Makalah GGA

30
Fundamental Patofisiologi Gagal Ginjal Akut Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SP FP Urinary System Disusun Oleh: Dianis Rahmadani 115070200111035 Edwina Narulita 115070202111005 Ni Wayan Asma Nira Yustika 115070201111011 Asmawati Fitri 115070201111005 Shinta Ardiana Puspitasari 115070201111021 Khona’ah Toyyibah 115070200111043 Indira Rahmadewi 115070200111047 Rismaya Novitasari 115070200111041 PSIK REGULER I FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

description

makalah gagal ginjal akut

Transcript of Makalah GGA

Page 1: Makalah GGA

Fundamental Patofisiologi

Gagal Ginjal Akut

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SP FP Urinary System

Disusun Oleh:

Dianis Rahmadani 115070200111035

Edwina Narulita 115070202111005

Ni Wayan Asma Nira Yustika 115070201111011

Asmawati Fitri 115070201111005

Shinta Ardiana Puspitasari 115070201111021

Khona’ah Toyyibah 115070200111043

Indira Rahmadewi 115070200111047

Rismaya Novitasari 115070200111041

PSIK REGULER I

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Makalah GGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal  adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah

nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2002).

Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi

50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun terdapat

perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang karena usia

pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya.

Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika

Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi

166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.

Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu

(Djoko, 2008).

Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996 ada 167 ribu

penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan

menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian

pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan GGA di Jepang bisa

bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan

hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGA pun bisa ditekan menjadi 10

per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang

mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep dasar teori tentang

gagal ginjal akut mulai dari definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan pencegahan

1

Page 3: Makalah GGA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI GAGAL GINJAL AKUT

Gagal ginjal (renal atau kidney failure) adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang

terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Dikatakan gagal ginjal akut

(acute renal failure) bila penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba-tiba, tetapi

kemudian dapat kembali normal setelah penyebabnya segera dapat diatasi (Alam &

Hadibroto, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2001), gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal

secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular

dan glomerular. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah

metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi

di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi metabolik, cairan, ekektrolit,

serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang

umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.

Gagal ginjal akut dapat juga disebut Acute kidney injury (AKI) atau acute renal failure

yang secara konseptual adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk

mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang dungsi dasarnya normal

(klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dulu, hal diatas disebut sebagai

gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter dan

batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai

kepustakaan. Hal Itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan

hasil penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteriaa untuk

membuat diagnosis dini dan spesifitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan

dapat menggambarkan prognosis pasien. Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality

Initiative (ADQI) yang beranggotakan pada nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun

2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI (acute kidney injury). (Sinto & Nainggolan,

2010).

Dari pengertian-pengertian tersebut, maka gagal ginjal akut adalah keadaaan dimana

ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau mengalami penurunan fungsi

regulernya secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi atau disfungsi tubular dan

glomerular tetapi dapat kembali normal apabila penyebabnya segera dapat diatasi.

2

Page 4: Makalah GGA

2.2 EPIDEMIOLOGI

Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi

melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ. Walaupun

terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas belum berkurang

karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya.

Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika

Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi

166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.

Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu

(Djoko, 2008).

Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996 ada 167 ribu

penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan

menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian

pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan GGA di Jepang bisa

bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan

hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGA pun bisa ditekan menjadi 10

per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang

mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).

Di Indonesia GGA pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari US

NCHS 2007 menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar sebagai

penyebab kematian terbanyak. Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi pasien ginjal,

terutama GGA, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat ini, jumlah ahli ginjal

di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian besar hanya terdapat di kota-kota

besar yang memiliki fakultas kedokteran. Maka, tidaklah mengherankan jika dalam

pengobatan kerap faktor penyulit GGA terabaikan.

Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas sulit didapatkan karena tidak

semua pasien GGA datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada

komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens GGA antara lain

dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang

lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan kasus GGA

akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit kormobid yang beragam,

meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan

terapeutik yang lebih agresif (Sinto & Nainggolan, 2010).

