Lapsus Bayi
-
Upload
oktavia-rahayu-ulfah -
Category
Documents
-
view
42 -
download
4
description
Transcript of Lapsus Bayi
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan salah satu penyebab
gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur.1 Gangguan nafas
ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut:
pernafasan cepat >60 x/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan atau tanpa
sianosis pada udara kamar.2 Menurut European Consensus Guidelines on the
Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants –
2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan
memburuk sampai dengan 24 – 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan
membaik 1 – 2 hari berikutnya, umumnya timbul bersamaan dengan peningkatan
diuresis.3,4 Menurut buku Pedoman pelayanan medis IDAI, gejala gawat nafas
pada HMD memburuk dalam 48 – 96 jam.2
HMD ditemukan pada ± 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500-1500
gram (<34minggu usia gestasi). Insidens HMD berbanding terbalik dengan masa
gestasi.2 Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Kelainan yang terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena
pematangan paru yang belum sempurna.1 Penyakit ini biasanya mengenai bayi
prematur,dan dapat ditemukan bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus
selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes mellitus, hipotiroidisme,
toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan perdarahan antepartum.1,3
Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50- 70%).1
1
Sedangkan sepsis neonatorum merupakan penyebab tersering kematian
pada neonatus.1,2 Sepis neonatorum merupakan istilah yang sering digunakan
untuk mendeskripsikan respons sistemik terhadap infeksi bayi baru lahir. Sepsis
neonatorum merupakan suatu sindrom klinis bakterimia yang ditandai dengan
gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Dari awitan
gejalanya, sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sepsis awitan
dini (SAD) yang timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan sepsis awitan
lanjut (SAL) yang timbul setelah 72 jam.3,4
Dalam tulisan ini akan dilaporkan sebuah kasus bayi kurang bulan, sesuai
masa kehamilan, berat bayi lahir sangat rendah dengan Hyaline Membrane
Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini curiga enterokolitis
nekrotikan dan pasca syok yang dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin.
2. Rumusan masalah
Diagnosis dini respiratory distress et causa Hyaline Membrane Disease
(HMD) dengan sepsis neonatorum awitan dini sangat penting karena terapi dan
prognosis dari masing-masing penyebab sangat berbeda sehingga diperlukan
pembelajaran agar kasus seperti ini tetap dapat ditangani dengan tepat
sebagaimana kasus-kasus perinatologi lainnya yang sering ditemui. Dengan
demikian, rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana
mendiagnosis dan memberikan penanganan yang tepat serta mencegah kasus bayi
dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini.
2
3. Tujuan
Penulisan laporan kasus ini mempunyai beberapa tujuan antara lain:
1. Mengetahui faktor-faktor risiko yang terjadi pada bayi kurang bulan, bayi
berat lahir sangat rendah dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan
sepsis neonatorum awitan dini.
2. Memahami gejala klinis, alur diagnosis, penanganan dan pencegahan pada
kasus bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum
awitan dini.
4. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang
faktor risiko dan penanganan bayi-bayi dengan Hyaline Membrane Disease
(HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini. Selain itu diharapkan juga dapat
memberikan pemahaman tentang mekanisme terjadinya respiratory distress
dengan sepsis neonatorum awitan dini, gejala klinis, diagnosis, penanganan serta
pencegahannya. Selain itu melalui laporan kasus ini diharapkan secara tidak
langsung mampu meningkatkan pelayanan pada bagian perinatologi RSUD Ulin
khususnya pada bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis
neonatorum awitan dini.
3
BAB IILAPORAN KASUS
Identitas pasien atas nama By. Ny. L I jenis kelamin perempuan, datang ke
Instalasi Gawat Darurat bagian anak RSUD Ulin pada tanggal 17 Januari 2013.
Bayi datang dengan keluhan utama bayi kurang bulan. Pada tanggal 15
Januari 2013 ibu mengeluhkan keluar air-air dan dibawa ke RSUD Ulin
Banjarmasin dan mendapatkan perawatan selama 2 hari. Ibu diperbolehkan pulang
karena di anggap belum waktunya melahirkan. Pada tanggal 16 Januari 2013
pukul 23.30 WITA ibu mengeluhkan nyeri perut dan dibawa ke bidan terdekat.
