LP GGA VENNI WINTA.doc
-
Upload
eiy-venni-winta-pratiwi -
Category
Documents
-
view
159 -
download
5
Transcript of LP GGA VENNI WINTA.doc
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ACUTE RENAL FAILUREDI RUANG MELATI RSUD BANYUMAS YOGYAKARTA
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah
OLEH :
VENNI WINTA PRATIWI
09/289564/KU/13497
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
GAGAL GINJAL AKUT
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan
keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal
merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah
kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang
peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari
belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm
dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155
gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat
permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam,
medula, dan bagian luar, korteks.
1. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta
dan duktus koligens terminal.
2. Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang
basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid
dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang
berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal.
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari
ginjal.
Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :
a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200µm, mempunyai dua lapisan Bowman
dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus
dan filtrat dalam kapsula Bowman
b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55µm.
c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis,
selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing
nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara
halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan
mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran ginjal
berbagai spesies ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal manusia
memiliki kira-kira 1,3 juta nefron. Ginjal akan mendapat 1,2-1,3 L darah per menit pada
orang dewasa yang sedang istirahat, atau sedikit lebih kecil daripada 25% curah jantung .
Kapsula ginjal tipis tapi kuat. Bila ginjal edema, kapsula ini akan membatasi
pembengkakan, dan akibatnya tekanan jaringan (tekanan intersisial) ginjal meningkat. Hal ini
akan menurunkan laju filtrasi glomerulus dan dianggap memperberat dan memperpanjang
keadaan anuria pada GGA.
Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan
lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan solid dan air secara selektif. Fungsi vital
ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi
sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solut
dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui sistem pengumpul.
Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting :
1. Fungsi ekskresi
a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik, dan
asam urat.
b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2. Fungsi Endokrin
a. Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
b. Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah.
c. Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium.
d. Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta
mempengaruhi tekanan vaskuler.
B. DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit
sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan
ginjal.
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan
dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal.
Disamping volume urin yang diekskresi, pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan
kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan retensi produk sampah metabolik
lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Diagnosis yang dapat diterima meliputi terjadinya peningkatan 50% dari batas atas nilai
normal serum kreatinin, atau sekitar 0,5 mg/dl atau terjadi penurunan sebesar 50% dari
normal laju filtrasi glomerulus. Anuria didefinisikan bila volume urin kurang dari 50ml per
hari. Oliguria terjadi jika volume urin dalam satu hari sekitar 50-450ml, sedangkan kondisi
non oliguria terjadi jika volume urin lebih dari 450ml per hari.
Jika GGA bersifat sedang, efek fisiologis utamanya adalah retensi darah dan cairan
ekstraseluler dari cairan tubuh, produk buangan dari metabolisme dan elektrolit. Hal ini dapat
menyebabkan penumpukkan air dan garam yang berlebihan yang kemudian dapat
mengakibatkan edema dan hipertensi. Namun retensi kalium yang berlebihan sering
menyebabkan ancaman yang lebih serius terhadap pasien gagal ginjal akut karena
peningkatan konsentrasi kalium plasma (hiperkalemia) kira-kira lebih dari 8 mEq/liter (hanya
2 kali normal) dapat menjadi fatal, karena ginjal juga tidak dapat mengekskresikan cukup ion
hidrogen. Pasien dengan GGA mengalami asidosis metabolik yang dapat menyebabkan
kematian atau dapat memperburuk hiperkalemia itu sendiri.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah:
1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume
(hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis
atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung
kongestif, atau syok kardiogenik)
2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan
infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan
hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga
terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga
menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis
melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor
pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
3. Pasca renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui,
namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin
reversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu.
Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan
fungsi ginjal: (1) hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal
jantung kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
PATHWAY
D. TAHAPAN
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut;
1. Periode awal
Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya
trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-
tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang
produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria.
Periode ini disertai peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan
magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah
normal tubuh adalah 400 ml. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-
keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya
diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea
dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan
konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai kenaikan
retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin sebanyak 2 liter atau lebih
setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama
setelah antibiotic nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kondisi
terbakar, cedera traumtaik dan penggunaan anestesi halogen.
3. Periode diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400
ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai
3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya
konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan
tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air
yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat,
terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi
dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien
mengalami kemajuan klinis yang benar.
4. Periode perbaikan.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung
selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal, produksi urin
perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Meskipun terdapat reduksi
laju filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak
signifikan.
E. MANIFESTASI KLINIS DAN ABNORMALITAS NILAI LABORATORIUM
Hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan
ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah,
dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau
urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala,
kedutan otot dan kejang.
