Paper Fisiologi Tentang Gga
-
Upload
antony-d-duha -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
description
Transcript of Paper Fisiologi Tentang Gga
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata berbentuk mirip kacang,
sebagai bagian dari system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran(terutama
urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.
Progresivitas penurunan fungsi ginjal berbeda-beda, yaitu dapat berkembang cepat
atau lambat.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA, acute renal failure[ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam bidang
nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens.
Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas
kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis.
Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat
meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam,
meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi
diagnostik dan terapeutik yang lebih agresif.
Gagal ginjal akut ialah suatu sindroma klinik akibat adanya gangguan fungsi
ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam-hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non nitrogen. Diagnosis
GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan
secara mendadak kreatin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal
<2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%.
Penyebab dari GGA ini dapat dibagi menjad 3, yaitu penyebab pre renal,
renal, dan post renal. GGA post renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post renal disebabkan oleh obstruksi intrarenal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamid) dan protein
(mioglobin , hemoglobin). Obstruksi ekstra renal dapat terjadi pada pelvis-ureter
oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papila) dan ekstrinsik (keganasan
1 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis), serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostat), dan uretra.
GGA post renal terjadi bila terjadi obstruksi akut pada uretra, buli-buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan gagal ginjal akut?
2. Bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal akut??
I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab-penyebab gagal ginjal akut
2. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan gagal ginjal akut
2 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
II.1 ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL
Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian
umbilicus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm
dan 24 gr pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dan 150 gr pada orang
dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus
kontortus proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta di lapisan dalam, medulla,
yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle, vasa
rekta dan duktus koligens terminal.
Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utama
yang keluar dari aorta; arteri renalis multiple bukannya tidak lazim dijumpai.
Arteri renalis utama membagi menjadi bercabang-cabang segmental dalam
medulla, dan arteri-arteri ini menjadi arteri interlobaris yang melewati medulla ke
batas antara korteks dan medulla. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang
membentuk arteri arkuata, yang berjalan sejajar dengan permukaan ginjal. Arteri
interlobaris berasal dari arteri arkuata dan membenntuk arteriole aferen
glomerulus. Sel-sel otot yang terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen,
bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus (macula densa) yang
berdekatan dengan glomerulus, membentuk apparatus jukstaglomeruler yang
mengendalikan sekresi urin. Arteriole aferen membagi menjadi anyaman kapiler
glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole eferen
glomerulus dekat medulla (glomerulus jukstamedulari) lebih besar daripada
arteriole di korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rekta) ke
tubulus dan medulla.
3 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (glomerulus dan tubulus
terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir, tetapi
maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. Karena tidak ada
nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif
dapat menyebabkan inusfisiensi ginjal.
Anyaman kapiler glomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai
mekanisme penyaring ginjal. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel endothelium
yang mempunyai sitoplasma sangat tipis yang berisi banyak lubang (fenestrasi).
Membrane basalis glomerulus (MBG) membentuk lapisan berkelanjutan antara
endotel dan sel mesangium pada satu sisi dengan sel epitel pada sisi yang lain.
Membrane ini mempunyai 3 lapisan :
Lamina densa yang sentralnya padat-elektron
Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel-sel
endothelial
Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel-sel epitel
Sel epitel viscera menutupi kapiler dan menonjolkan ‘tonjolan kaki’
sitoplasma, yang melekat pada lamina rara eksterna. Diantara tonjolan kaki ada
ruangan atau celah filtrasi. Mesangium terletak diantara kapiler-kapiler
glomerulus pada sisi endotel membrane basalis dan membentuk bagian tengah
dinding kapiler. Mesangium dapat berperan sebagai struktur pendukung pada
kapiler glomerulus dan mungkin memainkan peran dalam pengaturan aliran darah
glomerulus, filtrasi dan pembuangan makromolekul (seperti kompleks imun) dari
glomerulus, melalui fagositosis intraseluler atau dengan pengangkutan melalui
saluran intraseluler ke daerah jukstaglomerulus. Kapsula bowman, yang
mengelilingi glomerulus, terdiri dari 1. Membrana baslis, yang merupakan
kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan tubulus proksimalis, 2.
Sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan sel-sel epitel viscera.
4 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Filtrasi Glomerulus
Saat darah melewati kapiler glomerulus, plasmanya difiltrasi melalui
dinding kapiler glomerulus. Ultrafiltrat, yang bebas sel, mengandung semua
substansi dalam plasma (elektrolit, glukosa, fosfat, urea, kreatinin, peptide,
protein dengan berat molekul rendah), kecuali protein (seperti albumin dan
globulin) yang mempunyai berat molekul lebih dari 68.000. filtrate terkumpul di
ruang bowman dan masuk tubulus, dimana komposisinya diubah sesuai dengan
kebutuhan tubuh sampai filtrate tersebut meninggalkan ginjal sebagai urin.
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan
melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler
glomerulus) berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole
aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik
kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan antara kadar protein
plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas protein
dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma
glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari
dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien
ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali permeabilitas air pada membrane dan luas
permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia untuk filtrasi.
Meskipun filtrasi glomerulus telah dimulai sekitar minggu ke 9 kehidupan
janin, fungsi ginjal tampaknya tidak diperlukan untuk homeostasis intrauteri
normal, plasenta berperan sebagai organ ekskresi utama. Setelah lahir, kecepatan
filtrasi glomerulus naik sampai pertumbuhan berhenti pada akhir umur decade ke-
2. Untuk mempermudah perbandingan kecepatan filtrasi glomerulus (KFG) anak
dan orang dewasa, kecepatan tersebut distandarisasi terhadap luas permukaan
tubuh (1,73 m2) dari orang dewasa berat 70 kg. Bahkan setelah koreksi terhadap
luas permukaan tubuh, KFG anak tidak mendekati nilai KFG dewasa sampai usia
tahun ke 3. KFG dapat diperkirakan dengan pengukuran kadar kreatinin serum.
Kreatinin berasal dari metabolism otot. Produksinya relative konstan, dan
sekresinya terutama melalui filtrasi glomerulus (meskipun sekresi tubulus
mungkin menjadi penting pada insufisiensi ginjal). Berbeda dengan kadar
5 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
nitrogen urea darah, kadar kreatinin serum dipengaruhi secara minimal oleh
beberapa faktor (kesetimbangan nitrogen, keadaan hidrasi) selain fungsi
glomerulus. Kreatinin serum berharga untuk menilai KFG pada keadaan yang
mantap (misalnya, sesaat setelah mulainya gagal ginjal akut dan penghentian
curah urin penderita dapat mempunyai kadar kreatinin yang normal tetapi fungsi
ginjalnya tidak efektif). Kadar kreatinin serum selanjutnya terganggu oleh
kenyataan bahwa kadarnya tidak naik di atas normal sampai kecepatan filtrasi
turun dibawah 70% normal.
KFG sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin atau
dengan memakai rumus sebagai berikut :
KFG = k* x tinggi badan (cm) / kreatinin serum (mg/dl)
k* : BBLR < 1 tahun = 0,33
Aterm < 1 tahun = 0,45
1-12 tahun = 0,55
Perempuan 13-21 tahun = 0,57
Laki-laki 13-21 tahun = 0,70
Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel
ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
6 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin,
& berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan
kinin, suatu vasodilator
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti : angiotensin
II, glucagon, insulin, & paratiroid.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme
seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium,
klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara
berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
7 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang
tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel
yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk
terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga
sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
II.2 DEFINISI
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-
kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari
keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut
dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis dan
hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya. Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium
ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg%
pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatkan >20% bila
kreatinin awal >2,5mg%.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA, acute renal failure[ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam
bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan
insidens. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan
sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat
terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat
meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam,
meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi
diagnostik dan terapeutik yang lebih agresif.
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-
tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3
8 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
mg/dL (>25 μmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output
urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam. Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa
metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan.
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen,
dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penurunan LFG dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal
(AKI “klasik”) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu hal
tersebut dikatakan sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional
yang seragam sehingga parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang
digunakan berbeda-beda pada berbagai kepustakaan. Atas dasar hal
tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para
nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah
ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian
istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi
gangguan ginjal.
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara
lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja
perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis
penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang
sensitif yaitu penurunanurine output (UO) yang seringkali mendahului
peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum,
UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan
fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.
9 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
II.3 ETIOLOGI
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit
yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari
tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)AKI Prarenal I. Hipovolemia
Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,
obstruksi usus Kehilangan darah Kehilangan cairan ke luar tubuh Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase),
melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik),
melalui kulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung Penyebab miokard: infark, kardiomiopati Penyebab perikard: tamponade Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal Aritmia Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik Penurunan resistensi vaskular perifer Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis
berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi) Vasokonstriksi ginjal Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,
takrolimus, amphotericin B Hipoperfusi ginjal lokal Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
10 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi
kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),
penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi
tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,
sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen Penggunaan penyekat ACE, ARB Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal I. Obstruksi renovaskular Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis,
emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis
(trombosis, kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
Iskemia (serupa AKI prarenal) Toksin Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik,
kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen
(rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi
(bakteri, viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia,
sarkoidosis), idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir,
metotreksat,sulfonamidaVI. Rejeksi alograf ginjal
AKI pascarenal I. Obstruksi ureter Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan,
kompresi
11 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
eksternalII. Obstruksi leher kandung kemih
Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darahIII. Obstruksi uretra
Striktur, katup kongenital, fimosis
II.4 KLASIFIKASI
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang
terlihat pada tabel 2. (Roesli R, 2007).
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007Kategori Peningkatan
kadar SCrPenurunan LFG
Kriteria UO
Risk >1,5 kali nilai dasar
>25% nilai dasar
<0,5 mL/kg/jam,>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar
>50% nilai dasar
<0,5 mL/kg/jam,>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar
>75% nilai dasar
<0,3 mL/kg/jam, >24 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3Bulan
II.5 PATOFISIOLOGI
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri
dari kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus
kontortus proksimal, l e n g k u n g H e n l e , d a n t u b u l u s k o n t o r t u s
d i s t a l y a n g m e n g o s o n g k a n d i r i k e d u k t u s pengumpul.
12 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang
disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini
adalah:
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular.
Selain itu, norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi otoregulasi. (Sudoyo dkk, 2007)
AKI Pra Renal
Pada AKI pra renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi, akan terjadi penurunan tekanan darah yang mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskularyang selanjutnya mengaktivasi sistim saraf simpatis,
sistim renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopresin dan endothelin-1
(ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
dan curah jantung serta perfusi ginjal. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi
ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG)
dengan vasodilatasi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik,
prostaglandin, dan nitrit oxide (NO), serta vasokontriksi arteriol afferen yang
terutama dipengaruhi oleh angiotendin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal yang
berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu
yang lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol
afferen mengalami vasokontriksi, terjadi kontraksi mesangial dan peningkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut pre renal atau acute kidney
injury fungsional belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. (Sudoyo dkk,
2007)
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostatis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACE inhibitor, NSAID terutama pada pasien-pasien
berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2mg/dL sehingga dapat
terjadi acute kidney injury pre renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
13 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretik, sirosis hati, dan gagal jantung. Perlu
diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan-keadaan yang
merupakan resiko AKI pra rena; seperti penyempitan pembuluh darah ginjal
(penyakit renovaskular), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis
intrarenal. (Sudoyo dkk, 2007)
AKI Renal
Pada AKI renal, terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut (NTA), dimana pada NTA terjadi kelainan vaskular dan
tubular
Kelainan vaskular
Pada kelainan vaskular terjadi:
1. Peningkatan Ca2+ sitosolik dan arteriol afferen glomerulus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan
otoregulasi.
2. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal yang mengakibatkan peningkatan angiotensin II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitrit oxide yang berasal dari
endotelial NO-sintase.
3. Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor (TNF) dan
interleukin-18 (IL-18), yang selanjutnya meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga
peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Keseluruhan proses di atas
secara bersama-sama menyebabkan vasokontriksi intrarenal yang akan
menyebabkan penurunan GFR. (Sudoyo dkk, 2007)
Patofisiologi acute kidney injury di renal.
Kelainan Tubular
Pada kelainan tubular terjadi:
14 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
1. Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sostolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-
ATPase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di
tubulus proksimalis serta terjadi pelepasan NaCl ke makula densa. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomerular.
2. Peningkatan NO yang berasal dari inducable NO sintase, caspases, dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan
nekrosis dan apoptosis sel.
3. Obstruksi tubulus, mikrovili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris
seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalm hal ini pada
thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang
disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian
berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan
adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel
polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas, baik sel yang sehat,
nekrotik, maupun yang apoptopik, mikrovili dan matriks ekstraseluler seperti
fibronektin akan membentuk silinder-silinder yang akan menyebabkan
obstruksi tubulus ginjal.
4. Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali (backleak) dari
cairan intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler.
Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama yang akan
menyebabkan penurunan LFG.(Sudoyo dkk, 2007)
AKI Post Renal
Merupakan 10% dari kejadian keseluruhan AKI. AKI post renal disebabkan oleh
obstruksi intrarenal dan ekstra renal. (Sudoyo dkk, 2007)
Obstruksi intrarenal
Terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein
(mioglobin dan hemoglobin) (Sudoyo dkk, 2007)
15 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Obstruksi ekstrarenal
Dapat terjadi pada pelvus ureter oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu,
nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan prostat) dan
uretra (striktura). (Sudoyo dkk, 2007)
AKI post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli –
buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal
satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut
terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis
ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2,
setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah
normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. T e k a n a n p e l v i s ginjal
tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase
kronik,ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan
pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal
setelah 24 jam adalah 50%dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi
dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial
ginjal. (Sudoyo dkk, 2007)
II.6 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang
telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada penyakit ginjal
kronik (PGK). Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan
ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan
klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada
AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai.
Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
16 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit
ginjal polikistik. (Kasper et al, 2005) Upaya pendekatan diagnosis harus pula
mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,
penurunan urine output dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut
berkaitan dengan penggunaan OAINS, ACE inhibitor dan ARB. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia,
penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,
stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan
sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI.
Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-
zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam
urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda
yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi
maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau
suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih.
Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi
ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi
akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom. (Sudoyo dkk, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi
glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI
prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang
transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif,
walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau
penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
17 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”
granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis
tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy brown” granular cast pada
nefritis interstitial.
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada
penentuan tipe AKI. Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh
tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya, ketika sampah nitrogen (ureum dan
kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah
ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi ekskresi natrium
(FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari 1%,
FEUrea kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi
pada seseorang yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang
menurunkan reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa.
Hal yang sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah
mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada
beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radiokontras dan
mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini
dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula
menunjukkan hasil kurang dari 1%. (Schrier, Poole, Mitra; 2004)
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal
adalah pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang
dari 50 cc, didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan
adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan penyebab AKI adalah
pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos abdomen, CT-scan,
MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi. (Kasper et al, 2005)
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab
renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil
18 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal
non-ATN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti glomerulonefritis,
vaskulitis, dan lain lain. (Kasper et al, 2005)
Peranan Penanda Biologis
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr
serum, LFG dan UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum
antara lain:
1) Sangat tergantung dari usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang
berat
2) Tidak spesifik dan tidak dapat membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia,
nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau tubulus
3) Tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan
penurunan LFG dan tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan.
Penghitungan LFG menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr serum
merupakan perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi kadar Cr serum
yang stabil. Perubahan kinetika Cr yang cepat terjadi tidak dapat “ditangkap” oleh
rumus-rumus yang ada. Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh
faktor prarenal dan sangat dipengaruhi oleh penggunaan diuretik. Keseluruhan
keadaan tersebut menggambarkan kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat
ini, yang dapat berpengaruh pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana
sehingga dapat berpengaruh pada prognosis penderita.
Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah diperiksa, dapat
mendeteksi AKI secara dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dapat
membedakan penyebab AKI, menentukan derajat keparahan AKI, dan
menentukan prognosis AKI. Penanda biologis dari spesimen urin yang saat ini
dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni penanda inflamasi
(NGAL, IL-18), protein tubulus (kidney injury molecule [KIM]-1,
Na+/H+ exchanger isoform 3), penanda kerusakan tubulus (cystatin C, a-1
mikroglobulin, retinol-binding protein, NAG). (Han et al, 2008; Coca et al, 2008)
19 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa:
IL-18 dan KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan
penyebab AKI
NGAL, IL-18, GST-p ð, dan g-GST merupakan penanda potensial diagnosis
dini AKI
NAG, KIM-1 dan IL-18 merupakan penanda potensial prediksi kematian
setelah AKI. (Coca et al, 2008)
Tampaknya untuk mendapatkan penanda biologis yang ideal, dibutuhkan
panel pemeriksaan beberapa penanda biologis. Sampai saat ini belum ada penanda
biologis yang beredar di Indonesia. (Roesli, 2007)
II.7 PENATALAKSANAAN
a. Pencegahan
GGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat
kontras yang dapat menyebabkan nefropati kontras. Pencegahan nefropati akibat
zat kontras adalah menjaga hidrasi yang baik, pemakaian N-asetyl cystein serta
pemakaian purosemid pada penyakit tropik perlu diwaspadai kemungkinan GGA
pada gastrointeristis akut, malaria dan demam berdarah. Pemberian kemoterapi
dapat menyebabkan ekskresi asam urat yang tinggi sehingga menyebabkan GGA.
