LP Halusinasi

53
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI PENDENGARAN A. Kasus (Masalah Utama) Perubahan sensori persepsi perceptual : halusinasi B. Proses Terjadinya masalah 1. Definisi Halusinasi Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, 2005). Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola diri stimulus yang mendekat yang diperkasai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi atau kelainan berespon terhadap stimulus (Nurjanah, 2004). Menurut Aziz (2003) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”. halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik. Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen, 1998).

Transcript of LP Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN

A. Kasus (Masalah Utama)

Perubahan sensori persepsi perceptual : halusinasi

B. Proses Terjadinya masalah

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera

seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah

dan pola diri stimulus yang mendekat yang diperkasai secara internal atau eksternal

disertai dengan suatu pengurangan berlebihan distrarsi atau kelainan berespon terhadap

stimulus (Nurjanah, 2004).

Menurut Aziz (2003) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai

adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”. halusinasi

sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsi”. Halusinasi

dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik.

Halusinasi adalah gangguan pencerpan (persepsi) panca indera tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi

pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundeen, 1998).

Kondisi dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari

stimuli yang dating dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi atau kerusakan

respon terhadap stimulasi (Nurjannah, 2004).

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan

persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizophrenia). Bentuk halusinasi ini bisa

berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang

tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien

menghasilkan respon tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respon lain yang

membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan

mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.

Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan

schizophrenia atau satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania

depresif dan syndrome otak organic.

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi (Aziz, 2003)

dengan karakteristik tertentu, diantaranya:

a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus dengar

eksternal yang tidak mampu di identifikasi.

Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu

tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 2006).

Tanda dan gejala:

Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:

1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang

berbicara.

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang

berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.

3) Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.

4) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.

b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering

muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat

gambaran- gambaran yang mengerikan.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak,

melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman

yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi moral

d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita

merasa mengecap sesuatu

e. Halusinasi raba (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit

f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba

Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn waham

kebesaran terutama mengenai organ-organ

g. Halusinasi kinestetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau anggota

badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom phenomenon” atau tungkai yang

diamputasi selalu bergerak-gerak

h. Halusinasi viseral

Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.

Stuart & Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat

ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirnya. Semakin erat fase

halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh

halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fase I: Comforting

Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan

Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian,

rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan

untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan

pengalaman sensori berbeda dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat ditangani.

Merupakan non psikosis

Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan

bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, jika

sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik sendiri.

b. Fase II: Condeming

Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman

sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin

mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien

mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari

orang lain.

Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan

tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut

jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik

dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi

dan realita.

c. Fase III: Controlling

Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien

menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi

tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman

kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Merupakan halusinasi pada keadaan

psikosis.

Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.

Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain dan rentang

perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya tanda-tanda

fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase IV: Conquering

Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik:

pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasi

halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intrevensi terapeutik.

Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat.

Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk

melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi halusinasi

seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu

berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu

orang.

2. Rentang Respon

Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang berada dalam rentang

respon neurologi (Stuart, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika

pasien sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi

yang diterima melalui panca indera. Klien dengan halusinasi menginterpretasikan dengan

stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon

itu adalah respon individu yang karena suatuhal mengalami kelainan persepsi yaitu salah

mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami

ilusi jika interpretasi yang di dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat

sesuai dengan timulus yang diterima. Rentang respon tersebut digambarkan sesuai

gambar :

Respon adatif Respon maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang - Kelainan pikiran

menyimpang atau delusi

- Persepsi akurat - Illusi - Halusinasi

- Emosi konsisten - Reaksi emosional - Ketidakmampuan

dengan pengalaman berlebih/kurang mengalami emosi

- Perilaku sesuai - Perilaku ganjil/ - Ketidakteraturan

hubungan tak lazim

- Hubungan social - Menarik diri - Isolasi sosial

3. Manifestassi klinis

Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan (tim keperawatan jiwa

FIK- UI, 1999)

TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN

Tahap 1

Memberi rasa nyaman

tingkat ansietas

sedang secara umum

halusinasi merupakan

suatu kesenangan

Mengalami ansietas,

kesepian,rasa

bersalah, dan

ketakutan.

Mencoba berfokus

pada pikiran yang

dapat menghilangkan

ansietas.

Pikiran dan

pengalaman sensori

masih ada dalam

kontol kesadaran

NON PSIKOTIK

Tersenyum, tertawa

sendiri.

