LAP.waxing JADI
-
Upload
wahyuningsih -
Category
Documents
-
view
1.311 -
download
3
Transcript of LAP.waxing JADI
PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR DENGAN METODE PELILINAN (WAXING)
Wahyuningsih (A1D006008)1
Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, FP UNSOED
ABSTRACTPelilinan merupakan salah satu cara penyimpanan buah dan sayur dengan tujuan untuk memperpanjang daya simpan produk dengan menghambat aktivitas terutama respirasi dan transpirasi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelilinan (waxing) terhadap umur simpan dan kualitas sensoris pada buah anggur, apel, jeruk, tomat, dan stroberi. Metode pelilinan yang digunakan adalah pencelupan dengan menggunakan emulsi lilin yaitu paraffin selama 30- 60 detik dan melakukan pengamatan tiap 3 hari sekali sampai 15 hari. Hasil pengamatan menunjukkan buah yang menggunakan pelapisan lilin mempunyai warna yang lebih menarik, tekstur yang keras, susut bobot lebih kecil dan mencapai senescene lebih lama dibanding dengan buah yang tanpa pelilinan.
Kata kunci: pelapisan lilin, paraffin,
I. PENDAHULUAN
Potensi pengembangan
buah-buahan di Indonesia
sangat besar. Keanekaragaman
varietas dan didukung oleh
iklim yang sesuai untuk buah-
buahan tropika, menghasilkan
berbagai buah-buahan yang
sangat bervariasi dan menarik.
Disamping itu dengan areal
yang cukup luas sehingga dapat
menghasilkan buah-buahan
yang cukup potensial
disamping komoditi lainnya.
Buah-buahan apabila
setelah dipanen tidak ditangani
dengan baik, akan mengalami
perubahan akibat pengaruh
fisiologis, fisik, kimiawi,
parasitik atau mikrobiologis,
dimana ada yang
menguntungkan dan sangat
merugikan bila tidak dapat
dikendalikan yaitu timbulnya
kerusakan atau kebusukan. Hal
ini akan mengakibatkan tidak
1
dapat dimanfaatkan lagi,
sehingga merupakan suatu
kehilangan (loss). Salah satu
cara penanganan agar buah
tidak mengalami kerusakan
atau kebusukan yaitu dengan
cara pelilinan.
Secara alami
permukaan kulit dan sayur
tertutup oleh lapisan lilin alami
yang jumlah dan jenisnya
bervariasi tergantung jenis
buah dan sayurnya. Lapisan
alami yang ada pada
permukaan kulit buah dan
sayur sebagian akan hilang
karena pencucian sehingga
diperlukan lapisan lilin
tambahan (sintetis). Suatu
lapisan lilin tambahan dengan
kepekatan dan ketebalan yang
cukup digunakan untuk
menghindari keadaan anaerobic
di dalam buah dan sayur dan
memberikan perlindungan yang
diperlukan terhadap organism
pembusuk (Pantastico, 1986).
Menurut Pantastico
(1986), pelapisan lilin
merupakan usaha penundaan
kematangan yang bertujuan
untuk memperpanjang umur
simpan produk hortikultura.
Pemberian lapisan lilin ini
penting juga untuk menutupi
luka-luka goressan kecil pada
buah. Keuntungan lainnya yang
diberikan lapisan lilin ini pada
buah adalah dapat memberikan
penampilan yang lebih menarik
karena memberikan kesan
mengkilat pada buah dan
menjadikan produk itu
menjadikan produk tersebut
dapat lebih lama diterima oleh
konsumen.
Emulsi lilin yang dapat
digunakan sebagai bahan
pelapisan lilin harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu,
tidak mempengaruhi bau dan
rasa yang akan dilapisi, mudah
kering dan jika kering tidak
lengket, tidak mudah pecah,
mengkilat dan licin, tidak
menghasilkan permukaan yang
tebal, mudah diperoleh, murah
harganya dan yang terpenting
2
tidak bersifat racun (Roosmani,
1975).
Tebal lapisan lilin harus
seoptimal mungkin. Jika
lapisan terlalu tipis maka usaha
dalam menghambatkan
respirasi dan transirasi kurang
efektif. Jika lapisan terlalu
tebal maka kemungkinan
hampir semua pori-pori
komoditi akan tertutup.
Apabila semua pori-pori
tertutup maka akan
mengakibatkan terjadinya
respirasi anaerob, yaitu
respirasi yang terjadi tanpa
menggunakan O2 sehingga sel
melakukan perombakan di
dalam tubuh buah itu sendiri
yang dapat mengakibatkan
proses pembusukan lebih cepat
dari keadaan yang normal
(Roosmani, 1975). Pemberian
lapisan lilin dapat dilakukan
dengan penghembusan,
penyemprotan, pencelupan (30
detik) atau pengolesan
(Pantastico, 1986).
