Lapsus Letli Imas

32
1 BAB I PENDAHULUAN Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat persalinan. Di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang tidak stabil. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan (distosia) 1,2 . Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena penegakan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan ultrasonografi 3 . Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik di Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital, USA. Di Parkland Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun 2 . Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan

Transcript of Lapsus Letli Imas

Page 1: Lapsus Letli Imas

1

BAB I

PENDAHULUAN

Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu

panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam

uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang

lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak

lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena

kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat

persalinan. Di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang

tidak stabil. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk

kelainan dalam persalinan (distosia) 1,2.

Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat

terjadi karena penegakan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan

muda dengan menggunakan ultrasonografi 3. Letak lintang terjadi pada 1 dari 322

kelahiran tunggal (0,3 %) baik di Mayo Clinic maupun di University of Iowa

Hospital, USA. Di Parkland Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin

tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun 2. Beberapa rumah sakit di Indonesia

melaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain: RSUD. dr. Pringadi, Medan

0,6%; RS. Hasan Sadikin Bandung 1,9%; RSUP. dr. Cipto Mangunkuskumo

selama 5 tahun 0,1%; sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%.

Insidens pada wanita dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali

lebih besar dari nullipara 1,3. Dengan ditemukannya letak lintang pada

pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi

kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang

jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kematian janin pada letak lintang, di samping kemungkinan terjadinya letak

lintang kasep dan ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung

serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin 3.

Page 2: Lapsus Letli Imas

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira

tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus),

biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul dengan kepala terletak di salah

satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Pada keadaan yang

disebut sebagai presentasi bahu ini, arah akromion yang menghadap sisi tubuh

ibu menentukan jenis letaknya, yaitu letak akromion kiri atau kanan karena

pada kedua posisi tersebut, punggung dapat mengarah ke anterior atau ke

posterior, ke superior atau ke inferior, biasanya jenis letak lintang dorsoanterior

dan dorsoposterior 2.

Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin,

sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul 1,2.

B. Klasifikasi

Pembagian letak lintang dibagi atas 2, yaitu 4:

1. Menurut letak kepala terbagi atas :

a. Letli I : kepala di kiri

b. Letli II : kepala di kanan

2. Menurut posisi punggung terbagi atas :

a. dorso anterior (di depan)

b. dorso posterior (di belakang)

c. dorso superior (di atas)

d. dorso inferior (di bawah)

C. Epidemiologi

Angka kejadian letak lintang berkisar antara 0,5 – 2%. Dari beberapa

rumah sakit di Indonesia dilaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain:

Page 3: Lapsus Letli Imas

3

RSUP Dr. Pringadi, Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin, Bandung 1,9%; RSUP

Dr. Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1% dari 12827 persalinan 4.

D. Etiologi

Penyebab utama letak lintang adalah 2 :

1. Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi.

Wanita dengan paritas 4 atau lebih memiliki insiden letak lintang 10 kali

lipat dibanding wanita nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut

gantung menyebabkan uterus jatuh ke depan, sehingga menimbulkan

defleksi sumbu panjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang

menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau

letak oblik kadang-kadang terjadi dalam persalinan dari posisi awal

longitudinal.

2. Janin prematur.

3. Plasenta previa.

4. Cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar.

5. Panggul sempit dan tumor di daerah panggul.

6. Uterus abnormal seperti uterus arkuatus atau uterus subseptus.

E. Diagnosis

Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi.

Abdomen biasanya tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga

sedikit di atas umbilikus sehingga lebih rendah tidak sesuai dengan umur

kehamilannya 1,2.

Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah

satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisiss

juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu

sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan

tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan

letak dimana kepala janin berada. Kalau ketiak menutup kekiri, kepala berada

di sebelah kiri, sebaliknya kalau ketiak menutup ke kanan, kepala berada di

sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus. Pada saat

Page 4: Lapsus Letli Imas

4

yang sama, posisi punggung mudah diketahui, punggung dapat ditentukan

dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan

terabanya klavikula. Bila punggung di anterior, suatu dataran keras

membentang di bagian perut ibu, bila punggungnya di posterior, teraba

nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat

ditemukan pada tempat yang sama.

Gambar 2.1. Palpasi pada letak lintang, posisi akromiodorsoanterior kanan. A. Leopold I, B. Leopold II, C. Leopold III, D. Leopold IV2.

Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi,

jika dapat diraba, dapat dikenali dengan adanya “rasa bergerigi” dari tulang

rusuk. Bila dilatasi bertambah, skapula dan klavikula pada sisi thoraks yang

lain akan dapat dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran

yang keras membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di

posterior, teraba nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil

janin dapat ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula

diraba tali pusat yang menumbung 1,2.

Page 5: Lapsus Letli Imas

5

Gambar 2.2. Presentasi bahu kasep 2.

Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul

dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan

melewati vulva 2.

F. Mekanisme Persalinan

Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan,

tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa

pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah

ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke

dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan

yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu

tertahan oleh tepi pintu atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaka

dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu

akan terjepit kuat di bagian atas panggul 1,2.

Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.

Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi

dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis,

sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi

lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,

sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan,

Page 6: Lapsus Letli Imas

6

akan terjadi ruptur uteri (sehingga janin yang meninggal sebagian atau

seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut) atau kondisi

dimana his menjadi lemah karena otot rahim kecapaian dan timbulah infeksi

intrauterin sampai terjadi timponia uteri. Ibu juga berada dalam keadaan sangat

berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali meninggal pula1,4.

Bila janin amat kecil (biasanya kurang dari 800gr) dan panggul sangat

lebar, persalinan spontan dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut

menetap. Janin akan tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian

dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung

dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul

secara bersamaan dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat

(conduplicatio corpora) atau lahir dengan evolusio spontanea dengan 2 variasi

yaitu 1) mekanisme dari Denman dan 2) mekanisme dari Douglas 1,2,4.

Gambar 2.3. Evolusi spontanea dengan mekanisme Denman dan Douglas 1.

Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di

bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di

rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.

Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian dilewati

oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya

disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu

Page 7: Lapsus Letli Imas

7

mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang

maksimal dari tubuh janin 1.

G. Penatalaksanaan

Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya

diusahakan mengubah menjadi prsentasi kepala dengan versi luar. Sebelum

melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul

sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan

janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali.

Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset,

dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu

diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga

bila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan

penanganannya. Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah

letak lintang menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari

empat sentimeter dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida bila

versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1) bahu tidak dapat

melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang

primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi

lengkap; 2) karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-

uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum

pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus

funikuli; 3) pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan1.

Secara umum, dimulainya persalinan aktif pada wanita dengan letak

lintang sudah merupakan indikasi seksio sesarea. Seksio sesarea didefinisikan

sebagai lahirnya janin melalui insisi abdomen dan dinding uterus. Riwayat

seksio sesarea dan distosia merupakan indikasi utama seksio sesarea, > 85%

dilakukan karena 5:

Page 8: Lapsus Letli Imas

8

1. Riwayat SC.

2. Distosia persalinan.

3. Gawat janin.

4. Letak sungsang.

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada

beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik,

tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat

ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian

melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya

ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila

ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli,

harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada

prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai

pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri

persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk

beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan

lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar

apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak

lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan ruptur

uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea

dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan pervaginam

dengan dekapitasi 1.

H. Prognosis

Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi

kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul

sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan

kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang

jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya 1.

Persalinan dengan presentasi bahu meningkatkan risiko maternal dan

sangat menambah ancaman kematian pada bayi. Kebanyakan kematian ibu

Page 9: Lapsus Letli Imas

9

akibat komplikasi kasus kasep terjadi karena ruptur uteri spontan atau

traumatik akibat tindakan versi dan ekstraksi yang keliru serta terlambat. Meski

dengan penanganan sebaik mungkin, morbiditas tetap meningkat karena

seringnya disertai plasenta previa, peningkatan kemungkinan terjadi prolpas

tali pusat dan keharusan untuk melakukan operasi besar 2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di

samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga

sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi

untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan tindakan yang

sering dilakukan, tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan, karena besarnya

trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti misalnya terjadinya ruptur uteri

dan robekan jalan lahir lainnya. Angka kematian ibu berkisar antara 0-2% (RS

Hasan Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian janin di Rumah

Sakit Umum Pusat Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan Sadikin Bandung

18,3% 1.

Page 10: Lapsus Letli Imas

10

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medik : 086390

Tanggal Masuk : 19 Nopember 2012

Nama Pasien : Ny. LO.