Menggerakkan bibir

tanpa suara.

Pergerakan mata yang

cepat.

Respon verbal yang

lambat.

Diam dan

berkonsentrasi.

Tahap 2

Menyalahkan

Tingkat kecemasan

berat secara umum

halusinasi

menyebabkan rasa

Pengalaman sensori

menakutkan.

Merasa dilecehkan

oleh pengalaman

Terjadi peningkatan

denyut jantung,

pernafasan dan tekanan

darah.

Perhatian dengan

antipati sensori tersebut.

Mulai merasa

kehilangan kontrol.

Menarik diri dari

orang lain.

NON PSIKOTIK

lingkungan berkurang.

Konsentrasi terhadap

pengalaman sensorinya.

Kehilangan

kemampuan

membedakan halusinasi

dengan realitas

Tahap 3

Mengontrol.

Tingkat kecemasan

berat.

Pengalaman

halusinasi tidak dapat

ditolak lagi.

Klien menyerah dan

menerima

pengalaman

sensorinya

(halusinasi)

Isi halusinasi menjadi

atraktif.

Kesepian bila

pengalaman sensori

berakhir.

PSIKOTIK

Perintah halusinasi

ditaati.

Sulit berhubungan

dengan orang lain.

Perhatian terhadap

lingkungan berkurang,

hanya beberapa detik.

Tidak mampu

mengikuti perintah dari

perawat, tampak tremor

dan berkeringat..

Tahap 4

Klien sudah dikuasai

oleh halusinasi.

Klien panik.

Perilaku panik.

Resiko tinggi

mencederai.

Agitasi atau kataton

Tidak mampu berespon

terhadap lingkungan.

4. Kemungkinan Penyebab

a. Factor predisposisi

1) Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat dapat

membuat gangguan realita. Gejala yang mungkintimbul adalah : hambatan dalam

belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku ,menarik diri.

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis

klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas

adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosio budaya

Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :

kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Factor presipitasi

1) Stresor internal

Dari individu sendiri seperti proses penuaan

2) Stresor eksternal

Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan lingkungan dan

bencana.

3) Waktu / lama terpapar stresor

4) jumlah stresor

5. Kemungkinan akibat bila halusinasi tidak teratasi

a. Akibat dari halusinasi

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori : Halusinasi dapat beresiko

mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan

suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri sendiri, orang

lain dan lingkungan.

b. Tanda dan gejala

- Memperlihatkan permusuhan

- Mendekati orang lain dengan ancaman

- Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

- Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan

- Mempunyai rencana untuk melukai

-

6. Manajemen Halusinasi

Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek, 2000).

Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina hubungan terapeutik

dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab terhadap perilakunya, manajemen

halusinasi, pendidikan kesehatan: proses penyakit, dan perawatan serta fasilitasi

kebutuhsn belajar.

Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar Asuhan

Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah Provinsi Daerah

Yogyakarta (2006) adalah:

a. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi

b. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol yang telah dipilih

dan dilatih

c. Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus halusinasi yang

telah dipilih atau dilatih

d. Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan

e. Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih dan diterapkan

f. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan stimulasi

persepsi halusinas

Menurut Stuart (2006) salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi

dengan mengkaji gejala halusinasi yaitu:

a. Lama halusinasi

Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi

b. Intensitas

Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan lama halusinasi

c. Frekuensi

Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang dialami klien setiap hari.

1. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran

Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan

lain, yaitu :

a. Psikofarmakologis

Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang

merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis.

Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :

b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)

KELAS KIMIA NAMA GENERIK

(DAGANG)

DOSIS

HARIAN

Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)

Klorpromazin (Thorazine)

Flufenazine (Prolixine,

Permitil)

Mesoridazin (Serentil)

Perfenazin (Trilafon)

Proklorperazin

(Compazine)

Promazin (Sparine)

Tioridazin (Mellaril)

Trifluoperazin (Stelazine)

Trifluopromazin (Vesprin)

60-120 mg

30-800 mg

1-40 mg

30-400 mg

12-64 mg

15-150 mg

40-1200 mg

150-800mg

2-40 mg

60-150 mg

Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)

Tiotiksen (Navane)

