Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

73
REFERAT KARSINOMA REKTUM Oleh : Imas Resa Palupi 07201011101019 Pembimbing : dr. Doeryanto Oesman Sp. B, FINACS Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di SMF Ilmu Bedah RSUD dr. Soebandi Jember

Transcript of Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Page 1: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

REFERAT

KARSINOMA REKTUM

Oleh :

Imas Resa Palupi

07201011101019

Pembimbing :

dr. Doeryanto Oesman Sp. B, FINACS

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaDi SMF Ilmu Bedah RSUD dr. Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

JULI 2012

Page 2: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

DAFTAR ISI

hal

Halaman cover .................................................................................................... i

Daftar isi .............................................................................................................. ii

Daftar gambar ..................................................................................................... iii

Daftar tabel .......................................................................................................... iv

BAB 1. Pendahuluan ........................................................................................... 1

BAB II. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 3

2.1 Definisi .............................................................................................. 3

2.2 Anatomi dan Fisiologi Rektum ......................................................... 3

2.3 Epidemiologi Karsinoma Rektum ..................................................... 8

2.4 Faktor Resiko .................................................................................... 11

2.5 Etiologi .............................................................................................. 12

2.6 Deteksi Dini ...................................................................................... 17

2.7 Diagnosis ........................................................................................... 20

2.7.1 Anamnesis ................................................................................ 21

2.7.2 Pemeriksaan Fisik .................................................................... 23

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis .......................................... 24

2.8 Klasifikasi Karsinoma Rektum ......................................................... 30

2.9 Penatalaksanaan ................................................................................ 34

2.10 Metastase ......................................................................................... 44

2.11 Terapi Rekuren ................................................................................ 45

2. 12 Prognosis ........................................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 47

ii

Page 3: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1 Gambar Anatomi Rektum ................................................................................ 4

2.2 Vaskularisasi arteri daerah anorektum ............................................................. 5

2.3 Vaskularisasi vena daerah anorektum .............................................................. 6

2.4 Epidemilogi kanker di Indonesia ..................................................................... 14

2.5. Rectal touche ................................................................................................... 24

2.6 Foto Barium Enema ......................................................................................... 25

2.7 Sigmoideskopi .................................................................................................. 26

2.8 Kolonoskopi ..................................................................................................... 27

2.9 CT scan abdomen ............................................................................................. 30

2.10 Stadium Karsinoma Kolorektal ...................................................................... 32

2.10 Low anterior resection, Colonic Anastomose ................................................ 35

iii

Page 4: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria resiko pada individu dengan riwayat KKR............................... 18

Tabel 2.2 Perbandingan antara karsinoma rektum dengan karsinoma kolon kiri dan

kanan ....................................................................................................... 20

Tabel 2.3 Ringkasan Diagnosis Karsinoma Rektum ............................................. 21

Tabel 2.4 Diagnosis Karsinoma Rektum ............................................................... 24

iv

Page 5: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua pada penderita

kanker di Amerika Serikat (± 15% dari keganasan yang ada). Kanker kolorektal

adalah penyebab kematian ketiga pada laki-laki setelah kanker prostat dan paru-

paru dan wanita setelah kanker kanker paru-paru dan payudara. (Welton, 2001).

Di seluruh dunia 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,

sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita

kanker. Resiko terjadinya kanker kolon lebih banyak pada wanita dan kanker

rectum lebih banyak pada pria (Basu, 2009).

Insiden dan mortalitas kanker kolorektal bervariasi untuk tiap negara di

dunia. Mortalitas tertinggi di dunia terjadi di Republik Chezc (52 per 100.000)

sedangkan untuk mortalitas terendah terdapat pada negara Albania (4 per

100.000), di Amerika Serikat 35 per 100.000 orang (Welton, 2001). Insiden

kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematianya.

Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal

menduduki peringkat ketiga dari semua kanker (wimdejong, 2004). Meskipun

belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat

kenaikan jumlah kasus, data dari depkes didapati angka 1,8 per 100.000

penduduk (Depkes, 2006).

Kanker kolorektal adalah kanker yang berkembang pada kolon atau

rektum. Karsinoma rektum merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor

ganas saluran cerna, lebih 30% tumor kolorektal berasal dari rektum. Pada tahun

1995, di Amerika Serikat ditemukan 40.000 kasus baru (Welton, 1999).

Diagnosis karsinoma rektum pada umumnya tidak sulit, namun kenyataanya

penderita lebih banyak terdiagnosis dalam stadium lanjut, sehingga pmbedahan

kuratif seringkali tidak dapat dilakukan. Penderita kebanyakan datang dengan

Page 6: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

keluhan berak berdarah, yang bukan monopoli gejala karsinoma rektum karena

ada penyakit lain dengan keluhan yang sama misalnya hemoroid, colitis.

Sehingga banyak dokter mencoba memberikan pengobatan ke arah hemoroid

yang merupakan penyakit yang lebih banyak ditemukan (Samiadji, 1995).

Prognosis penderita sangat bergantung kepada stadium dari kanker

rektum. Angka kemungkinan untuk bertahan hidup dalam 5 tahun pada pasien

dengan karsinoma rektum stadium dini adalah 58,9 sampai 78,8%, dan angka ini

akan berkurang seiring dengan meningkatnya stadium yaitu hanya sebesar 7%

saja pada karsinoma rekti stadium akhir (Elizabeth, 2005).

2

Page 7: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

BAB II

DAFTAR PUSTAKA

2. 1 Definisi

Karsinoma rektum adalah karsinoma yang berkembang pada rektum.

Kanker kolorektal berlokasi di rektum (30%) (Welton, 2001)

2.2 Anatomi dan Fisiologi Rektum

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian

ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,

dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian

ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus

levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada

rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang

dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis

3

Page 8: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa (tim anatomi, 2001).

