurangi kontak pasien dengan halusinasinya dengan mengenal halusinasi akan membantu mengurangi dan menghilangkan halusinasi.
2. Pasien mampu menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi : Marah Takut Sedih Senang
Diskusikan dengan pasien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Diskusikan dengan pasien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila pasien menikmati halusinasinya.
Mengenalkan pada pasien terhadap halusinasinya dan mengidentifikasi faktor pencetus halusinasinya.
CemasTUK 3 :Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3.1. Pasien mampu menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
3.2. Pasien mampu menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
3.3. Pasien mampu dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap)
3.4. Pasien mampu melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
3.5. Pasien mampu mengikuti terapi aktivitas kelompok
3.1. Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)3.2. Diskusikan cara yang digunakan pasien, Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian. Jika cara yang digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara tersebut3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi : Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak
nyata ( “saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya.
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah di susun.
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri pujian
3.7. Anjurkan pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
Menentukan tindakan yang sesuai bagi pasien untuk mengontrol halusinasinya
TUK 4 :Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
4.1. Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat
4.2. Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendali kan halusinasi
4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)
4.2 Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah) Pengertian halusinasi Tanda dan gejala halusinasi Proses terjadinya halusinasi Cara yang dapat dilakukan pasien dan
keluarga untuk memutus halusinasi Obat- obatan halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi )
Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah
Keluarga merupakan orang terdekat yang bisa membantu pasien meningkatkan pengetaahuan keluarga dan cara merawat pasien halusinasi
TUK 5 :Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
5.1. Pasien mampu menyebutkan; Manfaat minum obat Kerugian tidak minum
obat Nama,warna,dosis, efek
terapi dan efek samping obat
5.2. Pasien mampu mendemontrasikan penggunaan obat dengan benar
5.3. Pasien mampu menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
5.1 Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
5.2 Pantau pasien saat penggunaan obat5.3 Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan
benar5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter5.5 Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada
dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat. Mengetahui reaksi setelah min um obat. Ketetapan prinsip 5 benar minum obat membantu penyembuhan dan menghindari kesalahan minum obat serta membantu tercapainya standar
H. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Pasien Keluarga
Halusinasi SP I1. Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien2. Mengidentifikasi isi
halusinasi pasien3. Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien4. Mengidentifikasi
frekuensi halusinasi pasien5. Mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan halusinasi 6. Mengidentifikasi
respons pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP I1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP II1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP II1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.2. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP III1. Membantu keluarga
membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
SP IV1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.2. Menjelaskan cara
kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip 5 benar minum obat).
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika, 2010.
Maramis, W.f. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press, 2005.
Nita Fitria. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Rasmun. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : Fajar Interpratama, 2001.
Stuart dan Sundeen . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC, 2005.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC, 2007.