75-600 mg

8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

C. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1. Masalah Keperawatan

a. Resiko kekerasan terhadap diri dan orang lain

b. Gangguan sensori persepsi : halusinasi

c. Isolasi sosial : menarik diri, hambatan komunikasi verbal

d. Gangguan pola tidur

D. Diagnosa Keperawatan : NANDA

NURSING CARE PALNING (NCP)

PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. PENGKAJIAN FOKUS

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor perkembagan terlambat

1) Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman

2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi

3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang terselesaikan

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

1) Komunikasi peran ganda

2) Tidak ada komunikasi

3) Tidak ada kehangatan

4) Komunikasi dengan emosi berlebihan

5) Komunikasi tertutup

6) Orang tua membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas, dan

komflik orang tua.

c. Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri

tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri

negative dan koping destruktif.

d. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang

terlalu tinggi.

e. Faktor biologis

Adanya kejadian fisik berupa atropi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar,

dan bentuk sel koteks limbik.

f. Faktor genetik

Ada pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu yang mengalami

skizofrenia dan kembar monozigot.

2. Perilaku

Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk-angguk

seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti

mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku,

memandang satu arah, menarik diri.

3. Fisik

a. ADL

Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur

terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak

mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan

ganjil.

b. Kebiasaan

Berhenti dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat halusinogen

dan tingkah laku merusak diri.

c. Riwayat kesehatan

Skizofrenia delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan

obat.

d. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

e. Fungsi system tubuh

Perubahan barat badan, hipotermi (demam), neurological perubahan mood,

disorientasi ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperature.

4. Status emosi

Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau bermusuhan,

kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.

a. Isi halusinasi

1) Mendengar atau melihat apa?

2) Suaranya berkata apa?

b. Waktu terjadinya halusinasi

1) Kapan halusinasi terjadi?

c. Situasi pencetus

1) Dalam situasi seperti apa halusinasi muncul?

d. Respon terhadap halusnasi

1) Bagaimana perasaan pasien kalau ada halusinasi

2) Apa yang dilkukan jika halusinasi muncul?

5. Faktor presipitasi

a. Sosial budaya

Stress lingkungan mengakibatkan respon neurologis maladapatif

1) Penuh kritik

2) Kehilangan harga diri

3) Gangguan hubungan interpersonal

4) Tekanan ekonomi

b. Status mental

a. Persepsi: Halusinasi

1) Pendengaran

2) Penglihatan

3) Perabaan

4) Pengecapan

5) Penghidu

6. Status intelektual

Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan, isi pikir.

Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi yaitu:

1) Halusinasi pendengaran

a) Data objektif

Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan telinga kearah tertentu,

menutup telinga

b) Data subjektif

Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap,

mendengar suara yang menyruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2) Penglihatan

a) Data objektif

Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang tidak jelas

b) Data subjektif

Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu, atau monster

3) Perabaan

a) Data objektif

Menggaruk-garuk kulit

b) Data subjektif

Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat listrik

4) Pengecapan

a) Data objektif

Sering meludah-ludah

b) Data subjektif

Merasa seperti urin, darah atau feses

5) Penciuman

a) Data objektif

Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup hidung

b) Data subjektif

Membaui bau-bauan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan

B. INTERVENSI

N

O

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

(NOC)

INTERVENSI KEPERAWATAN

(NIC)

1 Gangguan

sensori

persepsi:

halusinasi

(audiotori,

visual,

perabaan,

pengecapan,

dan pengidu)

b.d perubahan

penerimaan

sensori,

transmisi dan

integrasi,

perubahan

sensori

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 x

pertemuan diharapkan klien mampu menetapkan dan

mengerti realita/kenyataan serta menyingkirkan

kesalahan persepsi sensori dengan kriteria hasil :

Distorted Thought Control (1403):

1. Klien mampu mengenal halusinasi

2. Klien mampu mengendalikan halusinasi

3. Klien mampu menyebutkan frekuensi dari

halusinasi

4. Klien mampu menggambarkan isi dari

halusinasi

5. Klien melaporkan penurunan halusinasi

6. Klien mampu bertanya mengenai validitas dari

realita

7. Klien mampu menjalin hubungan dengan orang

lain

Halusinasi Management

1. Bangun hubungan saling percaya dengan klien

2. Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi dari

lingkungan

3. Pelihara lingkungan yang aman

4. Sediakan tingkat pengawasan pasien

5. Catat tingkah laku klient yang mengindikasikan

halusinasi

6. Pelihara rutinitas konsisten

7. Atur konsistensi pemberian perawatan sehari-hari

8. Dukung komunikasi yang jelas dan terbuka

9. Sediakan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan

halusinasinya

10.Dukung pasien mengekspresikan perasaanya dengan cara

yang tepat

11.Fokuskan kembalipasien pada topic jika komunikasi

persepsi, stress

psikologis,

stimulus

lingkungan

berlebih,

stimulus

lingkungan

tidak

mencukupi,

ketidakseimba

ngan biokimia

penyebab

distorsi sensori

(illusi,

halusinasi),

ketidakseimba

ngan elektrolit,

ketidakseimba

ngan biokimia.

Skala penilaian:

1 : Tidak pernah ditunjukkan

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

Cognitive orientation

1. Mengidentifikasi diri

2. Mengenali orang yang penting

3. Mengidentifikasi tempat sekarang

4. Mengidentifikasi hari yang benar

5. Mengidentifikasi bulan yang benar

6. Mengidentifikasi tahun yang benar

7. Mengidentifikasi musim yang benar

Skala :

1 : Tidak pernah ditunjukkan

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

pasien tidak tepat untuk lingkunga

12.Monitor halusinasi untuk adanya isi halusinasi kekerasan

pada diri atau orang lain

13.Dukung klien untuk menggambarkan control pada

tingkah laku sendiri

14.Dukung klien untuk mendiskusikan perasaan dan implus

daripada bertindakpada mereka

15. Dukng klien untuk mempalidasi halusinasi dengan

orang yang dipercaya

16.Tunjukan jika ditanya bahwa anda tidak mengalami

stimuli yang sama

17.Hindari berdebat dengan klien tentang validitas

darihalusinasi

18.Fokuskan diskusi pada perasaan saat itu, lebih dari isi

halusinasi

19.Sediakan pengobatan rutin antipsikotik dan antianxiety

20.Sediakan pendidikan pengobatan untuk pasien dan

significant other

21.Monitor pasienuntuk efek samping pengobatan dan efek

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

Cognitive ability

1. Komunikasi yang jelas sewajarnya untuk umur

dan kemampuan

2. Mendemonstrasikan control terhadap kejadian

dan situasi

3. Memperhatikan

4. Konsentrasi

5. Mendemonstrasikan ingatan pendek atau segera

6. Mendemonstrasikan ingatan terbaru

7. Memproses informasi

8. Membuat keputusan penting

Skala :

1 : Sangat berkompromi

2 : Pada intinya berkompromi

3 : Sedang berkompromi

4 : Sedikit berkompromi

terapeutiknyang diinginkan

22.Sediakan keamanan dan kenyamanan pasient yang orang

lain pada saat pasien tidak mampu mengontrol tingkah

laku

23.Hentikan atau turunkan pengobatan yang mungkin

menyebabkan halusinasi

24.Sediakan pendidikan tentang penyakit pada pasienjika

halusinasi disebabkan oleh penyakit (misalnya delirium,

schizophrenia dan depresi)

