Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx
-
Upload
kiky-hetharie -
Category
Documents
-
view
106 -
download
9
description
Transcript of Skenario 5 (GGA EC DIARE, DM, HIPERTENSI, BPH).docx
Kata Pengantar
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Penulis
mengharapkan makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Atas perhatiannya penulis ucapakan limpah terima kasih.
Jakarta, 20 Oktober 2011
Penulis
1
Daftar Isi
Kata pengantar.................................................................................................1
Daftar isi..........................................................................................................2
Pendahuluan....................................................................................................3
a. Latar belakang.......................................................................................3
b. Tujuan penulisan...................................................................................3
c. Metode penulisan..................................................................................3
Pembahasan.....................................................................................................4
Penutup............................................................................................................45
a. Kesimpulan...........................................................................................45
Daftar pustaka..................................................................................................46
2
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Pada manusia, fungsi kesejahteraan dan keselamatan untuk mempertahankan volume,
komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal. Ginjal
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam
dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, mengontrol sekresi hormon, serta
eksresi sisa metabolisme, racun dan kelebihan garam. Apabila ginjal gagal menjalankan
fungsinya maka pasien memerlukan perawatan dan pengobatan dengan segera.
Banyak penyakit yang dapat mendasari terjadinya penyakit ginjal. Seperti pada saat
hipertensi, ginjal sangat berpengaruh dalam pengaturan volume plasma dalam tubuh.
Ketika fungsi reabsorbsi ginjal terganggu, maka akan terjadi berbagai macam hal seperti
terganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh,. Untuk itu perlu di waspadai jika pasien
mempunyai riwayat penyakit-penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi ginjal.
Memang efeknya tidak langsung tapi akan berdampak untuk jangka panjang. Jika
terdapat gejala yang mengarah kepada penyakit ginjal, pasien harus segera mendapatkan
perawatan medis untuk mendapatkan prognosis yang baik. Untuk lebih jelasnya, kita
akan bahas dalam makalah ini.
Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
Untuk lebih memahami tentang penyakit diare akut
Untuk lebih memahami tentang penyakit hipertensi
Untuk lebih memahami tentang penyakit diabetes mellitus
Untuk lebih memahami tentang penyakit benign prostat hipertropi
Untuk lebih memahami tentang penyakit gagal ginjal akut
Untuk lebih memahami perbedaan gagal ginjal akut dan kronik
Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kasus yang didapatkan, pasien menderita beberapa macam penyakit ketika
datang untuk berobat. Untuk itu working diagnosis yang bisa di simpulkan adalah sebagai
berikut :
A. Diare akut
1. Anamnesis dan gejala klinis
Ketika pasien datang dengan keluhan diare akut, yang kita tanyakan adalah :
Sudah berapa lama pasien tersebut mengalami diare ?
Apakah pasien pernah makan makanan dan minum minuman dari daerah yang
tidak bersih ?
Bagaimana karakteristik tinjanya, apakah tinjanya cair atau berdarah ?
Apakah ada nyeri di bagian abdomen ?
Apakah sebelum terkena diare, pasien sempat mengkonsumsi obat-obatan ?
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan hasrat ingin ke kamar mandi. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang biasa berupa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang
spesifik.
Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik
secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan
dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam
dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin
yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia
dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang
ringan.
4
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella,
menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi
ileum terminal dan caecum yang memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah,
menyerupai apendisitas akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi
sebagai diare, demam dan kadang kala kelumpuhan anggota badan dan
badan(sindrom Guillain-Barre). Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme
yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau
organisme yang menempel tetapi tidak menghancurkan epitel. Beberapa organisme
seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio menghasilkan enterotoksin
dan juga menginvasi mukosa usus pasien, karena itu menunjukkan gejala diare air
diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.1
Dehidrasi dapat timbul jika diare dan asupan oral terbatas karena nausea dan
muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai
rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin
yang gelap, kurangnya kemampuan untuk berkeringat, dan perubahan ortostatik.
Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa
seperti kebingungan dan pusing kepala. Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dibagi
atas 3 tingkatan:
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB):
Gambaran klinisnya tugor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh
dalam presyok.
Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8%BB):
Turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas
cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10% BB):
Dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot
kaku, sianosis.
