Lapsus Bayi

42
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur. 1 Gangguan nafas ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut: pernafasan cepat >60 x/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan atau tanpa sianosis pada udara kamar. 2 Menurut European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants – 2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan 24 – 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1 – 2 hari berikutnya, umumnya timbul bersamaan dengan peningkatan diuresis. 3,4 Menurut buku Pedoman pelayanan medis IDAI, gejala gawat nafas pada HMD memburuk dalam 48 – 96 jam. 2 1

description

lapsus

Transcript of Lapsus Bayi

Page 1: Lapsus Bayi

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah

Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan salah satu penyebab

gangguan pernafasan yang sering dijumpai pada bayi prematur.1 Gangguan nafas

ini merupakan sindrom yang terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut:

pernafasan cepat >60 x/menit, retraksi dinding dada, merintih dengan atau tanpa

sianosis pada udara kamar.2 Menurut European Consensus Guidelines on the

Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants –

2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan

memburuk sampai dengan 24 – 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan

membaik 1 – 2 hari berikutnya, umumnya timbul bersamaan dengan peningkatan

diuresis.3,4 Menurut buku Pedoman pelayanan medis IDAI, gejala gawat nafas

pada HMD memburuk dalam 48 – 96 jam.2

HMD ditemukan pada ± 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500-1500

gram (<34minggu usia gestasi). Insidens HMD berbanding terbalik dengan masa

gestasi.2 Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.

Kelainan yang terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena

pematangan paru yang belum sempurna.1 Penyakit ini biasanya mengenai bayi

prematur,dan dapat ditemukan bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus

selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita diabetes mellitus, hipotiroidisme,

toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan perdarahan antepartum.1,3

Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50- 70%).1

1

Page 2: Lapsus Bayi

Sedangkan sepsis neonatorum merupakan penyebab tersering kematian

pada neonatus.1,2 Sepis neonatorum merupakan istilah yang sering digunakan

untuk mendeskripsikan respons sistemik terhadap infeksi bayi baru lahir. Sepsis

neonatorum merupakan suatu sindrom klinis bakterimia yang ditandai dengan

gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Dari awitan

gejalanya, sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sepsis awitan

dini (SAD) yang timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan sepsis awitan

lanjut (SAL) yang timbul setelah 72 jam.3,4

Dalam tulisan ini akan dilaporkan sebuah kasus bayi kurang bulan, sesuai

masa kehamilan, berat bayi lahir sangat rendah dengan Hyaline Membrane

Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini curiga enterokolitis

nekrotikan dan pasca syok yang dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin.

2. Rumusan masalah

Diagnosis dini respiratory distress et causa Hyaline Membrane Disease

(HMD) dengan sepsis neonatorum awitan dini sangat penting karena terapi dan

prognosis dari masing-masing penyebab sangat berbeda sehingga diperlukan

pembelajaran agar kasus seperti ini tetap dapat ditangani dengan tepat

sebagaimana kasus-kasus perinatologi lainnya yang sering ditemui. Dengan

demikian, rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana

mendiagnosis dan memberikan penanganan yang tepat serta mencegah kasus bayi

dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini.

2

Page 3: Lapsus Bayi

3. Tujuan

Penulisan laporan kasus ini mempunyai beberapa tujuan antara lain:

1. Mengetahui faktor-faktor risiko yang terjadi pada bayi kurang bulan, bayi

berat lahir sangat rendah dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan

sepsis neonatorum awitan dini.

2. Memahami gejala klinis, alur diagnosis, penanganan dan pencegahan pada

kasus bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum

awitan dini.

4. Manfaat

Laporan kasus ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang

faktor risiko dan penanganan bayi-bayi dengan Hyaline Membrane Disease

(HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini. Selain itu diharapkan juga dapat

memberikan pemahaman tentang mekanisme terjadinya respiratory distress

dengan sepsis neonatorum awitan dini, gejala klinis, diagnosis, penanganan serta

pencegahannya. Selain itu melalui laporan kasus ini diharapkan secara tidak

langsung mampu meningkatkan pelayanan pada bagian perinatologi RSUD Ulin

khususnya pada bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) dan sepsis

neonatorum awitan dini.

3

Page 4: Lapsus Bayi

BAB IILAPORAN KASUS

Identitas pasien atas nama By. Ny. L I jenis kelamin perempuan, datang ke

Instalasi Gawat Darurat bagian anak RSUD Ulin pada tanggal 17 Januari 2013.

Bayi datang dengan keluhan utama bayi kurang bulan. Pada tanggal 15

Januari 2013 ibu mengeluhkan keluar air-air dan dibawa ke RSUD Ulin

Banjarmasin dan mendapatkan perawatan selama 2 hari. Ibu diperbolehkan pulang

karena di anggap belum waktunya melahirkan. Pada tanggal 16 Januari 2013

pukul 23.30 WITA ibu mengeluhkan nyeri perut dan dibawa ke bidan terdekat.

Pada tanggal 17 Januari 2013 ibu melahirkan pukul 01.00 dini hari. Bayi lahir

secara normal ditolong bidan, langsung menangis dan gerakan bayi aktif. Bayi

Ny. L merupakan bayi gemeli. Bayi Ny. L I lahir dengan berat badan saat lahir

1300 gram, sedangkan By. Ny. L II mempunyai berat badan lahir 1200 gram.

Menurut bidan, bayi lahir kurang bulan dan berat badan lahir sangat rendah.

Karena kondisi bayi kurang bulan, bidan menyarankan untuk dibawa ke RSUD

Ulin Banjarmasin. Pada awal kehamilan, ibu mengaku mengalami demam, namun

keluhan menghilang tanpa di obati. Selama hamil, ibu rutin memeriksakan

kandungan ke Puskesmas 2x dalam sebulan pada trimester pertama dan 1 x dalam

sebulan untuk trimester berikutnya dan oleh bidan dikatakan kehamilannya baik-

baik saja. Pada bulan pertama sampai kelima kehamilan ibu mengeluhkan berat

badannya tidak naik. Namun pada bulan ke enam, berat badan ibu mulai naik,

yang awalnya 47 kg naik menjadi 57 kg. Bulan ke 7 ibu mendapat suntikan

vaksin tetanus.

4

Page 5: Lapsus Bayi

Berdasarkan data rekam medis, saat dibawa ke IGD RSUD Ulin

Banjarmasin, bayi Ny. L I berumur 0 hari. Kondisi saat masuk rumah sakit, bayi

menangis kuat, gerak aktif. Laju nafas 66 kali per menit, laju jantung 142 kali per

menit, dengan suhu axilla 37,2ᵒC, capillary refill time kurang dari 2 detik, Skor

Down 4 (frekuensi nafas 1, air entry 1, sianosis 0, retraksi 1, dan grunting 1).

Berat badan 1300 gram, (Umur kehamilan menurut nilai New Ballard 32 minggu).

Pada pemeriksaan fisik ketika masuk didapatkan kulit tidak pucat. Mata tidak

terdapat konjungtiva pucat, sklera tidak terlihat ikterik. Kebiruan pada bibir tidak

ada. Pada hidung didapatkan pernapasan cuping hidung. Pada dada didapatkan

tarikan kulit dinding dada antar iga dan di bawah sternum tanpa adanya suara

nafas tambahan rhonki dan wheezing pada kedua lapang paru. Tidak didapatkan

bising jantung. Pada bagian perut tampak supel. Tidak teraba hepar dan lien. Pada

anggota gerak atas dan bawah tidak ada edem dan akral teraba hangat. Tidak

didapatkan tanda rangsang meningeal. Diagnosis saat masuk rumah sakit adalah

tersangka sepsis awitan dini dan respiratory distress et causa Hyaline Membrane

Disease (HMD) pada bayi kurang bulan, sesuai masa kehamilan, bayi berat lahir

sangat rendah (BBLSR) dengan persalinan spontan belakang kepala. Tatalaksana

saat d IGD rumah sakit Ulin Banjarmasin bayi dirawat di dalam inkubator,

dipertahankan agar suhu berkisar antara 36,5ᵒC – 37,5ᵒC. Diberikan oksigen

dengan CPAP PEEP 6 cm H2O FiO2 28%. Infus menggunakan D10% 3,3 ml/jam

dan diberikan infus Aminofusin 0,5 gr (1 ml/jam). Obat-obatan yang diberikan

melalui intravena antara lain Ampicilin 3x20 mg,Gentamicin 7 mg tiap 36 jam,

dan Aminophilin 2x3 mg. Diberikan vitamin K 1 mg secara intravena dan

5

Page 6: Lapsus Bayi

Gentamicin zalf pada mata kanan dan mata kiri. Hasil laboratorium tanggal 17

Januari 2013, pemeriksaan darah rutin terjadi peningkatan limfosit % dan

penurunan granulosit %, GDS 50 mg/dl, hasil PT 14,5 detik, control normal PT

11,4 dan hasil APTT 59,3 detik dan control normal APTT 26,1 dan CRP 0,8. Pada

bayi ini diprogramkan foto thorak dan bayi masuk ruang perawatan perinatologi

level III RSUD Ulin Banjarmasin.