25.Didik keluarga tentang cara untuk cara untuk mengatasi

pasien yang mengalami halusinasi

26.Monitor kemampuan merawat diri

27.Bantu perawatan diri jika diperlukan

28.Monitor status fisik pasien

29.Sediakan istirahat yang cukup dan nutrisi

30.Libatkan pasien dalam aktivitas berdasarkan realita yang

mungkin mengalihkan dari halusinasi

5 : Tidak berkompromi Cognitive stimulation

1. Konsultasikan dengan keluarga untuk membangun

dasar kognitif klien

2. Informasikan pada pasien mengenai kejadian yang

tidak mengancam baru-baru ini

3. Tawarkan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan

personel yang bervariasi

4. Munculkan perubahan secara berangsur

5. Sediakan kalender

6. Stimulasi memori dengan mengulang pikiran pasien

terakhir yang diekspresikan

7. Bicara pada pasien

8. Sediakan rencana stimulasi persepsi

9. Gunakan tv, radio, atau music sebagai bagian dari

program stimulasi

10. Ijinkan periode istirahat

11. Tempatkan objek familiar dan foto dilingkungan

pasien

12. Gunakan pengulangan untuk menyampaikan materi

baru

13. Metode bervariasi dalam menyampaikan materi

14. Gunakan alat bantu memori: ceklist, jadwal dan

pengumuman

15. Kuatkan atau ulangi informasi

16. Sampaikan informasi sedikit dan konkrit

17. Minta pasien untuk mengulang informasi

18. Gunakan sentuhan terapeutik

19. Sediakan komunikasi verbal dan instruksi tertulis

Environmental management

1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien

2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan

tinga fungsi fisik dan cogniti dan riwayat tingkah laku

masa lalu

3. Pindahkan lingkungan yang berbahaya

4. Pindahkan obyek yang berbahaya dari lingkungan

5. Amankan dengan menggunaka penghalang tempat tidur

jika tepat

6. Awasi pasien selama aktifitas diluar ruangan dengan

cara yang tepat

7. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang rendah

dengan cara yang tepat

8. Sediakan alat bantu dengan cara yang tepat

9. Tempatkan objek sehingga dapat dijangkau

10. Sediakan ruangan sendiri jika diindikasikan

11. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman

12. Turunkan stimulus lingkungan dengan cara yang tepat

13. Hindari tereksposure yang tidak diperlukan aliran udara

terlalu panas, atau kipas angin

14. Control atau cegah suara yang berlebihan atau yang

tidak diinginkan jika memungkinkan

15. Batasi pengunjung

Reality orientation

1. Penggunaan pendekatan yang konsisten pada saat

interaksi dengan pasien dan merefleksikan kebutuhan

utama dan kemampuan pasien

2. Informasika kepada pasien tentang orang, tempat dan

waktu

3. Hindari frustasi pasien dengan pertanyaan tentang

orientasi yang membingungkan yang tidak dapat

dijawabsediakan lingkungan fisik yang konsisten dan

rutinitas harian

4. Sediakan akses bagi objek yang familiar

5. Hindari situasi yang tidak familiar

6. Siapkan pasien untuk perubahan yang akan datangpada

rutinitas yang bias dilakukan dan perubahan pada

lingkungan sebelum terjadi

7. Sediakan pemberi perawatan yang familiar dengan

pasien

8. Sediakan objek yang mensimbolkan identitas gender

9. Dukung penggunaan alat yang dapat meningkatkan

input sensori (missal kacamata, alat bantu dengar)

10. Sediakan istirahat tidur yang adekuat

11. Sediakan akses untuk kabar kejadian terbaru

12. Dekati pasien dari depan dengan pelan

13. Sapa klien dengan namanya saat interaksi

14. Unakan pendekatan kalem dan tidak terburu buru pada

saat berinteraksi dengan pasien

15. Bicara dengan pasien dengan perilaku yang pealn

dengan volume yang tepat

16. Ulangi verbalisasi jika diperlukan

17. Beri perintah sederhana pada suatu waktu

18. Libatkan pasien dalam hal aktifitas yang konkret misal

ADLs

19. Libatkan pasien pada grup

20. Monitor untuk perubahan sensasi dan orientasi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

(NOC)

INTERVENSI KEPERAWATAN

(NIC)

2. Resiko

kekerasan

terhadap diri

sendiri b.d

kerusakan

kognisi

persepsual,ide

bunuh diri,

riwayat

percobaan

bunuh diri

multiple,

rencana bunuh

diri, status

emotional,

petunjuk

verbal(bicara

kematian, lebih

baik tanpa

diriku,

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama …x

24 jam diharapkan klien mampu mengontrol diri dan

perilaku kekerasan tidak terjadi dengan kriteria hasil :

Impulse Control (1405):

