Lapsus Rawat Jalan TB Paru
description
Transcript of Lapsus Rawat Jalan TB Paru
![Page 1: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN KASUS RAWAT JALANBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKRSUD PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANGFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS NUSA CENDANA
TUBERKULOSIS PARUTUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
Elisabeth Yuliane Surat Tapowolo
(1108011004)
Pembimbing :
dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A
dr. Simplicia M. Anggrahini, Sp.A, IBCLC
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2015
1
LAPORAN KASUS RAWAT JALAN
18 JUNI 2015
![Page 2: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/2.jpg)
LAPORAN KASUS RAWAT JALAN
TUBERKULOSIS PARU
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Prof. Dr. W Z Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
BAB 1 PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga mengenai hampir semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.1 Tuberkulosis Anak
adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.2
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi tuberkulosis karena ukuran
M. tuberkulosis yang sangat kecil (<5 μm).3 Kerentanan terhadap infeksi M. tuberkulosis
yang berkembang menjadi penyakit tuberkulosis tergantung pada pajanan terhadap individu
dengan tuberkulosis yang infeksius dan kemampuan sistem imun seseorang untuk mengontrol
infeksi awal serta mempertahankannya dalam keadaan infeksi laten.4 Sebesar 74,23% dari
seluruh kasus tuberkulosis terdapat pada golongan anak, dimana bahaya tertular yang tinggi
terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun.5 Di negara
berkembang, 1,3 juta kasus baru terjadi pada anak di bawah 15 tahun dan 450.000 anak
meninggal tiap tahun akibat tuberkulosis. Sebagian besar anak degan infeksi dan penyakit
tuberkulosis tertular kuman M. tuberculosis dari orang dewasa yang infeksius.4
Faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis terutama pada anak-anak
adalah faktor genetik, malnutrisi, vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan penduduk. Faktor
risiko utama yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis paru pada anak adalah kontak
dengan penderita tuberkulosis dewasa. Anak-anak yang sakit tuberkulosis tidak dapat
menularkan kuman tuberkulosis ke anak lain atau ke orang dewasa sebab TB pada anak
2
![Page 3: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/3.jpg)
menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk dan pada
parenkim paru ini juga kuman cenderung lebih sedikit.5
Pasien tuberkulosis anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
anak yang kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular yaitu anak yang tinggal serumah
atau sering bertemu dengan pasien tuberkulosis menular (terutama pasien tuberkulosis yang
hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien tuberkulosis
dewasa), anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan tuberkulosis anak.
Gejala klinis tuberkulosis pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit selain TB.2
Gejala sistemik/umum dari anak dengan sakit TB yang patut dicurigai antara lain :
nafsu makan kurang, berat badan sulit naik, menetap atau malah turun (kemungkinan masalah
gizi sebagai penyebab harus disingkirkan dahulu dengan tatalaksana yang adekuat minimal 1
bulan), demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain perlu
disingkirkan dahulu, seperti ISK, tifoid atau malaria), pembesaran kelenjar superfisial di
daerah leher, aksila, inguinal atau tempat lain, keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih
dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak
sembuh dengan pengobatan baku1 serta riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.6
Diagnosis paling tepat dengan ditemukan basil M. tuberkulosis dari bahan yang diambil dari
pasien misalnya sputum, bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau biopsi
jaringan. Pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, karena jumlah kuman sedikit dan
pengambilan spesimen terutama sputum pada anak sulit dilakukan.6 Diperlukan kombinasi
antara gambaran klinis dan dan pemeriksaan yang relevan untuk menegakkan diagnosis.