Pada tanggal 18 Januari 2013 (hari perawatan kedua, umur 1 hari), bayi

masih terlihat sesak, gerak aktif dan menangis kurang kuat. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan skor downe tetap 4, pada hidung tidak didapatkan pernapasan

cuping hidung, pada thorak masih terdapat retraksi namun cenderung berkurang.

Diberikan infus D10% ditambahkan Ca Glukonas tanpa KCl, diberikan 4,1 cc per

jam. Serta ditambahkan aminofusin 0,5 gram sebanyak 0,6 cc per jam. Antibiotik

lini pertama tetap diteruskan kedua yaitu injeksi Ampicilin 2x75 mg, dan diberi

injeksi Aminophilin 2x3,7 mg. Pada bayi ini di programkan untuk puasa dan

minimal handling. Pada pemeriksaan kultur didapatkan kultur darah negatif

namun ditemukan pertumbuhan jamur bentuk budding. Pada foto thoraks tidak

ditemukan tanda-tanda pneumonia.

Pada tanggal 19 Januari 2013 (hari perawatan ketiga, umur 2 hari), retraksi

bertambah, gerak masih kurang aktif dan menangis tidak kuat, bati tampak letargi,

pada pemeriksaan fisik pada kulit ditemukan petekie. Obat injeksi dan program

puasa masih diteruskan. Dari hasil pemeriksaan darah, hasil PT memanjang 1,1x

dan APTT memanjang 1,8x sehingga dilakukan transfusi plasma. Pada bayi ini

diprogramkan untuk foto abdomen 2 posisi.

6

Page 7: Lapsus Bayi

Pada tanggal 20 Januari 2013 (hari perawatan keempat, umur 3 hari),

gerak bayi masih kurang aktif dan menangis belum kuat. Skor downe didapatkan

4. Bayi mendapatkan cairan infus D10% ditambahkan Ca Glukonas tanpa KCl,

diberikan 3,9 cc per jam. Aminofusin ditingkatkan menjadi 1 gram sebanyak 1,2

cc per jam.

Pada tanggal 21 Januari 2013 (hari perawatan kelima, umur 4 hari), skor

downe tetap 4. Diberikan infus D10% : NaCl ditambahkan KCl dan Ca glukonas

diberikan 4,7 cc per jam. Aminofusin ditingkatkan menjadi 3 gram sebanyak 3,5

cc per jam. Antibiotik yang diberikan merupakan antibiotik lini kedua, diberikan

Ceftazidin 2x75mg, Aminophilin 2x3,7 mg dan Omeprazole 1x0,9 mg.

Dilakukan pemeriksaan bilirubin dan didapatkan hasil bilirubin total 25,58,

bilirubin direct 2,51 dan indirect 23,07, sehingga dilakukan fototerapi. Pada bayi

ini diprogramkan cek PT/APTT post transfusi.

Pada tanggal 22 Januari 2013 (hari perawatan keenam, umur 5 hari), bayi

mulai membaik, tidak didapatkan residu, skor downe bayi menurun menjadi 3.

Bayi tidak menggunakan CPAP PEEP lagi, digantikan dengan oksigen nasal 0,5

liter per menit. Tetesan infus ditingkatkan menjadi 6 tetes per menit. Aminofusin

ditingkatkan menjadi 3,5 gram sebanyak 4 cc per jam. Sedangkan antibiotik tetap

diteruskan.

Pada tanggal 23 Januari 2013 (hari perawatan ke tujuh, umur 6 hari), bayi

ikterik dan diberikan terapi kolestasis yaitu Urdafalk, vitamin E, K, A.

Pada tanggal 24 Januari 2013 (hari perawatan ke delapan, umur 7 hari),

bayi mengalami peningkatan detak jantung dan perfusi jaringan memanjang serta

7

Page 8: Lapsus Bayi

pada pemeriksaan fisik didapatkan akral dingin sehingga bayi di diagnosis syok

septik. Diberikan terapi dopamine 42 mg.

