Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

71
Kata Pengantar Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Penulis mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi para pembaca. Atas perhatiannya penulis ucapakan limpah terima kasih. Jakarta, 20 Oktober 2011 Penulis 1

description

skenario PBL kedokteran yang menjelaskan secara singkat penyakit

Transcript of Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Page 1: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Kata Pengantar

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Penulis

mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Atas perhatiannya penulis ucapakan limpah terima kasih.

Jakarta, 20 Oktober 2011

Penulis

1

Page 2: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Daftar Isi

Kata pengantar.................................................................................................1

Daftar isi..........................................................................................................2

Pendahuluan....................................................................................................3

a. Latar belakang.......................................................................................3

b. Tujuan penulisan...................................................................................3

c. Metode penulisan..................................................................................3

Pembahasan.....................................................................................................4

Penutup............................................................................................................45

a. Kesimpulan...........................................................................................45

Daftar pustaka..................................................................................................46

2

Page 3: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Pada manusia, fungsi kesejahteraan dan keselamatan untuk mempertahankan volume,

komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal. Ginjal

berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam

dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, mengontrol sekresi hormon, serta

eksresi sisa metabolisme, racun dan kelebihan garam. Apabila ginjal gagal menjalankan

fungsinya maka pasien memerlukan perawatan dan pengobatan dengan segera.

Banyak penyakit yang dapat mendasari terjadinya penyakit ginjal. Seperti pada saat

hipertensi, ginjal sangat berpengaruh dalam pengaturan volume plasma dalam tubuh.

Ketika fungsi reabsorbsi ginjal terganggu, maka akan terjadi berbagai macam hal seperti

terganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh,. Untuk itu perlu di waspadai jika pasien

mempunyai riwayat penyakit-penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi ginjal.

Memang efeknya tidak langsung tapi akan berdampak untuk jangka panjang. Jika

terdapat gejala yang mengarah kepada penyakit ginjal, pasien harus segera mendapatkan

perawatan medis untuk mendapatkan prognosis yang baik. Untuk lebih jelasnya, kita

akan bahas dalam makalah ini.

Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

Untuk lebih memahami tentang penyakit diare akut

Untuk lebih memahami tentang penyakit hipertensi

Untuk lebih memahami tentang penyakit diabetes mellitus

Untuk lebih memahami tentang penyakit benign prostat hipertropi

Untuk lebih memahami tentang penyakit gagal ginjal akut

Untuk lebih memahami perbedaan gagal ginjal akut dan kronik

Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan.

3

Page 4: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam kasus yang didapatkan, pasien menderita beberapa macam penyakit ketika

datang untuk berobat. Untuk itu working diagnosis yang bisa di simpulkan adalah sebagai

berikut :

A. Diare akut

1. Anamnesis dan gejala klinis

Ketika pasien datang dengan keluhan diare akut, yang kita tanyakan adalah :

Sudah berapa lama pasien tersebut mengalami diare ?

Apakah pasien pernah makan makanan dan minum minuman dari daerah yang

tidak bersih ?

Bagaimana karakteristik tinjanya, apakah tinjanya cair atau berdarah ?

Apakah ada nyeri di bagian abdomen ?

Apakah sebelum terkena diare, pasien sempat mengkonsumsi obat-obatan ?

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung

penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.

Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering

berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena

kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,

bercampur darah dan hasrat ingin ke kamar mandi. Pasien dengan diare akut infektif

datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja

yang biasa berupa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang

spesifik.

Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik

secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan

dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam

dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin

yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia

dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang

ringan.

4

Page 5: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella,

menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi

ileum terminal dan caecum yang memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah,

menyerupai apendisitas akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi

sebagai diare, demam dan kadang kala kelumpuhan anggota badan dan

badan(sindrom Guillain-Barre). Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme

yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau

organisme yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel. Beberapa organisme

seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio menghasilkan enterotoksin

dan juga menginvasi mukosa usus pasien, karena itu menunjukkan gejala diare air

diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.1

Dehidrasi dapat timbul jika diare dan asupan oral terbatas karena nausea dan

muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai

rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin

yang gelap, kurangnya kemampuan untuk berkeringat, dan perubahan ortostatik.

Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa

seperti kebingungan dan pusing kepala. Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dibagi

atas 3 tingkatan:

Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB):

Gambaran klinisnya tugor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh

dalam presyok.

Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8%BB):

Turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas

cepat dan dalam.

Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10% BB):

Dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot

kaku, sianosis.

2. Pemeriksaan fisik

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam

menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume

dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,

temperatur tubuh, tanda toksisitas dan turgor kulit. Pemeriksaan abdomen yang

seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya

5

Page 6: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan kunci bagi penentu

etiologi diare.2

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare

berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,

hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan

kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay

(ELISA) untuk mendeteksi diargiarsis, test serologic amebiasis dan foto x-ray

abdomen.1,3

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis

leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada

infeksi baketri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan

darah putih muda. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya

kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk

melihat adanya leukosit dalam tinja uang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya

telur cacing dan dewasa.

Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan

sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja

untuk pengukuran toksin Clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu

dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau

pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi

mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan

jika mukosa terlihat inflamasi berat.1

4. Epidemiologi

Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya yang merupakan

penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Gambaran klinis diare

akut seringkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut,

adanya traveling (domestik atau internasional), kontak personal, adanya dugaan food-

borne transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam,

menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksisn. Sebaliknya, bila ada demam dan

masa inkubasi yang lebih panjang, ini karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis

6

Page 7: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti Escherichia coli membutuhkan

beberapa hari untuk masa inkubasi.1

5. Etiologi

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,

virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Menurut world

gastroenterology organitation global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas

empat penyebab yaitu bakteri, virus, parasit dan non infeksi.1,3

Tabel 1. Etiologi diare akut infektif

Yang termasuk non infeksi seperti intoksikasi makanan, alergi terhadap suatu

makanan seperti susu sapi, dan malabsorpsi.

6. Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai

berikut:

Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik

Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik

Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Motilitas dan waktu transit usus abnormal

Gangguan permeabilitas usus

7

Page 8: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik

Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralimen dari usus halus

yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi umum

dan defek dalam absorpsi mukosa usus misalnya pada malabsorpsi glukosa atau

galaktosa.4

Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,

menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare

dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung

walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab dari diare tipe ini antara

lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli,

penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi

garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat.1

Malabsorpsi asam empedu, malabsorbsi lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle

empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.4

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+,

ATPase di enterosit dan abrsorpsi Na+ dan air yang abnormal.4

Motilitas dan waktu transit usus abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga

menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas

antara lain diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid.5

Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya

kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.4,5

Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik)

Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi,

sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit

kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat

dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan

penyakit Crohn).1

8

Page 9: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan

usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) invasif

(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang

disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare

toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor

merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk

adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi

aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium.

Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu

karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium)

dapat di kompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion

kalium, ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian

larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.4

7. Penatalaksanaan

Dehidrasi

Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat

dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien

kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti

cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit

dan gula atau starch haarus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih

praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain pedialit, oralit, dan lainnya.

Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.

Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Prinsip

dari menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah

cairan yang keluar dari tubuh. Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka

hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikt demi sedikit). Bila skor

lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan perintravena. Cairan rehidrasi dapat

diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila

dehidrasi sedang atau berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus

pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat

diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi

9

Page 10: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

atau oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan

oralit yang hipotonik. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dan lainnya.1,6

Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas:

Dua jam pertama ( tahap rehidrasi inisial ), jumlah total kebutuhan cairan

menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam

ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.

Satu jam berikut/jam ke-3 ( tahap kedua ) pemberian diberikan berdasarkan

kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya.

Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per

oral.

Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan

melalui tinja dan insensible water loss (IWL).

Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien

dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas seperti cola,

makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus

dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi

virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat

meningkatkan motilitas dan sekresi usus.1

Obat anti-diare

Obat ini dapat mengurangi gejala-gejala, yaitu :

Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin

dan tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki

efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat

digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan

ensefalopati bismuth. Obat anti motilitas penggunaannya harus hati-hati pada

pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti

mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.7

Obat yang mengeraskan tinja yaitu atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1

sachet diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.7

Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase yaitu hidrasec 3 x 1 tab/hari.7

Obat anti-mikroba

Karena kebanyakan pasien memilki penyakit yang ringan, self limited disease

karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada

10

Page 11: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga

mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis (traveler’s disease) atau imunosupresif.

Obat pilihan yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2x/hari selama 5-7 hari).

Obat ini baik terhadap bakteri patogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella,

Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu

kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, 160/800 mg 2x/hari, atau eritromisin

250-500 mg 4x/hari). Metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari diberikan bagi

yang dicurigai giardiasis. Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah risiko tinggi,

kuinolon ( misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang

memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetoprim-

sulfametoksazol dan bismuth subsasilat.1,7

8. Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobal jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di

Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.

Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan

dengan sindrom uremik hemolitik.1

9. Pencegahan

Diare mudah dicegah dengan cara, antara lain :

Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada saat sebelum makan, setelah

buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum

menyiapkan makanan.

Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara laindengan cara

merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.

Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat,

kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain.

Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan

jamban dengan tangki septik.

Memberikan penyuluhan kepada warga tentang cara hidup bersih dan sehat.

11

Page 12: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

B. Hipertensi

1. Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan meliputi :2

Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

Indikasi adanya hipertensi sekunder:

Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat

analgesik dan obat/bahan lain

Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

Faktor-faktor risiko :

Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien

Riwayat hiperlipidemia pada pasien dan keluarganya

Riwayat diabetes mellitus pada pasien dan keluarganya

Kebiasaan merokok

Pola makan

Kegemukan

Intensitas olahraga

Kepribadian

Gejala kerusakan organ :

Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient iskemik

attacts, defisit sensorik atau motorik

Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri

Arteri perifer: ekstremitas dingin

Pengobatan hipertensi sebelumnya

Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik selain pengukuran tekanan darah, juga untuk evaluasi penyakit

penyerta, kerusakan organ target, serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.

Pengukuran tekanan darah dilakukan pada posisi duduk setelah pasien beristirahat

selama 5 menit, kaki dilantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Pengukuran

12

Page 13: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran tambahan

dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Untuk orang

usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik,

perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri. Hipertensi

ringan atau sedang biasanya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan fisik.

Pada hipertensi yang sudah berlangsung lama bisa didapatkan adanya murmur ejeksi

aorta dan suara tambahan aorta yang keras menandakan terjadinya pembesaran

ventrikel kiri (LVH).1,2

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah sebagai berikut :1

EKG (untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri, iskemia, serta gangguan irama)

Rontgen thorak (untuk menilai pembesaran jantung)

Echokardiografi (untuk menilai pembesaran ventrikel)

Funduskopi (untuk mendeteksi retinopati, penyempitan arteriovena, perdarahan

serta papil edema)

Urinalisis

Glukosa darah puasa

Kolesterol total serum

Trigliserida serum

Kreatinin serum

Kalium serum

Mikroalbuminuria

4. Gejala klinis

Asimptomatis

Nyeri dada

Sesak nafas

Nyeri kepala

Rasa berat di tengkuk

Gejala kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal, arteri perifer, atau

retinopati.

5. Epidemiologi

13

Page 14: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana

diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat penting

dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Merokok adalah faktor risiko

utama untuk mobilitas dan mortalitas Kardiovaskuler.

Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi

hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang

dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga

mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan

tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.Saat ini

penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara

berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan

menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka

penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.

Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan

dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum

terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun

penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar

penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.

Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu

persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi

(33,3%), jadi merupakan faktor risiko yang kurang penting. Juga kenaikan

prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai.Oleh karena itu, negara Indonesia

yang sedang membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik

untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit

degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk

proses pembangunan.

Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program

pencegahan yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler

adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler

dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes,

hiperlipidemia, merokok, stres dan lain-lain.1

14

Page 15: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

6. Etiologi

Pada lebih dari 90% kasus tidak ditemukan penyebab tertentu dan hipertensi tersebut

dikenal sebagai hipertensi esensial. Etiologinya mungkin multifaktorial. Patogenesis

pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi berbagai variable, mungkin pula

predisposisi genetik. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya :1

Bertambahnya usia

Stress

Kebiasaan merokok

Asupan garam berlebihan

Obesitas,

Asupan alkohol berlebihan

Hipertensi bisa timbul sekunder akibat:

Penyakit ginjal

Penyakit endokrin seperti sindrom cushing, sindrom Conn, feokromositoma,

dan akromegali

Pil kontrasepsi oral

Eklamsia

Koarktasio aorta

7. Patofisiologi

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak

menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi

perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila

terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau

pusing.

