Lp Ashma Attack

16
LAPORAN PENDAHULUAN ASHMA ATTACK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ADHYATMA M.Ph SEMARANG Disusun oleh : MUSYAFAATUN NIM. SK.315.043

description

lp asma attack

Transcript of Lp Ashma Attack

Page 1: Lp Ashma Attack

LAPORAN PENDAHULUAN

ASHMA ATTACK

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD ADHYATMA M.Ph SEMARANG

Disusun oleh :

MUSYAFAATUN

NIM. SK.315.043

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

2015

Page 2: Lp Ashma Attack

LAPORAN PENDAHULUAN

ASTHMA ATTACK

A. Pengertian

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,

eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala

dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat

reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).

Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi

hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan

fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).

B. Faktor Pencetus

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi

pencetus asma yaitu Pemicu Asma (Trigger) dan Penyebab Asma (Inducer).

Sedangkan Lewis et al (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.

Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-

buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-

obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas

merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau

bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast

sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat

mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin

dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

Page 3: Lp Ashma Attack

2. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi

oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise

Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah

latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan

dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan

wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3

menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan

eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada

sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena

itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan

motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum

diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5. Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya

rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan

inflamasi membran mukus.

C. Manifestasi Klinik

Menurut Jones dan Barlett (2001) ada beberapa gejala serangan asma, yaitu:

Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas.

Pada penderita asma akan membatukkan lender untuk melonggarkan

jalan napas. Batuk akan meningkat jika berbaring.

Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan

terdengar pada saat menghirup dan menghembuskan napas.

Page 4: Lp Ashma Attack

Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang

keras. Selama serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan

otot bantu pernapasan digunakan.

Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan

Kulit pucat

Keletihan

Gelisah

D. Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan

pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit

penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.

Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007).

Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala

dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka

semakin parah asma tersebut. Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru

yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory

Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume

dalam satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC).

Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut

(GINA, 2004).

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh

karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu

binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma

ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.

Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.

Page 5: Lp Ashma Attack

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non

alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak

diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi

saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih

berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang

menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini

dapat berkembang menjadi asma gabungan.

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering

ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun

bentuk idiopatik atau nonalergik.

E. Patofisiologi

Kejadian patofisiologis ini mengakibatkan obstruksi jalan napas yang

memburuk saat ekspirasi. Obstruksi jalan napas menyebabkan ketidakcocokan

V/Q dan hipoksemia sejak dini. Terperangkapnya udara menyebabkan otot-

otot pernapasan berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan

dengan peningkatan beban kerja pernapasan yang kemudian mengakibatkan

penurunan ventilasi dan hiperkapnia. Dengan demikian, sebagian besar pasien

dengan gejala akut mulai dengan respirasi cepat, hipoksemia, dan alkalosis

respirasi, tetapi obstruksi jalan napas persisten mengakibatkan ventilasi

dangkal yang tidak efisien dan asidosis respirasi. 

Page 6: Lp Ashma Attack

F. Pathway

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

2. Tes provokasi :

1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.

2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.

3) Tes provokasi bronkial seperti :

a. Tes provokasi histamine

b. Metakolin

c. Alergen

d. Kegiatan jasmani

Page 7: Lp Ashma Attack

e. Hiperventilasi dengan udara dingin

f. Inhalasi dengan aqua destilata.

4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik

dalam tubuh.

3. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.

4. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.

5. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

6. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.

7. Pemeriksaan sputum.

H. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Riwayat kesehatan masa lalu :

Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin

b. Riwayat kesehatan sekarang :

Keluhan sesak napas, keringat dingin.

c. Status mental :

Lemas, takut, gelisah

d. Pernapasan :

Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.

e. Gastro intestinal :

adanya mual, muntah.

f. Pola aktivitas :

Kelemahan tubuh, cepat lelah

2. Pemeriksaan Fisik

a. Dada

1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum

2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal

3) Keabnormalan struktur Thorax

4) Contour dada simetris

5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna

merata

Page 8: Lp Ashma Attack

6) RR dan ritme selama satu menit.

b. Palpasi

1) Temperatur kulit

2) Premitus : fibrasi dada

3) Pengembangan dada

4) Krepitasi

5) Massa

6) Edema

c. Auskultasi

1) Vesikuler

2) Broncho vesikuler

3) Hyper ventilasi

4) Rochi

5) Wheezing

6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.

3. Pemeriksaan Penunjang

1) Spirometri

2) Tes provokasi

3) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.

4) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.

5) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

6) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.

7) Pemeriksaan sputum.

Page 9: Lp Ashma Attack

I. Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa 1

Diagnosa:

Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus.

Tujuan :

Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, Jalan nafas kembali efektif

Kriteria Hasil :

a. Sesak berkurang

b. Batuk berkurang

c. Klien dapat mengeluarkan sputum

d. Wheezing berkurang/hilang

e. Vital dalam batas normal

f. Keadaan umum baik.

Intervensi :

a. Observasi system pernafasan klien

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi

jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak

ada fungsi nafas (asma berat).

b. Berikan Air Hangat

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme

bronkus.

c. Beritahu tentang batuk efektif

Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi

akumulasi mukus

d. Kolaborasi obat sesuai indikasi

Membebaskan spasme jalan nafas akan sangat membantu keefektifan

bersihan jalan nafas klien.

2. Diagnosa 2

Diagnosa:

Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Page 10: Lp Ashma Attack

Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, pola nafas klien kembali efektif

Kriteria Hasil :

a. Pola nafas efektif dengan perbandingan inspirasi dan ekspirasi 1 : 2

b. Bunyi nafas normal atau bersih

c. TTV dalam batas normal

d. Batuk berkurang

e. Ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

a. Observasi frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat

upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /

pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan

bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang

berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.

b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru optimal dan

memudahkan dalam pernafasan.

c. Beritahu tentang batuk efektif

Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi

akumulasi mukus

d. Kolaborasikan pemberian humidifikasi

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,

memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu

pengenceran sekret.

3. Diagnosa 3

Diagnosa:

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat

kekurangan energi oksigen

Tujuan :

Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, klien dapat melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri.

Page 11: Lp Ashma Attack

Kriteria Hasil :

a. KU klien baik

b. Badan tidak lemas

c. Klien dapat beraktivitas secara mandiri

d. Kekuatan otot terasa pada skala sedang

Intervensi :

a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea

peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan

setelah aktivitas.

Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan

pilihan intervensi.

b. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : posisi yang nyaman dalam beristrirahat mampu

meningkatkan kualitas istirahat yang dijalani pasien

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk

menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk

penyembuhan.

d. Kolaborasikan tentang pemberian kruk

Rasional : pemberian kruk akan membantu keseimbangan pasien yang

mengalami kelemahan fisik dalam beraktifitas.

Page 12: Lp Ashma Attack

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,

Jakarta : EGC.

Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St

Louis Missouri : Mosby.

Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4.

Jakarta: Arcan

Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &

Manajemen Edisi 2. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC