Lp Cystadenoma Serosum Ovarii

12
LAPORAN PENDAHULUAN “Asuhan Keperawatan pada Cystadenoma Serosum Ovarii” Disusun oleh : Choirun Nisa Nur Aini P17420613049 DIV Keperawatan Semarang Jurusan Keperawatan

description

laporan pendahuluan cystadenoma serosum ovarii.

Transcript of Lp Cystadenoma Serosum Ovarii

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan pada Cystadenoma Serosum Ovarii

Disusun oleh:

Choirun Nisa Nur Aini

P17420613049

DIV Keperawatan Semarang

Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang

2014/2015

A. Konsep Dasar Kistanoma Serosum Ovarii1. Pengertian Kista Menurut Chyntia (2010) kista merupakan penyakit yang super halus, rumit dan unik, sebab keberadaannya mirip dengan kehamilan, di mana semua wanita mempunyai resiko akan hadirnya penyakit ini. Setiap wanita mempunyai dua indung telur kanan dan kiri yang ukuran normalnya sebesar biji kenari. Setiap indung telur tersebut berisi ribuan telur yang masih muda atau folikel yang setiap bulannya akan membesar dan satu diantaranya membesar sangat cepat sehingga menjadi telur yang matang. Pada peristiwa ovulasi telur yang matang ini keluar dari indung telur dan bergerak ke rahim melalui saluran telur. Apabila sel telur yang matang ini dibuahi, follicle akan mengecil dan menghilang dalam waktu 2-3 minggu dan akan terus berulang sesuai siklus haid pada seorang wanita. Namun, jika terjadi gangguan pada proses siklus ini, maka kista pun akan terjadi.2. Pengertian Kistanoma Serosum OvariiKista ini berasal dari epitel germinativum (epitel permukaan ovarium). Bentuk kista umumnya unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Selain teraba massa intraabdominal juga dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama dengan kistadenoma ovarii musinosum.3. PathwayTerlampir.4. Gambaran Klinis

Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ovarium berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosis sering ditemukan pada waktu pasien dalam keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut, dan timbul benjolan pada perut.

Pada umumnya kista jenis ini tak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena kista ovarium pun dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50 %; dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 %. Isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma).5. Proses Penyembuhan Luka

Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama, perbedaan terjadi menurut waktu pada tlap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan. (Long, 1996), fase-fase penyembuhan luka antara lain :

a. Fase I

Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak, terbentuk fibrin yang bertumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka. Kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Setelah besar pasien akan merasa sakit pada fase ini dan berlangsung selama 3 hari.

b. Fase II

Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Semua lapisan sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6 sampai 7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.

c. Fase III

Kolagen terus tertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post bedah, pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.

d. Fase IV

Berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien akan mengeluh gatal di seputar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka akan terjadi ceruk yang berlapis putih.6. Pemeriksaan Penujang

a. Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.

b. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

c. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.

d. Parasentesis

Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan cavum peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk. (Wiknjosastro, 1999)7. Penatalaksanaan

Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, 1999)

Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional Ibu. (Hamilton, 1995).

Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran. (Long, 1996).B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas : kelemahan dan keletihan.b. Sirkulasi : palpitasi, peningkatan tekanan darah.

c. Integritas ego : stress, dan masalah perubahan penampilan.

d. Eliminasi : perubahan pola defekasi, perubahan pola bisisng usus, distensi abdomen.

e. Makanan atau cairan : kebiasaan diit, anoreksia, intoleransi makanan, perubahan kelembaban dan turgor kulit.

f. Neurosensori : pusing dan sinkope.

g. Adanya nyeri.

h. Pernapasan sesak dan dispnea.

i. Keamanan : pemajanan kimia toksik, demam, ulserasi kulit.

j. Seksualitas : nyeri saat bersenggama.

k. Interaksi sosial : ketidak adekuatan, kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan.

2. Diagnosa Keperawatan

a Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan insisi abdomen.b Risiko infeksi berhubungan dengan infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan.

c Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abnormal.

d Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) berhubungan dengan keletihan paska operasi dan nyeri.

e Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.3. Intervensi Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan insisi abdomen.

Tujuan

: rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil: skala nyeri 0, klien mengungkapkan nyeri berkurang, TTV normal

Intervensi

:

1) Jelaskan penyebab nyeri pada klien.

2) Kaji skala nyeri klien.

3) Ajarkan teknik distraksi selama nyeri.

4) Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.

5) Berikan obat analgesik sesuai program.

6) Evaluasi efektifitasnya setelah 30 menit pemberi obat analgesik.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan

: tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit).

Intervensi

:

1) Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV.

2) Gunakan teknik antiseptik dalam merawat klien.

3) Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mencuci tangan sebelum mendekati klien.

4) Tingakatkan asupan makanan yang bergizi.

5) Berikan terapi antibiotik sesuai program.

c. Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abnormal.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan diri ?(mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) berhubungand engan keletihan paska operasi dan nyeri.

Tujuan

: kebersihan klien terenuhi.

Kriteria hasil: klien dapat berpartisipasi secara fisik maupun verbal dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan.

Intervensi

:

1) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya tentang kuangnya kemampuan perawatan diri.

2) Berikan bantuan dalam perawatan diri klien.

e. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.

Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.

Intervensi :

1) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa dating.

2) Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhan.

3) Diskusikan melakukan kembali aktifitas

4) Identifikasi keterbatasan individu

5) Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual

6) Identifikasi kebutuhan diet

7) Dorong minum obat yang diberikan secara rutin

8) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis.DAFTAR PUSTAKA

Cyntia, E. (2010). Pahami kista anda akan terbebaskan. Yogyakarta: Maximus.Hamilton,

Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah (volume 2). Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Wiknjosastro, H. (1999). Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.