LI pemicu 2

19
a. Rumusan masalah Ny. Wati 34 tahun mengalami bengkak kemerahan dan nyeri pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari kedua tangan sejak 8 bulan yang lalu disertai rasa sakit pada kedua pergelangan kaki dan lutut sejak 1 bulan lalu serta adanya penggunaan obat jangka panjang. b. Hipotesis Ny. Wati mengalami RA dengan diagnosis banding OA dan gout sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pertanyaan diskusi 1. Bagaimana etiologi bengkak dan nyeri? (1,6) 2. Jenis-jenis dan klasifikasi sendi? (2,7) 3. Mengapa kaku terjadi pada pagi hari dan membaik setelah 2 jam? (3,8,11) 4. Hubungan antara RA, OA, dan gout dengan riwayat kehamilan? (4,9) 5. Bagaimana pengaruh penggunaan obat jangka panjang pada kasus ini? (5, 10) 6. Hubungan usia, jenis kelamin dengan RA, OA dan gout. (6,11) 7. Hubungan RA dengan nafsu makan Ny. Wati. (7,12) 8. Bagaimana membedakan a. RA dengan OA ( 8,1) b. RA dengan Gout (9,2) c. OA dengan Gout (10,3) 9. Bagaimana tatalaksana farmako dan non farmako? (11,4) 10. Apa saja etiologi, epidemiologi, gejala kinis, pemeriksaan penunjang, patogenesis dan faktor predisposisi a. RA (12,5) b. OA (1, 6) c. Gout (2,7) 11. Kontraindikasi puyer bintang (3,8) 12. Bagaimana cara edukasi pasien?( 4,9,12) 13. Kriteria atau skoring RA. (5,10) Pregnancy alters the immune state, possibly contributing to a change in the course of rheumatoid arthritis (RA). [1, 2] For decades, the ameliorating effects of pregnancy on the disease activity in women with RA have been observed. In a prospective study from late pregnancy to 6 months postpartum in 140 women by Barrett et al, 63% of the patients reported improvement in disease activity at the third trimester, although only 16% were in remission. [3] 1

Transcript of LI pemicu 2

Page 1: LI pemicu 2

a. Rumusan masalahNy. Wati 34 tahun mengalami bengkak kemerahan dan nyeri pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari kedua tangan sejak 8 bulan yang lalu disertai rasa sakit pada kedua pergelangan kaki dan lutut sejak 1 bulan lalu serta adanya penggunaan obat jangka panjang.

b. HipotesisNy. Wati mengalami RA dengan diagnosis banding OA dan gout sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang.

Pertanyaan diskusi

1. Bagaimana etiologi bengkak dan nyeri? (1,6)2. Jenis-jenis dan klasifikasi sendi? (2,7)3. Mengapa kaku terjadi pada pagi hari dan membaik setelah 2 jam? (3,8,11)4. Hubungan antara RA, OA, dan gout dengan riwayat kehamilan? (4,9)5. Bagaimana pengaruh penggunaan obat jangka panjang pada kasus ini? (5, 10)6. Hubungan usia, jenis kelamin dengan RA, OA dan gout. (6,11)7. Hubungan RA dengan nafsu makan Ny. Wati. (7,12)8. Bagaimana membedakan

a. RA dengan OA ( 8,1)b. RA dengan Gout (9,2)c. OA dengan Gout (10,3)

9. Bagaimana tatalaksana farmako dan non farmako? (11,4)10. Apa saja etiologi, epidemiologi, gejala kinis, pemeriksaan penunjang, patogenesis dan faktor

predisposisi a. RA (12,5)b. OA (1, 6)c. Gout (2,7)

11. Kontraindikasi puyer bintang (3,8)12. Bagaimana cara edukasi pasien?( 4,9,12)13. Kriteria atau skoring RA. (5,10)

Pregnancy alters the immune state, possibly contributing to a change in the course of rheumatoid arthritis (RA).[1, 2] For decades, the ameliorating effects of pregnancy on the disease activity in women with RA have been observed.

In a prospective study from late pregnancy to 6 months postpartum in 140 women by Barrett et al, 63% of the patients reported improvement in disease activity at the third trimester, although only 16% were in remission.[3]

In a 2008 study, de Man et al reported that disease activity decreased during pregnancy but increased after delivery.[4] The investigators monitored 84 patients with RA for disease activity before conception; at each trimester of pregnancy, if possible; and at 6, 12, and 26 weeks postpartum. Among patients with at least moderate disease activity in the first trimester, at least 48% had a moderate response during pregnancy, whereas patients with low disease activity in the first trimester reported that their disease activity remained stable during pregnancy.[4] Thirty-nine percent of patients had at least 1 moderate flare postpartum.

