laporan toksik 5 (sianida)

17
Hari/Tanggal : Senin/ 31 Oktober 2011 Jam : 11.30 – 14.00 WIB KERACUNAN SIANIDA Oleh : Kelompok 2 Oktipa sari (B04080010) (__________) Melinda kusumadewi (B04080011) (__________) Iin nuraeni (B04080012) (__________) Wyanda Arnafia (B04080014) (__________) Kadek Dwi Setiawan (B04080015) (__________)

description

laporan toksikologi FKH IPB

Transcript of laporan toksik 5 (sianida)

Page 1: laporan toksik 5 (sianida)

Hari/Tanggal : Senin/ 31 Oktober 2011

Jam : 11.30 – 14.00 WIB

KERACUNAN SIANIDA

Oleh :

Kelompok 2

Oktipa sari (B04080010) (__________)

Melinda kusumadewi (B04080011) (__________)

Iin nuraeni (B04080012) (__________)

Wyanda Arnafia (B04080014) (__________)

Kadek Dwi Setiawan (B04080015) (__________)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: laporan toksik 5 (sianida)

Pendahuluan

Singkong merupakan tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia.

Singkong mengandung linamarin dan lotaustralin yang berpotensi sebagai racun.

Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada

semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong

dibedakan atas dua tipe yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung

kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau

yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi maka kedua racun tersebut akan

berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Singkong manis mengandung sianida kurang

dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50

mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh

tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per

kilogram berat badan per hari.

Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan saluran nafas,

mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan

kematian. Penanganan konvensional atau terapi standar untuk intoksikasi sianida

adalah dengan kombinasi senyawa NaNO2 (natrium nitrit) dan Na2S2O3 (natrium

tiosulfat) disuntik secara bergantian dengan rute intravena (IV).

Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor yaitu

linamarin dan mertil linamarin. Kedua senyawa terbut akan akan dirombak

menjadi glukosa, aseton dan asam sianida oleh enzim linamarase dan oksigen.

Sifat fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh sianida adalah rasa pahit, iritan

kulit, mukos, bau khas, vasokontrikstor dan dapat berikatan dengan logam Co,

Cu, Fe. Sianida dapat diabsorpsi secara baik melalui kulit, mukosa saluran cerna,

dan inhalasi. Faktor yang mempengaruhi keracunan sianida antara lain kandungan

sianida dalam bahan, kecepatan/ jumlah intake dan kecepatan metabolisme.

Asam sianida memiliki sifat mudah larut dan mudah menguap, oleh karena

itu untuk menurunkan atau mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan

dengan pencucian atau perndaman karena asam sianida akan larut dan ikut

terbuang dengan air.

Page 3: laporan toksik 5 (sianida)

Mekanisme kerja sianida adalah menghambat enzim yang berperan di

dalam respirasi (cytochrom oxidase). Enzim tersebut menyebabkan oksigen tidak

dapat digunakan oleh jaringan (tetap dalam sirkulasi darah) sehingga terjadi

kekurangan oksigen. Mekanisme kerja yang lain adalah dengan menjadi vaso

kontriktor.

Tujuan

Paraktikum ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis yang dtimbulkan

oleh racun sianida dan dapat mengetahui antidota yang dapat bekerja terhadap

racun. Selain itu juga bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan sianida dalam

tanaman dan sampel asal hewan.

Tinjauan Pustaka

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini

sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa

menit. Sianida merupakan senyawa kimia asphyxian (penyebab sesak nafas/dada)

yang poten dan bekerja cepat. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di

alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida

dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan. Sianida juga ditemukan pada

rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang,

tepung tapioka dan singkong. Asam sianida ini merupakan anti nutrisi yang

diperoleh dari hasil hidrolisis senyawa glukosida sianogenik seperti linamarin,

luteustralin dan durin. Salah satu contoh hasil hidrolisis adalah pada linamarin

dengan hasil hidrolisisnya berupa D-glukosa + HCN + aceton dengan bantuan

enzim linamerase.

