LP Apendisitis
-
Upload
riana-vera-andantika -
Category
Documents
-
view
29 -
download
6
Transcript of LP Apendisitis
LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS
Oleh: Riana Vera Andantika
1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)
Diagnosa Medis: Apendisitis
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, tanda & gejala,
Penangan)
a. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis
adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Jadi,
dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks
dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik (Sjamsuhidayat, 2005). Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%.
b. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
c. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi lumen apendiks yang disebabkan
oleh feses yang keres atau fekalit, tumor atau benda asing (Smeltzer,2001). Penjelasan ini
sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan
serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007). Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama
mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis
atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika
perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, Quick,
Reed, 2007). Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
d. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
danhilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan
pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan
spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila
apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapatdiketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat
berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing
dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur,
nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi
pasien memburuk (Smeltzer C. Suzanne, 2001). Pada pasien lansia, tanda dan gejala
apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan,
menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks
lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2001).
e. Penanganan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Diagnosis
didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap, tes laboratorium dan sinar x. Hitung darah
lengkap menunjukkan peningkatan jumlah darah putih lebih dari 10.000/mm3 dan
pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar
aliran udara terlokalisasi. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif
(Smeltzer C. Suzanne, 2001). Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah
3. a. Pohon masalah
Hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan diet rendah serat
Obstruksi lumen apendiks
Terhambatnya aliran mukus
Ulserasi mukosa edema, dan diapedesis bakteri
Proses inflamasi pada peritoneum
Nyeri pada daerah kanan
bawah
Apendisitis
PembedahanPerforasi apendiks,
abses apendiks, ruptur apendiks
Peritonitis, obstruksi usus, syok
hipovolemik,ileus, sepsis
Aliran limfe terhambat Distensi abdominal Gangguan
pada katup ileosekal
Suhu tubuh MK: Hipertermi
MK: Konstipasi
Mual Muntah
Tekanan intralumen
Penigkatan keluaran cairan
MK: Defisit volume cairan
tubuh
Lemah
MK: Intoleransi Aktivitas
MK: Nyeri Akut
Nafsu makan
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
MK: Gangguan pola tidur
Apendiktomi
MK: Ansietas
Luka incisi MK: Ansietas Anestesi
MK: Kerusakan integritas kulit
b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
4. Diagnosis keperawatan (minimal 5 diagnosa keperawatan)
Pre Ops
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury biologi
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif,
mual muntah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi oleh karena factor biologis.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Post-Ops
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan procedure invasive
Kerusakan jaringan
Ujung saraf terputus
Pelepasan prostaglandin
MK: Kerusakan integritas jaringan kulit
Nyeri dipersepsikan
MK: Resiko infeksiPeristaltik usus
Distensi abdomen
Mual muntahMK: Defisit volume cairan tubuh
MK: Ketidakseimbangna nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK: Nyeri Akut
Stimulasi dihantarkan
Spinal cord & cortex cerebri
Nyeri
MK: Defisit perawatan
diri
c. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif, mual muntah
d. Ketidakseimbangna nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ketidakmampuan untuk
mencerna nutrisi oleh karena factor biologis.
e. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan nyeri
5. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
agen injuri fisik
NOC:
a. Pain Level
b. Pain control
c. Comfort level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24
jam pasien tidak
mengalaminyeri dengan
kriteria :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang
normal
f. Tidak mengalami gangguan
tidur
NIC : Manajemen Nyeri
a. Kaji nyeri secara
komprehensif (lokasi,
durasi, frekuensi,
intensitas)
b. Observasi isyarat-isyarat
non verbal dari
ketidaknyamanan
c. Berikan pereda nyeri
dengan modifikasi
lingkungan (missal
ruangan tenang dan
batasi pengunjung)
d. Berikan analgesic sesuai
kebutuhan
e. Kontrol factor-faktor
yang mempengaruhi
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan
procedure invasive
NOC:
Seteah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24
jam masalah teratasi dengan
kriteria hasil:
NIC:
a. Observasi ital. sign,
penampilan luka dan
daerah sekitar luka
b. Observasi kecukupan
a. Pasien memahami
tentang pencegahana
dan pengendalian
infeksi
b. Terbtas dari tanda atau
gejala infekai
nutrisi pasien dan hasil
laboratorium
c. Rawat luka dengan
memperhatikan teknik
steril (septic
&antiseptic), cuci
tangan sesuai [rosedur
sebelum dan sesuadah
melakukan interaksi
terhadap pasien
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama
dan setelah digunakan
oleh pasien, terapkan
universal precaution
e. Ajarkan pasien teknik
mencuci tangan yang
benar, ajarkan keluarga
untuk mencuci tangan
sewaktu kontak dengna
pasien
f. Kolaborasi pemberia
antibiotic
3. Defisit volume cairan
tubuh berhubungan
dengan kehilangan
volume cairan secara
aktif, mual muntah
NOC:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan manajemen
cairan selama 2 x 24
jam,diharapkan keseimbangan
cairan pada pasien adekkua
Kriteria Hasil:
a. Keseimbangan intake
& otput dalam batas
normal
b. Elektrolit serum dalam
NIC:
Manajemen Cairan
a. Pertahankan intake dan
output yang adekuat
b. Monitor status hidrasi
membrane mukosa
yang adekuat
c. Monitor status
hemodinamik
d. Monitor intake output
batas normal
c. Tidak ada mata
cekung
d. Tekanan darah dalam
batas normal
yang akurat’
e. Monitor berat badan
4. Ketidakseimbangna
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
ketidakmampuan untuk
mencerna nutrisi oleh
karena factor biologis.
NOC:
a. Nutrional status:
adequacy of nutrient
b. Nutrional status: food
and fitual intake
c. Weight control
Setelah dilakuka
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
nutrisi kurang teratasi
dengan kritria hasil:
a. Alnumin serum
b. Pre albumin serum
c. Hematokrit
Hemoglobin
d. Jumlah limfosit
NIC:
a. Monitor intake dan
output
b. Adanya penurunan BB
dan gula darah
c. Monitor kekeringan
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
d. Kaji adanya alergi
makanan
e. Jelaskan adanya alergi
makanan
f. Anjurkan banyak
minum
g. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan
h. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
5. Defisit perawatan diri:
Mandi berhubungan
dengan nyeri,
kelemahan
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama 2
x 24 jam pada pasien dengan
deficit perawatan diri dapat
Self Care Assistance
1. Monitor kemampuan
klien untuk perawatan
diri secara mandiri
teratasi dengan kriteria hasil:
Self Care : ADL
pasien melaporkan bisa
melakukan ADL secara
mandiri
2. Kaji kebutuhan klien
akan alat bantu untuk
ADL
3. Bantu klien dalam
pemenuhan ADL
sampai mandiri
4. Ajarkan dan pada klien
cara perawatan diri
mandiri sesuai dengan
kemampuan
5. Ajarkan keluarga untuk
perawatan yang dapat
dilakukan sendiri pada
klien jika tidak mampu
dalam pemenuan ADL
6. Daftar pustaka
Daftar Pustaka
Burkit, H.G., Quick, C. R. G., dan Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis & Management. Fourth Edition. London: Elsevier
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakrta :EGC
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuararif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, alih bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta:EGC