Umur : 26 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : IRT

Nama Suami : Tn. H.

Umur : 34 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Jl. Ki Merogan Lorong Al Falah no. 2453, Kertapati, Kota

Palembang. 30258. Sumatera Selatan.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada 19 Nopember 2012 pukul 20.30

WIB.

ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Os mengeluh keluar air-air sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.

2. Riwayat Perjalanan Penyakit

G2P0A1, usia 26 tahun hamil 39 minggu kiriman dari bidan, datang dengan

keluhan keluar air-air berwarna bening sejak 12 jam sebelum masuk rumah

sakit. Os tidak mengeluh mules, os juga tidak mengeluh keluar air ataupun

darah. Os juga mengeluhkan bentuk perutnya agak melebar ke samping. Dari

hasil pemeriksaan USG yang dilakukan pada tanggal 17 Nopember 2012,

diketahui bahwa os mengalami kehamilan dengan presentasi letak lintang. Os

Page 11: Lapsus Letli Imas

11

mempunyai riwayat anak pertama meninggal dunia saat usia kehamilan 38

minggu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati, ginjal,

diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Os  mengakut tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,

keturunan dan kejiwaan.

5. Riwayat Haid

Usia menarche : 14 tahun

Siklus haid : 30 hari

Lama haid : 7 hari

Nyeri haid : (-)

HPHT : 17-02-2012

TP : 24-11-2012

6. Riwayat Pernikahan

Lama pernikahan : 2 tahun

Usia waktu nikah I : 24 tahun

7. Riwayat ANC

a. Dilakukan 6 kali di Puskesmas

b. Imunisasi TT dilakukan 2 kali.

8. Riwayat Persalinan

No. Tempat Bersalin

Penolong Tahun Aterm Cara Persalinan

Jenis Kelamin

Keadaan

1. Rumah Sakit

Dokter 2011 + Spontan Laki-laki Meninggal

2. ini

Page 12: Lapsus Letli Imas

12

PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

a. Keadaan Umum : baik

b. Kesadaran : compos mentis

c. Tanda Vital :

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 78 x/menit

- Pernapasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,7 0C

d. Tinggi Badan : 150 cm

e. Berat Badan : 59 kg

f. Kepala :

- Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

g. Leher : pembesaran tiroid (-)

h. Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal

i. Abdomen : status obstetrikus

j. Genitalia : status obstetrikus

k. Ekstremitas : edema (-/-), refleks patella (+/+)

2. Status Obstetrikus

a. Pemeriksaan Luar

- Fundus teraba setengah pusat dan processus xiphoideus

- Letak janin melintang dengan kepala janin di sebelah kanan ibu

- DJJ (+) 142 x/menit teratur, di atas umbilikus sebelah kanan

- HIS (-) 1 x/10 menit

b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)

- Vulva/vagina tidak ada kelainan

- Portio berada di posterior, teraba tebal dan lunak

- Pendataran ± 20%

- Pembukaan kuncup

Page 13: Lapsus Letli Imas

13

- Ketuban tidak bisa dinilai

- Terbawah tidak bisa dinilai

- Hodge I, Penurunan 5/5

- UUK tidak dapat dinilai

DIAGNOSIS

G2P0A1 hamil 39 minggu dengan KPSW dan belum inpartu JTH letli.

RENCANA TERAPI

1. Pro MRS

2. Observasi KU dan VS

3. Observasi HIS dan DJJ

4. Rencana SC

5. IVFD RL gtt XX/menit

6. Kateter menetap

7. Injeksi Ceftriaxone IV 3 x 1 gr, skin test dulu.

8. Periksa Laboratorium :

- Hb

- Leukosit

- Trombosit

- Ht

- Hitung Jenis

- Golongan darah

- Rhesus

- Waktu perdarahan

- Waktu pembekuan

HASIL LABORATORIUM PRE-OPERATIF

1. Hb : 11, 5 g/dl Nilai Normal : P : 12-14 g/dl

2. Leukosit : 8.4000/ ul Nilai Normal : 5.000-10.000/ ul

3. Trombosit : 263.000/ ul Nilai Normal : 150.000-400.000/ ul

Page 14: Lapsus Letli Imas

14

4. Ht : 35% Nilai Normal : P : 37-43%

5. Hitung Jenis : 0/2/1/68/23/5 Nilai Normal : Basofil : 0-1%

Eusinofil : 1-3%

Batang : 2-6%

Segmen : 50-70%

Limfosit : 20-40%

Monosit : 2-8%

6. Golongan darah: O

7. Rhesus : (+)

8. Waktu perdarahan : 2 menit Nilai Normal : 1-6 menit

9. Waktu pembekuan : 7 menit Nilai Normal : 10-15 menit

LAPORAN PEMBEDAHAN

Nama : Ny. LO.