No specific guidelines address obstetric monitoring in patients with RA. Because few available data suggest a significantly increased risk for preterm birth, preeclampsia, or fetal growth restriction, no special obstetric monitoring is indicated beyond what is performed for usual obstetric care.[5]

1

Page 2: LI pemicu 2

Go to Rheumatoid Arthritis for more complete information on this topic.

Possible causes for the effects of pregnancy on rheumatoid arthritis

The reasons behind the ameliorating effect of pregnancy on RA activity remain unknown, but various theories have been proposed. Nonetheless, no single mechanism satisfactorily explains the observed improvement, and multiple factors are probably responsible for the decreased disease severity.

Some of the proposed theories are as follows:

The effect of pregnancy on cell-mediated immunity (eg, decreased cell-mediated immunity, predominance of helper T-cell 2 [TH2] cytokine profile)[6]

Elevated levels of anti-inflammatory cytokines, such as interleukin-1 receptor antagonist (IL-1Ra) and soluble tumor necrosis factor-alpha receptors (sTNFRs), as well as down-regulation of Th1 cytokines during pregnancy[7]

The effect of hormonal changes during pregnancy (eg, increased cortisol, estrogen, and progestin levels)

The effect of pregnancy on humoral immunity (eg, a proportional decrease in immunoglobulin G lacking terminal galactose units, an elevated serum alpha-2 pregnancy-associated globulin [PAG] level)[8, 9, 10, 11]

Altered neutrophil function during pregnancy (eg, decreased neutrophil respiratory burst)[12,

13]

The degree of HLA disparity between the mother and the fetus (the less genetically similar the mother and fetus, the more likely the RA will remit)[14]

Possible causes for flare-ups during the postpartum period include the following:

A decrease in the anti-inflammatory steroid levels Elevated levels of prolactin (ie, proinflammatory hormone)[15]

Change in the neuroendocrine axis Change from a TH2 to a helper T-cell 1 cytokine profile

1) Gejala KlinisGejala klinis utama RA adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris. Pada tabel berikut ada susunan kriteria klasifikasi rheumatoid arthritis menurut ARA (American Rheumatism Association) 1987. Pasien dikatakan menderita RA jika memenuhi sekurang-kurangnya kriteri 1 sampai 4 yang diderita sekurang-kurangnya 6 minggu.

2

Page 3: LI pemicu 2

Manajemen medical dari RA meliputi lima pendekatan general. yang pertama adalah penggunaan dari obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan analgesic ringan untuk mengontrol tanda dan gejala dari proses inflamasi local. Agen ini efektif secara cepat mengurangi tanda dan gejala, tapi tampak menggunakan efek minimal pada perkembangan penyakit. Baru-baru ini, inhibitor specific dari isoform cyclooxygenase (COX) yang di atur pada situs inflamasi (COX-2) telah berkembang. Inhibitor COX, yang selektif menghambat COX-2 dan bukan COX-1, telah menunjukan keefektifannya sebagai obat NSAID classic, yang menghambat kedua isoform dari COX, tetapi secara significant menyebabkan pengurangan ulcerasi gastroduodenale. Walaupun agent ini berhubungan dalam meningkatkan resiko cardiovascular, dan maka dari itu penggunaannya harus

3

No Kriteria Definisi1

2

3

4

5

6

7

Kaku pagi hari

Arthritis pada 3 daerah persendian atau lebih

Arthritis pada persendian tangan

Arthritis simetris

Nodul rheumatoid

Faktor rheumatoid serum positif

Perubahan gambaran radiologis

Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya tiga sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter.Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera di atasKeterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris).Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter.Terdapatnya titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi RA pada pemeriksaan sinar-X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