Gambar 4.11. Bagan reaksi hidrolisis linamarin

Page 4: laporan toksik 5 (sianida)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan sianida pada

tanaman diantaranya umur dan penggunaan pupuk. Tanaman muda lebih banyak

mengandung sianida daripada tanaman tua dan penggunaan pupuk seperti pupuk

nitrat dapat menaikkan kadar sianida dalam tanaman. Sifat fisik dan kimiawi yang

dimiliki oleh Sianida adalah rasa pahit, iritan kulit, mukosa, bau khas,

vasokonstriktor dan dapat berikatan dengan ion logam Co, Cu, Fe. Beberapa

faktor yang berperan dalam keracunan sianida adalah kandungan sianida dalam

bahan, kecepatan/jumlah intake dan kecepatan metabolisme. Berdasarkan

beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses metabolisme sianida yaitu

glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa dengan cepat sehingga ion CN-

nya lepas. Kemudian dalam peredaran darah, pergi ke jaringan-jaringan (kalau ke

paru-paru sebagian dapat dieliminasi), tetapi kalau sampai ke sel-sel syaraf maka

zat tersebut akan menghambat pernafasan sel-sel tersebut, sehingga mengganggu

fungsi sel yang bersangkutan.

Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat pernafasan sel adalah

adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang

mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka

terhadap inhibisi sianida ini adalah sitokrom oksidase. Inhibisi sitokrom oksidase

ini akan menekan transport elektron dalam siklus Krebs yang menghasilkan

energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah hewan tampak lesu, tak

bergairah seolah-olah tidak mempunyai banyak tenaga untuk bergerak, nafsu

makannya juga sangat menurun. Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tampak

kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidak bersinar. Terjadi pula

disfungsi pada sistem syaraf pusat, sehingga menimbulkan gejala mengantuk yang

sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan kehilangan

keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak, sempoyongan, nafas tersengal-

sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik akhirnya

hewan mengalami kematian.

Semua proses oksidasi dalam tubuh sangat tergantung kepada aktivitas

enzim sitokrom oksidase. Jika di dalam sel terjadi kompleks ikatan enzim

sianida, maka proses oksidasi akan terblok, sehingga sel menderita kekurangan

oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb) akan membentuk

Page 5: laporan toksik 5 (sianida)

cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa oksigen. Tambahan

sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit

diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah yang menyebabkan

histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan  cepat dan dalam.

Pada dosis rendah, asam sianida tidak menimbulkan kematian, akan tetapi

hewan yang secara terus menerus teracuni asam sianida akan mengalami kejadian

kronis karena adanya sianida akibat tidak semua SCN (tiosianat) diekskresikan

secara sempurna bersama urin, walaupun SCN dapat melewati glomerulus dengan

baik, tetapi sesampainya di tubuli sebagian akan diserap ulang, seperti halnya

klorida. Selain itu, kendatipun sistem peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah

tiosianat menjadai sulfat dan sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap berenang

dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa sianida dapat

merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang mengandung sulfur

seperti metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium, dan

produksi tiroksin. Akibatnya hewanpun mengalami gangguan pertumbuhan, diare

dan pada unggas mengalami abnormalitas pada persendian.

Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida

berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah

pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi

antara ion sianida (CN–) dan MetHb.1,5. Selain itu juga, sianida dapat dibuang

dengan adanya:Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam

hal ini adalah asam nitirit dan bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau

komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida

dari dalam sel. Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan

menggunakan sulfur untuk mengikat sianida. Beberapa studi tentang mekanisme

penurunan anti nutrisi sianida dan peningkatan reduksinya dapat dilakukan

dengan suplementasi sulfur anorganik maupun organik. Suplementasi sulfur akan

menghasilkan tiosianat, reaksi ini akan dibantu oleh rodanase. Tiosianat akan

dikeluarkan melalui urin. Pemberian garam ferosulfat dapat mengikat asam

sianida dalam pakan sehingga hilang sifat racunnya. Pemberian garam ferosulfat

12,7 kali kandungan asam sianida pakan menunjukkan efek yang paling baik.

