LK Malnutrisi

14
BAB 1 PENDAHULUAN Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di Negara sedang berkembang, dan melatar belakangi (underlying factor) lebih dari 50% kematian balita. Sekitar 9% anak di Sub Sahara, dan 15% di Asia Selatan terancam menderita gizi kurang dan buruk, dan sekitar 2% anak yang tinggal di Negara sedang berkembang terancam menderita severe acute malnutrition (SAM) atau Malnutrisi akut berat (MAB). Di India terdapat sekitar 2,8% balita sangat kurus. Sementara di Negara yang lebih miskin seperti Malawi, MAB merupakan alas an utama balita dirawat di rumah sakit. Menurut UNICEF saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk. Penyebab utama kasus gizi buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia. Dan juga faktor alam, manusiawi ( kultur sosial masyarakat setempat ), pemerintah, dan lain-lain. Istilah malnutrisi umumnya mengacu pada dua hal, yaitu undernutrition dan overnutrition, namun makalah ini lebih fokus pada defisiensi nutrisi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kekurangan gizi, yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk atau infeksi berulang, terutama pada populasi yang kurang mampu. 1

Transcript of LK Malnutrisi

Page 1: LK Malnutrisi

BAB 1

PENDAHULUAN

Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di Negara

sedang berkembang, dan melatar belakangi (underlying factor) lebih dari 50%

kematian balita. Sekitar 9% anak di Sub Sahara, dan 15% di Asia Selatan terancam

menderita gizi kurang dan buruk, dan sekitar 2% anak yang tinggal di Negara

sedang berkembang terancam menderita severe acute malnutrition (SAM) atau

Malnutrisi akut berat (MAB). Di India terdapat sekitar 2,8% balita sangat kurus.

Sementara di Negara yang lebih miskin seperti Malawi, MAB merupakan alas an

utama balita dirawat di rumah sakit. Menurut UNICEF saat ini ada sekitar 40 % anak

Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk. Penyebab utama kasus

gizi buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang

pengetahuan. Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan

ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi

penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia. Dan juga faktor alam,

manusiawi ( kultur sosial masyarakat setempat ), pemerintah, dan lain-lain.

Istilah malnutrisi umumnya mengacu pada dua hal, yaitu undernutrition

dan overnutrition, namun makalah ini lebih fokus pada defisiensi nutrisi. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan kekurangan gizi, yang sebagian besar berhubungan

dengan pola makan yang buruk atau infeksi berulang, terutama pada populasi yang

kurang mampu.

Masalah besar dalam menangani penderita gizi buruk adalah belum

ditemukannya strategi yang efektif dalam skala yang luas untuk mencegah kematian

karena gizi buruk. Semula WHO menganjurkan tatalaksana penderita gizi buruk

dengan rawat inap di rumah sakit (RS) dalam jangka waktu setidaknya satu bulan.

Keterbatasan tatalaksanan berbasis perawatan di RS ini sangat banyak. Rumah

sakit tidak mungkin dapat merawat penderita gizi buruk dalam jumlah besar karena

keterbatasan kapasitas, sarana dan tenaga yang trampil. Perawatan di RS bersama

dengan penderita penyakit lain akan memudahkan penularan karena daya tahan

tubuh penderita gizi buruk rendah, sehingga justru akan meningkatkan mortalitas

1

Page 2: LK Malnutrisi

dan morbiditas. Hal itu mungkin yang menyebabkan angka kematian penderita gizi

buruk masih sekitar 20-30%. Oleh karena itu memperkenalkan terapi nutrisi berbasis

komunitas merupakan hal penting dalam penanggulangan masalah MAB.

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,

kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan

antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis

tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa

hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif

kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-

sibel dari sel-sel tubuh akibat undernutrition.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi

tentang malnutrisi dan penatalaksanaan. Sehingga diharapkan penulis mampu

memahami kasus malnutrisi dan cara penatalaksanaanya. Terlebih lagi diharapkan

mampu mencegah malnutrisi terutama pada keluarganya.

2

Page 3: LK Malnutrisi

. BAB 2

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An R

Umur : 1 th 4 bln

BB : 6,8 Kg

Nama Ayah : Tn. A

Umur : 45 tahun

Pendidikan : -

Pekerjaan : Swasta

Nama ibu : Ny. Y

Umur : 42 tahun

Pendidikan : -

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Semolowaru indah D/26

MRS : 27 Agustus 2012

No Reg : 499651

1.2SUBJECTIVES

Keluhan Utama : Berak cair dengan muntah

RPS : Pasien datang dengan keluhan berak cair > 5x sejak

tadi pagi, berak berwarna kuning, lendir (+) sedikit, darah (-), berbau

asam, lemas. Pasien muntah setiap diberi makan dan susu formula,

namun jika diberikan ASI tidak muntah. Pasien haus, minta minum

terus namun setelah itu selalu muntah. Pasien mengalami berak cair

dan muntah sejak 3 hari yang lalu, biasanya berak cair >10x/hari, lalu

dibawa ke dokter dan setelah diberikan obat berak cair berkurang

menjadi 5x/hari. Pasien juga batuk (+) pilek (+) sejak 4 hari yang lalu,

namun sudah diberikan bodrexin sirup keluhan berkurang. Pasien 3

bulan yang lalu mulai menggunakan susu formula namun hanya sedikit

1 botol/hari.

