LeptoSpirosIs

38
LEPTOSPIROSIS Oleh : Erwin Budi Cahyono, dr Spesialis Penyakit Dalam FK UNISSULA

description

leptospirosis

Transcript of LeptoSpirosIs

LEPTOSPIROSIS

Oleh :Erwin Budi Cahyono, dr

Spesialis Penyakit DalamFK UNISSULA

Pendahuluan

• Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan (zoonosis).

• Leptospirosis masuk kelompok “Emerging Infectious Diseases”.

• Penyakit ini disebabkan oleh Leptospira interrogans, kuman aerob (termasuk gol. spirochaeta) yang berbentuk spiral dan bergerak aktif.

• Di daerah beriklim tropik dan subtropik, seroprevalensi antibodi terhadap Leptospira berkisar antara 20-40%.

MikrobiologiOrganisme penyebab: Leptospira

Suatu spirochaeta yg bersifat aerobik, selalu bergerak, mirip spiral dg ujung berkait

Ukuran Ø 0,1 um, length 6 – 20 um.

Bersifat patogen thd berbagai binatang liar & jinak seperti tikus, anjing, kucing dsb

Genus Leptospira: 2 spesies

Leptospira interrogans (patogen)Leptospira biflexa (saprofit)

24 serogrup & > 250 serovar

Kasus & kematian akibat Leptospira 2002-2008 (s/d Mei 2008)

3

38 37

19

31

8

69

1

12 103

81 5

01020304050607080

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

0

5

10

15

20052006

2007

2005 3 2 3 3 7 1 0 0 0 0 0 0

2006 4 13 2 1 1 2 0 2 1 0 1 4

2007 2 2 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0

Jan Peb Mrt Aprl Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Kasus menurut bulan

Problema Leptospirosis di Semarang / Indonesia

Leptospirosis endemis di Semarang / Indonesia Belum diketahui “insidens yang tepat” leptospirosis, krn laporan umumnya berasal dari RS-RS saja

Setiap tahun, > 50 pasien dewasa leptospirosis berat dirawat di RS-RS Semarang

Angka kematian leptospirosis berat masih tinggi meskipun telah mendapat terapi di RS (15-30%)

Sebagian besar kasus tsb datang terlambat di RS

Sebagian besar pasien sosial ekonomi rendah

Problema Leptospirosis di Semarang / Indonesia Leptospirosis terutama yang non-ikterik / ringan umumnya underdiagnosis or didiagnosis keliru sbg. penyakit demam lain shg tidak dilaporkan (underreported)

Laboratorium untuk diagnosis tidak tersedia luas - Pasteur Institute (Bandung) sejak jaman Belanda ditutup tahun 1996 - Lab Veteriner Bogor sbg satu-satunya lab untuk MAT untuk hewan - RS. Dr. Kariadi sbg “Lab referensi” sejak 2003

Faktor lingkungan harus dicurigai sbg faktor risiko untuk infeksi leptospirosis di Semarang (daerah rawan banjir, populasi tikus yg tinggi dsb)

Serovars / strains Leptospira

Lebih dari 250 serovar telah diidentifikasi di dunia

Sebagian serovar / strain diberi nama Indonesia (nama orang, kota dsb) seperti:

sarmin, salinem, paidjan, sentot

hardjoprajitno, rachmat, djasiman

medanensis, samaranga, bataviae,

javanica, bindjei, bangkinang etc.

Manifestasi Klinik

• Umumnya bervariasi, mulai dari infeksi subklinik, demam anikterik yang ringan seperti influenza sampai dengan yang berat dan berpotensi fatal yaitu penyakit Weil.

• Karena variasi kliniknya yang luas, penyakit ini bisa mirip dengan infeksi dengue, malaria ringan atau berat, demam tifoid, hepatitis virus, infeksi hanta virus, sepsis atau penyakit demam lain.

• Leptospirosis pada manusia selalu dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi Leptospira seperti riwayat pekerjaan tertentu (petani, pekerja rumah pemotongan hewan, peternak, pembersih selokan, personel militer, penebang kayu hutan), adanya kontak dengan hewan, aktifitas rekreasi (berenang dalam air tawar/danau), serta faktor-faktor lingkungan (pasca banjir).

• Pemeriksaan laboratorium memegang peran penting untuk konfirmasi diagnosis.

EPIDEMIOLOGY: penularan & faktor risiko (1)

Transmisi infeksi dari binatang kepada manusia Kuman Leptospira dikeluarkan melalui urin binatang

yang sakit / pembawa (carrier) ke lingkungan

Urin yang mengandung Leptospira

mengkontaminasi air & tanah lalu

masuk ke dalam tubuh manusia

melalui kulit yang lecet/luka atau

selaput lendir / mukosa

Untuk bisa hidup secara optimal di lingkungan, Leptospira memerlukan suasana iklim yang hangat dan lembab

EPIDEMIOLOGI: penularan & faktor risiko (2)

Faktor-faktor risiko penularan leptospirosis

Berjalan di dalam genangan air atau banjir Tinggal di daerah rawan banjir Higiene perorangan yang jelek Adanya luka atau kulit yang pecah-pecah Banyak tikus disekitar rumah Rekreasi atau olah raga air (berenang, ski,

kano, triathlon/tri lomba juang) Pekerjaan tertentu

Gambaran Klinik

• Masa inkubasi pada manusia berkisar antara 2-30 hari, rata-rata 10 hari.

• Untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya, dibagi menjadi :

- Leptospirosis anikterik (non-ikterik) : 85-90%

- Leptospirosis ikterik : 5-15%

Leptospirosis anikterik

• Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala, menggigil, dan mialgia. Dapat disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase (CPK) pada sebagian besar kasus akan meningkat. Mual, muntah dan anoreksia juga dikeluhkan pada sebagian besar pasien.

• Pemeriksaan fisik: conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis (muskulus gastrocnemius). Limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash makulopapular bisa ditemukan meskipun jarang.

• Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.• Kelainan nyeri kepala dapat menjadi petunjuk

adanya meningitis aseptik.

Conjunctivalsuffusion

• Tes torniket dapat positif sehingga pasien leptospirosis anikterik pada awalnya didiagnosis infeksi dengue.

• Terdapat dua fase yaitu fase leptospiremia (3-7 hari) dan fase imun (3-30 hari).

• Diagnosis banding leptospirosis anikterik:

influenza, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi mononukleosis, demam tifoid, bruselosis, riketsiosis dan malaria.

Leptospirosis ikterik

• Ikterus, gagal ginjal akut, dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.

• Berat ringannya ikterus tidak mempunyai nilai prognostik.

• Bilirubin meningkat, sedangkan transaminase serum meningkat sedikit, dan fungsi hati akan pulih menjadi normal setelah pasien sembuh.

• Trombositopenia dan hipoprotrombinemia ditemukan.

• Batuk, nyeri dada, hemoptisis hingga ARDS.

• Miokarditis, gagal jantung kongestif, dan gangguan irama jantung (blok atrioventrikuler derajat I, atrium fibrilasi).

• Komplikasi lain: rhabdomyolisis, thrombotic thrombocytopenic purpura, kolesistitis akut tanpa batu, stenosis aorta, artritis reaktif, eritema nodusum, epididimitis, arteritis serebral, dan sindroma Guillain-Barre.

• Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis:oliguri, hiperkalemia, ronki basah di paru, sepsis, kelainan EKG (repolarisasi), dan adanya infiltrat paru serta beratnya manifestasi perdarahan.

• Malaria falciparum berat

• Demam tifoid berat dengan komplikasi

• Demam berdarah dengan gagal ginjal (hantavirus)

• Demam berdarah berat karena virus lain

Leptospirosis berat/ikterikdiagnosis banding

Diagnosis Klinik

• Menurut The Center for Disease Control of Leptospirosis Report, diagnosis leptospirosis adalah sebagai berikut:- Diagnosis definitif dapat ditegakkan dengan ditemukannya Leptospira dari spesimen apapun (darah, jaringan/cairan tubuh) atau adanya gejala klinik leptospirosis didukung oleh pemeriksaan serologik yang positif.- Diagnosis presumtif bila sesuai dengan kriteria diagnostik leptospirosis yang direkomendasikan oleh WHO lihat skor Faine 1982.

A. Apakah penderita Jawab Nilai

Sakit kepala mendadakConjunctival suffusionDemamDemam lebih dari 38oCMeningismusMeningismus, nyeri otot, conjunctival suffusion bersama-samaIkterikAlbuminuria atau azotemia

Ya/tidakYa/tidakYa/tidakYa/tidakYa/tidakYa/tidakYa/tidakYa/tidak

2/04/02/02/04/010/01/02/0

B. Faktor-faktor epidemiologik

Riwayat kontak dengan binatang pembawa Leptospira, pergi ke hutan, rekreasi, tempat kerja, diduga atau diketahui kontak dengan air yang terkontaminasi

Ya/tidak 10/0

C. Hasil laboratorium pemeriksaan serologik

Serologik (+) dan daerah endemikSerum tunggal (+), titer rendahSerum tunggal (+), titer tinggiSerum sepasang (+), titer meningkatSerologik (+) dan bukan daerah endemikSerum tunggal (+), titer rendahSerum tunggal (+), titer tinggiSerum sepasang (+), titer meningkat

Ya/tidakYa/tidakYa/tidak

Ya/tidakYa/tidakYa/tidak

2/010/025/0

5/015/025/0

• Berdasarkan kriteria skor Faine, leptospirosis dapat ditegakkan jika :

- Presumtive leptospirosis,

bila A atau A+B > 26 atau A+B+C > 25

- Sugestive leptospirosis,

bila A+B antara 20-25

DIAGNOSIS LABORATORIUM

• Deteksi bakteri Leptospira:

Mikroskopis & Kultur

• Deteksi antibodi terhadap Leptospira:

Rapid test, Microscopic agglutination test (MAT), Enzyme-link immunosorbent assay (ELISA)

Deteksi Leptospira

Mikroskopis: Dengan mikroskop medan gelap / fase kontras:

■ tidak sensitif. Perlu konsentrasi leptospira yang tinggi ( 105 leptospira/

ml)

■ positif palsu.