Pakan dapat disuplementasi dengan asam amino yang mengandung sulfur seperti

Page 6: laporan toksik 5 (sianida)

metionin, sistin dan sistein supaya menghasilkan penampilan yang baik bagi

unggas.

Mengobati keracunan dilakukan untuk mencegah terjadinya ikatan yang

kuat antara enzim sitokrom oksidase dengan ion sianida. Telah diketahui bahwa

ion sianida berikatan dengan Fe3+, tetapi tidak dengan Fe2+. Dalam tubuh Na-

nitrit akan merubah ion Fe2+ pada hemoglobin menjadi ion Fe3+

(methemoglobin). Methemoglobin ini dapat berikatan dengan CN membentuk

sian-methemoglobin. Ikatan CN-methemoglobin ini tidak menimbulkan

keracunan. Terjadi kompetisi antara methemoglobin dan sitokrom 97 oksidase

untuk mengikat CN, dengan demikian pengikatan CN oleh sitokrom oksidase

menjadi minimal. CN dalam ikatan CN-methemoglobin ini selanjutnya

dikeluarkan dengan memberi injeksi Na-thiosulfat. CN bersenyawa dengan

Natiosulfat membentuk tiosianat yang tidak beracun dan mudah dikeluarkan lewat

urin.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah hewan coba

kelinci, larutan NaCN 1%, larutan NaNO2 1%, larutan Na2S2O3 5%, timbangan

hewan, spoit, tabung reaksi, mortar, daun singkong, kertas pikrat, tutup tabung,

sampel asal hewan (isi lambung, urat daging), larutan NaOH 50%, larutan FeSO4

10%, larutan FeCl3 10%, larutan HCl pekat dan pemanas.

Metode

Percobaan I : Mengamati Gejala Klinis Keracunan Sianida dan

Memberikan Antidotanya

Kelinci percobaan ditimbang. Larutan NaNO2 1% dan larutan Na2S2O3 5%

disediakan masing-masing sebanyak 2.5 ml pada spoit yang berbeda. NaCN 1%

sebanyak 5-10 mg/kg BB dimasukkan melalui mulut kelinci menggunakan spoit

yang telah dilepas jarumnya. Gejala klinis yang terjadi pada kelinci diperhatikan

kemudian disuntikkan antidotanya secara intra vena melalui vena auricularis.

Pemberian antidota dimulai dengan larutan NaNO2 1% kemudian larutan Na2S2O3

5%.

Page 7: laporan toksik 5 (sianida)

Percobaan II : Identifikasi CN dalam Tanaman (Uji Kertas Pikrat/ Picrate

Paper Strip Methode)

Tiga buah tabung reaksi disediakan. Tabung 1 (kontrol megatif) diisi

dengan aquades. Tabung 2 (kontrol positif) diisi dengan NaCN 1% dan HCl.

Tabung 3 diisi dengan gerusan daun singkong. Setelah pemasukan bahan kedalam

tabung reaksi, kertas pikrat segera diletakkan dalam tabung dan segera dijepit

dengan tutup gabus. Tabung dipanaskan dalam air panas. Adanya sianida

ditunjukan dengan perubahan warna kertas pikrat dari kuning menjadi merah

bata.Kertas pikrat dibuat dengan cara mencelupkan potongan kertas saring

(ukuran 1x3 cm) kedalam larutan asam pikrat 1%, kemudian keringkan di udara

dan dicelupkan kembali kedalam larutan Na2S2O3 10%. Kertas digunakan setelah

mengering.

Percobaan III : Identifikasi SianidadDari Sampel Asal Hewan

Sampel dari hewan didestilat terlebih dahulu kemudian destilatnya diuji.