3

Page 4: LK Malnutrisi

RPD : Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak

ada riwayat kejang, dan riwayat alergi disangkal.

RPK : Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit menular

dan alergi.

R. Antenatal : Rutin kontrol ke bidan, minum jamu (-), obat-obatan

selain dari dokter (-)

R. Neonatal : Anak ke 3, Normal, Atterm, BBL 2650 gram, PBL 46 cm

R. Imunisasi : Campak belum diberikan

R. Alergi : (-)

Status Gizi : ASI sampai umur 1 Tahun, kemudian dilanjutkan susu formula

sampai sekarang. Z-Score : -3SD atau <70%

1.3 OBJECTIVES

Keadaan Umum : Anak tampak lemah

Vital sign : HR : 130 x/menit

RR : 36 x/menit

Tax : 37,5 C

BB/PB : 6,8 kg/76 cm

Kepala/ leher : A-/I-/C-/D- ; MC +/+; Pch (-), Pembesaran KGB (-)

Thorak

I : Normochest simetris, Retraksi (-)

P : Simetris

P : Sonor

A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/- , Retraksi (-)

COR

I : Ictus tidak terlihat

P : Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)

P : dbn

A : S1S2 tunggal, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

I : Cembung simetris

P : Distended (+)

P : Meteorismus (+)

A : Bising Usus ↑

4

Page 5: LK Malnutrisi

Ekstremitas : Akral Hangat +,+,+,+

Edema -,-,-,-

Cyanosis (-)

Genitalia : Phymosis (-)

Anus : Kemerahan (-)

Laboratorium :

Darah Lengkap : Hb : 10,8

Leukosit : 5.110

Hematokrit : 31,8

Thrombosit : 245.000

1.4 ASSESMENT : Diare akut + Gizi buruk dengan dehidrasi ringan/sedang

1.5 PLANNING :

Diagnosis : GDA, Serum Elektrolit, UL, FL, Clini Test, Floating Test

Terapi :

o ReSoMal 34 ml setiap 30 menit 2 jam pertama

o ReSoMal 34-68 ml/jam - F-75 34 ml setiap jam 10 jam.

o F-75 secara teratur setiap 2 jam

o Jika masih diare, beri ReSoMal 680-1360 ml setiap kali buang air

besar.

o Cotrimoxazole (25 mg SMZ+34 mg TMP) 2x1 p.o 5 hari

o Zinc 20 mg 10 hari

Monitoring :

o Vital sign

o Dehidrasi

o Status gizi

1.6 EDUKASI :

5

Page 6: LK Malnutrisi

Menjelaskan tentang kondisi pasien dan pengobatan yang akan diberikan.

Menjelaskan tentang status gizi buruk kepada keluarganya dan hal-hal yang

harus dilakukan untuk memperbaiki pola hidup, termasuk pola makan,

lingkungan, dan lain-lain.

Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien membutuhkan perawatan

lanjutan setelah diarenya teratasi.

BAB 3

6

Page 7: LK Malnutrisi

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis yang diperolah dari pasien, yaitu pasien datang

dengan keluhan berak cair >5x sejak tadi pagi, berak berwarna kuning, sedikit

berlendir (+), darah (-). Pasien haus, minta minum terus namun setelah itu selalu

muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata cowong (+), abdomen distended

(+), bising usus ↑↑ dan meteorismus (+) sehingga pasien di diagnosis menderita

diare akut dengan dehidrasi ringan/sedang karena didapatkan diare >3x sehari,

berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak mengandung darah. Pasien juga

mengalami komplikasi berupa dehidrasi ringan/sedang karena didapatkan 2 dari 4

tanda-tanda dehidrasi ringan/sedang, yaitu berupa mata cekung dan minum dengan

lahap atau rasa haus yang tinggi.

Dilihat dari status gizi pasien dengan berat badan 6,8 kg dan panjang badan

76 cm, maka didapatkan nilai Z-SCORE BB/PB -3 SD atau <70% yang bermakna

pasien masuk dalam keadaan gizi buruk, dimana dikatakan gizi buruk apabila BB/PB

<-3 SD atau <70% dari median.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara keadaan gizi

dengan penyakit infeksi yang salah satunya adalah diare. Hubungan timbal balik

antara malnutrisi dengan diare telah diketahui. Diare dapat menyebabkan terjadinya

malnutrisi, sebaliknya malnutrisi dapat menyebabkan diare. Selama diare, terjadi

berkurangnya asupan makanan, penurunan penyerapan gizi, dan peningkatan

kebutuhan gizi secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan berat badan dan

gagalnya pertumbuhan sehingga terjadi malnutrisi.