3

Page 5: Makalah GGA

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

2.3.1 Etiologi

Menurut penelitian Livinsky dan Alaexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat

penyebab-penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kaus gagal ginjal akut

berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah, 26% dengan berbagai kondisi medik,

13% pada kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin. Terdapat tiga kategori utama kondisi

penyebab gagal ginjal akut yaitu : prarenal, renal dan pascarenal.

1. Prarenal

Ginjal membutuhkan tekanan perfusi yang adekuat agar bisa berfungsi secara

normal. Hal ini tergantung dari tekanan darah sistemik yang harus cukup tinggi dan

kemampuan konstriksi dari arteriol eferen. Jika salah satu dari hal ini tidak terjadi, baik

penurunan yang sangat rendah dari tekanan darah (penyebab tersering) atau dilatasi

berlebih dari arteriol eferen, perfusi glomerulus akan menurun dan terjadi gagl ginjal.

Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan

turunnya laju filtrasi glomerulus. Tidak ada bukti kerusakan ginjal. Kondisi klinis yang

umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui

saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi

jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik). Gagal

ginjal prarenal biasanya timbul pada pasien-pasien yang sakit berat. Jika dalam waktu

tertentu, penyebab yang mendasari hipoperfusi berbalik, fungsi ginjal nantinya dapat

kembali normal. Jika hipoperfusi bertahan melampaui tingkat kritis ini, kerusakan

parenkim ginjal dapat terjadi (Smeltzer & Bare, 2001 ; Behrman et.al, 2000).

2. Renal / IntrarenalPenyebab intrarenal atau renal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan

struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat

benturan, dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubular

akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Istilah nekrosis tubulus akut pada mulanya

menggambarkan sindrom gagal ginjal akut tanpa adanya lesi arteri atau glomerulus.

Mekanisme gagal ginjal yang dikemukakan adalah nekrosis sel tubulus. Agen tertentu

(logam berat, bahan kimia) sebenarnya dapat menyebabkan gagal ginjal dengan

menyebabkan nekrosis sel tubulus, tetapi perubahan histologis yang bermakna tidak

terdapat pada ginjal penderita yang menderita bentuk-bentuk nekrosis tubuklus akut

lainnya. Mekanisme yang dikemukakan meliputi perubahan hemodinamik di dalam

gijal, obstruksi tubulus, dan aliran balik pasif filtrat glomerulus melewati sel tubulus

yang terluka ke dalam kapiler peritubulus.

4

Page 6: Makalah GGA

Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan

mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika terjadi cedera), sseingga terjadi

toksik renal, iskemia atau keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan

gagal intrarenal. Hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati

membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus

terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-obata anti

inflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu

prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebablan

iskemia ginjal.

Nefritis Interstisialis akut merupakan penyebab gagal ginjal akut yang semakin

lazim dan biasanya akibat dari reaksi hipersensitivitas terhadap agen terapeutik.

Tumor dapat menyebabkan gagal ginjal akut dengan infiltrasi ke ginjal atau dengan

obstruksi tubulus oleh kristal asam urat. Selain itu, kelainan perkembangan dan nefritis

herediter dapat dihubungkan dengan gagal ginjal akut. Ketidakmampuan menghemat

natrium dan air biasa dijumpai pada penderita yang menderita gangguan ini, tetapi

kehilangan tersebut biasanya dikompensasi dengan peningkatan masukan oral. Jika

masukkan melalui mulut terganggu (muntah) dan/atau terjadi kehilangan garam dan

air eksternal (diare), maka hal ini bersama dengan kehilangan garam dan air melali

urin secara terus-menerus dapat menyebabkan pengurangan volume intravaskuler

dan gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2001 ; Davey, 2005 ; Behrman et.al, 2000).

3. Pascarenal

Penyebab pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari

obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat akhirnya laju

filtrasi glomerulus meningkat. Ciri unik gagal ginjal pasca-renal adalah terjadinya

anuria, yang tidak selalu terjadi pada gagal renal atau prarenal. Meskipun

patogenesis pasti dari gagal ginjal akut belum diketahui, namun terdapat masalah

mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor mungkin reversibel jika

diidentifikasi dan ditangani dengan tepat, sebelum fungsi ginjal terganggu (Smeltzer &

Bare, 2001).