Gambar 1. anatomi rektum

4

Page 9: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 2. vaskularisasi daerah anorektum

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,

media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan

dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri

hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior

cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari plexus

hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika

inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak

berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.

Hal inilah yang dapat menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-

pasien hemoroid interna. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus

vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda

interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

5

Page 10: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 3. vena daerah anorektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke

kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis

anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke

kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3,

dan 4,s erabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut

parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi

6

Page 11: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan. Hal ini

menjelaskan terjadinya efek samping dari pembedahan pasien-pasien dengan

karsinoma rekti, yaitu berupa disfungsi ereksi dan tidak bisa mengontrol buang

air kecil atau miksi.

Rektum (bahasa latin :regere, “meluruskan, mengatur “) adalah ruangan

yang berasal dari ujung usus besar (estela kolon sigmoid) dan berakhir di anus.

Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desenden. Jika kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar. Mengembangnya dinding rektum

karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk defekasi. Jira defekasi tidak terjadi, seringkali

material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali

dilakukan. Jira defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, kostipasi dam

pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan itu, tetapi

bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot

yang penting untuk menunda buang air besar.

Proses defekasi diawali oleh terjadi reflek defekasi akibat ujung-ujung

serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh massa

feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme contience dan juga

sensasi pengisian rectum yang merupakan bagian integral penting pada defekasi

normal. Distensi dari rectum akan menstimulasi receptor regang pada dinding

rectum, lantai pelvis dan kanalis anales. Bila feses memasuki rektum, distensi

dinding rectum mengirim signal afferent yang menyebar melalui pleksus

mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon

desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah

gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi

oleh adanya sinyal yang menghambat pleksus mienterikus; dan sfingter ani

7

Page 12: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

externa pada saat tersebut mengalami relaksasi secara volunter, terjadilah

defekasi. Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal

oleh kontraksi otot-otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, m.

oblique interna dan externa, m. transversus abdominis dan diafragma. M.

puboerektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi

sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. M.

sfingter ani externa kemudian akan berkontraksi dan memanjang ke kanalis

anales. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada

di bawah pengaruh kesadaran (voulenter). Bila defekasi ditahan, sfingter ani

akan tertutup, rectum akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses.

Setelah proses evakuasi selesai akan terjadi closing reflex.

2.3 Epidemiologi Kanker Rectum

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat

insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker

dengan mortalitas lebih dari 50%. 9,5% pria penderita kanker terkena kanker

kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari jumlah total

penderita kanker (depkes, 2006).

Angka insiden tertinggi terdapat di Eropa, Amerika dan Selandia baru;

sedangkan angka insiden terendah terdapat di India, Amerika Selatan dan Arab

Israel (soecripto, 2011). Mortalitas tertinggi di dunia terjadi di Republik Checz

(52 per 100.000) sedangkan untuk mortalitas terendah terdapat pada negara

Albania (4 per 100.000), di Amerika Serikat 35 per 100.000 orang (Welton,

1999).

Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat

setiap tahunya dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga kasus

terjadi di kolon dan 2/3 di rektum. adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak

(98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan sarkoma

(0,3%) (Stewart, 2001).

8

Page 13: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga

kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada

orang muda. Di negara barat, perbandingan insiden laki-laki dan wanita 3:1, dan

merupakan penyakit orang usia lanjut (Syamsuhidayat, 2006).

Pada tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada

pria setelah kanker paru, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ke tiga setelah kanker payudara dan kanker servik (boyle, 2004).

Histopatologisnya dari kanker rektal sebesar 96% berupa

adenokarsinoma, 2% lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid

karsinoma dan 0,8% berupa sarcoma. Sedangkan untuk lokasinya sebagian besar

berada di rektum (51,6%) diikutio oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon desenden

(8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascenden (7,8%) dan multifokal

(0,28%).

Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker

kolorektal di RS AWS Samarinda berjumlah 160 orang, jumlah pria lebih

banyak yaitu 81 orang dan wanita 65 orang, dan untuk jenis terbanyak

didapatkan hasil adeno Ca (130 orang), mucinous Ca (4 orang), signet sel ring

cell ca (4 orang), lyfoma (4 orang), carcinoid ca (2 orang), sarcoma (2 orang)

serta berdasarkan usia sampel didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun

(Mukhtar, 2010).

Karsinoma rektum biasanya terjadi pada usia tua pada dekade ke 7.

Bagaimanapun juga karsinoma dapat terjadi pada usia berapapun.

9

Page 14: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

10

Page 15: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 4. Epidemiologi kanker di Indonesia

2.4 Faktor Resiko

Etiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa

faktor resiko telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum.

Beberapa faktor resiko yang berperan adalah

1. Faktor genetik seperti FAP dan HNPCC

2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit chron dan colitis ulseratif

Terdapat peningkatan resiko berkembangnya kanker kolorektal dengan

penderita IBD dalam waktu yang lama, sebanyak 3% setelah 15 tahun,

5% setelah 20 tahun dan 5% setelah 25 tahun.

3. Diet (lemak, protein, daging dan kalori)

4. kelebihan berat badan

11

Page 16: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten

mendukung bahwa terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan

kejadian kanker rektum. Terjadi kenaikan resiko 15% pada orang yang

overweight (BMI>25%) dan resiko meningkat menjadi 33% pada

obesitas (BMI>30).

5. Obat-obatan NSAID atau kemoprevetion

obat-obatan NSAID akan menghambat produksi prostaglandin melalui

hambatan paa COX. COX akan merangsang angiogenesis pada kanker

rektum. penelitian kohort dan kasus kontrol menunjukkan bahwa

golongan NSAID seperti piroksikam dan aspirin dapat mencegah

terbentuknya adenoma atau menyebabkan regresi polip adenoma pada

FAP.

6. Merokok

perokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun) mempunyai resiko

1,5-3 kali lebih banyak.

7. Pengobatan sulih hormon

terdapat hubungan yang terbalik antara estrogen replacement therapy

(ERT) dengan TSH dengan kejadian kanker rektum.

8. Alkohol

9. Kalsium

kalsium akan menurunkan angka kekambuhan adenoma secara

bermakna. Dosis yang dipakai 1250-2000 mg.

10. vitamin

vitamin E, vitamin D dan asam folat 400mg/hari menurunkan kejadian

kanker rektum. (Zahari, 2009)

2.5 Etiologi dan Patogenesis

Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker rektum

sama seperti kanker yang lain yang masih belum diketahui penyebabnya, namun

12

Page 17: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

diduga hal tersebut terjadi akibat interaksi berbagai faktor yakni faktor

lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang multipel berinteraksi

dengan predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi

kanker kolon dan rektum (Syamsuhidayat, 2006).

Tumorigenesis kanker kolorektal berdasar pada penyakit genetik, yang

merupakan akumulasi dari alterasi genetik dan ekspansi sel klonal yang agresif

yang bertumbuh cepat melebihi sel progenitor. Tiga kategori utama yang

berimplikasi pada perkembangan kanker kolorektal adalah onkogen seperti K-

ras, gen supresor tumor APC, DCC, p53 dan MCC, dan ketidaksesuaian gen

seperti hMSH2, hMLH1, hPMS, dan hPMS2. (Welton, 2001).

Pada tahun 1990, Fearon dan Vogelstein mengungkapkan bahwa untuk

terjadinya kanker, terdapat minimal lima gen yang bermutasi. Sedangkan

penelitian lebih lanjut menunjukkan minimal tujuh gen yang beralterasi yang

terjadi sebelum berkembangnya kanker. Jalur ini sering disebut dengan LOH

(loss of heterogenitas) yang didapat dari perkembangan kanker kolorektal yang

diwariskan dan sporadik.

Terdapat juga jalur yang berkembang, yang diinisiasi oleh defek akibat

ketidaksesuaian gen. Pada kasus ini terjadi replikasi yang salah yang mengarah

pada instabilitas microsatelite dan malfungsional dari gen. Tumor ini disebut

denga RER (replication error) yang ditemukan kurang lebih 20%. Sehingga

terdapat multipel genetik faktor yang menghasilkan terjadinya keganasan

kolorektal.

APC gen

Gen APC (adenomatous polypolis coli) berlokasi di chromosom

lengan panjang 5q. Hal tersebut bermanifestasi pada FAP

(familial adenomatous polyposis) dan Sindrom Garner’s dan yang

paling sering Turcot’s syndrom. APC yang bermutasi ditemukan

pada sebagian besar tumor kolorektal, yang terdeteksi pada 63%

adenoma dan merupakan 60% dari karsinoma. Mutasi dari

13

Page 18: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

adenoma dan carsinoma tidak hanya terjadi pada jaringan sekitar,

yang mengindikasikan mutasi somatik.

DCC gen

Gen DCC (deleted in colorectal carcinoma) yang berlokasi di

krosomom lengan panjang 18 (18q). Gen memproduksi gen yang

melibatkan adhesi sel dan interaksi dari matrik sel yang

berpengaruh pada pencegahan pertumbuhan tumor, invasif dan

metastase.

Second (inactivating) mutation

Genetic factor

Field effect

↑ mutational rate

APC gene

LOH pathway

MMR gene

RER pathway

Microsatelite instability

Clonal growth

Carcinoma

metastasis

Enviromental factors

Initial mutation

Somatic mutation or allelic loss K-ras, DCC, P-53

14

Page 19: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari.

Pada adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi

dan maturasi sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous

polyposis coli (APC) yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan

peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi

K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan

memperpanjang hidup sel.

Diet rendah serat dan tinggi karbohidrat akan mengakibatkan perubahan

pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil

pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian besar zat-zat ini bersifat

karsinogenik. Diet rendah serat akan menyebabkan pemekatan zat yang

berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume kecil, selain itu masa

transisi feses akan meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi

karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama (price, 2006).

Kanker rectum terutama adenokarsinoma (muncul dari epitel usus)

dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker

ini dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain

(paling sering metastase ke hati).

Terdapat 3 kelompok kanker rektum berdasarkan perkembanganya :

1. kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang

dari 10%

2. kelompok sporadik yang mencakup sekitar 70%

3. kelompok familial yang mencakup 20%

Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang waktu dilahirkan sudah

dengan mutasi sel germinativum pada salah satu alel dan terjadi mutasi

somatikalel yang lain. Contohnya adalah FAP (Familial Adenomatous

Polyposis) dan HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer). HNPCC

15

Page 20: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolon dan rektum. kelompok sporadik

membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-masing alelnya.

Kelompok familial tidak sesuai ke dalam salah satu dominan inherited

syndrom di atas (FAP dan HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada orang muda.

Meskipun kelompok familial dari kanker kolon dapat terjadi kebetulan saja, ada

kemungkinan peran ligkungan atau mutasi germinativum yang sedang

berlangsung.

Terdapat dua model utama perjalanan perkembangan kanker kolon dan

rektum yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replication Error).

Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan

p53 serta aktivasi onkoge yaitu K-ras, contohnya perkembangan polip adenoma

menjadi karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen

MSH2,hMLH1, hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini seperti pada HNPCC. Pada

bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan sisanya berkembang

lewat model RER (Zahari, 2009).

Gambaran mikroskopis

Pada stadium dini karsinoma rekti hanya membentuk daerah penebalan

yang terlokalisir pada mukosa normal atau benjolan keras (nodule) pada

adenoma yang telah ada papiloma villous. Dengan pertumbuhan yang terjadi,

massa akan membesar dan menjadi beberapa bentuk (samiadji, 1996)

1. polipoid (cauli flower carsinoma)

Berupa massa seperti jamur yang menonjol dalam lumen usus (fungating

mass), dengan infiltrasi minimal ke dinding usus. Penonjolan lesi dapat

halus atau kasar, oleh karena pertumbuhan yang cepat akan menyebabkan

nekrosis dan akan terjadi ulserasi pada beberapa tempat.