Pada tanggal 25 Januari 2013 (hari perawatan kesembilan, umur 7 hari),

bayi menggunakan CPAP PEEP lagi dengan oksigen nasal 0,5 liter per.

Diberikan infus D10% : NaCl ditambahkan KCl dan Ca glukonas diturunkan

menjadi 5,5 tetes per menit. Aminofusin diturunkan menjadi 2,5 gram sebanyak 3

tetes per menit. Antibiotik yang diberikan merupakan antibiotik lini ketiga,

diberikan Meropenem 3x45mg.

Pada tanggal 26 Januari 2013 (hari ke sepuluh perawatan, umur 8 hari)

Bayi tampak bergerak aktif, menangis kuat, 63 kali per menit dan teratur, dan bayi

sudah mendapatkan diet preming 5cc/kgBB.

Pada tanggal 28 Januari 2013 (hari ke sebelas perawatan, umur 10 hari),

bayi menangis kuat, gerak lebih aktif dan laju pernapasan 60x per menit. Pada

pemeriksaan fisik tidak ditemukan retraksi dan pernapasan cuping hidung. Injeksi

omeprazole dihentikan.

Pada tanggal 30 Januari 2013 (hari ke dua belas perawatan, umur 12 hari)

Kondisi bayi membaik dan dipindahkan keruang IIA. Bayi di programkan untuk

kangaroo mother care (KMC).

Pada saat dijadikan kasus yaitu tanggal 3 Februari 2013 (hari ke enam

belas perawatan,umur 16 hari) bayi pulang atas permintaan keluarga. Berdasarkan

pemeriksaan didapatkan data sebagai berikut :

I. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

8

Page 9: Lapsus Bayi

2. Pengukuran

Tanda vital :

Heart Rate : 155 x/menit

Suhu : 37,3 OC (suhu aksila)

Respirasi : 35 x/menit

CRT : 2”

3. Kulit : Warna : Kemerahan

Sianosis : (+)

Ikterik : (-)

Hemangioma : (-)

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Pucat : Tidak ada

Lain-lain : -

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Belum menutup

UUK : Belum menutup

Lain-lain : -

Rambut : Warna : Hitam

Tebal / tipis : Tipis

Distribusi : Merata

Alopesia : Tidak ada

Lain-lain : -

9

Page 10: Lapsus Bayi

Mata : Palpebra : Tidak edema, cekung

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada Lokasi : -

Hidung : Bentuk : Simetris

Pernapasan cuping hidung : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Epistaksis : Tidak Ada

Lain-lain : -

Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : Mukosa bibir basah

Gusi : - Mudah berdarah / tidak

- Pembengkakan : Tidak ada

Gigi-geligi : Belum Lengkap

10

Page 11: Lapsus Bayi

Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat / tidak

Tremor / tidak

Kotor / tidak

Warna : Warna merah muda

Faring : Hiperemi : Tidak ada

Edem : Tidak ada

Membran / pseudomembran : Tidak ada

Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada

Abses / tidak : Tidak ada

Membran / pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat

Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Masa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada / paru

Inspeksi : Bentuk : Simetris

Retraksi : ada

11

Page 12: Lapsus Bayi

Dispnea : Tidak ada

Pernapasan : abdomino torakal

Palpasi : Fremitus fokal : SDE

Perkusi : Sonor / sonor

Auskultasi : Suara napas dasar : Bronkovesikuler

Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan

wheezing

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -

Thrill : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra

Auskultasi : Frekuensi : 155 X / menit, Irama : Reguler

Suara dasar : S1 = S2 tunggal

Bising : Tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Datar, supel

Lain-lain : -

12

Page 13: Lapsus Bayi

Palpasi : Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Masa : Tidak teraba

Ukuran : -

Lokasi : -

Permukaan : -

Konsistensi : -

Nyeri : Tidak ada

Perkusi : Timpani / pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) normal

8. Ekstremitas :

Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak

ada edema dan tidak ada parese

9. Susunan saraf : Tidak ada kelainan

10. Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan

11. Anus : (+), tidak ada kelainan

II. DIAGNOSA

Diagnosa kerja : Bayi kurang bulan, Sesuai masa kehamilan, Berat bayi

lahir sangat rendah + respiratory distress et causa

13

Page 14: Lapsus Bayi

Hyaline Membrane Disease. HMD dengan sepsis

neonatorum awitan dini.

III. PENATALAKSANAAN

I. Rawat Inkubator ( T 36,5 – 37,50C)

II. O2 (kp)

III. IVFD D10% : Nacl (4:1)+ Ca Glukonas + KCl 3,4 tpm

Aminoleban 3,5 mg 2,5 cc/jam

IV. Inj. Meropenem 2x45 mg

Inj. Aminophilin 2x3,7mg

Inj. Vit K 1 mg/ minggu

V. Po. Urdafalk 3x1 bungkus

Supralysin1x0,3 cc

Vit E K A 1x1 bungkus

VI. Diet 90cc/kgBB

VII. Monitor : KU, TV, CRT, Observasi tanda-tanda perdarahan

VIII. Program : KMC (Kangoroo Mother Care)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Laboratorium Darah

I. Tanggal 17 Januari 2013

II. Tanggal 19 Januari 2013

III. Tanggal 21 Januari 2013

IV. Tanggal 22 Januari 2013

14

Page 15: Lapsus Bayi

V. Tanggal 23 Januari 2013

VI. Tanggal 25 Januari 2013

VII. Tanggal 26 Januari 2013

Tabel Hasil pemeriksaan laboratorium darah

Pemeriksaan I II III IV V VI VIINilai

rujukanSatuan

HematologiHemoglobin 19,7 17,1 15,4 15,9 12,3 14-24 g/dl

Leukosit 9,0 6,8 5,8 4,8 14,2 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4,62 4,12 3,75 3,55 3,20 4.0 – 7.0 Juta/ul

Hematokrit 56,7 49,8 44,1 42,7 35,637.0 – 47.0

Vol%

Trombosit 234 302 397 110 34 150 – 450 Ribu/ul

RDW-CV 15,4 14,3 13,8 13,7 14,311.5 – 14.7

%

MCV 122,8 121,1 117,8 120,3 111,380.0 – 97.0

Fl

MCH 42,6 41,5 41,0 44,8 38,427.0 – 32.0

Pg

MCHC 34,7 34,3 34,9 37,2 34,532.0 – 38.0

%

Hitung JenisGran % 48,7 50,4 36,2 82,6 61,5 50,0-70,0 %

Limfosit % 43,3 43,0 51,3 14,1 29,0 25,0-40,0 %MID % 7,8 6,6 12,5 9,5 4,0-11,0 %Gran # 4,40 3,50 2,10 3,98 8,80 2.50 –7.00 Ribu/ul

Limfosit # 3,9 2,9 3,0 0,7 4,1 1,25-4 Ribu/ulMID # 0,7 0,4 0,7 1,3 Ribu/ul

Prothrombin TimeHasil PT 14,5 12,6 13,2 19,7 13,6 14,9 9,9-13,5 detik

INR 1,25 1,10 1,15 1,68 1,18 1,29 -Control Normal PT

11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 -

Hasil APTT 59,3 45,0 41,4 54,4 47,2 39,4 22,2-37,0 detikControl Normal APTT

26,1 26,1 26,1 26,1 26,1 26,1 -

SerologiCRP 0,8 < 1,35Gula DarahGDS 50 mg/dlHATI DAN JANTUNGBilirubin Total 25,58 18,55 0,2-1,2 mg/dlBilirubin Direk 2,51 3,45 0,0-0,4 mg/dl

Bilirubin 14,90 23,07 15,10 0,20-0,60 mg/dl

15

Page 16: Lapsus Bayi

Indirek

2. Hasil Laboratorium Urin 25-01-2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanURINALISAWarna-Kekeruhan Kuning keruh Kuning-jernihBJ 1,010 1,005-1,030pH 9,0 5,0-6,5Keton Negative NegativeProtein-albumin 2+ NegativeGlukosa Negative NegativeBilirubin Negative NegativeDarah Samar 1+ NegativeNitrit Negative NegativeUrobilinogen 0,2 0,2-1,0Leukosit Negative NegativeURINALISA (SEDIMEN)Leukosit 1-2 0-3Eritrosit 3-5 0-2Selinder Negative NegativeEpithel 3+ 1+Bakteri 1+ NegativeKristal Negative NegativeLain-lain Jamur 1+ Negative

3. Radiologi

-Foto Thorak AP 18 Januari 2013

Tidak tampak tanda-tanda pneumonia aspirasi

-Foto polos Abdomen 22 Januari 2013

Peningkatan gas usus (meteorismus)