Pada percobaan kali ini destilat digantikan dengan larutan NaCN. Larutan NaCN

dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 50%, 3

tetes FeSO4 10%, 3 tetes FeCl3 10%. Dipanaskan selama beberapa menit pada ir

panas, kemudian didinginkan. Ditambah HCl pekat sampai semua endapan larut.

Warna biru berlin (prussian blue) menunjukkan adanya sianida (Fe(Fe(CN)6)3

yang menjadi ferri heksa sianoferat.

Hasil

Percobaan I

Tabel 1. Hasil pengamatan gejala klinis kelinci akibat keracunan sianida.

No Waktu Gejala klinis

1 3 menit Salivasi, pupil dilatasi, lemas, frekuensi napas dan

jantung tinggi, inkoordinasi

2 + antidota Hewan berangsur-angsur normal kembali

Page 8: laporan toksik 5 (sianida)

Percobaan 2

Tabel 2. Hasil identifikasi sianida dalam tanaman.

No Tabung Perubahan warna pada kertas pikrat

1 Aquades (kontrol negatif) Tidak ada perubahan

2 NaCN 1% + HCl (kontrol

positif)

Kertas pikrat berwarna merah bata

3 Gerusan daun singkong Kertas pikrat berwarna merah bata

Pembahasan

Pengamatan keracunan sianida pada hewan coba kelinci dengan pemberian

NaCN/KCN 1% menyebabkan gejala klinis Salivasi, pupil dilatasi, lemas,

frekuensi napas dan jantung yang tinggi pada menit ke 3. Hal ini terjadi karena

sianida mengiritasi mukosa, baik pada mata, alat pernafasan maupun pencernaan,

iritasi ini terutama disebabkan oleh kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa

garam-garam natrium dan kalium sianida. Efek racun dari sianida adalah

memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan terlihat

rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Dengan pemberian antidota kombinasi

senyawa NaNO2 (narium nitrit) dan Na2S2O3 (natrium tiosulfat) disuntik secara

bergantian dengan rute intravena (IV) efek racun sianida akan terhenti karena

jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan tiosianat

(SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung

sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirect sebagai reaksi

spontan antara sianida dan sulfur persulfida. Reaksi ini membutuhkan sumber

utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium

tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium

tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natrium tiosulfat akan bekerja

dengan mekanisme mempercepat eliminasi, sedangkan natrium nitrit akan bekerja

dengan mekanisme hambatan bersaing.

Identifikasi CN dalam tanaman dilakukan dengan uji pikrat (picrate paper

strip methode). Terdapat tiga tabung reaksi yang berisi aquades (kontrol negatif),

NaCN/KCN 1% + HCl (kontrol positif), dan gerusan daun singkong (bahan uji).

Page 9: laporan toksik 5 (sianida)

Ketiga bahan ditutup dengan gabus yang sudah diletakkan kertas pikrat. Dengan

pemanasan tabung reaksi dalam air menyebabkan terjadinya perubahan pada

kertas pikrat dari kuning menjadi merah bata untuk bahan yang positif

menghasilkan sianida. Air sebagai kontrol negatif tidak terjadi perubahan warna,

kertas pikrat berubah warna menjadi merah bata pada bahan NaCN/KCN 1% +

HCl sebagai kontrol positif dan gerusan daun singkong sebagai bahan uji. Tabung

pertama yang berisi aquades tidak menunjukan perubahan warna pada kertas

pikrat. Tabung kedua yang berisi daun singkong yang telah ditumbuk merubah

kertas pikrat yang berwarna kuning menjadi warna merah bata. Hal tersebut

menunjukan bahwa daun singkong mengandung sianida. Karena kertas pikrat

mengandung asam pikrat yang merupakan senyawa kimia berbentuk Kristal

kuning. Senyawa bersifat eksplosif terbentuk karena reaksi antara fenol dan asam

nitrat hingga menghasilkan 2,4,6-trinitrofenol atau 1-hidroxy-2,4,6-

trinitrobenzena. Asam pikrat akan bereaksi dengan KCN maka akan terbentuk

HCN yang menghasilkan endapan merah bata. Kemudian tabung ketiga yang

berisi KCN 1% + HCl juga merubah kertas pikrat yang berwarna kuning menjadi

warna merah bata tetapi intensitas warna merah bata yang ditimbulkan lebih pekat

di banding tabung kedua yang berisi dengan daun singkong yang telah ditumbuk.