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh
(karena terjadi penimbunan cairan).
4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
5. Tremor tangan.
6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis
sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol
yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
12.Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah (0,010
sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
13. Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya tergantung pada
tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
14. Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+
tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
15. Asidosis metabolik
Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis
asam yang terbentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal
normal turun. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah
dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal akut.
16. Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun
sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme
kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
17. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan
sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis: perlu ditanyakan segala kemungkinan etiologi.
b. Pemeriksaan fisis: perlu diperhatikan gejala vital, tensi, nadi, turgor, tekanan vena
sentral serta ada tidaknya hipotensi ortostatik.
c. Pemeriksaan penunjang untuk melihat anatomi ginjal. Pada gagal ginjal pemeriksaan
ultrasonography menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomi ginjal
d. Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi Indikasi yang memerlukan biopsi adalah
apabila penyebab GGA tak jelas atau berlangsung lama, atau terdapat tanda
glomerulonefrosis atau nefritis intertisial. Pemeriksaan ini perlu ditunjang oleh
pemeriksaan serologi imunologi ginjal. Biopsi ginjal merupakan salah satu teknik
diagnostik terpenting yang telah berkembang selama beberapa abad terakhir dan telah
menghasilkan kemajuan yang sangat pesat dalam pengetahuan riwayat penyakit
ginjal. Tindakan ini berbahaya, terutama pada pasien yang tidak bersedia bekerja
sama atau yang menderita gangguan proses pembekuan atau hanya memiliki sebuah
ginjal. Komplikasi yang paling sering ditemui adalah pendarahan intrarenal dan
perirenal
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas
2. Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, berat jenis, glukosa pada urin,
protein pada urin, sedimen eritrosis, silinder leukosit, eosinofil dalam urin, kristal
urat dan kristal oksalat.
Penentuan indikator urin: Pemeriksaan beberapa indikator urin seperti albumin,
natrium, ureum dan kreatinin dapat dipakai untuk mengetahui proses yang terjadi
dalam ginjal. Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dapat menggunakan konsentrasi
kreatinin serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN) 1) Blood Urea Nitrogen (BUN)
Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen. Pada
penurunan fungsi ginjal, kadar urea darah meningkat. BUN dapat dipengaruhi
keadaan- keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, misalnya peningkatan atau
penurunan asupan protein dalam makanan atau setiap peningkatan penguraian protein
yang tidak lazim seperti cedera otot. Maka BUN merupakan suatu indikator yang
kurang tepat. Urea merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui
ginjal. Nilai normal konsentrasi ureum plasma ≤ 80 mg/dl. Konsentrasi urea plasma
kurang tepat bila digunakan untuk menentukan laju filtrasi glomerulus karena
kosentrasi urea dipengaruhi oleh diet dan reabsorbsi tubulus. 2) Kreatinin Serum
Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari metabolisme otot rangka normal.
Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan jumlah massa otot tubuh.
Kreatinin diekskresi terutama oleh filtrasi glomeruler dengan sejumlah kecil yang
diekskresi atau reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot tetap, maka adanya perubahan
pada kreatinin mencerminkan perubahan pada klirensnya melalui filtrasi, sehingga
dapat dijadikan indikator fungsi ginjal. Kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal.
Namun ada beberapa yang mempengaruhi kadar kretinin serum antara lain : diet, saat
pengukuran, usia penderita, jenis kelamin, berat badan, latihan fisik, keadaan pasien,
dan obat.
G. KOMPLIKASI
a. infeksi
b. asidosis metabolic
c. hiperkalemia
d. uremia
e. hipertensi
f. payah jantung
g. kejang uremik
h. perdarahan
H. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penatalaksanaan gagal jantung akut adalah sbb:
1. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat
pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus
dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus
mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan
katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%.
Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian
protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein
per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino
esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus
dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi).
Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
2. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
a. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare,
muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan
protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah
400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
b. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam.
Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.
c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini
dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau
hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat
menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi
diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.
Selain itu penatalaksanan gagal jantung akut angat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit
primer. Penyebab prerenal perlu sekali dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan
darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek.