2. Pemeriksaan fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume
dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
temperatur tubuh, tanda toksisitas dan turgor kulit. Pemeriksaan abdomen yang
seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya
5
atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan kunci bagi penentu
etiologi diare.2
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut adalah pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA) untuk mendeteksi diargiarsis, test serologic amebiasis dan foto x-ray
abdomen.1,3
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada
infeksi baketri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan
darah putih muda. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya
kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk
melihat adanya leukosit dalam tinja uang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya
telur cacing dan dewasa.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja
untuk pengukuran toksin Clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau
pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi
mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan
jika mukosa terlihat inflamasi berat.1
4. Epidemiologi
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya yang merupakan
penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Gambaran klinis diare
akut seringkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal berikut,
adanya traveling (domestik atau internasional), kontak personal, adanya dugaan food-
borne transmisi dengan masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam,
menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksisn. Sebaliknya, bila ada demam dan
masa inkubasi yang lebih panjang, ini karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis
6
toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti Escherichia coli membutuhkan
beberapa hari untuk masa inkubasi.1
5. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,
virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Menurut world
gastroenterology organitation global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas
empat penyebab yaitu bakteri, virus, parasit dan non infeksi.1,3
Tabel 1. Etiologi diare akut infektif
Yang termasuk non infeksi seperti intoksikasi makanan, alergi terhadap suatu
makanan seperti susu sapi, dan malabsorpsi.
6. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai
berikut:
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik
Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Motilitas dan waktu transit usus abnormal
Gangguan permeabilitas usus
7
Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralimen dari usus halus
yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi umum
dan defek dalam absorpsi mukosa usus misalnya pada malabsorpsi glukosa atau
galaktosa.4
Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab dari diare tipe ini antara
lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli,
penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi
garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat.1
Malabsorpsi asam empedu, malabsorbsi lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.4
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+,
ATPase di enterosit dan abrsorpsi Na+ dan air yang abnormal.4
Motilitas dan waktu transit usus abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas
antara lain diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid.5
Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya
kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.4,5
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik)
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi,
sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat
dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn).1
8
Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan
usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare
toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor
merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk
adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi
aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium.
Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu
karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium)
dapat di kompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion
kalium, ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian
larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.4
7. Penatalaksanaan
Dehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien
kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti
cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit
dan gula atau starch haarus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih
praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain pedialit, oralit, dan lainnya.
Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Prinsip
dari menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari tubuh. Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka
hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikt demi sedikit). Bila skor
lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan perintravena. Cairan rehidrasi dapat
diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila
dehidrasi sedang atau berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus
pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat
diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi
9
atau oral/saluran cerna atas tidak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan
oralit yang hipotonik. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dan lainnya.1,6
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas:
Dua jam pertama ( tahap rehidrasi inisial ), jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam
ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Satu jam berikut/jam ke-3 ( tahap kedua ) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya.
Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per
oral.
Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan insensible water loss (IWL).
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas seperti cola,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus
dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi
virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.1
Obat anti-diare
Obat ini dapat mengurangi gejala-gejala, yaitu :
Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin
dan tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki
efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat
digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan
ensefalopati bismuth. Obat anti motilitas penggunaannya harus hati-hati pada
pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti
mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.7
Obat yang mengeraskan tinja yaitu atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1
sachet diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.7
Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase yaitu hidrasec 3 x 1 tab/hari.7
Obat anti-mikroba
Karena kebanyakan pasien memilki penyakit yang ringan, self limited disease
karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada
10
semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis (traveler’s disease) atau imunosupresif.
Obat pilihan yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2x/hari selama 5-7 hari).
Obat ini baik terhadap bakteri patogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella,
Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu
kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, 160/800 mg 2x/hari, atau eritromisin
250-500 mg 4x/hari). Metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari diberikan bagi
yang dicurigai giardiasis. Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah risiko tinggi,
kuinolon ( misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang
memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetoprim-
sulfametoksazol dan bismuth subsasilat.1,7
8. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobal jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.1
9. Pencegahan
Diare mudah dicegah dengan cara, antara lain :
Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada saat sebelum makan, setelah
buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum
menyiapkan makanan.
Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara laindengan cara
merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi.
Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat,
kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain.
Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan
jamban dengan tangki septik.
Memberikan penyuluhan kepada warga tentang cara hidup bersih dan sehat.