Pada tanggal 17 Januari 2013 ibu melahirkan pukul 01.00 dini hari. Bayi lahir
secara normal ditolong bidan, langsung menangis dan gerakan bayi aktif. Bayi
Ny. L merupakan bayi gemeli. Bayi Ny. L I lahir dengan berat badan saat lahir
1300 gram, sedangkan By. Ny. L II mempunyai berat badan lahir 1200 gram.
Menurut bidan, bayi lahir kurang bulan dan berat badan lahir sangat rendah.
Karena kondisi bayi kurang bulan, bidan menyarankan untuk dibawa ke RSUD
Ulin Banjarmasin. Pada awal kehamilan, ibu mengaku mengalami demam, namun
keluhan menghilang tanpa di obati. Selama hamil, ibu rutin memeriksakan
kandungan ke Puskesmas 2x dalam sebulan pada trimester pertama dan 1 x dalam
sebulan untuk trimester berikutnya dan oleh bidan dikatakan kehamilannya baik-
baik saja. Pada bulan pertama sampai kelima kehamilan ibu mengeluhkan berat
badannya tidak naik. Namun pada bulan ke enam, berat badan ibu mulai naik,
yang awalnya 47 kg naik menjadi 57 kg. Bulan ke 7 ibu mendapat suntikan
vaksin tetanus.
4
Berdasarkan data rekam medis, saat dibawa ke IGD RSUD Ulin
Banjarmasin, bayi Ny. L I berumur 0 hari. Kondisi saat masuk rumah sakit, bayi
menangis kuat, gerak aktif. Laju nafas 66 kali per menit, laju jantung 142 kali per
menit, dengan suhu axilla 37,2ᵒC, capillary refill time kurang dari 2 detik, Skor
Down 4 (frekuensi nafas 1, air entry 1, sianosis 0, retraksi 1, dan grunting 1).
Berat badan 1300 gram, (Umur kehamilan menurut nilai New Ballard 32 minggu).
Pada pemeriksaan fisik ketika masuk didapatkan kulit tidak pucat. Mata tidak
terdapat konjungtiva pucat, sklera tidak terlihat ikterik. Kebiruan pada bibir tidak
ada. Pada hidung didapatkan pernapasan cuping hidung. Pada dada didapatkan
tarikan kulit dinding dada antar iga dan di bawah sternum tanpa adanya suara
nafas tambahan rhonki dan wheezing pada kedua lapang paru. Tidak didapatkan
bising jantung. Pada bagian perut tampak supel. Tidak teraba hepar dan lien. Pada
anggota gerak atas dan bawah tidak ada edem dan akral teraba hangat. Tidak
didapatkan tanda rangsang meningeal. Diagnosis saat masuk rumah sakit adalah
tersangka sepsis awitan dini dan respiratory distress et causa Hyaline Membrane
Disease (HMD) pada bayi kurang bulan, sesuai masa kehamilan, bayi berat lahir
sangat rendah (BBLSR) dengan persalinan spontan belakang kepala. Tatalaksana
saat d IGD rumah sakit Ulin Banjarmasin bayi dirawat di dalam inkubator,
dipertahankan agar suhu berkisar antara 36,5ᵒC – 37,5ᵒC. Diberikan oksigen
dengan CPAP PEEP 6 cm H2O FiO2 28%. Infus menggunakan D10% 3,3 ml/jam
dan diberikan infus Aminofusin 0,5 gr (1 ml/jam). Obat-obatan yang diberikan
melalui intravena antara lain Ampicilin 3x20 mg,Gentamicin 7 mg tiap 36 jam,
dan Aminophilin 2x3 mg. Diberikan vitamin K 1 mg secara intravena dan
5
Gentamicin zalf pada mata kanan dan mata kiri. Hasil laboratorium tanggal 17
Januari 2013, pemeriksaan darah rutin terjadi peningkatan limfosit % dan
penurunan granulosit %, GDS 50 mg/dl, hasil PT 14,5 detik, control normal PT
11,4 dan hasil APTT 59,3 detik dan control normal APTT 26,1 dan CRP 0,8. Pada
bayi ini diprogramkan foto thorak dan bayi masuk ruang perawatan perinatologi
level III RSUD Ulin Banjarmasin.