2.3.2 Tahapan Gagal Ginjal Akut

Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, yaitu periode awal, periode

oliguria, periode diuresis, dan periode perbaikan.

a. Periode Awal (inisiasi)

5

Page 7: Makalah GGA

Tahapan awal adalah kejadian awal yang menyebabkan nekrosis tubulus yang

berbelit-belit. Perjalanan gagal ginjal akut dihubungkan dengan hebatnya akibat awal,

periode hipotensi, dan lamanya hemodinamik dipengaruhi.

b. Periode Oliguria

Tahapan oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan

peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya dieksresikan oleh ginjal

(urea, kreatinin, asam urat, dan kation intraseluler – kalium dan magnesium). Jumlah

urin minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh

adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul, dan

kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.

Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai

kenaikan retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2 liter

atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan

terjadi terutama setelah antibiotik nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga

terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatik, dan penggunaan anestesi halogen.

c. Periode Diuresis

Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin

secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium

berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluaran urin mencapai kadar

normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin

masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.

Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika

terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.

d. Periode Perbaikan

Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12

bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapatreduksi laju filtrasi

glomerulus permanen sekitar 1 % sampai 3%, tetapi kali ini secara klinis tidak

signifikan (Smeltzer & Bare, 2001 ; Tambayong, 2000).

Penyebab gagal ginjal akut dapat diuraikan secara ringkas dalam tabel berikut :

Prarenal Renal PascarenalHipovolemia

PerdarahanKehilangan cairan dari saluran pencernaanHiponatremiaLuka bakarPenyakit ginjal atau

GlomerulonefritisPascastreptokokusLupus eritematosusMembranoproliferatifProgresivitas cepat idiopatikPupura anafilaktoid

Uropati obstruktifSambungan ureteropelvikUreterokelKatup uretraTumor

Refluksi vesikoureter

6

Page 8: Makalah GGA

adrenal dengan pembuangan garam

HipotensiSeptikemiaKoagulasi intravaskuler tersebarHipotermiaPerdarahanGagal jantung

HipoksiaPneumoniaPenjepitan aortaSindrom kegawatan pernapasan

Koagulasi intravaskular terlokalisasi

Trombosis vena renalisNekrosis korteksSindrom hemolitik-uremik

Nekrosis tubulus akutLogam beratBahan kimiaObat-obatanHemoglobin, mioglobinSyokIskemia

Nefritis interstisialis akutInfeksi Obat-obatan

Tumor Infiltrasi parenkim ginjalNefropati asam urat

Kelainan perkembangan Penyakit kistikHipoplasia-displasia

Nefritis herediter

DidapatBatuJendalan darah

2.3.3 Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko yang dapat mengacu pada gagal ginjal akut seperti yang

dijelaskan pada penyebab diatas yaitu :

Hipovolemia

Hipotensi

Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif

Obstruksi ginjal dan saluran urine oleh tumor

Bekuan darah atau batu ginjal

Obstruksi bilateral vena atau arteri renalis (Baughman, 2000).

2.4 KLASIFIKASI

Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan

kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau

penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal

dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada

tabel

7

Page 9: Makalah GGA

KategoriPeningkatan kadar Cr

serumPenurunan LFG Kriteria UO

Risk ≥ 1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥ 6

jam

Injury ≥ 2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar < 0,5 mL/kg/jam, ≥12

jam

Failure ≥3,0 kali nilai dasar atau

≥ 4 mg/dL dengan

kenaikan akut ≥ 0,5

mg/dL

>75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, ≥ 24

jam atau anuria ≥ 12

jam

Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

(Sinto & Nainggolan, 2010).