11
B. Hipertensi
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi :2
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder:
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat
analgesik dan obat/bahan lain
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
Faktor-faktor risiko :
Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien dan keluarganya
Riwayat diabetes mellitus pada pasien dan keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan
Intensitas olahraga
Kepribadian
Gejala kerusakan organ :
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient iskemik
attacts, defisit sensorik atau motorik
Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri
Arteri perifer: ekstremitas dingin
Pengobatan hipertensi sebelumnya
Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik selain pengukuran tekanan darah, juga untuk evaluasi penyakit
penyerta, kerusakan organ target, serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada posisi duduk setelah pasien beristirahat
selama 5 menit, kaki dilantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Pengukuran
12
dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran tambahan
dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Untuk orang
usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik,
perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri. Hipertensi
ringan atau sedang biasanya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan fisik.
Pada hipertensi yang sudah berlangsung lama bisa didapatkan adanya murmur ejeksi
aorta dan suara tambahan aorta yang keras menandakan terjadinya pembesaran
ventrikel kiri (LVH).1,2
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah sebagai berikut :1
EKG (untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri, iskemia, serta gangguan irama)
Rontgen thorak (untuk menilai pembesaran jantung)
Echokardiografi (untuk menilai pembesaran ventrikel)
Funduskopi (untuk mendeteksi retinopati, penyempitan arteriovena, perdarahan
serta papil edema)
Urinalisis
Glukosa darah puasa
Kolesterol total serum
Trigliserida serum
Kreatinin serum
Kalium serum
Mikroalbuminuria
4. Gejala klinis
Asimptomatis
Nyeri dada
Sesak nafas
Nyeri kepala
Rasa berat di tengkuk
Gejala kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal, arteri perifer, atau
retinopati.
5. Epidemiologi
13
Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana
diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat penting
dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Merokok adalah faktor risiko
utama untuk mobilitas dan mortalitas Kardiovaskuler.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan
tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.Saat ini
penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan
dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun
penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar
penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu
persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi
(33,3%), jadi merupakan faktor risiko yang kurang penting. Juga kenaikan
prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai.Oleh karena itu, negara Indonesia
yang sedang membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik
untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit
degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk
proses pembangunan.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program
pencegahan yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler
adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler
dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia, merokok, stres dan lain-lain.1
14
6. Etiologi
Pada lebih dari 90% kasus tidak ditemukan penyebab tertentu dan hipertensi tersebut
dikenal sebagai hipertensi esensial. Etiologinya mungkin multifaktorial. Patogenesis
pasti tampaknya sangat kompleks dengan interaksi berbagai variable, mungkin pula
predisposisi genetik. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya :1
Bertambahnya usia
Stress
Kebiasaan merokok
Asupan garam berlebihan
Obesitas,
Asupan alkohol berlebihan
Hipertensi bisa timbul sekunder akibat:
Penyakit ginjal
Penyakit endokrin seperti sindrom cushing, sindrom Conn, feokromositoma,
dan akromegali
Pil kontrasepsi oral
Eklamsia
Koarktasio aorta
7. Patofisiologi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila
terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau
pusing.
Pada tahap awal, hipertensi diduga ditandai oleh peningkatan curah jantung dengan
resistensi perifer yang normal. Dengan berkembangnya hipertensi, resistensi perifer
meningkat dan curah jantung kembali normal. Kerusakan organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
Jantung
Hipertrofi ventrikel kiri
Angina atau infark miokardium
Gagal jantung
15
Otak
Stroke atau transient iskemik attact
Penyakit ginjal kronis
Penyakit arteri perifer
Retinopati
Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrhophy/LVH) mungkin timbul bahkan
pada hipertensi ringan, dan berhubungan dengan meningkatnya risiko disfungsi
jantung, aterosklerosis, aritmia, dan kematian mendadak.4,5
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien hipertensi adalah agar tercapainya penurunan
tekanan darah <140/90> 140 mmHg) atau hipertensi maligna (disertai edema papil)
harus diobati dirumah sakit. Tekanan darah harus diturunkan bertahap dengan beta
blocker oral atau bloker kanal kalsium.7
9. Prognosis
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan
cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum
dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk
menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang
diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan
nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan pengawasan tekanan darah
yang ketat.