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 26 tahun

No. CM : 08.63.90

Pav. : Kebidanan

Dokter : dr. Kurniawan, Sp.OG

Diagnosis Pra-bedah : G2P0A1 hamil 39 minggu dengan KPSW belum inpartu

JTH letli.

Diagnosis Pasca-bedah : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW

Lama Pembedahan : ± 1 jam

Anestesi : Spinal Anestesi L3-L4

Tanggal : 20 Nopember 2012

Pukul 10.00 WIB : Operasi dimulai.

- Penderita dalam posisi terlentang dalam keadaan spinal anestesi.

- Dilakukan tindakan septik antiseptik.

- Dilakukan insisi pfannenstiel pada 2 jari di atas simfisis pubis (± 10 cm).

Page 15: Lapsus Letli Imas

15

- Dilakukan pembukaan dinding abdomen lapis demi lapis dengan tindakan

tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum.

- Didapatkan ukuran uterus hamil aterm dengan bentuk uterus abnormal.

- Dipisahkan vesika urinaria dari uterus dengan memisahkan plika vesikouterina.

- Dilakukan insisi SBR ± 1 cm dibawah plika vesikouterina sepanjang ± 3 cm,

dilebarkan dengan jari ke lateral, dan dipecahkan selaput ketuban dengan jari.

Pukul 10. 15 WIB :

- Bayi lahir, bokong diangkat secara hati-hati ditelusuri badan bayi sampai ke

kepala. Bayi laki-laki dengan BB 3900 gram, PB 52 cm, LK 32 cm, LD 35 cm,

APGAR Score 7/8. Tali pusat dijepit dan dipotong.

- Setelah bayi lahir, plasenta juga dilahirkan dan kemudian dilakukan eksplorasi

dalam cavum uteri dengan kasa, induxine 10 IU disuntikan secara drip IV.

- Luka insisi dijepit pada SBR dengan fenster klem, dilakukan penjahitan secara

jelujur feston dengan benang vicryl.

- Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.

- Dilakukan pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9%.

- Dilakukan penjahitan peritoneum dengan benang vicryl secara jelujur,

disuntikkan Dexamethasone 10 mg dalam peritoneum.

- Dilanjutkan penjahitan m. Recti Abdominis secara jelujur dengan benang

vicryl.

- Ujung fascia diklem, lalu dijahit secara jelujur dengan benang vicryl.

- Lapisan lemak dijahit secara jelujur dengan benang catgut plain.

- Lapisan kulit dijahit secara subkutikuler dengan benang vicryl.

Pukul 1 1.0 0 WIB : Operasi Selesai

Page 16: Lapsus Letli Imas

16

FOLLOW UP

Selasa, 20 Nopember 2012

Pk. 13.00 WIB

S : Nyeri (+) jahitan operasi, kaki masih kesemutan, lemas

O : KU : BaikVS : - TD 100/80 mmHg- Nadi 81 x/menit- RR 19 x/menit- Suhu 37 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra

A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari I

P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Imobilisasi 24 jam- Kateter menetap- Diet bebas- IVFD RL + 2 amp Induxine 10 IU + 2 amp

Ketorolac gtt XX/menit- Injeksi Ceftiaxone 3 x 1 gr- Injeksi Metronidazole 2 x 500 mg 1fls- Injeksi Kalnex 3x1 amp- Vit. C 2 x 600 mg

Rabu, 21 Nopember 2012

Pk. 06.00 WIB

S : Nyeri (+) jahitan operasi, lemasO : KU : Baik

VS : - TD 110/80 mmHg- Nadi 84 x/menit- RR 21 x/menit- Suhu 36,8 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra

A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari II

P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Mobilisasi miring kanan kiri, pukul 11.00 WIB

perlahan diperbolehkan duduk.

