Lp Dm Gangren
-
Upload
nurul-fahmi-rizka-laily -
Category
Documents
-
view
74 -
download
0
description
Transcript of Lp Dm Gangren
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN DM GANGREN DI PAV 3
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam
darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup (Soegondo, 2005).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau keduanya.
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung
dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin
(Sloane, 2003).
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi
cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane,
2003).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan
insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau langerhans yang menjadi
sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah
50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225µ.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane,
2003).Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu
kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane
(2003):
a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi
yang tidak jelas.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel
beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh
untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf, 2006).
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan
enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Guyton,
2007).
Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme
glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam tubuh.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino
dan obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi
insulin setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya
dipahami secara jelas (Manaf, 2006).
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan
rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang
membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino
yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh.
Glucose transforter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam
proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini
merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut
dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP.
Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan
K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam
sel menyebabkan depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses
pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan kadar ion Ca²⁺ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat
dijelaskan (Manaf, 2006).
3. Patofisiologi
A. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu
efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa
darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan
sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
B. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
4. Etiologi
A. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
B. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
5. Manifestasi Klinik
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
A. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
B. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
C. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah,
kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan.
6. Penatalaksanaan Dan Terapi
A. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut:
1) Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai.
Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 – 24,9 kg/m2
3) Memenuhi kebutuhan energy
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
B. Olahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat
C. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat
diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
D. Obat
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
2) Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
7. Concept Map
- Kelainan sel B pankreas- Gangguan sistem imunitas (auto-imun)- Kelainan insulin (penurunan res-pon
insulin)- Faktor ling-kungan (infeksi, diet tinggi KH,
obesitas dan kehamilan)
Penurunan jumlah insulin
Glukosa tidak dapat dihantar ke sel
Hiperglikemia
Intake glukosa berkurang
B 1 (Breathing)
Ketoasidosis
Pernafasan kusmaul
Gangguan pola nafas
B 2 (Blood) B 3 (Brain)
Angiopati diabetik
Pemebntukan protein
teralikasi
Pembuluh darah
tersumbat
Retinopati
Pandangan kabur
Resiko tinggi cidera
Ginjal tak mampu
memfiltrasi glukosa
Glukosuria
B 4 (Bladder)
Diuretik osmotik
Poliuria
Kekurangan volume cairan
B 5 (Bowel)
Intake glukosa berkurang
Sel kelaparan
Peningkatan pemecahan protein dan
lemak
Polifagi
Masukan yang melebihi aktivitas
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
B 6 (Bone)
Makroangiopati
Terganggunya aliran darah ke
kaki
Penurunan asupan nutrisi
dan O2
Trauma
Luka sulit sembuh
Ulkus
Infeksi
Gangren
Gangguan integritas kulit
Iskemik
Polineuripati diabetik
Nyeri
Gangren
Kerusakan neurovaskular
Gangguan perfusi jaringan
8. KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi 2yaitu : 1) Komplikasi metabolik;
2) Komplikasi vascular jangka panjang. Komplikasi etabolik yang paling sering ditemi
adalah pada DM tipe 1 yaitu ketoasidosis diabetik (DKA), yang ditandai dengan adanya
hiperglikemi (gula darah > 300 mg/dL), asidosis metabolik akibat penimbunan benda
keton dan diuresis osmotik. Sedang komplikasi vaskular jangka panjang melibatkan
pembuluh-pembul darah kecil (mikroangiopati) diantaranya retinopati diaetik, nefropati
diabetik, dan komplikasi pembuluh darah sedang maupun besar (makroangiopati) antra
lain aterosklerosis, gangren pada ektrimitas dan stroke akibat DM.
9. DERAJAT LUKA GANGREN DEABETIKUM
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
A. Pain (nyeri).
B. Paleness (kepucatan).
C. Paresthesia (kesemutan).
D. Pulselessness (denyut nadi hilang)
E. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
A. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
B. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
C. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
D. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan
Bare (2001: 1220).
Klasifikasi : Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan:
A. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
B. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
C. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
D. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
E. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
F. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
10. SPO
Injeksi Subcutan (SC)
A. Pengertian : Insulin adalah hormon yang digunakan untuk menurunkan
kadar gula darah pada Diabetes Mellitus
B. Tujuan : Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes
mellitus
C. Prosedur :
PERSIAPAN :
A. 1. Spuit insulin / insulin pen (Actrapid Novolet).
B. Vial insulin.
C. Kapas + alkohol / alcohol swab.
D. Handscoen bersih.
E. Daftar / formulir obat klien.
PELAKSANAAN :
A. Inform concern
B. Baca daftar obat, larutkan obat yang dibutuhkan, isi spuit sesuai dengan kebutuhan
C. Cocockan nama obat dan nama pasien.
D. Baca sekali lagi sebelum menyuntikan pada pasien.
E. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan untuk klien
(berdasarkan daftar obat klien/instruksi medik).
F. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat kebiruan,
inflamasi, atau edema.
G. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
H. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab, dimulai dari
bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
I. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan kulit
pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
J. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan.
K. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan penekanan
pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
L. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang sudah
tertutup dengan tutupnya
11. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a) Anamnese
1)) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2)) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3)) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4)) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
5)) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6)) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
c) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, nafas bau keton, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata
( ++++ ).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
4) Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
C. Intervensi
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
– Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
– Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
– Kulit sekitar luka teraba hangat.
– Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
– Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
c) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
d) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien,
HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
– Pergerakan pasien bertambah luas
– Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri,
– berjalan).
– Rasa nyeri berkurang.
– Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
a) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
b) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
c) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
d) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
e) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
3) Perubahan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
– Berat badan dan tinggi badan ideal.
– Pasien mematuhi dietnya.
– Kadar gula darah dalam batas normal.
– Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
a) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
b) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
c) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
d) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
e) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
4) Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
– Tanda-tanda infeksi tidak ada.
– Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
– Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi
dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
b) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
c) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
d) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
12. DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC.Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa Yasmin Asih. Jakarta : EGC.Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol 1 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih . Jakarta : EGC. Price, Anderson Sylvia. 2005. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGCIkram, Ainal. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga. Jakarta : FKUI.Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.