Pada tanggal 18 Januari 2013 (hari perawatan kedua, umur 1 hari), bayi
masih terlihat sesak, gerak aktif dan menangis kurang kuat. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan skor downe tetap 4, pada hidung tidak didapatkan pernapasan
cuping hidung, pada thorak masih terdapat retraksi namun cenderung berkurang.
Diberikan infus D10% ditambahkan Ca Glukonas tanpa KCl, diberikan 4,1 cc per
jam. Serta ditambahkan aminofusin 0,5 gram sebanyak 0,6 cc per jam. Antibiotik
lini pertama tetap diteruskan kedua yaitu injeksi Ampicilin 2x75 mg, dan diberi
injeksi Aminophilin 2x3,7 mg. Pada bayi ini di programkan untuk puasa dan
minimal handling. Pada pemeriksaan kultur didapatkan kultur darah negatif
namun ditemukan pertumbuhan jamur bentuk budding. Pada foto thoraks tidak
ditemukan tanda-tanda pneumonia.
Pada tanggal 19 Januari 2013 (hari perawatan ketiga, umur 2 hari), retraksi
bertambah, gerak masih kurang aktif dan menangis tidak kuat, bati tampak letargi,
pada pemeriksaan fisik pada kulit ditemukan petekie. Obat injeksi dan program
puasa masih diteruskan. Dari hasil pemeriksaan darah, hasil PT memanjang 1,1x
dan APTT memanjang 1,8x sehingga dilakukan transfusi plasma. Pada bayi ini
diprogramkan untuk foto abdomen 2 posisi.
6
Pada tanggal 20 Januari 2013 (hari perawatan keempat, umur 3 hari),
gerak bayi masih kurang aktif dan menangis belum kuat. Skor downe didapatkan
4. Bayi mendapatkan cairan infus D10% ditambahkan Ca Glukonas tanpa KCl,
diberikan 3,9 cc per jam. Aminofusin ditingkatkan menjadi 1 gram sebanyak 1,2
cc per jam.
Pada tanggal 21 Januari 2013 (hari perawatan kelima, umur 4 hari), skor
downe tetap 4. Diberikan infus D10% : NaCl ditambahkan KCl dan Ca glukonas
diberikan 4,7 cc per jam. Aminofusin ditingkatkan menjadi 3 gram sebanyak 3,5
cc per jam. Antibiotik yang diberikan merupakan antibiotik lini kedua, diberikan
Ceftazidin 2x75mg, Aminophilin 2x3,7 mg dan Omeprazole 1x0,9 mg.
Dilakukan pemeriksaan bilirubin dan didapatkan hasil bilirubin total 25,58,
bilirubin direct 2,51 dan indirect 23,07, sehingga dilakukan fototerapi. Pada bayi
ini diprogramkan cek PT/APTT post transfusi.
Pada tanggal 22 Januari 2013 (hari perawatan keenam, umur 5 hari), bayi
mulai membaik, tidak didapatkan residu, skor downe bayi menurun menjadi 3.
Bayi tidak menggunakan CPAP PEEP lagi, digantikan dengan oksigen nasal 0,5
liter per menit. Tetesan infus ditingkatkan menjadi 6 tetes per menit. Aminofusin
ditingkatkan menjadi 3,5 gram sebanyak 4 cc per jam. Sedangkan antibiotik tetap
diteruskan.
Pada tanggal 23 Januari 2013 (hari perawatan ke tujuh, umur 6 hari), bayi
ikterik dan diberikan terapi kolestasis yaitu Urdafalk, vitamin E, K, A.
Pada tanggal 24 Januari 2013 (hari perawatan ke delapan, umur 7 hari),
bayi mengalami peningkatan detak jantung dan perfusi jaringan memanjang serta
7
pada pemeriksaan fisik didapatkan akral dingin sehingga bayi di diagnosis syok
septik. Diberikan terapi dopamine 42 mg.
Pada tanggal 25 Januari 2013 (hari perawatan kesembilan, umur 7 hari),
bayi menggunakan CPAP PEEP lagi dengan oksigen nasal 0,5 liter per.
Diberikan infus D10% : NaCl ditambahkan KCl dan Ca glukonas diturunkan
menjadi 5,5 tetes per menit. Aminofusin diturunkan menjadi 2,5 gram sebanyak 3
tetes per menit. Antibiotik yang diberikan merupakan antibiotik lini ketiga,
diberikan Meropenem 3x45mg.
Pada tanggal 26 Januari 2013 (hari ke sepuluh perawatan, umur 8 hari)
Bayi tampak bergerak aktif, menangis kuat, 63 kali per menit dan teratur, dan bayi
sudah mendapatkan diet preming 5cc/kgBB.
Pada tanggal 28 Januari 2013 (hari ke sebelas perawatan, umur 10 hari),
bayi menangis kuat, gerak lebih aktif dan laju pernapasan 60x per menit. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan retraksi dan pernapasan cuping hidung. Injeksi
omeprazole dihentikan.
Pada tanggal 30 Januari 2013 (hari ke dua belas perawatan, umur 12 hari)
Kondisi bayi membaik dan dipindahkan keruang IIA. Bayi di programkan untuk
kangaroo mother care (KMC).
Pada saat dijadikan kasus yaitu tanggal 3 Februari 2013 (hari ke enam
belas perawatan,umur 16 hari) bayi pulang atas permintaan keluarga. Berdasarkan
pemeriksaan didapatkan data sebagai berikut :
I. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
8
2. Pengukuran
Tanda vital :
Heart Rate : 155 x/menit
Suhu : 37,3 OC (suhu aksila)
Respirasi : 35 x/menit
CRT : 2”
3. Kulit : Warna : Kemerahan
Sianosis : (+)
Ikterik : (-)
Hemangioma : (-)
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : -
4. Kepala : Bentuk : Mesosefali
UUB : Belum menutup
UUK : Belum menutup
Lain-lain : -
Rambut : Warna : Hitam
Tebal / tipis : Tipis
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : -
9
Mata : Palpebra : Tidak edema, cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
Telinga : Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada Lokasi : -
Hidung : Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak Ada
Lain-lain : -
Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir basah
Gusi : - Mudah berdarah / tidak
- Pembengkakan : Tidak ada
Gigi-geligi : Belum Lengkap
10
Lidah : Bentuk : Simetris
Pucat / tidak
Tremor / tidak
Kotor / tidak
Warna : Warna merah muda
Faring : Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
Tonsil : Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses / tidak : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Masa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada / paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : ada
11
Dispnea : Tidak ada
Pernapasan : abdomino torakal
Palpasi : Fremitus fokal : SDE
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara napas dasar : Bronkovesikuler
Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan
wheezing
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -
Thrill : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Frekuensi : 155 X / menit, Irama : Reguler
Suara dasar : S1 = S2 tunggal
Bising : Tidak ada Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar, supel
Lain-lain : -
12
Palpasi : Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Masa : Tidak teraba
Ukuran : -
Lokasi : -
Permukaan : -
Konsistensi : -
Nyeri : Tidak ada
Perkusi : Timpani / pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas :
Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak
ada edema dan tidak ada parese
9. Susunan saraf : Tidak ada kelainan
10. Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan
11. Anus : (+), tidak ada kelainan
II. DIAGNOSA
Diagnosa kerja : Bayi kurang bulan, Sesuai masa kehamilan, Berat bayi
lahir sangat rendah + respiratory distress et causa
13
Hyaline Membrane Disease. HMD dengan sepsis
neonatorum awitan dini.
