LI Pneumonia
Click here to load reader
-
Upload
dwika-putri-mentari -
Category
Documents
-
view
10 -
download
3
description
Transcript of LI Pneumonia
1. Definisi / Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi
akut jaringan paru oleh mikroorganisme ( Corwin, 2000 ).
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada
anak. (Suriadi, 2001).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh, bakteri, virus,
jamur, dan benda-benda asing ( Muttaqin, 2009).
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary alveolus
(alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh
cairan. ( Anonymous, 2009).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam
beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan
gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin
terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat
ditularkan
melalui
plasenta,
aspirasi atau
diperoleh
setelah
kelahiran
(Caserta, 2009).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi
kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia
pada umumnya, yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli,
Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
4. Patofisiologi
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut
juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate
menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan
memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab
terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi
antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif
banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen
yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel
dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan
fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui
udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga
membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar
masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan
manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial
oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi
perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.
5. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
a. Intrapartum pneumonia
1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. Intrapartum
pneumonia may be acquired via hematogenous or ascending transmission, or it may
result from aspiration of infected or contaminated maternal fluids or from mechanical
or ischemic disruption of a mucosal surface that has been freshly colonized with a
maternal organism of appropriate invasive potential and virulence.
2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi
dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan
iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif
organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. Infants who aspirate
proinflammatory foreign material, such as meconium or blood, may manifest
pulmonary signs immediately after or very shortly after birth.
3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan
tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
4) Infectious processes often have a honeymoon period of a few hours before sufficient
invasion, replication, and inflammatory response have occurred to cause clinical
signs.Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda
klinis.
b. Pneumonia pascalahirIntrapartum pneumonia is acquired during passage through the
birth canal.
1) Postnatal pneumonia in the first 24 hours of life originates after the infant has left the
birth canal.Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal
setelah bayi lahir.
2) Postnatal pneumonia may result from some of the same processes described above,
but infection occurs after the birth process.Pasca kelahiran radang paru-paru dapat
diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi
infeksi terjadi setelah proses kelahiran.
3) The frequent use of broad-spectrum antibiotics encountered in many obstetrical
services and neonatal intensive care units (NICUs) often results in predisposition of
an infant to colonization by resistant organisms of unusual pathogenicity.Yang sering
menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan
obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan
kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang
tidak biasa. Invasive therapies typically required in these infants often allow microbes
accelerated entry into deep structures that ordinarily are not easily accessible. Terapi
invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke
dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses.
4) Enteral feedings may result in aspiration events of significant inflammatory
potential.Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan
signifikan potensial. Indwelling feeding tubes may further predispose infants to
gastroesophageal reflux and other aspiration events. Selang makanan mungkin lebih
lanjut dapat mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.These
infants are often relatively asymptomatic at birth or manifest noninflammatory
pulmonary disease consistent with gestational age, but develop signs that progress
well after 24 hours.
6. Gejala Klinik
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
a. Tachypnea (respiratory rate >60/min) may be present.Tachypnea (laju pernafasan >60
kali/menit).
b. Expiratory grunting may occur. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
c. Accessory respiratory muscle recruitment, such as nasal flaring and retractions at
subcostal, intercostal, or suprasternal sites, may occur. Perekrutan otot aksesori
pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal, interkostal, atau situs
suprasternal, dapat terjadi.
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan kuantitas,
tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari serosanguineous untuk
penampilan yang lebih bernanah, White, yellow, green, or hemorrhagic colors and
creamy or chunky textures are not infrequent. putih, kuning, hijau, atau perdarahan
warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah,
atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang
paru-paru daripada individu yang lebih tua. If present, they may be caused by
noninflammatory processes, such as congestive heart failure, condensation from
humidified gas administered during mechanical ventilation, or endotracheal tube
displacement. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh proses menyebabkan
peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan
selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan. Although alternative
explanations are possible, these findings should prompt careful consideration of
pneumonia in the differential diagnosis. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin,
temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis
diferensial.
f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL atau
lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat seperti
radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural, hemoglobinopathy,
polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa parenkim terkait lainnya
penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
g. Rales, rhonchi, and cough are all observed much less frequently in infants with
pneumonia than in older individuals.Cyanosis of central tissues, such as the trunk,
implies a deoxyhemoglobin concentration of approximately 5 g/dL or more and is
consistent with severe derangement of gas exchange from severe pulmonary dysfunction
as in pneumonia, although congenital structural heart disease, hemoglobinopathy,
polycythemia, and pulmonary hypertension (with or without other associated
parenchymal lung disease) must be considered.Infants may have external staining or
discoloration of skin, hair, and nails with meconium, blood, or other materials when they
are present in the amniotic fluid.Increased respiratory support requirements such as
increased inhaled oxygen concentration, positive pressure ventilation, or continuous
positive airway pressure are commonly required before recovery begins.Peningkatan
pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi, ventilasi tekanan positif,
atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya diperlukan sebelum
pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang
menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi jalan
napas parsial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah,
segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau minum,
tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.
7. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi
paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial, inspirasi rales
dan terdapat penggunaan otot aksesori.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple
abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial),
penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan
diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.
4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi.
Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan antibiotika yang
tepat.
10. Therapy/Tindakan Penanganan
a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi
apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.
b. Terapi suportif umum:
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi
hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan
respiratory arrest.