Page 4: LI pemicu 2

disertai dengan penilaian terhadap rasio. Lini kedua yang penting juga dalam terapi ini adalah pengguanaan glukokortikoid oral dosis rendah. Meskipun glukokortikoid dosis rendah digunakan sebagai supressan yang luas terhadap tanda dan gejala inflamasi, kejadian terbaru mengindikasikan obat ini dapat menghambat perkembangan dari erosi tulang. Sebagai tambahan, pengguanaan glukokortikoid rendah meningkatkan efek anti-inflamasi seperti methotrexate untuk memberikan efek protective terhadap kerusakan tulang. Rangkaian inisial dari glukokortikoid dosis rendah harus disadari oleh pasien baik yang digunakan sendiri maupun yang di gunakan bersama disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARDs). Glukokortoid intraatrikular sering dapat meringankan sytomatic transien ketika terapi medical systemic gagal mengatasi inflamasi. Lini ketiga merupakan obat DMARDs. Agent ini tampaknya mempunyai kemampuan menurunkan level elevasi dari fase akut reaktan dalam menyembuhkan pasien dan, maka dari itu terfikir untuk memodifikasi komponen inflamasi dari RA dan kemampuan destruktifnya. Agent ini meliputi methotrexate, sulfasalazin, hydroksikloroquin, gold salt, atau D-penicillamine. Kombinasi penggunaan DMARDs tampaknya lebih efektif daripada agent tunggal dalam mengontrol tanda dan gejala RA. Group keempat adalah agent biologis yang termasuk TNG-neutralizing agent (infliximab, etarnecept, dan adalimumab), IL-1-neutralizing agents (anakinra), yang mendeplesikan sel B (rituximab), dan yang mengintervensi aktivasi sel T (abatacept). Agent-agent ini telah menunjukan efek mayor terhadap tanda dan gejala dari RA dan memperlambat kerusakan struktur artrikular. Group yang kelima adalah agent imunosuppresiven dan obat cytotoksik termasuk leflunomide,cyclosporine, azthiopprine, dan cyclophospanamide yang telah menunjukan dapat meringakan proses penyakit pada pasien. Pendekatan tambahan telah berkembang dalam usaha mengontrol tanda dan gejala dari RA. Substitusi omega -3 asam lemak seperti asam eicosapentaenoic yang ditemukan pada lemak ikan tertentu untuk diet omega-6 essensial asam lemak yang ditemukan pada daging dapat mmeperbaiki gejala pasien dengan RA. Berbagai pendekatan nontraditional juga efektif dalam terapi RA, temasuk diet, ekstrak tumbuhan dan binatang, vaksin, hormone, dan berbagai persiapan topical. Kebanyakan dari ini mahal dan tidak menujukan keefektifannya. Namun, ada beberapa pasien yang tetap menggunakannya.

2. Gout DiseaseGout adalah penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat

pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi arthritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Ganggan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0mg/dl.1) Patologi

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat. Reaksi inflamasi di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel mononuklear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofi. Kristal dalam tofi berbentuk jarum dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.

Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout akut, cairan sendi juga mengandung kristal monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi sendi yang

4

Page 5: LI pemicu 2

diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal di dalam leukosit. Hal ini disebabkan karena ada proses fagositosis.

2) Manifestasi klinik Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi.2.2.1 Stadium Artritis Gout Akut

Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang tersering adalah MTP-1 yang biasa disebut podagra.

Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauta lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi , pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat.

2.2.2 Stadium interkritikalMerupakan kelanjutan stadiun akut dimana terjadi periode

interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan

kristal urat. Hal ini menunjukkan proses peradangan tetap berlanjut.2.2.3 Stadium Artritis Gout Menahun

Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapt timbul infeksi sekunder. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.

3) DiagnosisDengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua pasien memiliki tofi, sehingga tes diagnostik ini kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis:1) Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1;2) Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom;3) Resolusi sinofitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin;4) Hiperurisemia.

4) Penatalaksanaan artritis goutSecara umum penanganan artritis gout adalah dengan memberikan

edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan artritis gout akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, OAINS, kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin diberikan obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg. OAINS dapat pula diberikan, dosis tergantung dari jenis OAINs yang dipakai, selain efek anti inflamaasi, obat ini juga berefek analgetik. Jenis OAINS yang banyak dipakai pada artritis gout adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan bila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra

5

Page 6: LI pemicu 2

indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan secara oral atau parenteral.

3. OsteoarthritisPenyakit sendi degeneratif, bagian dari proses penuaan dan merupakan

penyebab penting cacat fisik pada orang berusia 65 tahun. Penyakit ini bersifat destruktif progresif yang lambat pada sendi yang menopang berat badan dan pada jari-jari dan bersifat arthritis yang noninflamantory.