III. PENATALAKSANAAN
I. Rawat Inkubator ( T 36,5 – 37,50C)
II. O2 (kp)
III. IVFD D10% : Nacl (4:1)+ Ca Glukonas + KCl 3,4 tpm
Aminoleban 3,5 mg 2,5 cc/jam
IV. Inj. Meropenem 2x45 mg
Inj. Aminophilin 2x3,7mg
Inj. Vit K 1 mg/ minggu
V. Po. Urdafalk 3x1 bungkus
Supralysin1x0,3 cc
Vit E K A 1x1 bungkus
VI. Diet 90cc/kgBB
VII. Monitor : KU, TV, CRT, Observasi tanda-tanda perdarahan
VIII. Program : KMC (Kangoroo Mother Care)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium Darah
I. Tanggal 17 Januari 2013
II. Tanggal 19 Januari 2013
III. Tanggal 21 Januari 2013
IV. Tanggal 22 Januari 2013
14
V. Tanggal 23 Januari 2013
VI. Tanggal 25 Januari 2013
VII. Tanggal 26 Januari 2013
Tabel Hasil pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan I II III IV V VI VIINilai
rujukanSatuan
HematologiHemoglobin 19,7 17,1 15,4 15,9 12,3 14-24 g/dl
Leukosit 9,0 6,8 5,8 4,8 14,2 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4,62 4,12 3,75 3,55 3,20 4.0 – 7.0 Juta/ul
Hematokrit 56,7 49,8 44,1 42,7 35,637.0 – 47.0
Vol%
Trombosit 234 302 397 110 34 150 – 450 Ribu/ul
RDW-CV 15,4 14,3 13,8 13,7 14,311.5 – 14.7
%
MCV 122,8 121,1 117,8 120,3 111,380.0 – 97.0
Fl
MCH 42,6 41,5 41,0 44,8 38,427.0 – 32.0
Pg
MCHC 34,7 34,3 34,9 37,2 34,532.0 – 38.0
%
Hitung JenisGran % 48,7 50,4 36,2 82,6 61,5 50,0-70,0 %
Limfosit % 43,3 43,0 51,3 14,1 29,0 25,0-40,0 %MID % 7,8 6,6 12,5 9,5 4,0-11,0 %Gran # 4,40 3,50 2,10 3,98 8,80 2.50 –7.00 Ribu/ul
Limfosit # 3,9 2,9 3,0 0,7 4,1 1,25-4 Ribu/ulMID # 0,7 0,4 0,7 1,3 Ribu/ul
Prothrombin TimeHasil PT 14,5 12,6 13,2 19,7 13,6 14,9 9,9-13,5 detik
INR 1,25 1,10 1,15 1,68 1,18 1,29 -Control Normal PT
11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 -
Hasil APTT 59,3 45,0 41,4 54,4 47,2 39,4 22,2-37,0 detikControl Normal APTT
26,1 26,1 26,1 26,1 26,1 26,1 -
SerologiCRP 0,8 < 1,35Gula DarahGDS 50 mg/dlHATI DAN JANTUNGBilirubin Total 25,58 18,55 0,2-1,2 mg/dlBilirubin Direk 2,51 3,45 0,0-0,4 mg/dl
Bilirubin 14,90 23,07 15,10 0,20-0,60 mg/dl
15
Indirek
2. Hasil Laboratorium Urin 25-01-2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanURINALISAWarna-Kekeruhan Kuning keruh Kuning-jernihBJ 1,010 1,005-1,030pH 9,0 5,0-6,5Keton Negative NegativeProtein-albumin 2+ NegativeGlukosa Negative NegativeBilirubin Negative NegativeDarah Samar 1+ NegativeNitrit Negative NegativeUrobilinogen 0,2 0,2-1,0Leukosit Negative NegativeURINALISA (SEDIMEN)Leukosit 1-2 0-3Eritrosit 3-5 0-2Selinder Negative NegativeEpithel 3+ 1+Bakteri 1+ NegativeKristal Negative NegativeLain-lain Jamur 1+ Negative
3. Radiologi
-Foto Thorak AP 18 Januari 2013
Tidak tampak tanda-tanda pneumonia aspirasi
-Foto polos Abdomen 22 Januari 2013
Peningkatan gas usus (meteorismus)
16
BAB III
PEMBAHASAN
Sepsis merupakan penyebab tersering kesakitan dan kematian akibat