Adanya massa tumor pada epitel kelenjar mukosa rektum akan

memproduksi lendir, serta adanya nekrosis dan ulserasi pada massa

16

Page 21: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

tumor akan menimbulkan keluhan berak darah, berak lendir dan rasa

tidak puas setelah berak

2. Ulseratif

Berupa ulkus maligna yang khas dengan tepi tak rata dan dasar berkerak,

berbentuk sirkuler dan kasar. Jenis pertumbuhan ini sering menginfiltrasi

dinding rektum sehingga terjadi deformitas dan penyempitan. Bentuk

ulseratif selain menimbulkan keluhan berak darah-lendir, diare palsu dan

apabila telah terjadi penyempitan lumen akan memberikan keluhan tinja

pipih seperti tahi kambing.

3. Anuler (stenosing carsinoma)

Tumbuh dari ulkus maligna, lesi akan meluas mengelilingi dinding usus

dan akhirnya kedua tepinya bertemu membentuk ulserasi yang anuler.

Sering menimbulkan stenosis, paling khas terlihat pada sigmoid, disebut

”string-stricture carsinoma”.

Pada bentuk ini keluhan berak darah dan lendir tidak jelas, keluhan yang

sering dikeluhkan adalah adanya kesukaran defekasi dengan tinja pipih

seperti kambing.

4. Infiltratif

Menimbulkan penebalan difus pada dinding usus, sebagian besar tertutup

oleh mukosa yang utuh. Dan terdapat ulserasi pada beberapa tempat.

Apabila telah terjadi ulserasi akan memberikan keluhan berupa berak

lendir dan darah.

5. Koloid

Berupa masa tumor yang besar seperti gelatin. Dapat menimbulkan

ulserasi dan infiltrasi yang luas. Bentuk ini terutama akan memberikan

keluhan berupa kesukaran defekasi oleh karena adanya massa tumor yang

besar dan adanya tinja pipih seperti tahi kambing, apabila terjadi ulserasi

akan memberikan gejala berak darah dan lendir.

17

Page 22: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2.6 Deteksi Dini

Karsinoma rekti seringkali asimtomatis dan ditemukan dalam keadaan

lanjut. Deteksi dini dapat diartikan adalah investigasi/penemuan kasus pada

individu asimtomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada

stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.

Komite kesehatan dan penelitian Amerika skrining pada populasi dengan

kriteria tertentu

18

Page 23: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Indikasi

Secara umum dapat dibedakan 2 kelompok yaitu populasi umum dan kelompok

resiko tinggi

Pada populasi umum dilakukan pada usia di atas 40 tahun.

Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang beresiko tinggi adalah :

a. penderita kolitis ulseratif atau chron disease selama >10 tahun

b. penderita yang telah dilakukan polipektomi karena adenoma kolon dan

rektum

c. individu dengan riwayat keluarga menderita kanker rektum

d. individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko karsinoma rektum 5

kali lebih tinggi

Tabel 1 kriteria resiko pada individu dengan riwayat KKR (kriteria

Amsterdam)

Tingkat resiko Kriteria

Tinggi Paling sedikit 3 anggota keluarga

menderita KKR atau paling sedikit 2

anggota dengan KKR dan 1 dengan

karsinoma endometrial pada paling

sedikit 2 generasi. Satu dari anggota

keluarga telah menderita di bawah usia

50 tahun dan salah satu anggota yang

didiagnosis adalah silsilah pertama

keluarga

ditemukan pembawa (carier) gen

HNPC

anggota keluarga yag tidak diuji

Sedang Seorang anggota keluarga silsilah

19

Page 24: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

pertama menderita KKR pada usia <45

tahun atau dua anggota keluarga silsilah

pertama menderita KKR (seorang pada

usia <55 tahun atau dua atau tiga

anggota keluarga (salah seorang pada

usia <55 tahun) dengan KKR atau

karsinoma endometrial yang merupakan

silsilah pertama

Rendah Seseorang yang tidak memenuhi kriteria

tinggi atau sedang

Apabila tidak dilakukan terapi 7% penderita FAP akan menderita adenoma

pada usia 21 tahun; 50% pada usia 39 tahun; dan 90% pada usia 45 tahun.

(Zahari, 2009).

2.7 Diagnosis Klinis

Gejala klinis yang muncul pada keganasan rektum dibagi menurut tiga

kategori, yaitu onset yang kronis, gejala obstruksi akut, dan perforasi akut. Dari

ketiga gejala tersebut, gejala yang paling sering muncul adalah gejala kronis,

obstruksi, dan perforasi yang diikuti dengan peritonitis (Walton, 1999).

Perdarahan adalah gejala yang paling sering ditemukan dari keganasan

kolorektal. Tetapi pada umumnya, penderita didiagnosis dengan hemoroid, yang

lebih umum terjadi. Perdarahan dapat berwarna hitam, maroon, ungu atau merah

cerah tergantung lokasi.

Perubahan dalam kebiasan buang air besar adalah gejala kedua yang

paling sering dikeluhkan, baik dengan diare atau dengan kosntipasi. Hal tersebut

berhubungan dengan lokasi dari kanker kolorektal. Sakit perut juga berhubungan

dengan perubahan kebiasaan buang air besar. Karsinoma pada rektum

20

Page 25: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

memberikan gejala tenesmus, diikuti dengan pelvic pain apabila kanker telah

melibatkan saraf sciatic.

Gejala kronis pada umumnya sama dengan gejala keganasan yang lain

seperti kehilangan nafsu makan, malaise, demam, berat badan turun, massa pada

abdominal dan gejala pada saluran kemih (frekuensi, pnuematuria, dan

fecaluria). Bakteremia yang diakibatkan oleh Streptococcus bovis adalah bakteri

yang sering menimbulkan manifestasi pada keganasan kolorektal.

Perforasi adalah gejala ketiga yang muncul pada karsinoma kolorektal.

Gejala ini dapat berakibat peritonitis terlokalisasi atau peritonitis yang

generalisasi atau berhubungan dengan fistula vesikourinaria.

2.8.1 Anamnesa

Berikut ini merupakan gejala yang sering dikeluhkan :

Diare palsu atau ”spurious diarrhea”

diare palsu merupakan keluhan BAB yang frekuen tapi hanya sedikit

yang keluar disertai dengan lendir dan darah serta adanya rasa tidak puas

setelah BAB. Terjadinya diare palsu oleh karena adanya proses

keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum, berupa suatu massa

tumor dimana tumor akan merangsang keinginan untuk defekas, tetapi

yang keluar hanya sedikit disertai sekresi kelenjar berupa mukus dan

darah oleh karena rapuhnya massa tumor.

BAB berlendir

BAB berlendir seperti halnya diare palsu merupakan manifestasi adanya

proses keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum dan hal ini jarang

didapatkan pada penderita hemoroid

Feses pipih seperti kotoran kambing

Bentuk feses yang pipih seperti kotoran kambing sangat tergantung dari

bentuk makroskopis massa tumor pada rektum. Pada stadium dini dimana

21

Page 26: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

tumor masih kecil dan tidak berbentuk anuler, jarang ditemukan

perubahan bentuk feses.

Penurunan berat badan

Penurunan berat badan pada umumnya akan terjadi pada semua penderita

dengan keganasan, terutama stadium lanjut. Penderita dengan keganasan

akan mengalami perubahan metabolisme oleh karena adanya reaksi

inflamasi tumor dengan host. Adanya peningkatan metabolisme protein,

karbohidrat, dan lemak akan menyebabkan keseimbangan energi protein

menjadi negatif sehingga diikuti dengan penurunan berat badan. Pada

karsinoma rekti terjadi obstruksi parsial sehingga penderita akan

mengeluhkan perut terasa kembung dan nafsu makan menurun

Perdarahan bercampur tinja

Perdarahan pada karsinoma rektum akibat adanya proses inflamasi pada

massa tumor. Sifat perdarahan yang keluar akan bercampur dengan tinja

dan berwarna kehitaman jika massa tumor pada kolon proksimal,

sedangkan darah yang keluar akan berwarna merah segar jika lokasi

massa tumor pada kolon distal

Tabel 2. Perbandingan antara karsinoma rektum dengan karsinoma kolon kiri

dan kanan

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Tipe tumor Vegetatif

Ulseratif

Stenotik Infiltratif

Ulseratif

Vegetatif

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena

penyusupan

Obstruksi Tenesmus

Defekasi Diare Konstipasi Tenesmus terus

22

Page 27: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

progresif menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Samar Samar atau

mikroskpis

Makroskopis

Feses Normal Normal Perubahan bentuk

Dispepsia Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

Tabel 3. ringkasan diagnosis karsinoma kolorektal

Kolon kanan Anemia dan kelemahan

Darah samar di feses

Dispepsia

Perasaan tidak enak di perut kanan

bawah

Massa di perut kanan bawah

Kolon kiri Perubahan pola defekasi

Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi

Rektum Perdarahan di rektum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi masih ada perasaan tidak

puas atau penuh

Penemuan tumor pada colok dubur

Penemuan tumor pada

rectosigmoidoskopi

23

Page 28: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2.8. 2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase

seperti pembesaran KGB atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok

dubur dapat diketahui (cirincione, 2005) :

Adanya tumor rectum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor< melingkar menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar

2.8.3. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum

antara lain (Schwart, 2005).

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsy sangat

penting. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas,

biopsy harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma

merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90-95% dari kanker

usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid

tumors, adenomatous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

2. Pemeriksaan Tumor Marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigent),

CA 242, CA 19-9

3. Uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan

jaringan.

4. Digital Rectal Examination atau biasa disebut rectal touché (colok

dubur).

Sekitar 75% karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal.

Pemeriksaan dengan rectal touché akan mengenali tumor yang

terletak sekitar 10 cm dari rectum, massa akan teraba keras dan

menggaung.

24

Page 29: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 6. colok dubur

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum serta letak

bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian

atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis.

b. Mobilitas tumor : hal ini sangat penting untuk mengetahui

prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih

dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rectum. Pada lesi yang

sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi

perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur

ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior

vagina atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan

karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari

mobilitas atau fiksasi lesi.

5. Foto Rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung

barium, dimasukkan melalui rectum untuk kemudian dilakukan foto

rontgen

25

Page 30: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 7. foto barium enema

6. Endoskopi

a. Sigmoidoskopi

Yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan

sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat

sigmoidoscope dimasukkan melalui rectum sampai kolon sigmoid,

polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsy. Flexible

sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun merupakan

metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang

asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk

menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan

pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya

kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada

di distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang

letaknya proximal pada 6-10% pasien.18

Gambar 8. sigmoideskopi

26

Page 31: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

b. Kolonoskopi

Dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran seluruh mukosa

kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat

mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling

akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran < 1cm dan

keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik

daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2

Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsy,

polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana

komplikasi utama (perdarahan< komplikasi anestesi, dan

perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien.

Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk

mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease,

non akut diverticulitis, sigmoid volvuus, gastrointestinal bleeding,

megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi

lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostic

kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari

kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostic (depkes, 2006)

27

Page 32: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

7. Virtual Colonoscopy (CT Colonography)

Kolonoskopi virtual merupakan diagnostic non-invasif yang baru,

menggunakan x-ray dan software computer untuk melihat dua dan

tiga dimensi dari seluruh usus besar dan rectum untuk mendeteksi

polip dan kanker kolorektal (Mukhtar, 2010).

8. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, Transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik

imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut

pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan

screening test (Schwartm 2005).

a. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien

kanker kolon preoperative. CT scan dapat mendeteksi metastase ke

hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfe dan organ lainnya

di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada

pasien dengan nilai CEA yang meningkat setalah pembedahan

kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan

memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon

karena sifatnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan

operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke

dinding usus dengan akurasi mencapai 90% dan mendeteksi

pembesaran kelenjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19

Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat

mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

28

Page 33: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 9. CT scan abdomen

b. MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan

sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tidak teridentifikasi

dengan menggunakan CT scan. Karena sensitifitasnya yang lebih

tinggi daripada CT scan. MRI dipergunakan nuntuk

mengidentifikasi metastase ke hepar (Brown, 2001).

c. Endoskopi Ultrasound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperative dari

kedalaman invasi tumor, terlebh untuk tumor rectal. Keakurasian

dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk Digital

Rektal Examination. Pada kanker rectal, kombinasi pemakaian

EUS untuk melihat adanya tumordan digital rectal examination

untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan

ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan

pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif

kemoradiasi. Transrektal biopsy dari kelenjar limfe perirektal bisa

dilakukan dibawah bimbingan EUS.

Table 4. diagnosis karsinoma rectum

29

Page 34: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Cara pemeriksaan Persentase

Colok dubur 40%

Kolonoskopi 100%

Rectosigmoideskopi 75%

Foto kolon dengan barium kontras 90%

2.8 Klasifikasi karsinoma rectum

1. Berdasarkan klasifikasi Dukes

Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling

dalam rektum, yaitu mukosa saja, disebut juga carsinoma in

situ.

Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa

sampai lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam

dinding rectum tapi tidak menyebar ke bagian terluar dinding

rectum ataupun keluar dari rectum. Disebut juga Dukes A

rectal cancer.

Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rectum ke

jaringan terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi.

Disebut juga Dukes B rectal cancer.

Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi

terdekat, tapi tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Disebut juga Dukes C rectal cancer.

Stadium IV

30

Page 35: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh

seperti hati, paru, dan ovarium. Disebut juga Dukes A rectal

cancer.

31

Page 36: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

32

Page 37: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 10. Stadium Karsinoma Rektum

33

Page 38: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2. Berdasarkan system TNM

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System

TNM

STADIUM

MODIFIED

DUKES

STADIUM

DESKRIPSI

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submukosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis

propia

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar

mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang

berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

2.9 Penatalaksanaan

Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker

rektum. Tiga terapi standar yang digunakan antara lain adalah :

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium 1 dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3

juga masih dapat dilakukan pembedahan. Seiring perkembangan ilmu

pengetahuan, sekarang sebelum dioperasi pasien diberi presurgical

treatment berupa radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikeanl sebagai neoadjuvant chemotherapy,

34

Page 39: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

dan terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rectum

stadium 2 dan 3. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan

pembedahan, meskipun sebagian jaringan kanker sudah diangkat saat

operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi

pasca pembedahanyang dapat dilakukan, antara lain:

a. Eksisi lokal

Eksisi local jika kanker ditemukan pada stadium paling

dini, tumor dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan

lewat abdomen. Jika tumor ditemukan dalam bentuk polip, maka

operasinya disebut polypectomy. Eksisi local melalui rektoskop

dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus

dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan

endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran

didalam dinding rectum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

b. Low Anterior Resection (LAR)

Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah

atau 1/3 atas rectum, Untuk masa tumor lebih 5 cm dari anokutan

dipertimbangkan reseksi rectum rendah (Low Anterior

Resection/LAR) sehingga tidak perlu dikolostomi.

Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan

bawah. Kanker yang berada dilokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15

cm dari garis dentale) dapat dilakukan restorative anterior

resection kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik.

Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentale merupakan

faktor yang sangat pentinguntuk menentukan jenis operasi.

35

Page 40: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Gambar 11. A. Low Anterior Resection, B.C colonanal

anastomose

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa

kegagalan operasi LAR akan terjadi pada kanker rectum dengan

jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima

sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih

dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dialukan operasi

restorative resection. Colonal anastomosis diilhami oleh hasil

operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus Kolitis

ulceratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak

bawah, diaman teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Lokal

eksisi dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang

36

Page 41: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke

kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui

beberapa pendekatan yaitu transanal, transpincteric transsacral.

Pendekatan transphincter dan transsacral memungkinkan untuk

adapat mengamati kelenjar mesorektal untuk mendetksi

kemungkianan telah terjadi metastasis. Sedang pendekatan

transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan

kelenjar pararektal.

Reseksi anterior rendah pada rectum dilakukan melelui

laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat

anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

c. Abdominal perineal resection (Miles Procedure)

Untuk masa tumor < 5 cm dari anokutan. Pengangkatan

kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi

abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum,

mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur

ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan

pembuatan kolostomi permanen.

Pada tumor rectum 1/3 tengah dialkukan reseksi dengan

mempertahankan sfingter anus, Sedangkan pada tumor 1/3 distal

dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal

Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu

Miles, rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan,

termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal sampai

kelenjar limfe retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal

anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui

abdomen.

37

Page 42: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Indikasi dan Kontraindikasi Eksisi Lokal Kanker Rektum

1. Indikasi

- Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

- T1 dan T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan

ultrasound

- Termasuk well differentiated atau moderately secara

histology

- Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

- Tumor tidak jelas

- Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

- Termasuk poorly differentiated secara histologi

38

Page 43: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2. Radiasi

Padakasus stadium 2 dan 3, radiasi dapat mengecilakn ukuran

tumor sebelum dialkukan pembedahan. Dalam hal ini radiasi

berperan sebagai preoperative treatment. Peran lainnya radioterapi

adalah sebagai terapi tambahan untuk kasus tumor lokal yang telah

diangkat melalui pembedahan dan untuk penanganan kasus

metastasis jauh. Jika radioterapi pasca pembedahan dikombinasikan

dengan kemoterapi, maka akan menurunkan resiko kekambuhan

lokal di pelvis sebesar 46% dan menurunkan angka kematian sebesar

29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah terbukti dapat

mengurangi efek dari metastasis tersebut terutama pada otak.

39

Page 44: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien

dengan tumor lokal yang unresectable.

Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal

radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan

tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Eksternal radiasi

(Extewrnal Beam Therapy) merupakan penanganan dimana radiasi

tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi

digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung

khusus untuk melindungi jaringan yang sehat sekitarnya. Terapi

radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung

beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation)

menggunaka radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin

pada sel kanker. Subsatnsi yang menghasilkan radiasi disebut

radioisotope, dapat dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau

implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberiakan tingkat

radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila

dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan

internal radiasi secara sementara menetap di dalam tubuh Brakiterapi

dapat diberikan sebagai terapi adjuvant terapi, baik perioperatif,

diberikan pada keadaan dimana pada tindakan operasi didapatkan

adanya residu tumor tanpa adanya keterlibatan kelenjar, dengan

dilakukan pemasangan aplikator radiasi saat operasi, dan radiasi

dilakukan beberapa saat setelah operasi. Maupun juga dalam bentuk

postoperatif, diberikan pada keadaan dimana setelah operasi

didapatkan adanya residu tumor . Dengan tujuan definitif, brakiterapi

dapat diberikan sebagai terapi kombinasi radiasi eksterna +

brakhiterapi interstitial maupun intrakaviter maupun brakhiterapi

intrakaviter dan implantasi.( Gondhowiardjo, 2003).

40

Page 45: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Kombinasi preoperative radiasi eksterna dengan tindakan eksisi dan

interstitial perioperatif brakiterapi dilaporkan Otmezguine11

memberikan hasil lokal kontrol 80% pada 5 tahun dengan tingkat

kontrol fungsi sphinkter mencapai 100 % pada kasus keganasan

rektum letak menengah atau rendah. Sehingga tindakan ini

dianjurkan dilakukan pada kasus-kasus tersebut yang tidak mencapai

toleransi atau menolak operasi. Pada kasus keganasan anal dan

rektum baik primer dengan kombinasi RE dan interstitial BT,

maupun pada kasus kambuh lokal pasca terapi, didapatkan hasil

respons komplit pada 100 % keganasan anal dan 75% pada

keganasan rektum.

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy digunakan untuk menangani pasien yang

tidak terbukti memiliki penyakit residual tetapi beresiko tinggi

mengalami kekambuhan. Terapi ini digunakan pada tumor yang

menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium

2 dan 3). Terapi standar kemoterapi tersebut adalah Fluorouracil (5-

FU) yang dikombinasikan dengan Leucovorin jika tidak tersedia.

Protokol kemoterapi ini telah terbukti menurunkan angka

kekambuhan sebesar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar

10%. (Schwart, 2005).

Berikut ini adalah tabel tentang rekomendasi kemoterapi dan

radioterapi pada pasien kanker rektum setelah dilakukan

pembedahan. (Cagir, 2005).

Stage Rekomendasi terapi

Stage 1 Tanpa terapi adjuvant

Stage 2 atau 3 Kemoradiasi neoadjuvan selama 5

41

Page 46: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

minggu

Lesi kecil/menengah Kemoterapi dasar 5-FU dengan XRT

(180 cGy 5 hari/minggu)

Istirahat selama 6 minggu

Eksisi mesorektal total

Istirahat 4 minggu

Lanjutkan kemoterapi dasar 5-FU

selama 8 minggu

Lesi luas Kemoterapi pre dan postoperasi

Eksisi mesorektal total

Stage IV LAR atau APR paliasi/pencegahan

untuk sumbatan atau perdarahan

Kemoterapi adjuvant

5 FU+lekoverin dengan XRT

individual

4. Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan

follow up untuk rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani

dengan kanker kolon. Beberapa tenaga kesehatan telah menggunakan

pendekatan nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika terdeteksi

adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker

terdeteksi dalam jangka waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam

waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari kanker kolon

mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon.

Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat

meningkatkan prognosa. Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan

fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi, tes fungsi hati, CEA, foto polos

42

Page 47: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan (Silalahi, 2006).

Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal

antara 6 minggu setelah pembedahan.

1. Evaluasi klinik

Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama

follow up adalah untuk mendeteksi tumor primer baru. Beberapa

pasien kanker kolorektal membentuk satu atau beberapa tempat

metastasis di hepar, paru-paru, atau tempat anastomosis diamana

tumor primer telah diangkat.2

2. Rontgen

Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT

scan dalam mendeteksi rekurensi.

3. Kolonoskopi

Pasien yang mempunyai iesi obstruksi pada kolonnya harus

melakukan kolonoskopi 3 samapai 6 bulan setelah pembedahan,

untuk meyakinkan tidak adanya neoplasma yang tertinggal di

kolon. Tujuan dilakukannya endoskopi adalah untuk mendeteksi

adanya metachronous tumor, suture line rekurensi atau kolorektal

adenoma. Jika obstruksi tidak ada maka kolonoskopi dilakukan

pada satu sampai tiga tahun setelah pembedahan. Jika negative

maka endoskopi dilakukan lagi dengan interval 2-3 tahun.

4. CEA

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannnya

pemeriksaan lebih jauh untuk mengidentifikasi tempat rekurensi

dan biasanya sangat membantu dalam mengidentifikasi

metastasis ke hepar. Jika dicurigai adanya metastasis ke pelvis,

maka MRI lebih membantu diagnose daripada CT scan.