II. METODOLOGI
A. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan
dalam pelilinan adalah buah
anggur, apel, stroberi, tomat, jeruk
dan emulsi lilin. Alat – alat yang
digunakan yaitu nampan plastic,
timbangan, kertas label dan
kemasan plastic (PVC).
B. Metode
Mula – mula buah disortasi dan
dibersihkan dengan air atau kertas
tisu. Lalu buah dicelupkan ke
dalam emulsi lilin (paraffin)
selama 30 – 60 detik dan sebagian
tidak dicelupkan (control)
kemudian buah ditiriskan dan
diangin – anginkan sampai kering.
Buah diletakkan di atas nampan
gabus, tanpa dikemas dengan
plastic. Buah ditimbang untuk
mengetahui berat awal dan amati
warna dan tekstur buah segar.
Lalu buah disimpan pada suhu
kamar. Lakukan pengamatan tiap
3 hari sekali sampai 15 hari dan
3
amati perubahan warna, tekstur
dan susut bobot buah.
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Table 1. Susut bobot
Buahhari ke-
Perlakuan
PelilinanTanpa pelilinan
Anggur 0 - -
3 0. 3381% 0. 7963%
6 0. 2459% 0. 7637%
9 0. 3571% 1. 5591%
12 0. 7229% -
Apel 0 - -
3 1. 152% 2. 156%
6 1. 247% 2. 348%
9 2. 654% 2. 431%
12 2. 765% 3. 075%
Tomat 0 - -
4
Buahhari ke-
Perlakuan
Pelilinan Tanpa pelilinan
Anggur 0 Ungu cerah Ungu cerah
3 Ungu cerah Ungu kusam
6 Ungu kusam Ungu kusam
9 Ungu kusam Ungu kehitaman
12 Ungu kehitaman -
Apel 0kuning kehijauan mengkilap kuning kehijauan
3 kuning kehijauan kuning kehijauan
6 kuning kehijauan Kuning agak hijau
9 Kuning Kuning agak hijau
12 Kuning Kuning
Tomat 0 Merah mengkilap Merah
3 Merah Merah
6 Merah tua Merah tua
9 Merah coklat -
12 Merah coklat -
Jeruk 0 Hijau orange Hijau orange
3 Hijau orangeOrange kemerah-merahan
6Kuning orange kemerahan Orange gelap
9 Kuning merah Merah
12 Kuning merah Merah
Stroberi 0 Merah mengkilap Merah
3 Merah tua Merah
6 Merah tua sekali Merah coklat
9 - -
12 - -
3 1. 223% 2. 668%
6 1. 513% 2. 951%
9 2. 559% -
12 3. 674% -
Jeruk 0 - -
3 1. 531% 1. 559%
6 1. 832% 1. 983%
9 2. 034% 2. 003%
12 2. 359% 2. 337%
Stroberi 0 - -
3 15.26% 20.47%
6 22.69% 48.47%
9 - -
12 - -
Table 2. Warna
Table 3. Tekstur
Table 4. Senescene
Buahhari ke-
Perlakuan
Pelilinan Tanpa pelilinan
Anggur 0 - -
3 - -
6 - -
9Ujung busuk kebusukan
12 busuk kebusukan
Apel 0 -
3 - Senescene
6 - Senescene ++
9Senescene
+ Senescene +++
12Senescene
++ Senescene ++++
Tomat 0 -
3 - Agak busuk
6 - busuk
9Agak busuk -
12 busuk -
5
Buahhari ke-
Perlakuan
Pelilinan Tanpa pelilinan
Anggur 0 Renyah Renyah
3Permukaan keriput
Permukaan keriput
6 Keriput Lembek busuk
9 Keriput Lembek busuk
12 Lembek busuk -
Apel 0 Keras Keras
3 Keras Agak lunak
6 Agak lunak Agak lunak
9 Agak lunak Lunak
12 Lunak Lunak
Tomat 0 Keras Keras
3 Keras berminyak Lunak
6 Agak lunak Berair
9 Lunak -
12 Berair -
Jeruk 0 Keras, segar Keras, segar
3Agak lunak, berair Agak lunak
6Agak lunak, sdkt mengeriput Lunak
9 Lunak Lunak
12 lunak busuk Lunak
Stroberi 0 keras keras
3 Keras berminyak Lunak
6 Lunak, berjamur Lunak, berjamur
9 - -
12 - -
Jeruk 0 -
3 ++ ++
6 +++ +++
9 ++++ ++++
12 +++++ ++++
Stroberi 0 - -
3 + Senescene
6 busuk busuk
9 - -
12 - -
B. Pembahasan
Pelilinan merupakan salah satu
penyimpanan buah dan sayur setelah
panen dengan tujuan memperpanjang
daya simpan produk dengan
memperlambat aktifitas fisiologis
terutama terpirasi dan transpirasi,
melindungi permukaan kulit buah dan
sayur dari masuknya mikroba
pembusuk dan menutup luka – luka
pada permukaan kulit buah dan sayur.