Page 17: Lapsus Letli Imas

17

- Kateter menetap- Diet bebas- IVFD RL + 2 amp Induxine 10 IU + 2 amp

Ketorolac gtt XX/menit- Injeksi Ceftiaxone 3 x 1 gr- Injeksi Metronidazole 2 x 500 mg 1fls- Injeksi Kalnex 3x1 amp- Vit. C 2 x 600 mg

Kamis, 22 Nopember 2012

Pk. 06.00 WIB

S : Nyeri (+) jahitan operasiO : KU : Baik

VS : - TD 110/80 mmHg- Nadi 80 x/menit- RR 20 x/menit- Suhu 36,87 0CPL :- TFU 2 jari bawah pusat- Nyeri tekan (+)- Kontraksi uterus (+) baik- Lochia rubra

A : P1A1 Post SC a.i. presentasi letak lintang dan KPSW hari III

P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Kateter up, bladder training- Diet bebas- Ciprofloxacin 3 x 500 mg per oral- Metronidazole 3 x 500 mg- As. Mefenamat 3 x 500 mg per oral- Mecobion 3 x 500 mg per oral

Page 18: Lapsus Letli Imas

18

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 26 tahun yang

masuk ke kebidanan RSUD Palembang Bari pada tanggal 19 Nopember 2012

pukul 20.00 WIB kiriman dari Bidan dengan keluhan utama keluar air-air sejak 12

jam sebelum masuk rumah sakit.

Dari anamnesis didapatkan identitas pasien, keluhan utama, riwayat

perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,

dan riwayat obstetrikus. Dari identitas pasien didapatkan status penikahan dan

tingkat pendidikan serta usia ibu untuk menentukan bahwa ibu berada dalam usia

reproduktif yang aman dan sehat antara 20 ± 30 tahun.

Dari keluhan utama didapatkan pasien sedang hamil 39 minggu dengan

keluhan keluar air-air berwarna bening sejak ± 12 jam SMRS. Pasien tidak

mengeluh mules. Pasien juga tidak mengeluh keluar lender ataupun darah. Selain

itu, pasien juga mengeluhkan bentuk perutnya agak melebar ke samping. Dari

hasil pemeriksaan USG yang dilakukan pasien sebelumnya, diketahui bahwa

pasien mengalami kehamilan dengan presentasi letak lintang. Gejala yang dialami

pasien sesuai dengan teori bahwa letak lintang dapat diduga hanya dengan

inspeksi dimana abdomen biasanya akan tampak lebih lebar. Keluhan keluar air-

air berwarna bening sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit menunjukkan

bahwa pasien telah mengalami ketuban pecah sebelum waktunya.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut membuncit dengan palpasi

dirasakan fundus teraba setinggi setengah pusat dan processus xiphoideus. Letak

janin melintang dengan kepala janin teraba di sebelah kanan ibu, DJJ (+) 142

x/menit teratur disekitar atas umbilikus sebelah kanan, dan HIS (-) 1 x/10 menit.

Hal ini memprediksikan bahwa pasien ini sedang hamil dengan presentasi letak

lintang. Namun perkiraan usia kehamilan sulit diprediksi dengan palpasi karena

tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu bila dihitung berdasarkan

HPHT. Berdasarkan teori bahwa pada presentasi letak lintang, palpasi fundus uteri

Page 19: Lapsus Letli Imas

19

teraba kosong, balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka dan bokong

pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu

sudah turun ke dalam panggul. Apabila bahu sudah masuk ke dalam panggul,

pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketiak

dapat diraba, arah menutupnya menunjukkan letak dimana kepala janin berada.

Kalau ketiak menutup ke kiri, kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya kalau

ketiak menutup ke kanan, kepala berada di sebelah kanan. Denyut jantung janin

ditemukan disekitar umbilikus. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah

diketahui. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang

belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula.

Untuk penatalaksanaan pada kasus ini, pasien dirawat di rumah sakit atas

indikasi ketuban pecah sebelum waktu dan letak lintang dengan rencana akan

dilakukan seksio sesarea. Hal ini dikarenakan ketuban telah pecah sebelum

waktunya dan pasien ini seorang multigravida, maka sudah tidak memungkinkan

dilakukan versi luar. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai

berikut: 1) bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,

sehingga pada kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap;

2) karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada

waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks

sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli.