infeksi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sepsis penyebab kematian
utama di ruang perawatan intensif. Hingga saat ini lebih dari 750.000 kasus
sepsis telah diidentifikasi dan diperkirakan pada tahun 2010 terdapat 934.000
kasus ditemukan.4,5
Di Inggris sepsis yang memerlukan perawatan intensif sebanyak 27,7%,
dari 23.211 kasus setiap tahun. Laporan terakhir tahun 2000-2002 terdapat 13
kasus kematian akibat urosepsis dan 14 kasus kematian penyebab non
obstetrik.5 Di Obstetri dan Ginekologi RSU dr.Soetomo Surabaya angka
kejadian sepsis 28,13% tertinggi kedua setelah kejadian
preeklampsia/eklampsia sebesar 36,54%.4
Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang
diderita pasien. Pada awitan dini di Divisi Perinatologi FKUI/RSCM faktor
risiko ini dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu:5,6
Faktor risiko mayor
Ketuban pecah > 24 jam
Ibu demam ; saat intrapartum suhu > 38° C
Korioamnionitis
17
Denyut jantung janin yang menetap > 160x/menit
Ketuban berbau
Faktor risiko minor
Ketuban pecah > 12 jam
Ibu demam ; saat intrapartum suhu > 37,5 ° C
Nilai Apgar rendah ( menit ke -1 < 5 , menit ke-
5 < 7 )
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) <
1500 gram
Usia gestasi < 37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan pada ibu yang tidak diobati.
Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) /
tersangka ISK yang tidak diobati.
Pada kasus di atas, faktor risiko yang dialami oleh bayi melalui ibu adalah
adanya KPD > 24 jam, kehamilan ganda serta riwayat demam pada ibu saat awal
kehamilan. Sedangkan faktor dari bayi sendiri yaitu lahirnya bayi dengan usia <
37 minggu disertai dengan BB < 1500gr.
18
Tingginya angka kejadian sepsis memerlukan perhatian serius karena
berdampak tingginya angka kematian ibu hamil atau pasca salin. Akhir-akhir ini
kejadian sepsis pada ibu hamil cenderung menurun, Martin dkk melaporkan
penurunan dari 0,6% menjadi 0,3% dari tahun 1979-2000.6 Menurut data WHO
kejadian sepsis bervariasi dari 0,9 s/d 7,04 per 1000 wanita dengan usia 15-49
tahun. Kejadian sepsis pada wanita hamil dihubungkan dengan komplikasi
infeksi seperti infeksi saluran kemih, korioamnionitis, endometritis, luka
infeksi dan abortus septik. Penyebab sepsis non obstetrik pada wanita hamil
diantaranya malaria, HIV dan pneumonia. Infeksi saluran kemih sering dikaitkan
sebagai penyebab infeksi tersering pada kehamilan. Hal ini dikarenakan
terjadinya perubahan secara anatomi dan fisiologis sehingga memudahkan
ascending infection. Perubahan kimiawi urin juga memudahkan pertumbuhan
kuman patogen sebagai penyebab infeksi. Korioamnionitis sering
dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya waktu ketuban
pecah dengan proses persalinan sangat mempengaruhi kejadian ini.