Strategi untuk Mencegah atau Memperbaiki Nekrosis Tubular Akut
Kerusakan Vaskuler Kerusakan Tubular
Vasokonstriksi
renal
Kerusakan
reperfusiObstruksi tubuler Regerensi tubuler
Dopamine dosis
rendah
Anti ICAM-1
mAbFurosemid
Factor
pertumbuhan
epidermal dan
hepatosit
Reseptor
antagonist
Anti-CD18 mAb Manitol Faktor
pertambahan
20 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
endotelinhepatosit insulin-
like growth factor
Peptide natriuetik
atrial
Pengikat radikal
bebas
Dopamin dosis
rendah
Antagonis
kalsium
Penghambat
prostease α-MSH
Antagonis
reseptor
leukotrien
Membran
biokompatibel
b. Terapi Khusus GGA
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam
ruang lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat
seperti sepsis, gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialisis ini.
Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolik dari GGA. Dengan dialisis
dapat diberikan cairan/nutrisi dan obat-obat lain yang diperlukan seperti
antibiotik. GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli
urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan
menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau
pembesaran prostat.
Belum ada bukti yang nyata keunggulan antara terapi pengganti intensif
dan terapi pengganti intermiten.
Prioritas Tatalaksana Pasien dengan GGA
a. Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal.
b. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan.
c. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal.
d. Perbaiki dan atau tingkatkan aliran urin.
e. Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badan tiap hari.
f. Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemia, hipernatremia, asidosis,
21 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
hiperfosfatemia, edema paru).
g. Asupan nutrisi adekuat sejak dini.
h. Cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara agresif.
i. Perawatan menyeluruh yang baik (keteter, kulit, psikologis).
j. Segera memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi.
k. Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal
c. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada GGA amat bervariasi sesuai dengan penyakit
dasarnya atau kondisi komorbidnya, dari kebutuhan yang biasa, sampai dengan
kebutuhan yang tinggi seperti pada pasien sepsis. Rekomendasi nutrisi GGA amat
berbeda dengan GGK, dimana pada GGA kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan
keadaan proses kataboliknya. Pada GGK justru dilakukan pembatasan-
pembatasan.
GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yang amat kompleks, tidak
hanya pengaturan air, asam basa, elektrolit, tetap juga asam amino/protein,
karbohidrat dan lemak. Heterogenesis GGA yang amat tergantung dari penyakit
dasarnya membuat keadaan ini lebih kompleks. Oleh karena itu, nutrisi pada GGA
disesuaikan dengan proses katabolis yang terjadi, sehingga pada suatu saat
menjadi normal kembali.
d. Fase Perbaikan
Pada tahap ini terjadi poliuria yang sangat banyak sehingga perlu dijaga
keseimbangan cairan. Asupan cairan pengganti diusulkan sekitar 65 – 75 % dari
jumlah cairan yang keluar. Pada tahap ini pengamatan faal ginjal harus tetap
dilakukan karena pasien pada dasarnya belum sembuh sempurna (bisa sampai 3
minggu atau lebih)
Pengobatan Suportif pada Gangguan Ginjal Akut
Komplikasi Pengobatan
22 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Kelebihan volume
intravaskular
Batas garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari), Furosemid,
ultrafiltrasi atau dialisis.
Hipobatremia Batas asupan air (< 1 L/hari) : hindari infus larutan
hipotonik.
Hiperkalemia Batasi asupan diet K (< 40 mmol/hari) ; hindari diuretik
hemat K, Potassium-binding ion exchange resins, Glukosa
(50 ml dextrose 50 %) dan insulin (10 unit), Natrium
bikarbonat (50 – 100 mmol), Agonis β2 (salbutamol, 10 -
20 mdg di inhalasi atau 0,5 1 mg IV), kalsium glukonat (10
ml larutan 10 % dalam 2 – 5 menit).
Asidosis metabolik Natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum > 15
mmol/L, pH > 7,2).
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (800 mg/hari), obat pengikat
fosfat (kalsium asetat; kalsium karbonat).