Gambaran mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi tulang rawan sendi. Kebanyakan terjadi tanpa faktor predisposisi yang jelas = osteoarthritis primer. Osteoarthritis sekunder = perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolik tertentu, seperti hemakromatosis dan diabetes mellitus.1) Pathogenesis

Tulang rawan sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung-ujung tulang untuk melaksanakan dua fungsi (1) menjamin yang hampir tanpa gesekan didalam sendi->cairan synovium, (2) menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sedemikian sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastik dan memiliki daya regang yang tinggi. Kedua ciri ini dihasilkan oleh dua komponen utama tulang rawan kolagen tipe II dan proteoglikan.

Ostoarthritis terjadi karena ketidakseimbangan kondrosit dalam memelihara dan menguraikan matriks tulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi osteoarthritis adalah:1) Efek penuaan dan efek mekanis2) Faktor genetik, terutama pada kasus yang mengenasi tangan dan panggul3) Osteoarthritis meningkat setara dengan densitas tulang, dan kadar

estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko.

Osteoarthritis ditandai dengan:1) Tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan

kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibanding dengan tulang rawan sehat.

2) Perlemahan jaringan kolagen-> penurunan sintesis lokal kolagen tipe II dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada.

3) IL-1, TNF, nitrat oksida meningkat4) Apoptosis meningkat-> penurunan jumlah kondrosit

Perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan kelenturan tulang rawan sendi.

2) Gambaran klinis1) Gejala dan tandanya muncul perlahan dan biasanya mengenai hanya satu

atau beberapa sendi.2) Sendi yang sering terkena adalah lutut, panggul, vertebral lumbar bawah

dan servikalis, sendi antarphalang distal jari tangan, sendi karpometakarpal pertama, senditarsometatarsal pertama.

3) Komplikasi : kaku sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pagi hari. Pemakaian sendi yang berulang-ulang cenderung menambah nyeri. Krepitus, sendi agak membengkak, mungkin terbentuk efusi yang ringan

4) Seiring dengan waktu bisa terjadi deformitas3) Penyuntikan Intraartikular pada Osteoarthritis

6

Page 7: LI pemicu 2

Selama inflamasi pada synovial merupakan penyebab utama nyeri pada pasien OA, pengobatan local anti-inflamantory secara intraartikular dapat efektif dalam memperbaiki nyeri, walaupun hanya sementara. Penyuntikan glukokortikoid memberikan kemanjuran, dan bekerja lebih baik daripada penyuntikan placebo yang hanya 1-2 minggu. Hal inilah yang mungkin menyebabkan penyakit tetap berjalan secara mekanik, dan ketika seseorang mulai menggunakan sendinya, faktor yang menginduksi nyeri akan kembali.

Penyuntikan glukokortikoid sangat berguna bagi pasien yang menderita nyeri akut dan mungkin terutama untuk pasien yang menderita OA dan penyakit penumpukan Kristal, terutama dari kristal kalsium pyrophosphate dehydrate.

Asam hyaluronat dapat memberikan pengobatan terhadap gejala OA pada lutut dan panggul, tetapi ada kontroversi bahwa keefektifannya dibanding placebo.

4. Obat Analgesik (Puyer Bintang 7)Obat puyer bintang ’toedjoe’ banyak dipakai oleh masyarakat dulu dan sekarang.

Obat ini merupakan obat analgesik (bersifat meredakan nyeri). Komposisi bahan yang terdapat pada obat ini adalah Acidum Acetylsalicylicum 50 mg, Acetaminophenum 275 mg, Coffeinum 50 mg di dalam tiap 1 gram obat. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu dalam bentuk serbuk (puyer).9.1 Asam Aseti Salisilat

Obat yang dikenal sebagai asetosal atau aspirin ini adalah obat analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Asam salisilat sangat iritatif.9.1.1 Farmakokinetik

Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kecepatan absorpsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.

Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira-kira 80-90% salisilat plasma terikat degan albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, namun terutama di mikrosom dan mitokondria hati.

9.1.2 Efek SampingObat jenis ini sering digunakan untuk mengobati keluhan-keluhan

ringan dan karena itu sering terjadi penyalahgunaan obat jenis ini. Keracunan umumnya ringan namun dapat mencapai kematian jika keracunan berat.