Pelapisan lilin dapat
menunda pematangan dan
menekan kehilangan berat
sampai 50% tergantung dari
tipe dan konsentrasi bahan
pelilinan. Waxing dapat
menekan jumlah kandungan
oksigen internal dan
meningkatkan CO2 internal.
Pengemas atau lapisan lilin
yang ideal adalah yang dapat
menyebabkan konsentrasi O2
cukup rendah untuk menunda
respirasi, tetapi juga harus tetap
diperhatikan kandungan O2
tersebut untuk mencegah
terjadinya respirasi anaerobik.
Selain itu waxing juga dapat
meningkatkan penampilan luar
dari buah dan sayur secara
komersial sehingga dapat
menarik perhatian dari
konsumen.
Pada pelaksanaan
praktikum penyimpanan buah
dengan metode pelilinan
(waxing) ini dilakukan dengan
cara antara lain: buah (anggur,
apel, jeruk, tomat dan
strowbery) disortasi dan
dibersihkan dengan air dan atau
tissue. Buah dicelupkan ke
dalam emulsi lilin selama 30 -
6
60 detik dan sebagian tidak
dicelupkan (sebagai control).
Saat praktikum ini metode
yang dipakai yaitu dengan
pencelupan selama 30 – 60
detik. Emulsi lilin yang dipakai
saat praktikum yaitu paraffin.
Menurut Roosmini (1975), lilin
yang sering digunakan dalam
waxing dapat berasal dari lilin
hewani, misalnya lilin lebah
dan lilin tumbuhan, misalnya
lilin gula tebu, lilin tambang
dan lilin micro kristal.
Salah satu masalah
dalam pelilinan adalah
kemungkinan dapat
menimbulkan kebusukan
apabila pelapisan lilin terlalu
tebal. Tebal lapisan lilin harus
optimal yaitu diharapkan
kurang lebih 50 persen pori-
pori buah tertutup, sehingga
CO2 dalam buah menjadi
tinggi. Hal tersebut akan
mengakibatkan terhambatnya
respirasi dan transpirasi yang
terlalu cepat, sehingga
kelayuan akan diperlambat.
Setelah buah dicelup
kemudian buah ditiriskan dan
diangin –anginkan sampai
kering dan diletakkan di atas
nampan gabus tanpa dikemas
dalam plastik. Buah sebelum
dilakukan penyimpanan dan
pengamatan setiap 3 hari sekali
sampai 15 hari dan diamati
perubahan warna, tekstur dan
susut bobot maka ditimbang
terlebih dahulu.
Dari hasil pengamatan
table 1 dapat dilihat bahwa
buah yang mengalami
perlakuan dengan pelilinan
mempunyai susut bobot yang
lebih kecil dibandingkan
dengan tanpa pelapisan lilin.
Hal tersebut dikarenakan
dengan adanya lapisan lilin
yang menutupi pori – pori buah
secara optimal yang dapat
dapat meminimalkan
transpirasi. Berbeda dengan
buah yang tanpa perlakuan
pelapisan lilin (control),
transpirasi berlangsung dengan
aktif atau cepat sehingga
7
hilangnya air dari buah sangat
cepat, terlebih lagi buah
tersebut telah mengalami
pencucian yang mengakibatkan
hilangnya lapisan lilin alami
buah, sehingga pori – pori buah
lebih bebas berhubungan
dengan udara dan
mengakibatkan transpirasi
secara cepat.
Menurut Pantastico
(1986) sifat alami kulit buah
sangat menentukan laju
respirasi dan transpirasi buah,
sehingga lapisan lami akan
meningkatkan laju kehilangan
air. Pelapisan lilin berfungsi
sebagai lapisan pelindung
terhadap kehilangan air yang
terlalu banyak dari komoditas
akibat penguapan dan
mengatur kebutuhan oksigen
untuk respirasi, sehingga dapat
mengurangi kerusakan buah
yang telah dipanen akibat
proses respirasi (Roosmani,
1975). Dengan demikian
lapisan lilin dapat menekankan
respirasi dan transpirasi yang
terlalu cepat dari buah-buahan
dan sayur-sayuran segar.