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah berupa pemeriksaan Hb,

golongan darah, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan sebagai bahan rujukan

pre-operatif. Pemeriksaan laboratorium leukosit, Ht dan hitung jenis untuk

mengetahui apakah terdapat infeksi pada pasien. Pasien ini berkemungkinan telah

terjadi ketuban pecah sebelum waktunya, sehingga dipasang IVFD RL gtt

XX/menit kemudian diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan infeksi

berupa injeksi Ceftriaxone 3 x 1 gr IV dengan dilakukan skin test terlebih dahulu.

Observasi keadaan umum, tanda vital, DJJ, dan HIS terus dilakukan hingga

tindakan operatif akan dilakukan.

Saat dilakukan tindakan pembedahan seksio sesarea, diketahui bahwa pasien

ini mengalami abnormalitas bentuk uterus, dimana bentuk uterusnya tidak sejajar

Page 20: Lapsus Letli Imas

20

dengan linea mediana. Sesuai dengan teori, abnormalitas bentuk uterus merupakan

salah satu penyebab seseorang wanita mengalami presentasi letak lintang selama

kehamilan.

Setelah operasi, pasien ini diwajibkan imobilisasi selama 24 jam dengan

tidur menggunakan bantal karena efek spinal anastesi masih akan bekerja selama

24 jam. Apabila dalam 24 jam pasien ini duduk atau berdiri, anastesi spinal ini

akan naik melalui cairan spinal ke otak yang dapat menyebabkan pasien

merasakan pusing hingga kehilangan kesadaran karena efek anastesi tersebut.

Maka dari itu, pasien ini dipasang kateter menetap dengan diet bebas tanpa ada

batasan tertentu. Setelah hari II post operatif, pasien ini dapat melakukan

mobilisasi bertahap mulai dari miring ke kanan dan kiri, duduk perlahan, berdiri

serta berjalan perlahan.

Penatalaksanaan medikamentosa diberikan injeksi Ceftriaxone 3 x 1gr IV

sebagai antibiotik, dikombinasikan dengan injeksi Metronidazole 3 x 500mg IV

yang merupakan antibiotik anaerob. Untuk menghilangkan rasa nyeri post

operatif, pasien ini diberikan Ketorolac 2 amp di drip bersama IVFD RL dan

Indukxine 2 amp tetesan 20x/menit. Untuk mengurangi perdarahan yang ada,

injeksi Kalnex 3 x 500 mg IV dapat membantu menghentikan perdarahan dan

pemberian vitamin c dosis tinggi sebanyak 2 x 600 mg IV sebagai vitamin untuk

daya tahan tubuh. Pemberian obat injeksi ini diberikan paling tidak selama 2 hari

pasca operasi. Kemudian, digantikan dengan obat oral berupa antibiotik

Ciprofloxacin 3 x 500 per oral dan Metronidazole 3 x 500 mg, analgetik berupa

Asam Mefenamat 3 x 500 mg per oral, dan Mecobion 3 x 500 mg per oral. Setelah

hari IV post operatif, IVFD dan kateter dapat dilepas dan pasien diperkenankan

untuk pulang.

Setelah pulang, pasien disarankan untuk kontrol ulang minimal 1 kali pada

12 hari post operasi untuk pelepasan perban anti air serta pengecekan bekas

jahitan. Apabila terdapat keluhan-keluhan yang mengganggu disarankan untuk

segera menghubungi dokter.

Page 21: Lapsus Letli Imas

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. (Ed.). 2005. Distosia Karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin: Letak Lintang. Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed. III, Cetakan ke-7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta Pusat, Indonesia.

2. Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., Gilstrap III, LC., Hauth, JC., Wenstrom, KD. 2006. Distosia: Kelainan Presentasi, Posisi, dan Perkembangan Janin “Letak Lintang”. Dalam: Obstetri Williams. Ed. 21, Vol. 1. EGC, Jakarta, Indonesia.

3. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata D., Wirakusumah, FF. (ed.). 2005. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi.. Ed. 2, EGC, Jakarta, Indonesia.S

4. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie). 1998. Dalam: Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia; Hal. 366-372.

5. Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., Gilstrap III, LC., Hauth, JC., Wenstrom, KD. 2006. Seksio Sesarea dan Histerektomi Postpartum. Dalam: Obstetri Williams. Ed. 21, Vol. 1. EGC, Jakarta, Indonesia.