16

Page 17: Lapsus Bayi

BAB III

PEMBAHASAN

Sepsis merupakan penyebab tersering kesakitan dan kematian akibat

infeksi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sepsis penyebab kematian

utama di ruang perawatan intensif. Hingga saat ini lebih dari 750.000 kasus

sepsis telah diidentifikasi dan diperkirakan pada tahun 2010 terdapat 934.000

kasus ditemukan.4,5

Di Inggris sepsis yang memerlukan perawatan intensif sebanyak 27,7%,

dari 23.211 kasus setiap tahun. Laporan terakhir tahun 2000-2002 terdapat 13

kasus kematian akibat urosepsis dan 14 kasus kematian penyebab non

obstetrik.5 Di Obstetri dan Ginekologi RSU dr.Soetomo Surabaya angka

kejadian sepsis 28,13% tertinggi kedua setelah kejadian

preeklampsia/eklampsia sebesar 36,54%.4

Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang

diderita pasien. Pada awitan dini di Divisi Perinatologi FKUI/RSCM faktor

risiko ini dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu:5,6

Faktor risiko mayor

Ketuban pecah > 24 jam

Ibu demam ; saat intrapartum suhu > 38° C

Korioamnionitis

17

Page 18: Lapsus Bayi

Denyut jantung janin yang menetap > 160x/menit

Ketuban berbau

Faktor risiko minor

Ketuban pecah > 12 jam

Ibu demam ; saat intrapartum suhu > 37,5 ° C

Nilai Apgar rendah ( menit ke -1 < 5 , menit ke-

5 < 7 )

Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) <

1500 gram

Usia gestasi < 37 minggu

Kehamilan ganda

Keputihan pada ibu yang tidak diobati.

Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) /

tersangka ISK yang tidak diobati.

Pada kasus di atas, faktor risiko yang dialami oleh bayi melalui ibu adalah

adanya KPD > 24 jam, kehamilan ganda serta riwayat demam pada ibu saat awal

kehamilan. Sedangkan faktor dari bayi sendiri yaitu lahirnya bayi dengan usia <

37 minggu disertai dengan BB < 1500gr.

18

Page 19: Lapsus Bayi

Tingginya angka kejadian sepsis memerlukan perhatian serius karena

berdampak tingginya angka kematian ibu hamil atau pasca salin. Akhir-akhir ini

kejadian sepsis pada ibu hamil cenderung menurun, Martin dkk melaporkan

penurunan dari 0,6% menjadi 0,3% dari tahun 1979-2000.6 Menurut data WHO

kejadian sepsis bervariasi dari 0,9 s/d 7,04 per 1000 wanita dengan usia 15-49

tahun. Kejadian sepsis pada wanita hamil dihubungkan dengan komplikasi

infeksi seperti infeksi saluran kemih, korioamnionitis, endometritis, luka

infeksi dan abortus septik. Penyebab sepsis non obstetrik pada wanita hamil

diantaranya malaria, HIV dan pneumonia. Infeksi saluran kemih sering dikaitkan

sebagai penyebab infeksi tersering pada kehamilan. Hal ini dikarenakan

terjadinya perubahan secara anatomi dan fisiologis sehingga memudahkan

ascending infection. Perubahan kimiawi urin juga memudahkan pertumbuhan

kuman patogen sebagai penyebab infeksi. Korioamnionitis sering

dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya waktu ketuban

pecah dengan proses persalinan sangat mempengaruhi kejadian ini.

Endometritis dan luka infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

operasi seksio sesaria. Bertambahnya jumlah tindakan seksio sesaria tanpa

didasari standar operasional prosedur memadai akan meningkatkan kejadian

infeksi dan sepsis.7

Preeklampsia dan trauma berat merupakan faktor risiko non infeksi

kejadian sepsis berat dan syok sepsis. Preeklampsia merupakan gambaran

ekstrim respon inflamasi sistemik pada trimester ketiga kehamilan. Konsentrasi

sitokin pro inflamasi (IL-6) dan tumor necrosing factor a (TNF-a)