Berdasarkan alasan tersebut,
maka buah – buahan sebagai
control atau tanpa pelilinan
lebih cepat mengalami
pengkeriputan akibat
kehilangan susut bobot.
Dari table 2 dapat
dilihat bahwa pada buah
sebagai control lebih cepat
mengalami pematangan dan
mempunyai warna tidak
semenarik pada buah yang
mengalami pelapisan lilin.
Pada buah control, respirasi
berlangsung aktif dan proses
katabolisme yang menguraikan
substrat dari dalam buah
tersebut akan berlangsung
secara cepat, sehingga
perombakan klorofil
berlangsung secara cepat pula,
akibatnya buah menjadi cepat
matang atau ripening.
Roosmani (1975),
menyatakan bahwa lilin akan
menutupi sebagian stomata
(pori-pori) buah-buahan dan
8
sayur-sayuran, sehingga dapat
mengurangi kehilangan air,
memperlambat proses
fisiologis, dan mengurangi
keaktifan enzim-enzim
pernafasan sehingga dapat
menunda proses pematangan.
Dari table 3 dapat
dilihat bahwa pada buah
control terjadi penurunan
tekstur lebih cepat dibanding
dengan buah yang dilapisi lilin.
Hal tersebut dapat diduga
karena zat – zat pectin yang
berfungsi sebagai bahan
perekat antara sel yang satu
dengan yang lainnya belum
mengalami pembongkaran
karena pembongkaran
protopektin yang tidak larut
menjadi pectin dan asam pektat
yang mudah larut dalam air
dapat dihambat menyebabkan
tekstur buah masih keras.
Sebaliknya pada control karena
proses respirasinya berjalan
dengan cepat maka
pembongkaran protopektin
menjadi pectin dan asam pektat
lebih cepat dan lambat laun
akan melunak dan membusuk.
Menurut Pantastico
(1975) selama pemasakan
kandungan pektin buah naik
karena adanya degradasi
protopektin yang tidak larut,
namun ternyata pektin juga
akan berkurang lagi selama
penyimpanan berlanjut karena
menjadi asam pektat.
Dari table 4
menunjukkan bahwa buah yang
mengalami pelapisan lilin lebih
tahan lama daripada buah
control yang lebih cepat
mengalami scenescene dan
kebusukan. Menurut Winarno
(1979), senescense (kelayuan)
ditandai dengan hilangnya
khlorofil dari tanaman, yang
dapat dilihat dengan perubahan
warna hijau menjadi warna
kuning. Menurut Hulme
(1971), mekanisme hilangnya
khlorofil (pigmen hijau) pada
kulit buah masih belum jelas,
hanya diduga bahwa klorofil
terhidrolisis menjadi gugus
9
fitol dan porfirin yang nantinya
digunakan dalam sintesa etilen.
Adanya etilen menyebabkan
buah juga cepat mengalami
ripe dan kemudian terjadi
senescense.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Susut bobot buah dengan
pelapisan lilin lebih kecil
dibanding tanpa pelapisan
lilin.
2. Buah setelah dilapisi lilin
mempunyai warna yang
lebih mengkilap dan
menarik dibanding yang
buah tanpa pelapisan lilin.
3. Respirasi buah yang dengan
pelapisan lilin terhambat
sehingga teksturnya lebih
keras dibanding yang tanpa
pelapisan lilin
4. Pelapisan lilin dapat
menunda senescene buah
dibanding buah tanpa
pelapisan lilin
5. Penggunaan pelapisan lilin
dapat memperpanjang daya
simpan.
B. Saran
Ukuran standar untuk penilaian
tekstur dan warna ditentukan
sehingga tidak membingungkan
praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hulme, A. C. 1971. The Biochemistry of Fruits and Their Product. Academic Press. London
Pantastico, ER., B. 1986. Fisiologi Pasca Panen; Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Roosmani, S. 1975. Wax Coating Terhadap Holtikultura. Pasar Minggu Jakarta.
Winarno, F. G dan Moehammad Adnan. 1979. Fisiologi Lepas Panen. PT. Sastra Hudaya. Jakarta Pusat
10
Lampiran
Susut bobot dapat dihitung dengan rumus:
Berat awal (gr) – Berat hari ke n (gr)
Susut Bobot = x 100% Berat awal (gr)
11