Sumber penularan (riwayat kontak) dengan pasien dewasa BTA positif ataupun yang diduga
sakit tuberkulosis sangat bermakna.3
3
![Page 4: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/4.jpg)
Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh kuman tuberkulosis
dengan melakukan uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi
hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara tidak
langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam tubuh anak atau anak
sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu menderita
tuberkulosis oleh karena tubuh pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup
untuk melawan kuman tuberkulosis. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien
tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi
tuberkulosis laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu
mengendalikan kuman, maka anak akan menjadi menderita tuberkulosis serta menunjukkan
gejala klinis maupun radiologis. Gejala klinis dan radiologis tuberkulosis anak sangat tidak
spesifik, karena gambarannya dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain.2
Untuk memudahkan penegakan diagnosis tuberkulosis anak, IDAI merekomendasikan
diagnosis tuberkulosis anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai, seperti terlihat pada Tabel 1. Pasien dengan jumlah
skor ≥ 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti
tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi,
CT-Scan dan lain-lainnya.
Bila anak balita sehat, yang tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA positif,
mendapatkan skor < 5 pada evaluasi dengan sistem skoring, maka kepada anak balita tersebut
diberikan isoniazid dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut
belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.6
4
![Page 5: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/5.jpg)
Sistem skoring TB pada anak dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan.6 Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekambuhan.2 Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada
fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan
(4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan. Dosis yang diberikan yaitu INH 5-15 mg/kgBB/hari, dosis
maksimal 300 mg/hari, Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari,
Pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk
paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak
5
![Page 6: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/6.jpg)
berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z);
sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).6 Pada kasus TB
tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB,
dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari,
dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.2
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah: Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR,
kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR. Paduan OAT Kategori Anak
diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)/Fixed Dose
Combination (FDC). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT
kombipak untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50
mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam
satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.2
6
![Page 7: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/7.jpg)
Respon klinis yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan
yang membaik, berat badan yang meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam dan
batuk lama, tidak mudah sakit lagi. Respon yang nyata biasanya terjadi dalam 2 bulan awal
(fase intensif). Evaluasi radiologis dilakukan pada akhir pengobatan kecuali jika ada
perburukan klinis.1
7
![Page 8: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/8.jpg)
BAB 2 KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. N N
Umur : 2 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Alak
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Tn. O N
Pekerjaan : Swasta
Umur : 35 tahun
Nama Ibu : Ny. E M
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Umur : 32 tahun
B. Anamnesis
Keluhan utama : Batuk ± 1 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien diantar ibunya ke poli RSUD Prof. Dr. W. Z
Johannes Kupang dengan keluhan batuk yang dialami sekitar 1 bulan yang lalu. Batuk
berdahak, lendir berwarna kuning, batuk tidak disertai darah, tidak ada sesak napas. Pasien
pernah dibawa untuk berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat tetapi batuk masih
belum membaik. Pasien tidak mengalami demam dan nyeri dada. Menurut ibu, sejak sakit
pasien juga susah makan dan pasien tampak lebih kurus. Buang air besar dan air kecil
tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit sebelumnya : Riwayat sakit sebelumnya seperti ini tidak ada. Pasien
merupakan anak ke-3. Lahir di Puskesmas dibantu bidan, bayi cukup bulan dengan berat
badan lahir 2700 gram. Imunisasi sudah lengkap.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Ibu pasien mengatakan bahwa di rumah ayah
pasien juga mengalami batuk yang lama tetapi tidak pernah berobat ke puskesmas.
8
![Page 9: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/9.jpg)
Riwayat obstetrik : G3P3A0, BBL : 3400 gr, bayi cukup bulan, lahir langsung
menangis. Selama persalinan ibu ANC teratur, mendapat tablet tambah darah, vitamin dan
imunisasi TT 2x. Saat hamil ibu tidak pernah sakit berat.
Riwayat Makan-Minum : Pasien minum ASI sampai umur 6 bulan, dilanjutkan dengan
MP ASI dan sampai sekarang makan makanan keluarga. Saat ini nafsu makan pasien
kurang.
C. Pemeriksaan Fisis
Keadaan Umum : anak tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Pernapasan : 24 x/menit
Nadi/Heart rate : 116 x/menit
Suhu : 36,70C
Status Gizi : Gizi Buruk (BB 9 kg, PB 97 cm)
Kulit : pucat (-), sianosis (-), ikterus (-)
Kepala : normocephal, rambut hitam dan tidak mudah tercabut.