43

Page 48: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2. 10 Metastase

Dari 100 pasien dengan karsinoma kolorektal, 50 orang sembuh dengan

pembedahan, 15 akan berkembang dengan rekurensi lokal dan 35 orang

berkembang dengan metastase jauh. Organ-organ yang menjadi tempat

metastase adalah hati sebanyak 75%, paru-paru 15% dan tulang serta otak

sebanyak 5% (Walton, 2001).

Liver

Pada pasien yang terjadi metastase pada hepar, kematian terjadi

akibat kegagalan fungsi hati. CT scan dengan kontras pada arteri

dan vena merupakan pemeriksaan penunjang terbaik untuk

mendeteksi adanya metastasis. USG juga bisa digunakan, tetapi

tidak dapat mendeteksi semua lesi pada hepar dan lesi pada

extrahepatic intraabdominal. Terapi untuk metastase pada liver

masih menjadi perdebatan. Terapi bedah yang digunakan adalah

reseksi sebagai terapi utama kecuali reseksi mayor diindikasikan.

Regimen kemoterapi termasuk sistemik, intraarterial, dan

intraportal menunjukkan perbaikan. Terapi kemoterapi dan

bedah/bedah beku menunjukkan keutungan yang tidak jauh

berbeda.

Paru-paru

Kanker kolorektal yang bermetastase di paru sebanyak 15%.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah foto thorax dan CT scan dada

untuk mendeteksi adanya metastase. Terapi bedah yang digunakan

adalah reseksi dengan ”open thoracotomy” atau thoracoscopic

apabila lesi kurang dari 3 cm di bawah permukaan paru. Lesi

metastase yang dapat direseksi adalah soliter, lesi primer sudah

terkontrol, dan tidak ada metastase jauh yang lain dan keadaan

umum yang bagus.

44

Page 49: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

2.11 Terapi Kanker Kolorektal Rekuren

Rekurensi kanker kolorektal terjadi ± 70% dalam 2 tahun setelah operasi.

Rekuren lokal karsinoma rektum terjadi 3%-32%. Terapi yang digunakan ada

beberapa :

Operasi adalah terapi yang terbaik yang bisa disarankan

untuk lesi lokal rekuren. Terapi yang digunakan adalah

reseksi. Bedah radikal digunakan untuk pasien tertentu dan

tipenya bergantung pada lokasinya.

Endoskopic laser therapy untuk lesi rekuren yang tidak

dapat direseksi, namun timbul obstruksi dan perdarahan, maka

digunakan laser.

Tumor stenting untuk pasien yang terdapat gejala-gejala

obstruksi

Radioterapi eksternal radioterapi adalah terapi yang paling

banyak digunakan untuk lesi rekuren dari karsinoma rektum.

Vilalon melaporkan penurunan 92% berespon terhadap rasa

sakit dan pengurangan massa tumor sebanyak 80%. Survival

rate setelah radioterapi adalah 20 bulan.

Kemoterapi 5FU dan mytocin (Walton, 2001).

2.11 Prognosa

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting. Grade histology

secara signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien

dengan well differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5 year survival

lebih baik dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4).

Lokasi kanker terlihat sebagai faktor prognostic yang independen. Pada stage

yang sama pasien dengan tumor yang berada di rectum mempunyai prognoa

yang lebih buruk biala dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon.

45

Page 50: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Secara keseluruhan 5 year survival rates untuk kanker rectal adalah

sebagai berikut:

a. Stadium I – 72%

b. Stadium II – 54%

c. Stadium III – 39%

d. Stadium IV – 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa

kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering

terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanyapada 2 tahun pertama

setelah operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi

termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemampuan untuk

memperoleh batas-batas negative tumor (Cirincione, 2005).

46

Page 51: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

DAFTAR PUSTAKA

Abhay, Baghat. 2011. Colon and Rectal Cancer. Mumbai : Jascap

Basu, S. et al. 2009. Recent Advance in The Management of Carcinoma

Colorectal. Dove Press Journal Clinical and Expiremental Gastroentrologi.

Brown, Gina. 2010. Rectal Carcinoma Staging : A Practical Approach. Royal

Meyden Hospital

Bruckner, Pitrell, dan Merrick. 2001. Adenocarcinoma of Colon and Rectum.

Cromwell, John., Santiago, and Marcet. 2006. Treatment of Rectal Carcinoma.

The New England Journal Medicine 355 :23.

Gondhowiardjo, S. 2003. Brakhiterapi dalam Terapi Kanker Anorektal. Makara

Kesehatan, Vol. 7 No.2 hal 63-66.

Elizabeth, Cirincione. 2005. Rectal Cancer. Available from E-medicine

Miles. 2005. Current Management of Rectal Cancer. Current Problem Surgery

Februari 2005

Mukhtar, S. 2010. Colorectal Cancer in A. Wahab Sjahrani General Hospital

Samarinda. East Borneo. Samarinda.

Moertel, Charles. 1994. Chemoterapy for Colorectal Carcer. The New England

Journal of Medicine April 1999

Poynter, Jenyy et al. 2005. Statins and The Risk of Colorectal Cancer. The New

England Journal of Medicine 2005:352:2184-92.

Price S, dan Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Syamsuhidayat R, Jong Wim D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2. Jakarta

: EGC

Samiadji, S. 1995. Akurasi Keluhan Berak Darah dan Penurunan Berat Badan

dalam Diagnosis Karsinoma Rekti. Tesis. Semarang : Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro

47

Page 52: Karsinoma Rektum Refrat Imas Bedah

Tim Pengajar Anatomi. 2001. Situs Abdominis. Laboratorium Anatomi dan

Histologi. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Zahari, Asril. 2009. Deteksi Dini, Diagnosa dan Penatalaksanaan Kanker Kolon

dan Rektum. Suplement Majalah Kedokteran Andalas dalam Rangka

Diesnalies 53 FK Unand.

Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principle of Surgery 8th. United States of America

: The McGraw-Hill Companies.

Welton, M. L, Varma, G. M dan Amerhauser. 2001. Basic Science and Clinical

Evidence. New York : Springer-Verlac

48