1. Mampu mengidentifikasi perilaku emosi

2. Mampu mengidentifikasi perasaan yang

mendorong kearah kekerasan

3. Mampu mengidentifikasi konsekuensi dari

perilaku kekerasan terhadap diri dan orang lain

4. Mampu menghindari situasi dan lingkungan

yang beresiko menimbulkan perilaku kekerasan

5. Menyatakan secara lisan mampu

mengendalikan emosi

6. Mempertahankan pengendalian diri tanpa

adanya pengawasan

Skala penilaian

1 : Tidak pernah ditunjukkan

Emotional support

1. Diskusikan dengan pasien tentang pengalaman

emosi

2. Dukung penggunaan mekanisme yang tepat

3. Bantu pasien mengenali perasaannya seperti cemas,

marah atau kesedihan

4. Mendengarkan ungkapan perasaaan klien dan

menanamkan kepercayaan

5. Diskusikan konsekuensi dari tidak menghadapi rasa

bersalah dan malu

6. Fasilitasi pasien untuk mengidentifikasi pola respon

yang biasa dilakukan pada saat mengatasi rasa takut

7. Sediakan dukungan selama penolakan, marah tawar

menawar dan fase penerimaan dari berduka

8. Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan kegusaran

klien

9. Dukung pembicaraan atau biarkan pasien menangis

sebagai alat untuk menurunkan emosi

10. Temani klien dan sediakan jaminan keamanan

menanyakan

dosis obat yang

mematikan),

kesehatan

mental(psikosis,

gangguan

personalitas

berat

penyalahgunaan

alkohol),

konflik

hubungan

interpersonal,

latar belakang

keluarga.

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

Risk detection:

1. Mengenali tanda dan gejala yang menandai

adanya resiko mencederai diri

2. Mengidentifikasi potenzia resiko kesehatan

3. Mencari validasi dari resiko yang dirasakan

4. Memperoleh pengetahuan dari riwayat keluarga

Skala:

1 : Tidak pernah ditunjukkan

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

Distorted Thought Control (1403):

1. Klien mampu mengenal halusinasi

selama periode cemas

11. Sediakan bantuan dalam membuat keputusan

12. Turunkan kebutuhan dalam fungsi kognisi pada

saat pasien sakit atau lelah

13. Rujuk konseling dengan cara yang tepat

Environmental management

1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien

2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien

berdasarkan tingkat fungsi fisik dan cognitif dan

riwayat tingkah laku masa lalu

3. Pindahkan lingkungan yang berbahaya

4. Pindahkan obyek yang berbahaya dari lingkungan

5. Amankan dengan menggunaka penghalang tempat

tidur jika tepat

6. Awasi pasien selama aktifitas diluar ruangan

dengan cara yang tepat

7. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang

rendah dengan cara yang tepat

2. Klien mampu mengendalikan halusinasi

3. Klien mampu menyebutkan frekuensi dari

halusinasi

4. Klien mampu menggambarkan isi dari halusinasi

5. Klien melaporkan penurunan halusinasi

6. Klien mampu bertanya mengenai validitas dari

realita

7. Klien mampu menjalin hubungan dengan orang

lain

Skala penilaian:

1 : Tidak pernah ditunjukkan

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

8. Sediakan alat bantu dengan cara yang tepat

9. Tempatkan objek sehingga dapat dijangkau

10. Sediakan ruangan sendiri jika diindikasikan

11. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman

12. Turunkan stimulus lingkungan dengan cara yang

tepat

13. Hindari tereksposure yang tidak diperlukan aliran

udara terlalu panas, atau kipas angin

14. Control atau cegah suara yang berlebihan atau yang

tidak diinginkan jika memungkinkan

Batasi pengunjung

Activity Therapy

1. Berkolaborasi dengan terapis lain dalam

memberikan terapi aktivitas

2. Ajak pasien untuk berkomitmen tentang

peningkatan jumlah aktivitas

3. Ajak pasien untuk mengenal aktivitas yang

disenangi

4. Identifikasi adanya penurunan minat pada saat

beraktivitas

5. Ajak pasien untuk ikut serta dalam terapi

aktivitas kelompok

6. Berikan terapi yang tidak berkompetisi dan aktif

7. Bantu pasien dan keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan dalam aktifitas

8. Bantu pasien membuat jadwal periode yang

spesifik dalam hal aktivitas

9. Sediakan aktifitas motorik untuk menghilangkan

ketegangan otot

10. Bantu dalam aktifitas fisik teratur

11. Berikan reinforcement positif atas apa yang telah

dicapai pasien

12. Monitor keadaan respon emosional, fisik, social,

dan spiritual terhadap aktivitas yang dilakukan

NO DAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN

(NOC) (NIC)

3. Isolasi sosial

b.d perubahan

status mental,

tidak mampu

dalam

memuaskan

hubungan

pribadi, nilai

social tidak

diterima,

perilaku social

tidak diterima,

sumber

personal tidak

adekuat,

keterkaitan

imatur,

perubahan

penampilan

Klien diharapkan mampu bersosialisasi dengan optimal

Setelah dilakukan intervensi selama x pertemuan

interaksi social optimal dengan kreteri hasil :

Family Environment Internal (2601)