10. Pencegahan
Pencegahan hipertensi secara sederhana dapat dilakukan dengan :
Olahraga yang cukup, olahraga yang dapat dilakukan contohnya seperti jogging,
aerobik, dan olahraga ringan lainnya. Selain dapat memperlancar peredaran
darah, olahraga dapat pula membakar lemak sehingga tidak kelebihan berat
badan.
Tidak merokok, menghentikan merokok secara total mungkin sulit dilakukan,
tetapi peluang untuk kembali merokok lebih kecil jika dibanding dengan cara
16
mengurangi perlahan-lahan. Suksesnya seseorang untuk berhenti merokok
tergantung pada niat dari dalam diri perokok itu sendiri.
Tidak minum minuman beralkohol, hipertensi dapat dihindari dengan tidak
mengkonsumsi alkohol. Minuman beralkohol banyak macamnya, baik yang
dibuat oleh pabrik maupun tradisional. Semuanya akan membahayakan bagi
penderita hipertensi. Oleh karena itu hindarilah minum minuman beralkohol.
Mengatur pola makan dengan baik, seperti diet rendah garam dan rendah
kolesterol.
Cukup istirahat dan tidak stress, istirahat dapat mengurangi ketegangan dan
kelelahan otot bekerja sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran.
Oleh karena tekanan darah dapat meningkat jika orang sedang stress, maka
hindarkanlah kegiatan atau tempat yang dapat menyebabkan stress.
Berekreasilah ke tempat-tempat sejuk agar dapat mengurangi stress.
C. Benign Prostat Hypertrophi
1. Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau
wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang
dideritanya. Anamnesis itu meliputi :2
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu.
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cedera, infeksi, atau pembedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
2. Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini
dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat
dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran dengan metode lain,
sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang
17
besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya
26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%17. Perlu
dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi
neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus
sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan
pada busur refleks di daerah sakral.1,2
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien Benign Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:1
Laboratorium meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan
biakan urin
Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrograd dilakukan apabila
fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau
trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui
pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu.
Prostatektomi Retro Pubis, pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi
kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat
diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
Prostatektomi Parineal, yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang
melalui perineum.
4. Gejala klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostat Hypertrophi disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :6
Gejala Obstruktif
Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
18
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
Pancaran lemah, kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
Gejala Iritasi
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari dan pada siang hari.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
5. Epidemiologi
Hipertrophi prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi
peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hipertrophi.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya
sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia
prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa
remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai
laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan
yang makin lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat
makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan
dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun.
Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi,
namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain
19
serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan
kejadian BPH.1
6. Etiologi
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen dan adanya ketidakseimbangan
endokrin.
Faktor umur / usia lanjut.
Tidak diketahui secara pasti.
7. Patofisiologi
Benign Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya :
Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,
panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa
urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.5
Gambar 1. Patofisiologi BPH
Diunduh dari www.medica-store.com
8. Penatalaksanaan
Watchful waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan
symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan
munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien
dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan
tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.1
20
Medikamentosa
Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan
prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer
diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah
memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala
dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa
dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.7
Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan
testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen
epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan
memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna
melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan
gejala-gejala.7
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran
urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin.
Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.1
Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-
tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular
di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui,
efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji.1
Operasi konvensional
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui
endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah
sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan
21
TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah antara
lain ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkotinensia urin
(<1%).8
Transurethral incision of the prostate
Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi
hiperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan
keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini
lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde
ejakulasi terjadi pada 25% pasien.8
Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka
enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya
dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga
dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada
posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan
dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik.8
Terapi minimal invasif
Laser
Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser
adalah Nd:YAG dan holomium:YAG. Keuntungan operasi dengan sinar laser
adalah :
- Kehilangan darah minimal.
- Sindroma TUR jarang terjadi.
- Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.
- Dapat dilakukan out patient procedure.
Kerugian operasi dengan laser :
- Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.
- Pemasangan keteter postoperasi lebih lama.
- Lebih iritatif.
- Biaya besar.
Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop.
Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas,
22
menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama
dari TUR.
Hyperthermia
Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya
mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat
pendingin tidak diperlukan.
Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus
yang akan melalui uretra.
High Intensity focused ultrasound
High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan
panas. Untrasound probe ditempatkan pada rektum.
Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika
dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars
prostatika tetap paten.
Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat
melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat
yang ukurannya kecil (<40>3). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini.
9. Pencegahan
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan
utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan
sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat
kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon
testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat
tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan
prostat di antaranya adalah :1
Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
23
Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak
terlalu berat. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu
melancarkan.
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
Mengurangi makanan kaya lemak hewan.
Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam
makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai).
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan ideal
10. Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak
memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.
Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria
setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek
samping yang cukup merugikan bagi penderita.
D. Diabetes Melitus
1. Anamnesis
Dalam anamnesis akan ditemukan beberapa keluhan khas diabetes mellitus, yaitu
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dilelaskan
penyebabnya. Ada juga keluhan diabates yang tidak khas seperti, lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.1,2
24
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi antropometri (tinggi badan, berat badan,
lingkar pinggang), tekanan darah, tanda neuropati seperti mata ( visus, lensa mata
dan retina ), gigi dan mulut, keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), serta
pemeriksaan kulit dan kuku.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk
DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,
riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gr,
riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa.
Kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara
pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah :
Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.
Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
Perikasa glukosa darah puasa.
Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak merokok.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >
200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan
glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya
diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya
diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM
pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal.1
4. Gejala klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni
25
(urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine
sering dilebung atau dikerubuti semut. Penderita kencing manis umumnya
menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh
penderita :
Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
Cepat lelah dan lemah setiap waktu
Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain
halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami
berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita
kencing manis.1,9
5. Tipe Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes itu sendiri ada dua tipe yaitu :
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada
balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya
dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus
menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan
sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita
diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula
26
darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-
anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering
muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.9
Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang
mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor
kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula
darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat
badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum
maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai
dipertimbangkan untuk diberikan.9
6. Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.
Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka
ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM
terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara
berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai
akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Di Indonesia
sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417
responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu
(kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral
75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%
mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan
dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita
DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,
sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%.
27
Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi
perhari.9
7. Etiologi
Penyakit kencing manis pada umumnya disebabkan oleh konsumsi makanan yang
tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu, berikut
ini adalah faktor yang menyebabkan seseorang terkena diabetes :9
Faktor keturunan
Kegemukan atau obesitas yang biasa terjadi pada usia 40 tahun
Tekanan darah yang tinggi
Angka trigliserida yang tinggi
Level kolesterol yang tinggi
Gaya hidup modern yang cenderung mengkonsumsi makanan instan
Merokok dan stress
Terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat
Kerusakan pada sel pankreas
8. Patofisiologi
Diabetes Mellitus Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam
urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).9
Diabetes Mellitus Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
28
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh,
infeksi dan pandangan yang kabur.9
9. Penatalaksanaan
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin
(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain
itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu
makanan (diet). Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan
dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai
kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan
mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil
yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula
darah.7,9
29
10. Pencegahan
Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk
ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit
ini tapi berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-
faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer. Seperti
menjaga pola makan dan rutin berolahraga.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat
timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal.
Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan
tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal
harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun.
Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi
peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.
Pencegahan tersier
Jika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita
sedini mungkin sebelum penderita mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya
saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat diberikan secara rutin bagi pasien
diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati (pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina
mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan
terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan sebagai upaya untuk pengobatan
diabetes melitus.
11. Prognosis
Sudah banyak pasien diabetes dengan diet terkontrol, olahraga, dan suntikan insulin
dapat tertangani. Tapi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi yang baik, akan
mengalami masalah yang serius karena akan timbul banyak komplikasi. Sebagai
contoh, diabetes yang tidak terkontrol akan menyebabkan kebutaan, penyakit ginjal,
dan amputasi pada kaki ataupun tangan.
30
E. Gagal Ginjal Akut
1. Anamnesis
Anamnesis hendaknya ditujukan untuk mengetahui lamanya keluhan, adanya
penyakit penyerta atau yang mendahului, truma yang baru terjadi, obat yang
digunakan, atau paparan terhadap bahan toksik. Anamnesis yang teliti juga dapat
membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal, seperti menanyakan apakah
ada muntah, diare dan demam menandakan adanya dehidrasi.2
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume pasien, pemeriksaan
kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter untuk memonitor
jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,
kalsium, fosfor, dan asam urat. Kemudian Pemeriksaan penunjang lain yang penting
adalah pemeriksan USG ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk
mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi
akut dilakukan pada pasien dengan GGA yang etiologinya tidak diketahui.
Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan jika diduga
penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa
membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat
menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan
jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada nekrosis tubular akut. Perlu
diingat pada angiografi,dengan menggunakan medium kontras dapat menimbulkan
komplikasi klinis yang ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin
serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l) atau dengan peningkatan relative
setidaknya 25 % dari nilai dasar.1
4. Gejala klinis
31
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut
antara lain, mata sembab, edema tungkai, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing
sakit, demam, oliguria, kencing merah atau darah (hematuria), sering kencing.
5. Epidemiologi
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi tetapi insidennya tergantung dari defenisi yang
digunakan dan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika,
terdapat 172 kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500
mikromol/L) dalam per juta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus per juta
yang mendapat dialysis akut. Gagal ginjal akut lebih sering terjadi pada umur tua.
Gagal ginjal akut prerenal dan nekrosis tubular akut iskemik terjadi bersamaan
sekitar 75% pada kasus gagal ginjal akut.
6. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-
renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati
obstruksi akut). 1
Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :
Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar,
diare, asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar
3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,
tamponade jantung, dan emboli paru.
Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septik, anafilaksis dan cedera, dan
pemberian obat antihipertensi.
Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,
penggunaan obat anastesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-
renal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri
ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis.
Pada wanita hamil disebabkan oleh perlengketan plasenta dan perdarahan
postpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) disebabkan oleh :
32
Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli
kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia
hemolitik, krisis ginjal, dan toksemia kehamilan.
Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis
infektif, dan vaskulitis.
Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,
sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi,
zat warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik),
rabdomiolisis dengan mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria,
hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai ringan,
Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic,
allopurinol, rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri
gram negatif, leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan
penyakit infiltratif (leukemia, limfoma, sarkoidosis).
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :
Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura
bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral,
dan bola jamur bilateral.
Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter,
kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.
7. Patofisiologi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula
Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan
yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang
berperan dalam autoregulasi ini adalah :
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi
ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan
33
mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf
simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan
endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek
miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent
yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal
yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka
waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol
afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut
fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.4
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam
obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun
dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses
ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic,
sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat
timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis.4
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein
( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh
obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada
pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada
ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
34
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan
pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam
adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini
mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang
menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.4
Gambar 2. Batu pada ginjal
Diunduh dari www.wikipedia.com
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan gagal ginjal akut adalah mencegah terjadinya
kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah
komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai
faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi,
perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan
pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi
jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat,
atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum
timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
35
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat
badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan
kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan
diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan
dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan
anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau
mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita
dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan kalium.1
Terapi khusus gagal ginjal akut
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,
asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi
dilakukannya dialisa adalah :
Oligouria : produksi urine < 2000 ml dalam 12 jam
Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat
Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut :
Energy 20–30 kcal/kgBW/d
Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d
Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d
Protein (essential dan non-essential amino acids)
Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBW/d
Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBW/d
CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d
Gagal ginjal akut post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi
misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan
sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.7
36
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler
Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan
hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari
diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml
larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik
lama atau katabolik
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
9. Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya gagal ginjal akut, antara lain :1
Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan
olahraga teratur.
Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus
dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal
dapat dikurangi.
37
Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis
akut.
Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan
pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.
Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus
yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring
fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui
nefrotoksik.
Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus
segera diperbaiki.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini
suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko
terkena gagal ginjal akut. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya
penyakit gagal ginjal akut. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang
dapat menimbulkan gagal ginjal akut seperti glomerulonefritis akut maka harus
mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. Gagal ginjal akut prarenal jika
tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya gagal ginjal akut renal untuk
itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita gagal ginjal akut prarenal, maka
sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah
kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena gagal ginjal
renal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus gagal ginjal akut
yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8
sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus
segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari
kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam
jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang
memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan
38
adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena
infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal
ginjal oligurik. Penyakit gagal ginjal akut jika segera diatasi kemungkinan
sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap
memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola
makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical
check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat
segera diketahui dan diobati.
10. Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal
multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan
GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu
pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Dari kasus yang didapatkan, ada satu diagnosis banding yang dapat disimpulkan, yaitu :
A. Chronic Kidney Disease
Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih
dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus. Dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda
kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan
radiologis. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih
dari 3 bulan.
Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses patofisiologis
dengan etiologi yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal dan penurunan
progresif GFR.
39
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(mL/menit/1,73m2)
Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko
Stadium 1 Normal/meningkat > 90, terdapat kerusakan
ginjal, proteinuria menetap,
kelainan sedimen urin,
kelainan kimia darah dan
urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi.
Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89
Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal < 15
Tabel 3. Klasifikasi gagal ginjal kronik
Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron yang
signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-stage renal
disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat toksin, air, dan
elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga terjadi sindrom uremikum.
Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sehingga diperlukan
pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi penggantian ginjal, dapat berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.1
1. Etiologi
Di amerika serikat penyebab tersering CKD adalah nefropati diabetikum, yang
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan
penyebab tersering CKD pada usia tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal
sebagai akibat penyakit vaskular mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif
terjadi dengan cara yang sama seperti pada penyakit jantung koroner dan penyakit
serebrovaskular. Berikut tabel 4 merupakan etiologi yang dapat menyebabkan CKD.
Penyakit vaskular Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli,
nephrosclerosis hipertensi, thrombosis vena renalis
Penyakit glomerulus primer Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan
segmental glomerulosclerosis (FSGS), minimal change
40
disease, membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly
progressive (crescentic) glomerulonephritis
Penyakit glomerulus
sekunder
Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener
granulomatosis, postinfectious glomerulonephritis,
endocarditis, hepatitis B and C, syphilis, human
immunodeficiency virus (HIV), parasitic infection,
pemakaian heroin, gold, penicillamine, amyloidosis,
neoplasia, thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP),
hemolytic-uremic syndrome (HUS), Henoch-Schönlein
purpura, Alport syndrome, reflux nephropathy
Penyakit tubulo-interstitial Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri,
parasit), Sjögren syndrome, hypokalemia kronik,
hypercalcemia kronik, sarcoidosis, multiple myeloma cast
nephropathy, heavy metals, radiation nephritis, polycystic
kidneys, cystinosis
Obstruksi saluran kemih Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors,
retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder
tabel 4. Etiologi cronic kidney disease
2. Patogenesis
Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan
yaitu, merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang
mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi
pada glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan
interstitium dan juga merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya
hiperfiltrasi dan hipertrofi nephron yang tersisa.5
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat
hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
41
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis
dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.5
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal
kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana
basal LFG masih normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.5
3. Faktor risiko gagal ginjal kronik
Sangatlah penting untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD,
sekalipun pada individu dengan GFR yangnormal. Faktor risiko CKD meliputi
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia
lanjut, keturunan afrika, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal
ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka panjang, berat badan lahir rendah, dan
adanya proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu
42
saluran kemih atau kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status sosioekonomi
dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor yang dapat
meningkatkan risiko CKD
43
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit ginjal adalah penyakit yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Fungsi
ginjal yang menjadi pusat kehidupan tubuh harus dijaga sebaik mungkin. Apabila
terdapat kelainan atau gejala klinis yang dirasakan mengarah pada ginjal, segera datang
ke rumah sakit untuk mengetahui masalah pasti yang sedang terjadi agar prognosis yang
didapatkan lebih baik. Perlu juga dipantau apabila terdapat riwayat-riwayat penyakit
tertentu yang menjadi faktor resiko terjadinya gagal ginjal. Penanganan dini dapat
membantu untuk mencapai baiknya prognosis.
44
Daftar Pustaka
1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. 2010. Jakarta : Interna Publishing
2. Bickley S. Lynn. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates 5 th edition.
2008. Jakarta : EGC
3. Staf pengajar fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. 2006. Jakarta : Binapura Aksara
4. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit
6th ed. 2006. Jakarta : EGC
5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta :
EGC
6. Greenberg I. Michael. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. 2007. Jakarta : Penerbit
Erlangga
7. Departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Farmakologi dan Terapi. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. Sjamsuhidajat R, Jong de Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd edition. 2005. Jakarta : EGC
9. Sulaiman Ali H, Akbar Nurul H, Lesmana A. Laurentius, Noer Sjaifoellah H. M. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Hati 1st ed. 2007. Jakarta : Jayabadi.
45
46