Efek samping lain yang dapat terjadi oleh pemakaian asam asetil salisilat dalam pemakaian dosis tinggi selain pada saluran cerna adalah nyeri kepala, pusing, tinitus, gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk, banyak keringat, haus, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Pada pemberian dengan dosis toksik obat antiinflamasi ini dapat menyebabkan hepatitis fulminans.

7

Page 8: LI pemicu 2

Obat ini juga dapat menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan pada orang sehat. Pada beberapa kasus, pemberian aspirin pada anak-anak dapat menyebabkan sindromReye.

9.2 AcetaminofenAsetaminofen adalah obat derivat para amino fenol bersama dengan

fenasetin. Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Saat ini yang lebih sering digunakan adalah asetaminofen daripada fenasetin. Hal ini dikarenakan sifat fenasetin yang menyebabkan analgesik nefropati, anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen juga dikenal dengan nama parasetamol dan tersedia sebagai obat bebas. Perlu diperhatikan bahwa takaran berlebihan dapat berakibat fatal terhadap kerusakan hati. Dan yang penting diketahui bahwa efek anti-inflamasi dari asetaminofen hampir tidak ada.9.2.1 Farmakokinetik

Asetaminofen diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% asetaminofen terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit dari hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

9.2.2 Efek SampingManifestasi dari reaksi alergi terhadap obat ini adalah eritema atau

urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgB) asetaminofen. Anoreksia, mual, muntah dan sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selam seminggu atau lebih. Gangguan hepar juga dapat terlihat dengan peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian.

Masa paruh lebih dari 4 jam dapat menjadi petunjuk terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam dapat memprediksi akan terjadinya koma hepatik. Kerusakan hati tidak hanya disebabkan oleh asetaminofen saja. Faktor-faktor lain juga turut memperparah efek toksisitasnya, misalnya radikal bebas yang sangat reaktif berikatan dengan makromolekul sel hati, pasien yang juga mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis.

9.3 KafeinKafein adalah derivat xantin bersama dengan teofilin dan teobromin.

Ketiganya adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffee, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein

8

Page 9: LI pemicu 2

dan teofilin, cocao yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin. Kafein berefek stimulasi.9.3.1 Farmakokinetik

Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal, atau parenteral. Sediaan cair atau tablet akan diabsorpsi secara lengkap. Dalam keadaan perut kosong, sediaan teofilin bentuk cair atau tablet tidak bersalut dapat menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 2 jam, sedangkan kafein dalam waktu 1 jam. Jika ada makanan akan memperlambat penyerapan obat ini. Pada ibu yang mengandung metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Volume distribusi kafein dan teofilin adalah antara 400-600 ml/kg dan pada bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Eliminasi metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati. Sebagian besar diekskresi bersam urin dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin. Kurang dari 20% teofilin dan 5% kafein akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh. Waktu paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan menjadi 2 kali lipat pada wanita hamil tua atau wanita yang menggunakan pil kontrasepsi jangka panjang. Pada bayi prematur kecepatan eliminasi teofilin dan kafein sangat menurun, waktu paruh kafein rata-rata 50 jam, sedangkan teofilin antara 20-36 jam.

9.3.2 Efek SampingPada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi.

Gejala yang biasa paling mencolok pada penggunaan dosis tinggi adalah muntah dan kejang. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat berkembangmenjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan ekstrasistol, sedangkan pernapasan menjadi lebih cepat. Kadar kafein dalam darah pasca kematian ditemukan antara 80 µg/ml sampai lebih dari 1 mg/ml.

Berikut cara membedakan RA, gout, osteoarthritis, dan osteosarkoma.9.4 Rheumatoid Arthritis

Berikut gejala klinis RA9.4.1 Kaku pagi hari

Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling sedikit selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.

9.4.2 Arthritis pada 3 persendian atau lebih.Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukan pembengkakan jaringan lunak atau efusi yang diobservasi oleh seorang dokter.

9.4.3 Arthritis pada persendian tangan.Paling sedikit ada satu pembengkakan pada sendi.

9.4.4 Arthritis yang simetrik.Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara bersamaan.

9.4.5 Nodul reumatoidAdanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang, permukaan ekstensor atau daerah juxtaarticular yang diobservasi oleh seorang dokter.

9.4.6 Faktor reumatoid serum positifAdanya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan metode apapun, yang memberikan hasil positif < 5% pada kontrol subjek normal.