Karena konsentrasi sianida dalam singkong lebih sedikit serta pada tabung ketiga

reaksi pikrat dengan KCN lebih kuat terbentuk. Untuk tabung keempat ditambah

dengan HCl pekat sampa isemua endapan larut. Reaksinya adalah NaCN

+NaOH→HCN+Na2O2HCN+FeSO4 +H2SO4 +Fe(CN)2 4Fe(CN)2 +FeC

l3(katalisator)→dipanaskan→endapan coklat Fe(OH)3 Fe4(Fe[CN]6)3 →Ferri

heksa sianoferat biru berlin, hal tersebut merupakan indikasi sianida yang terikat

pada besi.

Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor

(bakal racun), yaitu linamarin dan mertil linamarin dimana kedua senyawa ini

kontak dengan enzim linamarase dan oksigen dari udara yang merombaknya

menjadi glukosa, asetondan asam sianida. Asam sianida mempunyai sifat mudah

larut dan mudah menguap. Asam sianida yang terbentuk akan bereaksi dengan

asam pikrat dengan berubah warna menjadi merah bata. Pada daun singkong asam

sianida tersebar merata di permukaan daun hingga dermis dari umbi akar,

Page 10: laporan toksik 5 (sianida)

sehingga pada uji kertas pikrat daun singkong akan positif terdapat kandungan

asam sianida. Kandungan unsur penggangu yang bersifat racun (HCN) berbeda

untuk setiap jenis atau varietasnya, sehingga singkong dapat dibedakan menjadi

beberapa kelompok berdasarkan kandungan asam sianida, antara lain golongan

yang tidak beracun, golongan beracun sedikit, golongan beracun, serta golongan

sangat beracun.

Identifikasi sianida dari sampel asal hewan dilakukan dengan

menggunakan hasil destilat dari sampel asal hewan. Pada percobaan kali ini

destilat asal hewan diganti dengan larutan Na/KCN. Pada prinsipnya sianida

dalam percobaan ini contohnya adalah Na/KCN sangat mudah diabsorbsi oleh

jaringan tubuh hewan. Karena sianida ikut berjalan melalui aliran pembuluh

darah. Dengan penambahan 1 ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4 10%, 3 tetes FeCl3

10%, pemanasan dalam air, dan penambahan HCl, pada bahan uji terbentuk cicin

berwarna biru berlin yang menunjukkan hasil positif sianida (Fe4(Fe(CN)6)3 atau

ferri heksa sianoferat. Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati

saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata

akan menyebabkan keracunan sianida tidak hanya secara langsung tetapi dapat

pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik. Jika sianida yang

masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah kecil maka sianida akan diubah

menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu,

sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang

masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk

mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa racun sianida akan

menyebabkan penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan

pada kasus berat dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan

pemberian antidota secara cepat dan tepat. Prinsip kerja racun ini adalah

menghambat enzim yang berperan di dalam respirasi (cytochrom oxidase).

Identifikasi kandungan sianida dalam tanaman menunjukkan tanaman positif

Page 11: laporan toksik 5 (sianida)

mengandung sianida dan pengujian sampel juga menunjukkan hasil yang positif

sianida.

Daftar Pustaka

Rahmawati M et al. 2011. Penuntun Praktikum Toksikologi Veteriner. Bogor:

Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Putra ED. 2003. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan

Upaya Pencegahannya. Sumatra Utara : Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id [3 November 2011]

Widodo W. 2010. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang :

Universitas Muhammadiyah Malang.

http://wahyuwidodo.staff.umm.ac.id [3 November 2011]