Endometritis dan luka infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
operasi seksio sesaria. Bertambahnya jumlah tindakan seksio sesaria tanpa
didasari standar operasional prosedur memadai akan meningkatkan kejadian
infeksi dan sepsis.7
Preeklampsia dan trauma berat merupakan faktor risiko non infeksi
kejadian sepsis berat dan syok sepsis. Preeklampsia merupakan gambaran
ekstrim respon inflamasi sistemik pada trimester ketiga kehamilan. Konsentrasi
sitokin pro inflamasi (IL-6) dan tumor necrosing factor a (TNF-a)
19
meningkat pada keadaan preeklampsia dan SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome).6,7
Respon imunologi pada trauma berat dimulai saat awal kejadian
dengan dimulai aktifitas monosit. Aktifitas ini menyebabkan peningkatan
sintesis dan pelepasan mediator-mediator inflamasi baik itu yang bersifat pro
inflamasi maupun anti inflamasi. Kelebihan respon pada trauma menginduksi
SIRS dan MOF (Multi Organ Failure) yang terjadi 30% pada semua trauma
berat.5
Pada penderita syok sepsis 40-60% terdapat bakteremia. Hubungan
antara bakteremia dan sepsis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
imunitas dan kondisi penyakit. Secara umum bakteri aerob gram negatif
sering dihubungkan dengan keadaan sepsis. Akhir-akhir ini bakteri gram positif
juga banyak ditemukan sebagai pemicu sepsis. Ledger dkk melaporkan
mikroorganisme yang sering ditemukan antara lain Eschericia coli,
Enterococci, dan beta hemolytic streptococcus.8
Penegakan diagnosis sepsis memerlukan 3 kriteria yaitu : SIRS, sumber
infeksi dan kultur yang menunjukkan pertumbuhan bakteri. Kultur negatif
belum tentu menyingkirkan diagnosis sepsis karena dari semua penderita
sepsis hanya 20-40% yang menunjukkan hasil kultur positif. Hal inilah
yang menyulitkan penegakan diagnosis sepsis itu sendiri. Perjalanan sepsis
akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia
selanjutnya berkembang menjadi SIRS (Systemic Inflamatory Respon
20
Syndrome) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir MODS.
Syok terjadi pada 40% pasien sepsis. Kematian penderita dengan sepsis sekitar
20%, mendekati 40% bila ada disfungsi organ (sepsis berat). Secara umum
patofisiologi sepsis komplek dan tidak semuanya dimengerti. Berat ringannya
kondisi sepsis dipengaruhi oleh kondisi penderita misal umur, faktor
genetik,lokasi infeksi dan sejumlah kondisi medis.5,8
Sepsis neonatorum merupakan suatu sindrom klinis bakteremia yang
ditandai dengan gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama
kehidupan. Dari awitan gejala, sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis
yaitu sepsis awitan dini (SAD) timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan sepsis
awitan lanjut (SAL) timbul setelah umur 72 jam.8
Sepsis awitan dini timbul pada jam pertama kehidupan, 90% gejala pada
bayi timbul dalam 24 jam pertama. Gejala pada sebagian besar bayi meliputi
distres pernapasan atau demam pada 12 jam setelah lahir, sedangkan koagulasi
intravaskular diseminata dan trombositopeni merupakan komplikasi tersering dari
sepsis. Insidensi sepsis neonatorum di negara berkembang masih tinggi, 1,8-
18/1000 kelahiran dibandingkan dengan negara maju, 1-5/1000 kelahiran, dengan
angka kematian 5%-20%.7,9
Berdasarkan data tahun 2000 di Nepal, 23% kematian neonatus
disebabkan oleh sepsis. Selain itu, Jain dkk menyatakan bahwa faktor risiko yang
paling berhubungan dengan sepsis neonatorum adalah prematuritas dan bayi berat
lahir sangat rendah (BBLSR). Demikian pula di Alaska, kematian karena sepsis
21
neonatorum paling sering disebabkan oleh prematuritas dan BBLSR.9,10 Di
Inggris, kematian pada BBLSR dengan infeksi SAD mencapai 40%, tiga kali
lebih tinggi dibandingkan bayi dengan usia kehamilan yang sama tanpa infeksi. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, insidensi sepsis neonatorum
masih tinggi mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%. Pada BBLSR
kejadian SAD terjadi pada 26/1000 kelahiran demikian pula pada bayi prematur.8
Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab RDS. Pembentukan
substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu
teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai
dibentuk pada kehamilan 22 – 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu
ke-35.
Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus3
Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat
stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan
22
mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan
komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension. Surfaktan
memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A, SP - B, SP – C, dan SP –
D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step dan
mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi.
Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan
tubular myelin.6,9
Penyakit membran hialin mungkin terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 1000- 2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan
pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan
riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.
Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6 – 8 jam pertama setelah
lahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 – 72 jam. Bila
keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.1
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis
seperti dispneu atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi
suprasternal, retraksi interkostal dan ‘expiratory grunting’. Selain tanda gangguan
pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada
penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali, ‘pitting edema’ terutama di
daerah dorsal tangan/ kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral
dapat terlihat bila terjadi komplikasi.1 Scoring system yang sering digunakan pada
23
bayi preterm dengan HMD adalah Silverman – Anderson score untuk
mengevaluasi derajat keberatan dari gangguan nafas.6
Gambar 2. Gejala klinis HMD meliputi retraksi substernal dan retraksi interkosta serta sianosis sirkumoral. 10
Gambar 3. Scoring system Silverman – Anderson6
24
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain-lain.1
Foto toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial
Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin.
Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan
ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian
perifer paru (air bronchogram).2
Terdapat 4 stadium:
o Stadium 1: pola retikulogranular(ground glass appearance)
o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur
o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance
Gambar 4 dan 5. HMD dengan gambaran ground glass appearance (kiri) dan air bronchogram
(kanan)
25
Gambar 6 dan 7. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur (atas) dan white lung
appearance (bawah)
26
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus dengan penderita seorang anak bayi
perempuan bernama By. Ny. L I berumur 0 hari yang dirawat ruang bayi Rumah
Sakit Umum Daerah Ulin yang berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang didiagnosa bayi kurang bulan, sesuai masa kehamilan,
berat bayi lahir sangat rendah dengan respiratory distress et causa Hyaline
Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini curiga enterokolitis
nekrotikan dan pasca syok. Kelainan ini diketahui berasal dari faktor resiko yang
terdapat pada ibu, yaitu KPD > 24 jam, riwayat demam pada ibu di awal
kehamilan serta kehamilan ganda, dan faktor risiko dari bayi sendiri yaitu lahir
kurang bulan dan berat badan 1300 gr (BBLSR) .
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul dr., Napitupulu Partogi M dr., Pudjiadi Antonius dr., Ghazali Vinci Muhammad dr, Putra Tulus Sukman dr. Penyakit Membran Hialin. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan Anak jilid 3 FKUI. 2008; p. 1083 – 1087.
2. Pudjiadi Antonius dr., Hegar Badriul dr, Handryastuti Setyo dr, Idris Salamia Nikmah dr, Gandaputra Ellen P dr, Harmoniati Eva Devita dr. Penyakit Membran Hialin. Dalam: Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid 1 . 2001; p.238 – 242.
3. Miall Lawrence, Wallis Sam. The management of respiratory distress in the moderately preterm newborn infant. Neonatal Intensive Care Unit, Leeds Teaching Hospitals NHS Trust, Leeds, UK : 2011.
4. Sweet David G, Carnielli Virgilio, Greisen Gorm. European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants – 2010 Update.
5. Oommen P. Mathew. Chapter 10: Respiratory Distress Syndrome: Impact of Surfactant Therapy and Antenatal Steroid. Dalam: Buku Innovations in Neonatal-perinatal Medicine Innovative Technologies and Therapies That Have Fundamentally Changed the Way We Deliver Care for the Fetus and the Neonate. 2011.
6. Surg Cdr SS Mathai, Col. U Raju, Col. M Kanitkar. Management of Respiratory Distress in the Newborn : 2006.
7. William A. Engle, MD, and the Committee on Fetus and Newborn. Clinical report: Surfactant-Replacement Therapy for Respiratory Distress in the Preterm and Term Neonate : 2007
8. Nur .A, Risa Etika, Sylviati M.Damanik , Fatimah Indarso., Agus Harianto. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome. Smf Ilmu Kesehatan Anak Fk. Unair/Rsud Dr. Soetomo : 2006
28
9. Brownfoot FC, Crowther CA, Middleton P, ”The Cochrane Collaboration: Different corticosteroids and regimens for accelerating fetal lung maturation for women at risk of preterm birth (Review) : 2008.
10. Geoffrey A. Agrons, MD, Sherry E. Courtney, MD, J. Thomas Stocker, COL, MC, USA, Richard I. Markowitz, MD. From the Archives of the AFIP Lung Disease in Premature Neonates: Radiologic-Pathologic Correlation : 2005
29