9.4.7 Perubahan gambaran radiologis.

9

Page 10: LI pemicu 2

Terdapat gambaran radiologis yang khas untukarthritis reumatoid pada foto posterioranterior tangan dan pergelangan tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi tulang yang terdapat pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

9.5 Osteoarthritis9.5.1 Hambatan gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini. Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja)

9.5.2 KrepitasiGejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada

awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambahnya berat penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakan atau secara pasif di manipulasi.

9.5.3 Pembengkakan sendi yang sering kali asimetris.Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi

yang biasanya tak banyak (<100cc). Sebab lain karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.

9.5.4 Tanda-tanda peradanganTanda-tanda adanya peradangan sendi mungkin ditemukan pada OA

karena adanya Sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, sering kali dijumpai pada lutut, pergelanga kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.

9.5.5 Perubahan bentuk sendi yang permanen.Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.

9.5.6 Perubahan gaya berjalan.Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyer karena menjadi

tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi pada OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoarthritis juga menimbulkan gangguan fungsi.

9.6 GoutDengan menemukan kristal urat pada tofi merupkan diagnosis

spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostik ini kurang sensitif. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan dibawah ini dapat dipakai untuk menegakan diagnosis:1) Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus pada sendi

MTP-1.2) Diikuti oleh stadium interkritik di mana bebas siptom.3) Resolusi sinoviis yang cepat dengan pengobatan kolkisin.4) Hiperurisemia.

10

Page 11: LI pemicu 2

9.7 Pemeriksaan LaboratoriumBerikut pemeriksaaan laboratorium yang biasa digunakan untuk mendiagnosis RA9.7.1 Pemeriksaan cairan synovial

a. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih. b.Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%). c. Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.

9.7.2 Pemeriksaan kadar sero-imunologi a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis. b. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.

9.7.3 Pemeriksaan darah tepi a.Leukosit : normal atau meningkat sedikit b.Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis. c. Trombosit meningkat. d. Kadar albumin serum turun dan globulin naik. e. Protein C-reaktif biasanya positif. f. LED meningkat.

9.7.4 ANA testSistem imun membuat begitu banyak protein yang

disebut antibodi. Antibodi dibuat oleh sel darah merah dan mereka mengenal dan melawan organisem infeksius di dalam tubuh. Terkadang antibodi ini membuat kesalahan, mengidentifikasi protein normal, protein alami dalanm tubuh kita sebagai benda asing dan berbahaya. Antibodi yang targetnya adalah protein normal di dalam nukleus sel disebut antinuclear antibodi (ANA). ANA dapat memberikan sinyal kepada tubuh untuk menyerang tubuhnya sendiri di mana hal ini akan memicu terjadinya penyakit autoimun, seperti lupus, scleroderma, Sjögren’s syndrome, polymyositis/dermatomyositis, mixed connective tissue disease, drug induced lupus, and autoimmune‐ hepatitis. ANA positif bisa juga menunjukkan penyakit juvenil arthritis.

Beberapa fakta mengenai ANA sebagai berikut: (1) tes ANA positif berarti terdapat autoantibodi, (2) Tes ANA positif tidak mengindikasikan keberadaan penyakit autoimun atau kebutuhan untuk di terapi, (3) penyakit autoimun dapat diterapi.

Kebanyakan dari manusia mempunyai autoantibodi, namun dalam jumlah yang sedikit. Keberadaan autoantibodi dalam jumlah yang besar di dalam tubuh mengindikasikan adanya penyakit autoimun.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk tes ANA. Salah satu metodenya adalah Fluorescent Antinuclear Antibody Test or FANA.

11

Page 12: LI pemicu 2

Tes ini yaitu untuk melihat fluoroescent labeled antibodi pada kaca objek di bawah microscope dan menentukan pola dan intensitas fluorescence. Sensitivitas dan kesederhanaan tes ANA ini membuatnya populer digunakan untuk skrining lupus secara khusus.

Hasil tes FANA dilaporkan di titer dan pola yang dibuat oleh antibodi contohnya homogen, bercak/bintik, sentromer, dan lain-lain. Pembacaan titer ini ditentukan dengan menambhakan saline (air garam) ke dalam bagian cairan darah manusia. Contohnya 1 bagian darah dicampur dengan 40 bagian saline untuk menghasilkan dilusi 1:40. Dilusi kemudian melalui langkah tambahan., membuat di tabung 1:80, 1:160, 1:320, dan 1:640 dilusi, berturut-turut. Masing-masing laboratorium memiliki standar positif yang berbeda, misalnya beberapa laboratorium akan melaporkan titer yang di atas 1:160 adalah positif. Dokter Anda akan menginterpretasi hasil ANA berdasarkan riwayat klinis.