Dark field microscopy (200X)

Diagnosis Laboratorium

• Terutama didasarkan atas pemeriksaan serologik adalah:Microscopic agglutination test (MAT),Enzyme linked immune sorbent assay (ELISA),Immuno-fluorescent antibody (IFA).

• Pemeriksaan MAT sering digunakan sebagai gold-standard, mendeteksi antibodi pada tingkat serovar sehingga dapat untuk mengidentifikasi strain Leptospira pada manusia atau hewan, dikatakan positif jika terjadi serokonversi berupa kenaikan titer 4 kali atau 1:320 dengan satu atau lebih antigen tanpa kenaikan titer (untuk daerah non-endemik digunakan nilai 1:160).

• Pengambilan serum I saat fase leptospiremia; serum II 1-2 minggu sesudahnya.

Microscopic Agglutination Test (MAT)

• Serum penderita diencerkan serial dicampur dengan antigen-antigen leptospira hidup dan dilihat reaksi aglutinasi.

• End-point : titer serum yg menunjukkan 50% leptospira aglutinasi.

• Deteksi antibodi pada level serogrup → serovar.• Sensitif & spesifitas tinggi→ gold standard • Mikros. Medan gelap• Waktu : 4 jam

Hasil MAT

• Pemeriksaan molekuler telah dikembangkan dalam diagnosis penyakit leptospirosis. DNA Leptospira telah dapat dideteksi dari spesimen klinik dengan metode dot-blotting dan in situ hybridization (FISH).

• Tes diagnostik cepat untuk leptospirosis :Dipstick assay, lateral-flow assay, dan latex based agglutination test/LEPTO Dri Dot.

• LEPTO Dri Dot, mendeteksi Leptospira-specific IgM. Cara kerja: serum pasien diteteskan pada sebuah kartu aglutinasi, kemudian reagen pendeteksi dicampurkan dengan menggunakan spatula plastik sekali pakai. Hasil dibaca setelah 30 detik dan tes ini dinyatakan positif jika terjadi aglutinasi.

Penatalaksanaan

• Pada leptospirosis ringan :- Antipiretik- Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat (tinggi kalori; protein diberikan 0,2-0,5 g/kgBB/hari yang mengandung asam amino essensial.- Antibiotika-antileptospira: Penicillin, tetrasiklin, doksisiklin, sefalosporin.Penicillin diberikan dalam dosis 2-8 juta unit, selama 5-10 hari.- Penanganan komplikasi : pengawasan terhadap fungsi ginjal.

• Pada leptospirosis berat :- Antipiretik- Nutrisi dan cairan- Antibiotika-antileptospira- Penanganan gagal ginjal Tanda klinik yang dijumpai adalah oliguria akibat kelainan Acute Tubular Necrosis. Komplikasi yang dapat timbul: hiperkalemia, pe ureum dan kreatinin yang progresif, bila berlangsung lama terapi dialisis.- Pengobatan terhadap infeksi sekunder Beberapa infeksi sekunder akibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik: bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis, dan sepsis.- Bila ada tanda-tanda perdarahan, dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan faal koagulasi. Diberikan transfusi darah (plasma, sel darah, faktor pembekuan) tergantung dari etiologi perdarahannya.

Pengendalian Leptospirosis di Masyarakat

• Pencegahan primer: mengendalikan agar tidak terjadi kontak leptospira pada manusia, yang meliputi:1. Pencegahan hubungan dengan air/tanah yang terkontaminasi2. Melindungi sanitasi air minum penduduk3. Pemberian vaksinasi4. Pencegahan dengan antibiotik5. Pengendalian hospes perantara Leptospira6. Usaha-usaha promotif: edukasi/penyuluhan baik pada petani peternak maupun masyarakat umum

• Pencegahan sekunderDiberikan Penicillin G, dosis 600.000 unit setiap 4 jam, pada hari ke-1 sampai dengan H+3 setelah onset. Pemberian Penicillin pada hari keempat dan seterusnya kurang bermanfaat, bahkan bila diberikan setelah H+7 sudah tidak bermanfaat.Tetrasiklin diberikan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 6 hari.Eritromisin diberikan dosis 250 mg tiap 6 jam selama 6 hari.Pemberian antipiretik-analgetik, dan penanganan lainnya agar terhindar dari komplikasi.