Hipokalemia Kalsium karbonat ; kalsium glukonat (10 – 20 ml larutan
10 %).
Nutrisi Batasi asupan protein diet (0,8 – 1 g/kg BB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolik, karbohidrat (100 g/hari), nutrisi
enternal atau parenteral jika perjalanan klinik lama tau
katabolic.
.
Sumber : Aru W. Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
Edisi V. Jakarta : Interna Publishing
e. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah
digunakan selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya
bersifat kontoversial. Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan
dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal
sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai
penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-oligourik lebih baik
23 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi
yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai
upaya mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi
kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis,
diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian
dari tata laksana AKI adalah:
1. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam
keadaan dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan
tes cairan dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit.
Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal
(keadaan oligouria kurang dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat
tidak terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250
mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler.
Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus
dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler
sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria.
Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan
ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan
menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian
manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun
dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol tidak memperbaiki
prognosis pasien (Sja’bani, 2008).
24 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan
dalam tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di
ginjal. Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah
ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat
menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan
yaitu terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga
tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma
dopamin. Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara
umum yang meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah
(seperti hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis), sehingga beberapa ahli
berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal”
seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah
tidak terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti
iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan
lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan
pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis,
dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari toksisitas.
Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok,
sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal
(Robert Sinto, 2010).
Terapi Pengganti Ginjal
Yang dimaksud Terapi Pengganti Ginjal (TPG) adalah usaha untuk
menggantikan fungsi ginjal penderita yang telah menurun dengan menggunakan
ginjal buatan (dialisis/hemofiltrasi). Pada TPG seperti dialysis atau hemofiltrasi
yang dapat diganti hanya fungsi eksokrin dan fungsi pengaturan cairan dan
elektrolit, serta ekskresi sisa-sisa metabolisme protein. Sedangkan fungsi endokrin
seperti fungsi pengaturan tekanan darah, pembentukan eritrosit, fungsi hormonal
25 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
maupun integritas tulang tidak dapat digantikan oleh jenis terapi ini. Indikasi TPG
pada penderita gagal ginjal akut sangat berbeda bila dibandingkan dengan
indikasinya pada gagal ginjal terminal. Indikasi TPG pada gagal ginjal akut adalah
untuk mempertahankan homeostasis tubuh (live or organ saving) dengan
melakukan perbaikan terhadap gangguan-gangguan homeostasis yang terjadi,
disamping dapat menghindari terjadinya overhidrasi akibat pengobatan.
Sedangkan pada gagal ginjal terminal adalah untuk menggantikan fungsi ginjal
secara permanent.
Kriteria awal untuk pasien kritis dewasa yang memerlukan terapi
pengganti ginjal:
Oliguria (output urin 200ml/12 jam)
Anuria (output urin <50 ml/12 jam)
Hiperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)
Asidemia berat (pH <7,1)
Azotemia (urea >30 mmol/L)
Organ signifikan (edema paru)
Ensefalopati uremia
Perikarditis uremia
Neuropati/miopati uremia
Disnatremia berat (Na >160 atau <15 mmol/L)
Hipertermi
Overdosis obat dengan toksin dialysis.
Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi
untuk melakukan TPG. Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk
segera melakukan TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal
ginjal akut kritis. Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan
SLED (Sustained Low Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering
digunakan. Masing-masing TPG mempunyai indikasi yang spesifik, derajat
26 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
kesulitan dalam teknik, monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biaya
pengobatan yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:
Dialisis (Hemodialisis, dialysis peritoneal), prinsip dasarnya adalah osmosis/
dialysis, dibutuhkan cairan dialisat.
Dialysis peritoneal
Dialysis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu
penanganan pasien GGA, menggunakan membran peritoneum yang bersifat
semipermeabel.
Prinsip dasar dialisis peritoneal
Untuk dialisis peritoneal akut biasa dipakai kateter peritoneum untuk
dipasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter
terletak dalam kavum douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis dimasukkan ke
dalam kavum peritoneum melalui kateter tersebut. Membran peritoneum
bentindak sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis dalam
kavum peritoneum dan plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum. Sisa-
sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, kalium, dan toksin lain yang dalam
keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan
tertimbun dalam plasma darah karena kadarnya yang tinggi akan melalui difusi
melalui membran peritoneum dan akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana
akan dikeluarkan oleh tubuh. Sementara itu setiap waktu cairan dialisat yang
sudah di keluarkan diganti dengfan cairan dialisat baru.