Pada tahap awal, hipertensi diduga ditandai oleh peningkatan curah jantung dengan

resistensi perifer yang normal. Dengan berkembangnya hipertensi, resistensi perifer

meningkat dan curah jantung kembali normal. Kerusakan organ target yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:

Jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Angina atau infark miokardium

Gagal jantung

15

Page 16: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Otak

Stroke atau transient iskemik attact

Penyakit ginjal kronis

Penyakit arteri perifer

Retinopati

Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrhophy/LVH) mungkin timbul bahkan

pada hipertensi ringan, dan berhubungan dengan meningkatnya risiko disfungsi

jantung, aterosklerosis, aritmia, dan kematian mendadak.4,5

8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien hipertensi adalah agar tercapainya penurunan

tekanan darah <140/90> 140 mmHg) atau hipertensi maligna (disertai edema papil)

harus diobati dirumah sakit. Tekanan darah harus diturunkan bertahap dengan beta

blocker oral atau bloker kanal kalsium.7

9. Prognosis

Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan

cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum

dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk

menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang

diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan

nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan pengawasan tekanan darah

yang ketat.

10. Pencegahan

Pencegahan hipertensi secara sederhana dapat dilakukan dengan :

Olahraga yang cukup, olahraga yang dapat dilakukan contohnya seperti jogging,

aerobik, dan olahraga ringan lainnya. Selain dapat memperlancar peredaran

darah, olahraga dapat pula membakar lemak sehingga tidak kelebihan berat

badan.

Tidak merokok, menghentikan merokok secara total mungkin sulit dilakukan,

tetapi peluang untuk kembali merokok lebih kecil jika dibanding dengan cara

16

Page 17: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

mengurangi perlahan-lahan. Suksesnya seseorang untuk berhenti merokok

tergantung pada niat dari dalam diri perokok itu sendiri.

Tidak minum minuman beralkohol, hipertensi dapat dihindari dengan tidak

mengkonsumsi alkohol. Minuman beralkohol banyak macamnya, baik yang

dibuat oleh pabrik maupun tradisional. Semuanya akan membahayakan bagi

penderita hipertensi. Oleh karena itu hindarilah minum minuman beralkohol.

Mengatur pola makan dengan baik, seperti diet rendah garam dan rendah

kolesterol.

Cukup istirahat dan tidak stress, istirahat dapat mengurangi ketegangan dan

kelelahan otot bekerja sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran.

Oleh karena tekanan darah dapat meningkat jika orang sedang stress, maka

hindarkanlah kegiatan atau tempat yang dapat menyebabkan stress.

Berekreasilah ke tempat-tempat sejuk agar dapat mengurangi stress.

C. Benign Prostat Hypertrophi

1. Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau

wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang

dideritanya. Anamnesis itu meliputi :2

Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu.

Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami

cedera, infeksi, atau pembedahan)

Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

2. Pemeriksaan fisik

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang

penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk

mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini

dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul

yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat

dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran dengan metode lain,

sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang

17

Page 18: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya

26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas

pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%17. Perlu

dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi

neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus

sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan

pada busur refleks di daerah sakral.1,2

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pasien Benign Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:1

Laboratorium meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan

biakan urin

Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,

cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrograd dilakukan apabila

fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau

trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui

pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,

mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu.

Prostatektomi Retro Pubis, pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi

kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat

diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

Prostatektomi Parineal, yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang

melalui perineum.

4. Gejala klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostat Hypertrophi disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :6

Gejala Obstruktif

Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan

waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika.

18

Page 19: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika

sampai berakhirnya miksi.

Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

Pancaran lemah, kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

Gejala Iritasi

Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari dan pada siang hari.

Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

5. Epidemiologi

Hipertrophi prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan

sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran

yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi

peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hipertrophi. 

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang

akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya

sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut

diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. 

Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia

prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa

remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai

laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan

yang makin lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat

makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan

dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun.

Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi,

namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain

19

Page 20: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan

kejadian BPH.1

6. Etiologi

Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan

keseimbangan testosteron dan estrogen dan adanya ketidakseimbangan

endokrin.

Faktor umur / usia lanjut.