2.5 PATOFISIOLOGI

(terlampir)

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Hampir setiap sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme

pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual

persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas

mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah,

sakit kepala, kedutan otot dan kejang.

a. Perubahan Haluaran Urin. Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, dan

gravitas spesifiknya rendah (1.10 sedangkan nilai normalnya 1.015-1.025).

b. Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN,

dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein),

perfusi renal, dan masukkan protein. Serum kreatinin menigkta pada kerusakan

glomerulus. Kdar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan

perkembangan penyakit.

c. Hiperkalemia. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu

mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler

ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar seum K+ tinggi).

Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Sumber kalium mencakup

katabolisme jaringan normal; masukan diet; darah di saluran gastrointestinal; atau

transfusi darah dan sumber-sumber lain (infus intravena, penisilin kalium, dan

pertukaran ekstraseluler sebagai respons terhadap adanya asidosis metabolik).

8

Page 10: Makalah GGA

d. Asidosis metabolik. Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik

seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,

mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan

kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik

progresif menyertai gagal ginjal.

e. Abnormalitas Ca++ dan PO4-. Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi,

serum kalsium mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorpsi

kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar

serum fosfat.

f. Anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat

dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal

uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran

GI. Adanya bentuk eritropoetin (Epogen) yang sekarang banyak tersedia,

menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding sebelumnya

(Smeltzeer & Bare, 2001).

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat

badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, inhibitor

ACE dan ARB. Dapat juga ditemukan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP),

penurunan turgor kulit, mukosa kering, hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. AKI

pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat

distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal atau kandung kemih (Sinto & Nainggolan, 2010).

Gejala dan tanda gagal ginjal akut antara lain pada fase awal produksi air kencing

sedikit atau tidak ada, selanjutnya mual, muntah, diare, nafsu makan turun, mudah

mengantuk, mudah tersinggung, gangguan kesadaran bisa sampai koma, gatal-gatal,

kejang, tekanan darah bisa rendah atau tinggi, memar-memar di tubuh tanpa diketahui

sebabnya, perdarahan kecil di bawah kulit (Wratsongko & Trianggoro, 2006).

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,

tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang

didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga

menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan

pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai Icast

yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”

granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast

9

Page 11: Makalah GGA

eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubuluinterstitial; cast leukosit dan

pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial.

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas

urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI,

seperti yang terlihat pada tabel :

Indeks diagnosis AKI prarenal AKI renal

Urinalisis

Gravitasi spesifik

Osmolalitas urin (mmol/kgH2O)

Kadar natrium urin (mmol/L)

Fraksi ekskresi natrium (%)

Fraksi eksresi urea (%)

Rasio Cr urin/Cr plasma

Rasio urea urin/urea plasma

Silinder hialin

>1.020

>500

<10 (<20)

<1

<35

>40

>8

Abnormal

~1.010

~300

>20 (>40)

>1

>35

<20

<3

Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokontriksi pembuluh darah ginjal

akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai (99%).

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah pemeriksaan

urin residu pasca berkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung dengan

pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil

kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto

polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.

Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang belum

jelas, namun penyebab pra dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan

tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non ATN yang memilik tata laksana

spesifik, seperti glomerulonfritis, vaskulitis dan lain-lain (Sinto & Nainggolan, 2010).

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah

a. Elektrokardiogram (EKG). Perubahan yang terjadi berhubungan dengan

ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.

b. Kajian foto toraks dan abdomen. Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi

cairan.

c. Osmolalitas serum. Lebih dari 285 mOsm/kg

d. Pelogram Retrograd. Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

e. Ultrasonografi Ginjal. Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,

obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas

10

Page 12: Makalah GGA

f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi. Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria

dan pengangkatan tumor selektif

g. Arteriogram Ginjal. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular

h. Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas

i. Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

j. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.

k. Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.

l. Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,

hipokalsemia dan hiperfosfatemia.

m. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah

ginjal rusak.

n. Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,

porfirin.

o. Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:

glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;

menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.

p. PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal

kronik.

q. Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio

r. Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan

kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.

s. Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak

mampu mengabsorbsi natrium.

t. Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.

u. SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.

v. Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila

SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM

menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria

minimal.

w. Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan

selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik

pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS

11

Page 13: Makalah GGA

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk memulihkan keseimbangan kimia normal

dan mencegah komplikasi sehingga perbaikan jaringan ginjal dan pemulihan fungsi ginjal

dapat terjadi. Identifikasi, obati, dan hilangkan semua penyebab yang mungkin.

a. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki

abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi

secara bebas.; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu

penyembuhan luka. Hemodialisis, hemofiltrasi atau dialisis peritoneal dapat dilakukan.

b. Penangan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah

utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling

mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu, pasien dipantau akan adanya

hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >

5,5 mEq/L; SI : 5,5 mmol/L), perubahan EKG ( tinggi puncak gelombang T rendah atau

sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi

dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat [Kayexalate]),

secara oral atau melalui retensi enema. Kayeaxalate bekerja dengan merubah ion

kalium menjadi natrium di saluran intestinal. Sorbitol sering diberikan bersama dengan

Kayexalate untuk menginduksi efek tipe diare (menginduksi kehilangan cairan di

saluran gastrointestinal). Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan tempat

utama untuk pertukaran kalium), kateter rektal yang memiliki balon dapat diresepkan

untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan. Pasien harus menahan resin selama 30

sampai 45 menit untuk meningkatkan pengambilan kalium. Setelah itu, bersihan

enema diresepkan untuk menghilangkan resin Kayaxalate untuk mencegah impaksi

fekal.

Pasien yang kadar serum kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan

hemodialisis, peritoneal dialisis, atau hemofiltrasi dengan segera.

Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat digunakan

sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalemia. Glukosa

dan insulin mendorong kalium ke dalam sel-sel, sehingga kadar serum kalium

menurun sementara sampai kalium diambil melalui proses dialisis. Kalium akan

keluar dari sel dan kembali meningkat sampai ke tingkat yang berbahaya

kecuali diambil melalui proses dialisis. Kalsium glukonat membantu melindungi

hati dari efek tingginya kadar serum kalium. Natrium bikarbonat dapat diberikan

untuk menaikkan pH plasma.

Natrium bikarbonat meningkatkan pH, menyebabkan kalium bergerak ke dalam

sel, sehingga kadar seru, kalium pasien menurun. Ini merupakan terapi jangka

12

Page 14: Makalah GGA

pendek dan digunkan bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain, seperti

pembatasan diet dan dialisis.

Semua produk kalium eksternal dihilangkan atau dikurangi.

c. Mempertahankan Keseimbangan Cairan. Penatalaksanaan keseimbangan cairan

didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi

urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien. Masukan

dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka,

dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai akibat dari proses

metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan. Gagal

ginjak akut menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi yang berat akibat masukan yang

tidak adekuat (dari mual dan muntah), gangguan pemakaian glukosa dan sintesis

protein, serta peningkatan katabolisme jaringan. pasien ditimbang berat badannya

setiap hari dan dapat diperkirakan turun 0,2 sampai 0,5 kg setiap hari jika

keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori yang diterima kurang dari kebutuhan).

Jika pasien tidak kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, maka diduga

adanya retensi cairan.

d. Pertimbangan Nutrisional. Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oligurik

untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik.

Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena

karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat,

protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi “dibagi” untuk

pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang mengandung kalium

dan fosfat (pisang, buah dan jus jeruk, kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya

dibatasi sampai 2 g/hari. Pasien mungkin memerlukan nutrisi parenteral total.

e. Cairan IV dan Diuretik. Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat

dipertahankan melalui cairan intravena dan medikasi. Manito, furosemid, atau asam

etrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi

gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat

hipoproteinmia, infus albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi ditangani, jika ada.

f. Koreksi Asidosis dan Peningkatan Kadar Fosfat. Jika asidosis berat terjadi, gas darah

arteri harus dipantau; tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi

masalah pernapasan. pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis.

Peningkatan konsentrasi serum fosfat pasien dapat dikendalikan dengan agens

pengikat-fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan

serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat di saluran intestinal.