1. Tindakan awal
Terhadap factor prerenal
a. Koreksi faktor prerenal
b. Koreksi cairan dengan darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer
30 – 60 menit produksi urin tak naik
c. Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 % (samapi 25 gr)
d. Furosemid 2 mg/kg BB IV
2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-250 cc/m2/hr)
e. Furosemid lagi
tak berhasil
f. Masuk ke tindakan oliguria
2. Fase oliguria
a. Pemantauan ketat
1. Timbang BB tiap hari
2. Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran
3. Tanda-tanda vital
4. Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap
hari)
b. Tanggulangi komplikasi
c. Diet
1. Kalau dapat oral: kaya KH dan lemak
2. Batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi
3. Lebih aman intravena
d. Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan terpenuhi
dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400 ml/m2/hari.
e. Hiperkalemia
f. Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.
g. Fase nonoliguria
Fase ini biasanya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit
meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
h. Dialisis akut
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia,
keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan
baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
menelan makanan
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi ginjal
PERENCANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa
keperawatan
Tujuan
(NOC)
Intervensi
(NIC)
1 Kelebihan volume
cairan b.d
gangguan
mekanisme
regulasi
Fluid Balance
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
5x24 jam diharapkan
pasien mampu
mempunyai
keseimbangan cairan
dengan criteria hasil:
1. Tekanan darah
2. Nadi
3. Keseimbangan
intake dan output
selama 24 jam
4. Turgor kulit
5. Kelembapan
Fluid Management, aktivitas:
1. Timbang BB tiap hari dan
monitor trend-nya
2. Masukan kateter urin
3. Monitor status hidrasi
(kelembapan membran mukosa,
nadi yang adekut)
4. Monitor hasil lab yang
berhubungan dengan retensi
cairan
5. Monitor vital sign
6. Monitor indikasi kelebihan
volume
7. Kaji lokasi dan keluasan
edema
8. Berikan obat diuretik
membrane mukosa
6. Elektrolit serum
9. Monitor respon pasien
selama terapi
10. Berikan cairan, sesuai
indikasi
11. Atur tetesan infuse/produk
darah
12. Lakukan pencatatan intake
dan output
2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
b.d
ketidakmampuan
untuk menelan
makanan
Nutritional status:
food and fluid intake
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
5x24jam diharapkan
pasien mempunyai
status nutrisi dengan
criteria hasil:
1. Intake makanan
lewat oral
2. Intake cairan
melalui oral
3. Intake cairan
melalui intravena
4. Intake makanan
melalui parenteral
Nutrition management
1. Kaji alergi makanan pasien
2. Berikan substansi gula
3. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
4. Berikan makanan yang
terpilih
5. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
6. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Total parenteral nutrition
administration
1. Menjaga kepatenan daerah
insersi dan balutannya
2. Monitor infeksi
3. Gunakan infuse pump untuk
memasukan TPN
4. Jaga tetesam TPN
5. Monitor serum albumin,
protein, elektrolit, glukosa
6. Monitor TTV
7. Monnitor intake dan output
cairan
3 Resiko infeksi b.d
prosedur invasif
Risk Control
Setelah mendapatkan
tindakan
keperawatan selama
5x24jam diharapkan
pasien mampu
mengontrol resiko
dengan criteria:
1. Mengenali factor
resiko
2. Memodifikasi
gaya hidup untuk
mengurangi
resiko
3. Berpartisipasi
dalam screening
untuk
mengurangi
resiko
Infection Control
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hasil labolatorium
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Observasi tanda-tanda infeksi
seperti kemerahan, suhu
extreme atau drainase pada kulit
dan membrane mukosa
5. Tingkatkan intake cairan
6. Tingkatkan istirahat
7. Kolaborasi pemberian obat
antibiotic
8. Cuci tangan sesuai protocol
9. Gunakan alat pelindung diri
4 Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit b.d
disfungsi ginjal
Electrolyte &
Acid/Base Balance
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
5x24 jam diharapkan
pasien mampu
mempunyai
keseimbangan
elektrolit dengan
indicator:
1. RR
2. HR
3. Serum Natrium
Electrolyte Management,
aktivitas:
1. Monitor serum elektrolit
2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan elektrolit
3. Jaga kepatenanan jalan IV
4. Berikan cairan, sesuai indikasi
5. Atur tetesan infuse/produk darah
6. Pertahankan cairan intravena
yang mengandung elektrollit dalam
tetesan konstan
7. Monitor hilangnya cairan
elektrolit
8. Sediakan diet yang cukup untuk
4. Serum Chloride
5. Serum calcium
6. Serum pH
7. Serum albumin
8. Serum creatine
9. BUN
10. Nausea
ketidakseimbangan elektrolit pasien
9. Monitor abnormalitas kadar
elektrolit serum
10. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan elektrolit
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC, Jakarta
Johnson,M., Maas,M., Moorhead,S. 2000. Nursing outcome classification 2nd edition. USA :
Mosby.
McCloskey,J.C., Bulechek,G.M. 1995. Nursing intervention classification 2nd edition.USA :
Mosby.
NANDA. 2007. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2007-2008. USA :
NANDA International.
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta.
Waspadji. A, Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Nama Paraf