ANA negatif berarti tidak ada autoantibodi di dalam tubuh Anda. Namun, hasil ANA yang positif tidak mengindikasikan penyakit autoimun. Mengapa? Prevalensi ANA di tubuh individu yang normal adalah sekitar 3-15%. Produksi autoantibodi ini sangat bergantung pada usia, peningkatan hingga 10-37% pada orang sehat berusia di atas 65 tahun. Bahkan individu sehat dengan terinfeksi virus dapat menunjukkan hasil ANA positif, walaupun dalam waktu singkat. Pengobatan juga dapat menyebabkan ANA positif.

Pengubahan Gaya Hidup

1) Istirahat dan latihan : Orang dengan RA membutuhkan istirahat dan latihan dalam jumlah yang seimbang, dengan istirahat lebih ketika RA aktif dan banyak latihan ketika RA tidak aktif. Istirahat berguna untuk meredakan inflamasi dan melawan kelelahan. Lama istirahat dianjurkan tidak terlalu lama.

Latihan berguna untuk menjaga kesehatan dan kekuatan otot, menjaga mobilitas sendi dan juga fleksibilitas. Latihan juga dapat membantu pasien tidur nyenyak, mengurangi rasa nyeri, dan menjaga keoptimisan dan menurunkan berat badan.

2) Perawatan sendi : Beberapa orang menggunakan splint untuk waktu yang singkat di sekitar sendi yang nyeri dengan mendukung sendi tersebut dan membiarkannya istirahat. Splint banyak digunakan di daerah pergelangan tangan dan tangan, akan tetapi ada juga di bagian lutut dan pergelangan kaki. Cara untuk mereduksi stress di sendi termasuk alat bantu mandiri (penarik resleting, dll)) alat bantu naik dan turun dari kursi, tempat duduk toilet, dan kasur.

3) Reduksi stres : Orang dengan RA biasanya mengalami stres emosional seperti pada penyakit lainnya. Emosi yang mereka rasakan karena ketakutan, kemarahan, dan frustasi terhadap penyakit yang dideritanya ditambah dengan kecacatan yang dia derita. Stres akan berpengaruh pada rasa nyeri atau sakit yang dirasakan. Berbagai teknik dilakukan untuk mengatasi stress ini, misalnya relaksasi, distraksi, dan latihan visualisasi. Partisipasi di kelompok pendukung, komunikasi yang baik dapat mengurangi stress.

12

Page 13: LI pemicu 2

4) Diet sehat : Sejauh ini peneliti belum menemukan kejadian untuk makanan yang dapat membantu atau memperparah kondisi RA ini, kecuali pada beberapa tipe minyak. Akan tetapi, asupan makanan yang cukup (meliputi kalori, protein, dan kalsium) ini penting. Beberapa pasien dengan obat tertentu untuk RA dilarang mengkonsumsi alkohol, seperti methrotexat yang berefek jangka panjang pada kerusakan hati.

5) Cuaca/Iklim : Beberapa orang menyadari RA makin parah bila terjadi perubahan iklim atau cuaca. Akan tetapi efek cuaca terhadap kondisi RA belum diteliti secara spesifik. Pindah ke tempat dengan iklim yang berbeda dalam jangka waku yang lama tidak berpengaruh banyak pada kondisi RA.

Latihan rutin untuk menjaga mobilitas sendi dan memperkuat otot di sekitar sendi. Latihan seperti berenang bermanfaat karena tekanan pada sendi sangat minim

Splinting/Pembelatan berguna untuk mengurangu reaksi inflamasi dan menjaga bentuk sendi

Alat-alat seperti tongkat, toilet seat raisers, jar grippers dapat membantu aktivitas sehari-hari

Kompres dingin dan panas dapat meringankan gejala setelah latihan Yang terakhir, pengontrolan keadaan emosi pasien sangat dibutuhkan dalam proses

penyembuhan reumatoid artritis dan juga dukungan dari keluarga dan sahabat

1. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi nonsteroid, dan

obat gangguan sendi lainnya. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth.

Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p. 230-9.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Interna Publishing.

3. Fauci, Anthony S and Dennis S Kasper et all. 2008. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. United State of America: McGraw-hill’s Acces Medicine.

4. FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

13