Cairan dialisat adalah cairan yang mengandung elektrolit dengan kadar
seperti dalam plasma darah normal. Komposisi elektrolit cairan dialisat : natrium,
kalsium, magnesium, klorida, laktat glukosa. Pada umumnya cairan dialisat tidak
mengandung kalium karena tujuannya untuk mengeluarkan kalium yang
tertimbun karena terganggunya fungsi ginjal.
Indikasi dialisis peritoneal:
1. Dialisis peritoneal pencegahan : dilakukan setelah diagnosis GGA ditegakkan
27 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
2. Dialisis peritoneal dilakukan ats indikasi :
a. Indikasi klinis : keadaan umum jelek dan gejala klinis nyata
b. Indikasi biokimiawi : ureum darah > 200 mg % ; kalium < 6 mEq/ L ;
HCO3 < 10-15 mEq/ L ; pH < 7,1
Keuntungan dialysis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis,
secara teknis lebih sederhana, cukup aman, serta cukup efisien dan tidak
memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan disetiap rumah sakit.
Filtrasi (CRRT) prinsip dasarnya adalah filtrasi/konveksi, dibutuhkan cairan
substitusi.
CRRT merupakan terapi penggati ginjal yang berkesinambungan.
Prinsip dasar CRRT Membuang (translokasi) zat- zat dengan kadar yang
berlebihan keluar tubuh. Zat-zat ini dapat berupa yang terlarut dalam darah
(solute), seperti toksin ureum, kalium, dll. Atau zat peralutnya yaitu air atau serum
darah (solution). Di dalam proses CRRT tranlokasi terjadi di dalam ginjal buatan
(dialyzer), yang terdiri dari 2 kompartemen atau ruangan, yaitu kompartemen
darah dan kompartemen dialisa. Kedua kompartemen ini dibatasi oleh sebuah
membran semipermeabel. Perbedaan tekanan antara kedua kompartemen
disebut trans membran pressure (TMP). Darah dari dalam tubuh akan dialirkan ke
kompartemen darah, sedang cairan dialisat dialirkan ke kompartemen dialisat.
Translokasi dapat terjadi dengan mekanisme difusi atau ultrafiltrasi.
II.8 PROGNOSIS
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal
ginjal itu sendiri. Prognosis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal
organ lain. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30%-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas 10%, dan gagal
multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.( Price &
Wilson. 2005)
BAB III
28 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-
tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3
mg/dL (>25 μmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output
urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam. Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa
metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan.
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI,
yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara
langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI
renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
(AKI pascarenal,~5%).
Gejala klinis dari AKIyang tampak adalah adanya oligouri , anuria, high
output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama
dari pengelolaan AKI adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan.
III.3 SARAN
Penyusunan isi paper ini masih banyak ditemukan kekurangan baik dalam
susunan kata, struktur, dan penggunaan bahasa yang kurang tepat. Seperti kata
pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan dari pembaca untuk memberikan saran dan ide dalam membangun
kualitas isi paper sehingga dapat lebih bermanfaat dan berdaya guna lagi bagi
yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA
29 | A c u t e K i d n e y I n j u r y
1. Bagshaw SM, George C, Bellomo R. 2008. A Comparison of The RIFLE and
AKIN Criteria For Acute Kidney Injury in Critically Ill Patients. Nephrol
Dial Transplant
2. Coca SG, Parikh CR. 2008. Urinary Biomarkers for Acute Kidney Injury:
Perspectives on Translation. Clin J Am Soc Nephrol.
3. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Ed 16. New York:
McGraw-Hill
4. Lattanzio MR and Kopyt NP. 2009. Acute Kidney Injury: New Concepts in
Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment. University of
Maryland Medical Center in Baltimore and Nephrology Hypertension
Associates of the Lehigh Valley
5. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
6. Roesli R. 2007. Kriteria “RIFLE” Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk
Menegakkan Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut.
Ginjal Hipertensi
7. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. 2004. Acute Renal Failure:
Definitions, Diagnosis, Pathogenesis, and Therapy. J. Clin. Invest.
8. Sinto R, Nainggolan G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan
Tata Laksana. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Sudoyo AW dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ed 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPD FKUI
10. Tjokronegoro, artjatmo & Hendra Utama.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
30 | A c u t e K i d n e y I n j u r y