19

Page 20: Lapsus Bayi

meningkat pada keadaan preeklampsia dan SIRS (Systemic Inflammatory

Response Syndrome).6,7

Respon imunologi pada trauma berat dimulai saat awal kejadian

dengan dimulai aktifitas monosit. Aktifitas ini menyebabkan peningkatan

sintesis dan pelepasan mediator-mediator inflamasi baik itu yang bersifat pro

inflamasi maupun anti inflamasi. Kelebihan respon pada trauma menginduksi

SIRS dan MOF (Multi Organ Failure) yang terjadi 30% pada semua trauma

berat.5

Pada penderita syok sepsis 40-60% terdapat bakteremia. Hubungan

antara bakteremia dan sepsis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

imunitas dan kondisi penyakit. Secara umum bakteri aerob gram negatif

sering dihubungkan dengan keadaan sepsis. Akhir-akhir ini bakteri gram positif

juga banyak ditemukan sebagai pemicu sepsis. Ledger dkk melaporkan

mikroorganisme yang sering ditemukan antara lain Eschericia coli,

Enterococci, dan beta hemolytic streptococcus.8

Penegakan diagnosis sepsis memerlukan 3 kriteria yaitu : SIRS, sumber

infeksi dan kultur yang menunjukkan pertumbuhan bakteri. Kultur negatif

belum tentu menyingkirkan diagnosis sepsis karena dari semua penderita

sepsis hanya 20-40% yang menunjukkan hasil kultur positif. Hal inilah

yang menyulitkan penegakan diagnosis sepsis itu sendiri. Perjalanan sepsis

akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia

selanjutnya berkembang menjadi SIRS (Systemic Inflamatory Respon

20

Page 21: Lapsus Bayi

Syndrome) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir MODS.

Syok terjadi pada 40% pasien sepsis. Kematian penderita dengan sepsis sekitar

20%, mendekati 40% bila ada disfungsi organ (sepsis berat). Secara umum

patofisiologi sepsis komplek dan tidak semuanya dimengerti. Berat ringannya

kondisi sepsis dipengaruhi oleh kondisi penderita misal umur, faktor

genetik,lokasi infeksi dan sejumlah kondisi medis.5,8

Sepsis neonatorum merupakan suatu sindrom klinis bakteremia yang

ditandai dengan gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama

kehidupan. Dari awitan gejala, sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis

yaitu sepsis awitan dini (SAD) timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan sepsis

awitan lanjut (SAL) timbul setelah umur 72 jam.8

Sepsis awitan dini timbul pada jam pertama kehidupan, 90% gejala pada

bayi timbul dalam 24 jam pertama. Gejala pada sebagian besar bayi meliputi

distres pernapasan atau demam pada 12 jam setelah lahir, sedangkan koagulasi

intravaskular diseminata dan trombositopeni merupakan komplikasi tersering dari

sepsis. Insidensi sepsis neonatorum di negara berkembang masih tinggi, 1,8-

18/1000 kelahiran dibandingkan dengan negara maju, 1-5/1000 kelahiran, dengan

angka kematian 5%-20%.7,9

Berdasarkan data tahun 2000 di Nepal, 23% kematian neonatus

disebabkan oleh sepsis. Selain itu, Jain dkk menyatakan bahwa faktor risiko yang

paling berhubungan dengan sepsis neonatorum adalah prematuritas dan bayi berat

lahir sangat rendah (BBLSR). Demikian pula di Alaska, kematian karena sepsis

21

Page 22: Lapsus Bayi

neonatorum paling sering disebabkan oleh prematuritas dan BBLSR.9,10 Di

Inggris, kematian pada BBLSR dengan infeksi SAD mencapai 40%, tiga kali

lebih tinggi dibandingkan bayi dengan usia kehamilan yang sama tanpa infeksi. Di

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, insidensi sepsis neonatorum

masih tinggi mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%. Pada BBLSR

kejadian SAD terjadi pada 26/1000 kelahiran demikian pula pada bayi prematur.8

Berbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab RDS. Pembentukan

substansi surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu

teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam

pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,

karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai

dibentuk pada kehamilan 22 – 24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu

ke-35.

Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus3

Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat

stabil alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan

22

Page 23: Lapsus Bayi

mengurangi tegangan. Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan

komposisi utama dalam surfaktan yang mengurangi surface tension. Surfaktan

memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A, SP - B, SP – C, dan SP –

D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step dan

mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi.

Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan

tubular myelin.6,9

Penyakit membran hialin mungkin terjadi pada bayi prematur dengan

berat badan 1000- 2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan

pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan

riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.

Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6 – 8 jam pertama setelah

lahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 – 72 jam. Bila

keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.1

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan

perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis

seperti dispneu atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi

suprasternal, retraksi interkostal dan ‘expiratory grunting’. Selain tanda gangguan

pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada

penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali, ‘pitting edema’ terutama di

daerah dorsal tangan/ kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral

dapat terlihat bila terjadi komplikasi.1 Scoring system yang sering digunakan pada

23

Page 24: Lapsus Bayi

bayi preterm dengan HMD adalah Silverman – Anderson score untuk

mengevaluasi derajat keberatan dari gangguan nafas.6

Gambar 2. Gejala klinis HMD meliputi retraksi substernal dan retraksi interkosta serta sianosis sirkumoral. 10

Gambar 3. Scoring system Silverman – Anderson6

24

Page 25: Lapsus Bayi

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen

toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan

penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran

hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain-lain.1

Foto toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial

Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin.

Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan

ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian

perifer paru (air bronchogram).2

Terdapat 4 stadium:

o Stadium 1: pola retikulogranular(ground glass appearance)

o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram

o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur

o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance

Gambar 4 dan 5. HMD dengan gambaran ground glass appearance (kiri) dan air bronchogram

(kanan)

25

Page 26: Lapsus Bayi

Gambar 6 dan 7. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur (atas) dan white lung

appearance (bawah)

26

Page 27: Lapsus Bayi

BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus dengan penderita seorang anak bayi

perempuan bernama By. Ny. L I berumur 0 hari yang dirawat ruang bayi Rumah

Sakit Umum Daerah Ulin yang berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang didiagnosa bayi kurang bulan, sesuai masa kehamilan,

berat bayi lahir sangat rendah dengan respiratory distress et causa Hyaline

Membrane Disease (HMD) dan sepsis neonatorum awitan dini curiga enterokolitis

nekrotikan dan pasca syok. Kelainan ini diketahui berasal dari faktor resiko yang

terdapat pada ibu, yaitu KPD > 24 jam, riwayat demam pada ibu di awal

kehamilan serta kehamilan ganda, dan faktor risiko dari bayi sendiri yaitu lahir

kurang bulan dan berat badan 1300 gr (BBLSR) .

27

Page 28: Lapsus Bayi

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief Abdul dr., Napitupulu Partogi M dr., Pudjiadi Antonius dr., Ghazali Vinci Muhammad dr, Putra Tulus Sukman dr. Penyakit Membran Hialin. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan Anak jilid 3 FKUI. 2008; p. 1083 – 1087.

2. Pudjiadi Antonius dr., Hegar Badriul dr, Handryastuti Setyo dr, Idris Salamia Nikmah dr, Gandaputra Ellen P dr, Harmoniati Eva Devita dr. Penyakit Membran Hialin. Dalam: Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid 1 . 2001; p.238 – 242.

3. Miall Lawrence, Wallis Sam. The management of respiratory distress in the moderately preterm newborn infant. Neonatal Intensive Care Unit, Leeds Teaching Hospitals NHS Trust, Leeds, UK : 2011.

4. Sweet David G, Carnielli Virgilio, Greisen Gorm. European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants – 2010 Update.

5. Oommen P. Mathew. Chapter 10: Respiratory Distress Syndrome: Impact of Surfactant Therapy and Antenatal Steroid. Dalam: Buku Innovations in Neonatal-perinatal Medicine Innovative Technologies and Therapies That Have Fundamentally Changed the Way We Deliver Care for the Fetus and the Neonate. 2011.

6. Surg Cdr SS Mathai, Col. U Raju, Col. M Kanitkar. Management of Respiratory Distress in the Newborn : 2006.

7. William A. Engle, MD, and the Committee on Fetus and Newborn. Clinical report: Surfactant-Replacement Therapy for Respiratory Distress in the Preterm and Term Neonate : 2007

8. Nur .A, Risa Etika, Sylviati M.Damanik , Fatimah Indarso., Agus Harianto. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome. Smf Ilmu Kesehatan Anak Fk. Unair/Rsud Dr. Soetomo : 2006

28

Page 29: Lapsus Bayi

9. Brownfoot FC, Crowther CA, Middleton P, ”The Cochrane Collaboration: Different corticosteroids and regimens for accelerating fetal lung maturation for women at risk of preterm birth (Review) : 2008.

10. Geoffrey A. Agrons, MD, Sherry E. Courtney, MD, J. Thomas Stocker, COL, MC, USA, Richard I. Markowitz, MD. From the Archives of the AFIP Lung Disease in Premature Neonates: Radiologic-Pathologic Correlation : 2005

29