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : napas cuping (-), rhinorea (+)
Mulut : Mukosa lembab, tonsil T1 - T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-)
Dada : Pengembagan dada simetris, retraksi (-)
Paru : Bunyi napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : BJ SI/II tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) kesan normal, hepar dan lien tidak teraba
9
![Page 10: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/10.jpg)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik.
D. Pemeriksaan penunjang
Foto thoraks : suspek KP primer (adanya konsolidasi segmen/lobus paru)
Skor TB : 6
- Riwayat kontak : 2
- Uji tuberkulin : -
- Keadaan gizi : 2
- Demam : 0
- Batuk kronik : 1
- Pembesaran kelenjar limfe : 0
- Pembengkakan tulang/sendi : 0
- Foto dada : 1
E. Diagnosis
TB paru
F. Terapi
FDC fase intensif 1x1
10
![Page 11: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB 3 DISKUSI
Tuberkulosis merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Faktor
risiko utama yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis paru pada anak adalah kontak
dengan penderita tuberkulosis dewasa.
Gejala sistemik/umum dari anak dengan sakit TB yang patut dicurigai antara lain : nafsu
makan kurang, berat badan sulit naik, menetap atau malah turun, demam subfebris
berkepanjangan, pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal atau tempat
lain, keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala
gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku.1
Pada anamnesis diketahui bahwa pasien masuk dengan keluhan batuk yang dialami
sekitar 1 bulan yang lalu. Batuk berdahak, lendir berwarna kuning, batuk tidak disertai darah,
tidak ada sesak napas, tidak ada demam dan nyeri dada. Nafsu makan menurun sehingga anak
terlihat lebih kurus. Buang air besar dan air kecil tidak ada keluhan. Hasil pemeriksaan foto
thoraks didapatkan gambaran KP primer yaitu adanya konsolidasi segmen/lobus paru.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis tuberkulosis anak, IDAI merekomendasikan
diagnosis tuberkulosis anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 harus ditatalaksana
sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Pada
pasien ini didapatkan skor TB 6.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan pemberian OAT anak fase intensif yang
terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Pasien dengan berat badan 9
kg sehingga diberikan OAT 1 tablet sehari. Terapi ini diberikan sesuai dengan penatalaksaan
TB paru pada anak dimana pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif
11
![Page 12: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/12.jpg)
dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Prinsip
dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama)
dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat).
OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Untuk
menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu
paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat
untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R) 75 mg, Isoniazid (H) 50 mg, Pirazinamid (Z) 150
mg; sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) 75 mg dan Isoniasid (H) 50 mg.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Selain penatalaksanaan farmakologis, diberikan juga edukasi kepada orangtua pasien
yaitu :
1. Pengobatan TB berlangsung lama minimal 6 bulan, tidak boleh terputus dan harus
kontrol teratur tiap bulan.
2. Obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (air seni, air mata, keringat, ludah)
berwarna merah.
12
![Page 13: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/13.jpg)
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus tuberkulosis pau pada anak perempuan usia 2 tahun 6 bulan
dengan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pengobatan yang diberikan
OAT fase intensif 1 x 1 tablet. Pengobatan TB berlangsung lama minimal 6 bulan, tidak
boleh terputus dan harus kontrol teratur tiap bulan.
13
![Page 14: Lapsus Rawat Jalan TB Paru](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073012/563db896550346aa9a9511f6/html5/thumbnails/14.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi A, Hegar B, Hanryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al., editors. Pedoman Pelayanan Medis. II. Badan Penerbit IDAI; 2011.
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta: Kemenkes; 2013.
3. Anggrahini S, Davidz I, Manubulu R. Ilmu Kesehatan Anak. Kupang: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Universitas Nusa Cendana; 2015.
4. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 6th ed. IDAI, editor. Saunder Elsevier; 2014.
5. Yulistyaningrum, Rejeki DSS. Hubungan Riwayat Kontak Penderita Tuberkulosis Paru (TB) dengan Kejadian TB Paru Anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Purwokerto. KES MAS. 2010;4:43–8.
6. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
14