Tidak diketahui secara pasti.

7. Patofisiologi

Benign Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan

klinisnya :

Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa

urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,

panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,

batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.

Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa

urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit

keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.5

Gambar 1. Patofisiologi BPH

Diunduh dari www.medica-store.com

8. Penatalaksanaan

Watchful waiting

Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan

symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan

munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien

dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan

tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.1

20

Page 21: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Medikamentosa

Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan

prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang

berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer

diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah

memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala

dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa

dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.7

Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan

testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen

epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan

memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna

melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan

gejala-gejala.7

Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran

urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin.

Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.1

Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-

tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular

di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui,

efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji.1

Operasi konvensional

Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui

endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah

sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan

21

Page 22: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah antara

lain ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkotinensia urin

(<1%).8

Transurethral incision of the prostate

Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi

hiperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan

keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini

lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde

ejakulasi terjadi pada 25% pasien.8

Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka

enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya

dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga

dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada

posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan

dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik.8

Terapi minimal invasif

Laser

Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser

adalah Nd:YAG dan holomium:YAG. Keuntungan operasi dengan sinar laser

adalah :

- Kehilangan darah minimal.

- Sindroma TUR jarang terjadi.

- Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.

- Dapat dilakukan out patient procedure.

Kerugian operasi dengan laser :

- Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.

- Pemasangan keteter postoperasi lebih lama.

- Lebih iritatif.

- Biaya besar.

Transurethral electrovaporization of the prostate

Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop.

Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas,

22

Page 23: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama

dari TUR.

Hyperthermia

Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya

mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat

pendingin tidak diperlukan.

Transurethal needle ablation of the prostate

Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus

yang akan melalui uretra.

High Intensity focused ultrasound

High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan

panas. Untrasound probe ditempatkan pada rektum.

Intraurethral stents

Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika

dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars

prostatika tetap paten.

Transurethral balloon dilation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat

melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat

yang ukurannya kecil (<40>3). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini.

9. Pencegahan

Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi

pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan

utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan

sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat

kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon

testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat

tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan

prostat di antaranya adalah :1

Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah

pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat

berkembang menjadi kanker prostat. 

23

Page 24: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak

terlalu berat. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu

melancarkan.

pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal. 

L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran

rangsangan ke susunan syaraf pusat. 

Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas

sperma. 

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:

Mengurangi makanan kaya lemak hewan.

Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam

makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai).

Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari 

Berolahraga secara rutin 

Pertahankan berat badan ideal 

10. Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu

walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak

memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria

setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek

samping yang cukup merugikan bagi penderita.

D. Diabetes Melitus

1. Anamnesis

Dalam anamnesis akan ditemukan beberapa keluhan khas diabetes mellitus, yaitu

poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dilelaskan

penyebabnya. Ada juga keluhan diabates yang tidak khas seperti, lemah, kesemutan,

gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.1,2

24

Page 25: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi antropometri (tinggi badan, berat badan,

lingkar pinggang), tekanan darah, tanda neuropati seperti mata ( visus, lensa mata

dan retina ), gigi dan mulut, keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), serta

pemeriksaan kulit dan kuku.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk

DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,

riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gr,

riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat

dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa.

Kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara

pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah :

Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.

Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

Perikasa glukosa darah puasa.

Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam

waktu 5 menit.

Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak merokok.

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu  >

200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan

glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan

diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya

diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya

diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM

pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal.1

4. Gejala klinis

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing

manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana

peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni

25

Page 26: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

(urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine

sering dilebung atau dikerubuti semut. Penderita kencing manis umumnya

menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh

penderita :

Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

Cepat lelah dan lemah setiap waktu

Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak

sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat

berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,

terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain

halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami

berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita

kencing manis.1,9

5. Tipe Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes itu sendiri ada dua tipe yaitu :

Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh

kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada

pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada

balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya

dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus

menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan

sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita

diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula

26

Page 27: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-

anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering

muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.9

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat

berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti

kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya

sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai

dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang

mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor

kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula

darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat

badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum

maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai

dipertimbangkan untuk diberikan.9

6. Epidemiologi

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di

seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.

Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka

ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM

terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara

berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai

akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Di Indonesia

sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417

responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu

(kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral

75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%

mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih

banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan

dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita

DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,

sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%.

27

Page 28: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),

hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi

perhari.9

7. Etiologi

Penyakit kencing manis pada umumnya disebabkan oleh konsumsi makanan yang

tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu, berikut

ini adalah faktor yang menyebabkan seseorang terkena diabetes :9

Faktor keturunan

Kegemukan atau obesitas yang biasa terjadi pada usia 40 tahun

Tekanan darah yang tinggi

Angka trigliserida yang tinggi

Level kolesterol yang tinggi

Gaya hidup modern yang cenderung mengkonsumsi makanan instan

Merokok dan stress

Terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat

Kerusakan pada sel pankreas

8. Patofisiologi

Diabetes Mellitus Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan

tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam

urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).9

Diabetes Mellitus Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

28

Page 29: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan

reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan

reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat

peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar

glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan

insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes

tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak

terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak

terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom

hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh,

infeksi dan pandangan yang kabur.9

9. Penatalaksanaan

Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin

(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain

itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu

makanan (diet). Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan

dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai

kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan

mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil

yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian

suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula

darah.7,9

29

Page 30: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

10. Pencegahan

Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk

ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit

ini tapi berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat

perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-

faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer. Seperti

menjaga pola makan dan rutin berolahraga.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat

timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal.

Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan

tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal

harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun.

Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi

peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.

Pencegahan tersier

Jika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus

berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita

sedini mungkin sebelum penderita mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya

saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat diberikan secara rutin bagi pasien

diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati (pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina

mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan

terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan sebagai upaya untuk pengobatan

diabetes melitus.

11. Prognosis

Sudah banyak pasien diabetes dengan diet terkontrol, olahraga, dan suntikan insulin

dapat tertangani. Tapi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi yang baik, akan

mengalami masalah yang serius karena akan timbul banyak komplikasi. Sebagai

contoh, diabetes yang tidak terkontrol akan menyebabkan kebutaan, penyakit ginjal,

dan amputasi pada kaki ataupun tangan.

30

Page 31: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

E. Gagal Ginjal Akut

1. Anamnesis

Anamnesis hendaknya ditujukan untuk mengetahui lamanya keluhan, adanya

penyakit penyerta atau yang mendahului, truma yang baru terjadi, obat yang

digunakan, atau paparan terhadap bahan toksik. Anamnesis yang teliti juga dapat

membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal, seperti menanyakan apakah

ada muntah, diare dan demam menandakan adanya dehidrasi.2

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan

kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor

jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,

kalsium, fosfor, dan asam urat. Kemudian Pemeriksaan penunjang lain yang penting

adalah pemeriksan USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk

mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi

akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui.

Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga

penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa

membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat

menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan

jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada nekrosis tubular akut. Perlu

diingat pada angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat menimbulkan

komplikasi klinis yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin

serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l) atau dengan peningkatan relative

setidaknya 25 % dari nilai dasar.1

4. Gejala klinis

31

Page 32: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut

antara lain, mata sembab, edema tungkai, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing

sakit, demam, oliguria, kencing merah atau darah (hematuria), sering kencing.

5. Epidemiologi

Gagal ginjal akut lebih sering terjadi tetapi insidennya tergantung dari defenisi yang

digunakan dan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika,

terdapat 172 kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500

mikromol/L) dalam per juta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus per juta

yang mendapat dialysis akut. Gagal ginjal akut lebih sering terjadi pada umur tua.

Gagal ginjal akut prerenal dan nekrosis tubular akut iskemik terjadi bersamaan

sekitar 75% pada kasus gagal ginjal akut.

6. Etiologi

Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-

renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati

obstruksi akut). 1

Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :

Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar,

diare, asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar

3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,

tamponade jantung, dan emboli paru.

Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septik, anafilaksis dan cedera, dan

pemberian obat antihipertensi.

Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,

penggunaan obat anastesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-

renal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri

ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis.

Pada wanita hamil disebabkan oleh perlengketan plasenta dan perdarahan

postpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.

Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) disebabkan oleh :

32

Page 33: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli

kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia

hemolitik, krisis ginjal, dan toksemia kehamilan.

Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,

proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis

infektif, dan vaskulitis.

Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,

sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi,

zat warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik),

rabdomiolisis dengan mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria,

hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai ringan,

Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic,

allopurinol, rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri

gram negatif, leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan

penyakit infiltratif (leukemia, limfoma, sarkoidosis).

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :

Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura

bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral,

dan bola jamur bilateral.

Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter,

kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.

7. Patofisiologi

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula

Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung

Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan

yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang

berperan dalam autoregulasi ini adalah :

Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen

Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi

autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi

ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan

33

Page 34: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf

simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan

endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan

tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme

otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek

miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent

yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal

yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka

waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol

afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan

reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut

fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.4

Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal

menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam

obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun

dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses

ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic,

sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat

timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti

penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal

polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal

ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.4

Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.

GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi

intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein

( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh

obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada

pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,

hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila

obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada

ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.

34

Page 35: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah

ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh

prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah

ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis

ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase

kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan

pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam

adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini

mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang

menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.4

Gambar 2. Batu pada ginjal

Diunduh dari www.wikipedia.com

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengelolaan gagal ginjal akut adalah mencegah terjadinya

kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah

komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai

faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi,

perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan

pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi

jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat,

atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum

timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.

35

Page 36: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat

badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan

kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan

diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan

dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan

anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau

mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita

dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium.1

Terapi khusus gagal ginjal akut

Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,

asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi

dilakukannya dialisa adalah :

Oligouria : produksi urine < 2000 ml dalam 12 jam

Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam

Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L

Asidemia : pH < 7,0

Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L

Ensefalopati uremikum

Neuropati/miopati uremikum

Perikarditis uremikum

Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L

Hipertermia

Keracunan obat

Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut :

Energy 20–30 kcal/kgBW/d

Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d

Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d

Protein (essential dan non-essential amino acids)

Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBW/d

Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBW/d

CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d

Gagal ginjal akut post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi

misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan

sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.7

36

Page 37: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Komplikasi Pengobatan

Kelebihan volume intravaskuler

Hiponatremia

Hiperkalemia

Asidosis metabolic

Hiperfosfatemia

Hipokalsemia

Nutrisi

Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)

Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis

Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan

hipotonik.

Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari

diuretic hemat kalium

Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >

15 mmol/L, pH >7.2 )

Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)

Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium

karbonat)

Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml

larutan 10% )

Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak

dalam kondisi katabolic

Karbohidrat 100 g/hari

Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik

lama atau katabolik

Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut

9. Pencegahan

Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri

dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya gagal ginjal akut, antara lain :1

Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan

olahraga teratur.

Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus

dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal

dapat dikurangi.

37

Page 38: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis

akut.

Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan

pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.

Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus

yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.

Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.

Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring

fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui

nefrotoksik.

Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus

segera diperbaiki.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini

suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko

terkena gagal ginjal akut. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya

penyakit gagal ginjal akut. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang

dapat menimbulkan gagal ginjal akut seperti glomerulonefritis akut maka harus

mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. Gagal ginjal akut prarenal jika

tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya gagal ginjal akut renal untuk

itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita gagal ginjal akut prarenal, maka

sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah

kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena gagal ginjal

renal.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus gagal ginjal akut

yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8

sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus

segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari

kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam

jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang

memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan

38

Page 39: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena

infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal

ginjal oligurik. Penyakit gagal ginjal akut jika segera diatasi kemungkinan

sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap

memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola

makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical

check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat

segera diketahui dan diobati.

10. Prognosis

Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu

diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang

menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk

prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan

terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal

multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan

GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu

pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.

Dari kasus yang didapatkan, ada satu diagnosis banding yang dapat disimpulkan, yaitu :

A. Chronic Kidney Disease

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih

dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan

laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda

kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan

radiologis. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih

dari 3 bulan.

Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses patofisiologis

dengan etiologi yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal dan penurunan

progresif GFR.

39

Page 40: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus

(mL/menit/1,73m2)

Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko

Stadium 1 Normal/meningkat > 90, terdapat kerusakan

ginjal, proteinuria menetap,

kelainan sedimen urin,

kelainan kimia darah dan

urin, kelainan pada

pemeriksaan radiologi.

Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89

Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59

Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29

Stadium 5 Gagal ginjal < 15

Tabel 3. Klasifikasi gagal ginjal kronik

Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron yang

signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-stage renal

disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat toksin, air, dan

elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga terjadi sindrom uremikum.

Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sehingga diperlukan

pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi penggantian ginjal, dapat berupa

dialisis atau transplantasi ginjal.1

1. Etiologi

Di amerika serikat penyebab tersering CKD adalah nefropati diabetikum, yang

merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan

penyebab tersering CKD pada usia tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal

sebagai akibat penyakit vaskular mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif

terjadi dengan cara yang sama seperti pada penyakit jantung koroner dan penyakit

serebrovaskular. Berikut tabel 4 merupakan etiologi yang dapat menyebabkan CKD.

Penyakit vaskular Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli,

nephrosclerosis hipertensi, thrombosis vena renalis

Penyakit glomerulus primer Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan

segmental glomerulosclerosis (FSGS), minimal change

40

Page 41: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

disease, membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly

progressive (crescentic) glomerulonephritis

Penyakit glomerulus

sekunder

Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid

arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener

granulomatosis,  postinfectious glomerulonephritis,

endocarditis, hepatitis B and C, syphilis, human

immunodeficiency virus (HIV), parasitic infection,

pemakaian heroin, gold, penicillamine, amyloidosis, 

neoplasia, thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP),

hemolytic-uremic syndrome (HUS), Henoch-Schönlein

purpura, Alport syndrome, reflux nephropathy

Penyakit tubulo-interstitial Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri,

parasit), Sjögren syndrome, hypokalemia kronik,

hypercalcemia kronik, sarcoidosis, multiple myeloma cast

nephropathy, heavy metals, radiation nephritis, polycystic

kidneys, cystinosis

Obstruksi saluran kemih Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors,

retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder

tabel 4. Etiologi cronic kidney disease

2. Patogenesis

Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan

yaitu, merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang

mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi

pada glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan

interstitium dan juga merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya

hiperfiltrasi dan hipertrofi nephron yang tersisa.5

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan

fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat

hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran

glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses

maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti

41

Page 42: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah

tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron

intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis

dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh  growth factor seperti  transforming growth

factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas

penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.5

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis

glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal

kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana

basal LFG masih normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi

pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar

urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan

pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan

tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien

juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,

maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti

hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan

kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih

serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien

dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.5

3. Faktor risiko gagal ginjal kronik

Sangatlah penting untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD,

sekalipun pada individu dengan GFR yangnormal. Faktor risiko CKD meliputi

hipertensi, diabetes mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia

lanjut, keturunan afrika, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal

ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka panjang, berat badan lahir rendah, dan

adanya proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu

42

Page 43: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

saluran kemih atau kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status sosioekonomi

dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor yang dapat

meningkatkan risiko CKD

43

Page 44: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit ginjal adalah penyakit yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Fungsi

ginjal yang menjadi pusat kehidupan tubuh harus dijaga sebaik mungkin. Apabila

terdapat kelainan atau gejala klinis yang dirasakan mengarah pada ginjal, segera datang

ke rumah sakit untuk mengetahui masalah pasti yang sedang terjadi agar prognosis yang

didapatkan lebih baik. Perlu juga dipantau apabila terdapat riwayat-riwayat penyakit

tertentu yang menjadi faktor resiko terjadinya gagal ginjal. Penanganan dini dapat

membantu untuk mencapai baiknya prognosis.

44

Page 45: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

Daftar Pustaka

1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. 2010. Jakarta : Interna Publishing

2. Bickley S. Lynn. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates 5 th edition.

2008. Jakarta : EGC

3. Staf pengajar fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. 2006. Jakarta : Binapura Aksara

4. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit

6th ed. 2006. Jakarta : EGC

5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta :

EGC

6. Greenberg I. Michael. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. 2007. Jakarta : Penerbit

Erlangga

7. Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Farmakologi dan Terapi. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

8. Sjamsuhidajat R, Jong de Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd edition. 2005. Jakarta : EGC

9. Sulaiman Ali H, Akbar Nurul H, Lesmana A. Laurentius, Noer Sjaifoellah H. M. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Hati 1st ed. 2007. Jakarta : Jayabadi.

45

Page 46: Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx

46