13

Page 15: Makalah GGA

g. Pemantauan Berlanjut Selama Fase Pemulihan. Fase oligurik gagal ginjal akut

berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haluaran urin

mulai meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kimia

darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium, kalium, dan cairan yang diperlukan

selama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah fase diuretik,

pasien diberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan didorong untuk melakukan

aktivitas secara bertahap.

h. Meningkatkan Fungsi Pulmoner. Perhatian diberikan terhadap fungsi pulmoner, dan

pasien dibantu untuk miring, batuk dan napas dalam dengan sering untuk mencegah

ateletaksis dan infeksi pernapasan. Jika tidak didorong dan dibantu, mengantuk dan

letargi dapat membatasi pergerakan pasien.

i. Mencegah infeksi. Perhatikan tindakan asepsis

j. Merawat kulit. Kulit pasien mungkin kering dan sangat rentan untuk mengalami luka

akibat edema; oleh karena itu, perawatan kulit yang cermat sangat penting. Selain itu

ekskoriasi dan gatal di kulit dapat sebagai akibat dari penimbunan toksin pengiritasi di

dalam jaringan pasien. Masase tonjolan tulang, membalikkan pasien dengan sering,

dan memandikan dengan air dingin biasanya menimbulkan rasa nyaman dan

mencegah luka di kulit (Smeltzer & Bare, 2001).

2.9 PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan antara lain :

Jaga agar pasien dengan risiko (misalnya pasien dengan ikterus obstruktif) tetap

dalam kondisi hidrasi yang baik pra dan perioperasi.

Lindungi fungsi ginjal pada pasien-pasien tertentu dengan obat-obatan seperti

dopamin dan manitol.

Pantau fungsi ginjal secara teratur pada pasien-pasien yang diberikan obat-obat

nefrotoksik (misalnya gentamisin).

Meningkatkan keadekuatan hidrasi pada pasien yang berisiko mengalami dehidrasi

o Pasien bedah : sebelum, selama dan setelah operasi.

o Pasien yang menjalani pemeriksaan diagnostik intensif dan memerlukan

pembatasan cairan dan agens kontras (Mis, barium enema, pielogram intravena),

terutama pasien lansia yang ginjalnya tidak dapat pulih dengan sempurna.

o Pasien dengan gangguan neoplastik atau gangguan metabolisme (Mis, gout) dan

mereka yang menerima kemoterapi.

Mencegah dan menangani syok dengan tepat menggunakan terapi penggantian daran

dan cairan

14

Page 16: Makalah GGA

pantau tekanan vena sentral dan arterial pada pasien yang sakit dengan ketat serta

haluaran urin tiap jam untuk mendeteksi awitan gagal ginjal sedini mungkin.

Lakukan penatalaksanaan hipotensi dengan tepat.

Kaji fungsi renal secara kontinyu (haluaran urin, nilai laboratorium) jika diperlukan.

Selalu berhati-hati untuk memastikan bahwa darah yang sesuai diberikan ke pasien

yang tepat untuk menghindari reaksi transfusi yang berat, yang dapat mencetuskan

komplikasi renal.

Cegah dan tangani infeksi dengan tepat. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan renal

progresif.

Berikan perhatian khusus terhdapa luka, terbakar dan penyebab sepsis lain.

Berikan perawatan yang cermat terhadap kateter untuk mencegah infeksi dari traktur

urinarius. Angkat kateter sedini mungkin.

Pantau dengan keteat seluruh medikasi yang dimetabolisme atau diekskresi oleh

ginjal dalam hal osis, durasi, dan kadar darah untuk mencegah efek toksik. (Smeltzer

& Bare, 2001 ; Grace & Borley, 2007).

BAB III

KESIMPULAN

15

Page 17: Makalah GGA

Gagal ginjal akut dapat juga disebut Acute kidney injury (AKI) atau acute renal failure

yang secara konseptual adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk

mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit. Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang dungsi dasarnya normal

(klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease).

Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika

Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi

166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.

Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu

(Djoko, 2008). Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas sulit didapatkan

karena tidak semua pasien GGA datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata

pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens GGA antara lain

dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang

lebih ringan dapat terdiagnosis.

Berdasarkan etiologinya, terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal

akut yaitu : Prarenal, dimana terjadi masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan

turunnya laju filtrasi glomerulus. Renal, adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus

atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta

agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (ATN) dan berhentinya fungsi

renal. Pascarenal, biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus

ginjal meningkat akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.Terdapat empat tahapan klinik

dari gagal ginjal akut yaitu, periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode

perbaikan.

Untuk pengklasifikasian gagal ginjal akut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)

mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori

(berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang

menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan

prognosis gangguan ginjal. Gangguan ginjal akut ini dapat menimbulkan berbagai macam

manifestasi klinis seperti perubahan haluaran urin, peningkatan BUN dan kadar kreatinin,

hiperkalemia, letargi, mual, muntah, diare, kulit dan membran mukosa kering, nafas berbau

urin, asidosis metabolik dan lain sebagainya.

Jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kejadian

gagal ginjal akut pada pasien adalah seperti pemeriksaan urinalisis, USG ginjal,

pemeriksaan biokimiawi darah dan urin serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gagal ginjal

akut dapat ditangani dengan beberapa penatalaksanaan seperti dialisis, penangannan

16

Page 18: Makalah GGA

terhadap hiperkalemia, terapi nutrisional, cairan IV dan diuretik, dan beberapa

penatalaksanaan lainnya.

Gagal ginjal akut juga dapat dicegah terutama pada pasien-pasien yang beresiko

mengalami kejadian ini dengan cara pemantauan fungsi ginjal, peningkatan keadekuatan

hidrasi hingga perawatan cermat untuk mencegah infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 19: Makalah GGA

1. Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

2. Bakta, I Made dan I Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.

Jakarta : EGC

3. Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku Untuk Brunner

and Suddarth. Jakarta : EGC

4. Behrman, Richard E et.al (ed). 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC.

5. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

6. Grace, Pierce A dan Neil R.Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit

Erlangga

7. Sinto, Robert dan Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis

dan Tata Laksana. Jakarta : Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 60 No. 2 FKUI.

8. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

9. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

10. Wratsongko, Madyo dan dr.Trianggoro. 2006. 205 Resep Pencegahan & Penyembuhan

Penyakit dengan Gerakan Shalat. Jakarta : QultumMedia.

PATOFISIOLOGI

18

Pra renal :1. Kehilangan volume cairan

tubuh2. Penurunan volume efektif

pembuluh darah3. Redistribusi cairan4. Obstruksi renovaskuler

Renal :1. Nekrosis Tubular Akut2. Nefritis interstitial akut3. Glomerulonefritis akut4. Oklusi mikrokapiler

glomerular5. Nekrosis kortikal akut

Pascarenal :1. Obstruksi ureter bilateral

atau unilateral ekstrinsik2. Obstruksi kandung

kemih atau uretra

Page 20: Makalah GGA

19

Pra renal :1. Kehilangan volume cairan

tubuh2. Penurunan volume efektif

pembuluh darah3. Redistribusi cairan4. Obstruksi renovaskuler

Renal :1. Nekrosis Tubular Akut2. Nefritis interstitial akut3. Glomerulonefritis akut4. Oklusi mikrokapiler

glomerular5. Nekrosis kortikal akut

Pascarenal :1. Obstruksi ureter bilateral

atau unilateral ekstrinsik2. Obstruksi kandung

kemih atau uretra

Page 21: Makalah GGA

20

Konsentrasi serum yg dieksresikan

ginjal

Urea, kreatinin, dan asam urat

Mengalir bersama aliran

darah

Aliran darah sampai ke otak, shg

dapat menembus

sawar

Kation intraseluler (kalium &

magnesium)

Hiperkalemi Hipermagnesemi

Perubahan konduksi elektrikal

impuls jantung

Resiko tinggi aritmia

urine output (UO)

Retensi cairan

interstitial

pH

Edema paru

MK : Pola Nafas Tidak Efektif

Asidosis metabolik

Penurunan pH pada cairan serebro spinal

MK : perubahan perfusi serebral

Kerusakan tubule untuk mengkonsentrasi urin

Pengeluaran jumlah urin

secara bertahap

Hipovolemi

MK : Defisit volume cairan