Status gizi buruk yang sudah terjadi sebelumnya membuat keadaan menjadi

kurang menguntungkan, seperti jumlah masukan makanan yang kurang serta

gangguan keseimbangan elektrolit. Buruknya keadaan gizi seorang anak akan

mempengaruhi lamanya diare dan komplikasi yang mungkin didapat. Anak dengan

status kurang kalori dan protein mengalami gangguan keseimbangan elektrolit dan

mempercepat proses terjadinya diare. Malnutrisi mengakibatkan kerusakan barrier

mukosa usus sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Malnutrisi juga

7

Page 8: LK Malnutrisi

mengganggu produksi dan maturasi dari enterosit-enterosit baru sehingga merubah

morfologi intestinal. Pada saluran cerna penderita malnutrisi terjadi atrofi mukosa,

gangguan sekresi asam lambung, dan juga penurunan mitosis serta infiltrasi limfosit

dan sel plasma pada mukosa dan submukosa usus. Dengan mikroskop elektron

dapat dilihat perubahan sel epitel yang nyata berupa atrofi vili yang pada umumnya

terjadi di brush border yang merupakan tempat enzim-enzim disakaridase (lactase,

maltase, sukrase), amino-peptidase, alkalin fosfatase, dan Na+, K+ -ATPase,

pemendekkan mikrovilus, nucleus yang ireguler, disorganisasi organel sitoplasma,

dan kelainan mitokondria. Disamping itu, baik imunitas humoral maupun selulernya

pun ikut terganggu, sehingga pada penderita malnutrisi atau keadaan status gizi

yang buruk, serangan diare terjadi lebih sering dan durasinya lebih lama.

Pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :

GDA untuk mengetahui apakah pasien tersebut mengalami hipoglikemi.

Serum elektrolit untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan elektrolit.

Urin lengkap untuk mengetahui apakah ada infeksi saluran kencing.

Feses lengkap untuk mengetahui penyebab dari diare.

Clini tes dan floating test untuk mengetahui adanya intoleransi lactose atau

intoleransi lemak.

Penatalaksanaan yang utama pada pasien ini adalah penanganan pada

dehidrasinya karena dehidrasi merupakan salah satu keadaan emergency pada

anak dengan gizi buruk. Penanganannya adalah dengan rehidrasi menggunakan

ReSoMal secara oral atau NGT 34 ml (5 ml/kgBB) setiap 30 menit untuk 2 jam

pertama. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 34-68 ml/jam berselang-seling dengan F-

75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Selanjutnya berikan F-75

secara teratur setiap 2 jam. Jika masih diare, beri ReSoMal 680-1360 ml setiap kali

buang air besar.

Selanjutnya, pada gizi buruk gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti

demam seringkali tidak ada, dalam kenyataannya infeksi ganda merupakan hal yang

sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami

8

Page 9: LK Malnutrisi

infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.

Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, diberikan kotrimoksazol per

oral (25 mg SMZ+34 mg TMP) setiap 12 jam selama 5 hari.

Setelah diare teratasi, maka kita harus memberikan perawatan lanjutan

antara lain:

Penatalaksanaan apabila ada defisiensi zat mikro

Pemberian makan awal

Tumbuh kejar

Stimulasi sensorik dan emosional

Keluarga harus memantau penilaian kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan

berat badan setelah tahap transisi dan mendapat F-100 :

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan.

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/ hari

Jika kenaikan berat badan:

Kurang (<5g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap.

Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau

mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

Baik (>10 g/kgBB/hari).

DAFTAR PUSTAKA

9

Page 10: LK Malnutrisi

Barnes Lewis, Curran John, 2000, Nutrisi, Nelson Ilmu Kesehatan Anak jilid 1

Edisi 15. Jakarta: EGC, pp.179 – 232.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2009, Petunjuk Teknis

Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Departemen Kesehatan, Jakarta.

Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi

Buruk, 2009, Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Monica Blossner and Mercedes de Onis, 2005, Malnutrition : quantifying the health

impact at national and local levels, Environmental Burden of Disease

Series, 12, WHO, Geneva.

Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et

al., 2010, Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI, pp. 183 – 87

Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S, 2011, Malnutrisi Akut Berat dan Terapi

Nutrisi Berbasis Komunitas. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit

Metabolik jilid 1 cetakan I. Jakarta: IDAI, pp. 128 – 45

Syam Fahrial, 2009, Malnutrisi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi V.

Jakarta: Interna Publishing, pp. 355 – 65.

World Health Organization, 2005, Pocket Book of Hospital Care for Children,

Guidelines for the Management of Common Illnesses with Limited

Resources, Depkes, Jakarta

10