1. Ikut serta dalam kegiatan bersama keluarga

2. Pasien dapat berkomunikasi dengan keluarga

3. mampu menerima kunjungan dari teman atau

anggota keluarga

4. Saling mendukung dengan anggota keluarga

Skala penilaian

1 : Tidak ditunjukkan

2 : Jarang ditunjukkan

3 : Kadang ditunjukkan

4 : Sering ditunjukkan

5 : Selalu ditunjukkan

Social Interaction skills

Socialization enhancement

1. Dukung pengembangan keterlibatan dalam

hubungan yang telah terbina

2. Meningkatkan kesabaran dalam mengembangkan

hubungan

3. Meningkatkan hubungan dengan orang yang

mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama

4. Dukung aktifitas sosial dan komunitas

5. Dukung pasien untuk mau berbagi masalah yang

dimiliki dengan orang lain

6. Dukung kejujuran dalam menunjukkan jati diri

pasien paa orang lain.

7. Dukung ketertarikan baru secara menyeluruh

8. Dukung menghormati orang lain

9. Rujuk pasien pada grup analisis transaksional atau

program dimana memahami transaksi dapat

ditingkatkan dengan tepat

10. Beri umpan balik dari kemajuan dalam perawatan

fisik,

perubahan

keadaan

sejahtera

1. Kerjasama

2. Sensitive

3. Kemampuan untuk berhubungan dengan orang

lain

4. Kemampuan untuk menjalin hubungan dengan

orang lain

5. Kehangatan

6. Kemampuan untuk bersikap relaks

Dengan skala :

1. Tidak pernah

2. Terbatas

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Selalu

mengenai penampilan personal atau aktivitas lain

11. Bantu pasien meningkatkan kesadaran mengenai

kekuatan dan batasan dalam berkomunikasi

dengan orang lain

12. Gunakan bermain peran untuk mempraktekkan

peningkatan keterampilan dan teknik komunikasi

13. Sediakan model peran yang mengekspresikan

marah dengan cara yang tepat

14. Mengkonfrontasi mengenai kerusakan penilaian

oleh pasien

15. Beri umpan balik pada saat pasien mampu

memahami hal yang lain

Activity therapy

1. Berkolaborasi dengan terapis lain dalam

memberikan terapi aktivitas

2. Ajak pasien untuk berkomitmen tentang

peningkatan jumlah aktivitas

3. Ajak pasien untuk mengenal aktivitas yang

disenangi

4. Identifikasi adanya penurunan minat pada saat

beraktivitas

5. Ajak pasien untuk ikut serta dalam terapi aktivitas

kelompok

6. Berikan terapi yang tidak berkompetisi dan aktif

7. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam aktifitas

8. Bantu pasien membuat jadwal periode yang

spesifik dalam hal aktivitas

9. Sediakan aktifitas motorik untuk menghilangkan

ketegangan otot

10. Bantu dalam aktifitas fisik teratur

11. Berikan reinforcement positif atas apa yang telah

dicapai pasien

12. Monitor keadaan respon emosional, fisik, social,

dan spiritual terhadap aktivitas yang dilakukan

Behavior modification:

1. Bantu pasien

mengidentifikasi masalah dari kurangnya

ketrampilan sosial.

2. Dukung pasien untuk

memverbalisasikan perasaannya berkaitan dengan

masalah interpersonal.

3. Bantu pasien

mengidentifikasi hasil yang diinginkan dalam

hubungan interpersonal atau situasi yang

problematik.

4. Bantu pasien

mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan

konsekuensi dari hubungan interpersonal/

sosialnya.

5. Identifikasi ketrampilan

sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus

training.

6. Bantu pasien

mengidentifikasi step tingkah laku untuk

mencapai ketrampilan sosial.

7. Sediakan model yang

menunjukkan step tingkah laku dalam konteks

situasi yang berarti bagi pasien.

8. Bantu pasien bermain peran

dalam step tingkah laku.

9. Sediakan umpan balik

(penghargaan atau reward) bagi pasien jika pasien

mampu menunjukkan ketrampilan sosial yang

ditargetkan.

10. Didik orang lain yang

signifikan bagi pasien (keluarga, grup, pimpinan)

dengan cara yang tepat mengenai tujuan dan

proses training ketrampilan sosial.

11. Libatkan orang lain yang

signifikan bagi pasien dalam session trai ning

ketrampilan sosial (bermain peran) dengan pasien,

dengan cara yang tepat.

12. Sediakan umpan balik

untuk pasien dan orang lain yang signifikan

tentang ketepatan dari respon sosial dalam situasi

training.

13. Dukung pasien dan orang

lain yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari

interaksi sosial, memberikan reward pada diri

sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian

masalah yang hasilnya masih kurang dari yang

diharapkan.

Mood management

1. Menentukan apakah pasien saat ini berada pada

resiko keamanan pada diri atau orang lain

2. Memulai tindakan pencegahan yang dibutuhkan

untuk mengamankan pasien atau orang lain dari

bahaya kerusakan fisik

3. Monitor kemampuan perawatan diri

4. Monitor asupan cairan dan nutrisi

5. Bantu pasien untuk memelihara hidrasi yang

adekuat

6. Monitor status fisik dari pasien

7. Monitor dan mengatur tingkat aktivitas dan

stimulasi lingkungan sesuai dengan kebutuhan

pasien

8. Bantu pasien dalam memelihara siklus normal

dari tidur/bangun

9. Sediakan kesempatan untuk aktivitas fisik

10. Monitor fungsi cogniti

11. Bantu pasien dalam menaidetifikasi pemicu dari

moodnya yang terganggu

12. Dukung pasien dengan cara yang tepat untuk

mengambil peran aktif dalam penanganan dan

rehabilitasi

13. Bantu mengidentifikasi sumber yang tersedia dan

kekuatamn pribadi

14. Ajarkan koping baru keterampilan pemecahan

masalah

15. Sediakan restrukturisasi kognitif yang tepat

16. Bantu pasien untuk secara sadar memonitor

perasaan

NO DAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

(NOC)

INTERVENSI KEPERAWATAN

(NIC)

4. Gangguan pola

tidur b.d

ketidak

nyamanan

psikologis

yang lama,

pola aktifitas

sehari,

tempramen,

tidur yang

sehat tidak

adekuat,

perubahan

frekuensi dan

jadwal tidur,

depresi,

sendirian,

berduka, takut,

cemas, lelah,

bosan,

antisipasi.

Setelah dilakukan intervensi selama x pertemuan klien

dapat tidur dengan adekuat dengan kreteri hasil :

Sleep (0004)

1. Jam tidur teramati

2. pola tidur

3. kualitas tidur

4. efisiensi tidur (perbandingan waktu tidur atau

total waktu mencoba tidur)

5. gangguan tidur

6. rutinitas tidur

7. tidur sesuai untuk usia

8. terjaga dalam waktu yang tepat

9. EEG dalam rentang yang diharapkan

10. vital sign dalam rentang yang diharakan

Skala penilaian

1 : Sangat berkompromi

2 : Pada intinya berkompromi

3 : Sedang berkompromi

4 : Sedikit berkompromi

5 : Tidak berkompromi

Rest:

1. Jumlah istirahat

2. Pola istirahat

3. Kualitas istirahat

4. Secara fisik baik

Sleep enhancement

1. tentukan pola tidur atau aktifitas klien

2. perkiraan siklus kebiasaan bangun atau

tidur klien dalam rencana perawatan

3. tentukan pengaruh penggunaan obat

pada pola tidur

4. monitor atau catat pola tidur dan jumlah

waktu tidur

5. atur lingkungan yang nyaman

6. fasilitasi pemeliharaan kebiasaan tidur

rutin, isyarat sebelum tidurdan barang-barang yang

sudah lasim

7. atur jadwal pengobatan untuk

membantu siklus tidur atau bangunpasien

8. atur siklus lingkungan untuk

mempertahankan siklus siang malam yang normal

9. Bantu klien mengurangi tingkat stress

sebelum tidur

10. diskusikan dengan klien dan keluarga

mengenai ukuran kenyamanan teknik meningkatkan

waktu tidur dan perubahan gaya hidp yang dapat

mempengaruhi tidur yang optimal

Environmental management : comfort

1. Batasi pengunjung

2. Pilih teman sekamar dengan memperhatikan

lingkungan jika memungkinkan

3. Mencegah gangguan dan mempertimbangkan

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo.

Johnson Marion, dkk, 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby

Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta

Mccloskey & Bulechek, 1996. Nursing Intervention Classification (NIC)

Nurjanah, Intansari, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Mocomedia :

Yogyakarta

Santosa, Budi. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing

Intervention

Stuart GW, Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta