Analisis Sianida Dalam Singkong Gajah

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Singkong atau yank lebih dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat alternative selain beras, jagung, dan sagu. Di Indonesia, tanaman singkong telah dikenalkan sejak masa penjajahan Belanda. Tanaman ini mempunyai sifat mudah tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Secara keseluruhan tumbuhan ini telah dimanfaatkan, baik daunnya maupun akarnya. Bagian akar disebut juga umbi dengan dagingnya berwarna putih atau kekuning-kuningan bila dalam keadaan segar. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun rendah protein. Selain sebagai bahan makanan pokok, berbagai macam upaya penanganan singkong yang telah banyak dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan baik basah maupun kering. Selai itu, umbi singkong juga memiliki nilai gizi yang baik untuk mencukupi angka kebutuhan gizi normal. Singkong memiliki banyak varietas, tapi tidak semua farietas tersebut dapat dikonsumsi. Ada beberapa jenis varietas singkong yang tidak dapat dikonsumsi karena kandungan sianidanya yang tinggi contohnya adalah singkong gajah. 1

description

aaa

Transcript of Analisis Sianida Dalam Singkong Gajah

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Singkong atau yank lebih dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat alternative selain beras, jagung, dan sagu. Di Indonesia, tanaman singkong telah dikenalkan sejak masa penjajahan Belanda. Tanaman ini mempunyai sifat mudah tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Secara keseluruhan tumbuhan ini telah dimanfaatkan, baik daunnya maupun akarnya. Bagian akar disebut juga umbi dengan dagingnya berwarna putih atau kekuning-kuningan bila dalam keadaan segar. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun rendah protein. Selain sebagai bahan makanan pokok, berbagai macam upaya penanganan singkong yang telah banyak dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan baik basah maupun kering. Selai itu, umbi singkong juga memiliki nilai gizi yang baik untuk mencukupi angka kebutuhan gizi normal.Singkong memiliki banyak varietas, tapi tidak semua farietas tersebut dapat dikonsumsi. Ada beberapa jenis varietas singkong yang tidak dapat dikonsumsi karena kandungan sianidanya yang tinggi contohnya adalah singkong gajah. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai racun alamiah yang terdapat pada singkong gajah yaitu asam sianida (HCN) mengingat singkong merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat sehingga singkong sangat potensial sebagai alternatif lain sumber kalori bagi tubuh. Dengan pemahaman dan pengolahan yang benar, maka akan dapat meminimalkan terjadinya resiko keracunan makanan akibat mengkonsumsi singkong.

1.2. Rumusan Masalah

Umbi kayu atau yang sering dikenal dengan ketela pohon merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain karbohidrat ketela pohon juga mengandung nilai gizi yang baik. Ada berbagai jenis ketela pohon yang dikenal, namun tidak semua jenis tersebut dapat dikonsumsi. Ada beberapa jenis ketela pohon yang mengandung kadar sianida yang tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengujian kadar sianida pada jenis ketela pohon tertentu. 1.3. Tujua1. Memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analisa Terapan 2. Mengetahui kadar sianida yang terdapat dalam singkong gajah BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Ketela Pohon

Ketela pohon atau umbi kayu termasuk kedalam kelompok tanaman perdu. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya Brazil. Namun penyebarannya hampir diseluruh ke dunia. Singkong pada umumnya diperbanyak dengan cara stek batang. Hanya dalam skala penelitian pengembang biakan singkong dengan menggunakan biji.

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat. Selain itu singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Ada beberapa cara untuk penanganan singkong yaitu dengan mengolahnya menjadi produk basah maupun kering. Kebanyakan umbi akar mengandung sianida dalam jumlah yang berbeda, Sianida ini tersebar merata dipermukaan daun hingga dermis dari umbi akar tersebut. Kandungan sianida berbeda untuk setiap jenis atau varietas singkong, sehingga berdasarkan kadar sianida dalam singkong tersebut, singkong dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan singkong agak beracun, golongan singkong beracun sedikit, dan golongan singkong sangat beracun. Singkong agak beracun mengandung sianida antara 0,05 0,08% atau 50 80 mg HCN/kg ketela pohon, ketela pohon beracun sedikit mengandung sianida antara 0,08 0,10% atau 80 -100 mg HCN/kg ketelapohon, dan ketelapohon sangat beracun memiliki kandungan sianida lebih besar dari 0,1% atau 100 mg HCN/kg ketela pohon. Sedangkan menurut FAO, kadar sianida yang diperbolehkan pada ubi untuk dikonsumsi adalah 50 mg/kg ubi.Berdasarkan deskripsi varietas singkong, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 macam :

a. Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung. Contoh varietasnya : gading, adira 1, mangi, betawi, mentega, randu, lanting, dan kaliki.

b. Jenis ubi kayu pahit, yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atau bila akan dikonsumsi harus melalui proses. Contoh varietasnya : karet, bogor, SPP, dan adira 2. Bila rasa ubi kayu semakin pahit maka kandungan sianidanya tinggi

2.2. Asam Sianida

Sianida merupakan senyawa kimia yang secara alami dihasilkan dari proses hidrolisis glikosida sianogen oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu sendiri. Ada dua macam glukosida yaitu linamirin dan lotaustralin. Jika jaringan sel tanaman dirusak maka enzim linamarase akan memutuskan ikatan senyawa tersebut dan dan membebaskan asam sianida Askar, 2002(). Lebih dari 70 famili tanaman yang mengandung sianogen yang masing-masing mempunyai nama tersendiri. Setiap bagian tanaman mengandung sianida dengan tingkat yanag beerbeda. Kandungan tertinggi terdapat dalam biki, diikuti oleh buah, daun batang dan akar Yuningsih, 2008().

Keberadaan sianida dalam perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, oksigen terlarut, salinitas daan keberadaan ion lain Julistina, 2009(). Selain itu, kadar sianida dalam tumbuhan yang mengandung sianida secara alami dipengaruhi oleh kondisi tanah, musim, dan umur tanaman itu sendiri Yuningsih, 2008(). Sianida merupakan senyawa yang berbahaya jika berada pada konsentrasi yang melampaui ambang batas. Keracunan sianida akan menyebabkan terjadinya oksigenasi, karena sianida bereaksi dengan ferric (trivalent) iron dari cytochrome oxidase dan membentuk cyanide cytochrome oxidase yang tinggi. Namun globin tidak mampu membebaskan oksigen dan tingkat metabolisme oksidasi menjadi tinggi sehingga rjadi perdarahan pada subendocardial dan subepicardial yang berakibat fatal Yuningsih, 2008().

Sianida memiliki sifat autohidrolisis pada suhu 28oC, sehingga pada suhu kamar sudah terjadi penguapan sehingga terjadi penurunan kandungan sianida tersebut. Yuningsih (2004), melaporkan bahwa penurunan sianida yang lebih cepat terjadi dalam penyimpanan secara terbuka dibanding secara tertutup. Tingkat pelepasan sianida dari setiap jenis tanaman berbeda, tergantung dari mudah atau tidaknya sianogenik yang dikandung tanaman tersebut terurai. Sebagai contoh sianogen amygdalin (dalam biji) mempunyai ikatan sianida lebih kuat dibandingkan dengan sianogen dhurrin (dalam daun). Selain itu pelepasan sianida juga tergantung adanya peluang kontak antara sianogen dengan enzim (dalam tanaman itu sendiri), misalnya misalnya dengan cara pencacahan atau pemotongan akan mempercepat pelepasan sianida Yuningsih, 2008().

2.3. SpektrofotometriSpektrofotometri adalah metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. Foton darispektrum elektromagnetik daerah ultraviolet dan sinar tampak mempunyai energi yang cukup untuk mempromosikan elektron dari keadaan dasar dalam senyawa organik ke keadaan tereksitasinya. Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi di antara tingkat energi elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas serta orbital bukan ikatan atau orbital anti ikatan Rachmanti, 2006().Pada pengukuran sampel analat, nilai absorbansi yang diperoleh dari analat dipengaruhi oleh pH larutan, suhu, konsentrasi, pelarut, serta matriks dari alat. Hukum yang berlaku dalam pengukuran absorbansi suatu analat adalah hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya dan penyerapan sebanding dengan molekul yang menyerap. Hukum Lambert-Beer menjelaskan hubungan antara absorbansi, tebal sel dan konsentrasi analat Rachmanti, 2006().

Setiap senyawa mempunyai serapan yang khas pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang memberikan serapan tertinggi disebut panjang gelombang maksimum. Penentuan panjang glombang maksimum terkadang memberikan pita yang sangat leber, hal ini disebabkan adanya serapan matriks, noise, dan puncak yang tumpang tindih. Untuk membedakan pita serapan yang lebar terhadap pita serapan terdekatnya yang tumpang tindih dapat digunakan metode spektroderivatif Rachmanti, 2006().

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN3.1. Alat dan Bahan3.1.1. Alat pada Uji Kualitatif

Alat yang digunakan pada uji kualitatif sianida dalam singkong gajah adalah timbangan, hotplate, termometer, stopwatch, botol semprot, lumpang dan peralatan gelas pendukung lainnya.

3.1.2. Alat pada Uji Kuantitatif

Alat yang digunakan pada uji kuantitatif sianida dalam singkong gajah adalah spektrofotometer UV-Vis, timbangan, penutup gabus, stopwatch, botol semprot, lumpang dan peralatan gelas pendukung lainnya.

3.1.3. Bahan pada Uji Kualitatif

Bahan bahan yang digunakan pada uji kualitatif sianida dalam singkong gajah adalah sampel singkong gajah, akuades, asam tartrat 5%, kertas saring, asam pikrat jenuh dan natrium karbonat 8%.

3.1.4. Bahan pada Uji Kuantitatif

Bahan bahan yang digunakan pada uji kuantitatif sianida dalam singkong gajah adalah sampel singkong gajah, kloroform, kalium sianida, akuades, natrium karbonat 8%, asam pikrat jenuh, asam pikrat 1% dan kertas saring.

3.2. Pengambilan SampelSingkong gajah yang digunakan sebagai sampel berasal dari lahan yang berlokasi di daerah Kampus Universitas Riau . Dari satu pohon tersebut diambil 1 sampel singkong gajah. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan : 1) uji kualitatif sianida pada sampel singkong gajah dan 2) uji kuantitatif sianida pada sampel singkong gajah. 3.3. Penanganan SampelSampel Singkong Gajah yang telah diambil dibersihkan tanahnya. Sampel kemudian dicuci sebentar lalu dikeringkan. Sampel lalu disimpan dalam wadah plastik untuk segera dianalisa.3.4. Prosedur Penelitian3.4.1. Uji Kualitatif

Uji kualitatif pada sampel singkong gajah dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan mengetahui adanya kandungan asam sianida pada sampel. Prinsip dasar dari uji ini adalah dengan melarutkan asam sianida pada sampel sinkong gajah pada air panas. Pada suasana panas, HCN akan menguap, uapnya akan bereaksi dengan asam pikrat dan memberikan hasil positif jika warna asam pikrat berubah menjadi merah.Langkah awal pada uji ini adalah dengan menghaluskan 25 gr sampel singkong gajah dengan mortar dan lumpang. Setelah halus sampel dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml akuades, dan 10 ml asam tartrat 5%. Pada mulut erlenmeyer digantung kertas pikrat yang telah dicelupkan ke dalam larutan Na2CO3 8%. Erlenmeyer lalu ditutup dan dipanaskan pada suhu 500C selama 15 menit dan didinginkan. Perubahan warna kertas pikrat kemudian diamati. Hasil positif terjadi jika kertas pikrat berubah warna menjadi merah, sedangkan jika warna kertas pikrat tetap oren maka berarti sampel memberikan hasil negatif dengan uji ini. 3.4.2. Uji KuantitatifUji kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar asam sianida pada sampel singkong gajah. Metode yang digunakan pada uji ini adalah spektrofotometri UV-Vis.3.4.2.1. Penentuan Waktu Kestabilan WarnaLarutan yang akan diukur absorbansinya merupakan larutan kompleks, sehingga perlu diketahui kestabilannya. Penentuan waktu kestabilan dilakukan pada waktu 0 26 menit dengan interval 2 menit.Prosedur ini diawali dengan mengambil 5 ml larutan standar HCN 6 ppm dan ditempatkan dalam erlenmeyer. Sebanyak 2,5 ml asam tartarat ditambahkan, untuk mencapai pH 7,8 10,2 maka ditambahkan 1,5 ml Na2CO3 8%. Kemudian ditambahkan asam pikrat 1% sebanyak 2,5 ml lalu diaduk dan dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit kemudian didinginkan. Absorbansi larutan standar tersebut diukur pada panjang gelombang 510 nm menggunakan variasi waktu 0 26 menit dengan interval 2 menit. Nilai absorbansi maksimum yang stabil dalam interval waktu tertentu menunjukkan kestabilan warna yang diukur.

3.4.2.2. Penentuan Panjang Gelombang OptimumPenentuan panjang gelombang optimum perlu dilakukan agar diperoleh serapan yang maksimal. Pengukuran panjang gelombang dilakukan pada batasan 480 540 nm.Tahap awal pada proses ini dilakukan dengan pengambilan 5 ml larutan standar HCN 6 ppm yang dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2,5 ml larutan asam tartarat 5%. Untuk pembuatan pH 7,8 10,2 maka ditambahkan 1,5 ml Na2CO3 8%. Sebanyak 2,5 ml asam pikrat 1% ditambahkan, kemudian diaduk lalu dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit dan didinginkan. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 480 540 nm. Nilai absorbansi tertinggi menunjukkan panjang gelombang optimum.

3.4.2.3. Pembuatan Kurva StandarKurva standar dibuat berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar HCN pada berbagai konsentrasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi larutan standar HCN yang disiapkan adalah 10 ppm, 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm, dan 2 ppm.Langkah awal yang dilakukan pada uji ini adalah dengan menyiapkan 5 ml larutan standar HCN 10 ppm dalam tabung reaksi. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 ml asam tartarat. Kemudian ditambahkan 1,5 ml Na2CO3 8%, 2,5 ml asam pikrat 1%, diaduk dan dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit lalu didinginkan. Absorbansi diukur pada panjang gelombang optimum. Perlakuan ini diulangi untuk larutan standar HCN 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm, dan 2 ppm.Absorbansi larutan-larutan standar HCN yang diperoleh pada berbagai konsentrasi kemudian diplotkan pada bidang kartesius, sehingga diperoleh kurva standar dan persamaan garis.

3.4.2.4. Pengukuran Kadar Sianida pada SampelSampel singkong gajah akan ditentukan kadar sianidanya dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan dibantu dengan adanya kurva standar. Sebanyak 5 gr sampel singkong gajah dihaluskan dan dimasukkan dalam labu destilasi. Sebanyak 100 ml akuades ditambahkan dalam labu destilasi kemudian didestilasi lalu diambil 5 ml filtrat. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu diberi 2,5 ml asam tartarat 5% dan 1,5 ml Na2CO3 8%, dan 2,5 ml asam pikrat 1%. Larutan diaduk dan dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit dan didinginkan. Absorbansi sampel dihitung pada panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan warna. Untuk satu sampel, dilakukan 3 kali pengukuran absorbansi.Absorbansi dari ketiga sampel kemudian diaplikasikan ke dalam persamaan garis yang diperoleh pada pembuatan kurva standar. Berdasarkan persamaan garis yang diperoleh sebelumnya maka dapat ditentukan konsentrasi sianida dalam ketiga sampel.BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil4.1.1. Hasil Uji Kualitatif

Uji kualitatif sianida dilakukan dengan metode asam pikrat. Menurut Yuningsih, 1999(), hasil analisis positif sianida ditunjukkan oleh perubahan warna pada kertas pikrat dari kuning menjadi merah bata (orange). Berdasarkan hasil percobaan, dapat diamati bahwa warna kertas pikrat berubah warna dari kuning menjadi orange. Perubahan warna ini menunjukkan hasil positif adanya kandungan sianida dalam sampel ubi gajah.

Gambar 1. Uji Kualitatif Sianida

4.1.2. Hasil Uji KuantitatifUji kuantitatif sianida dalam sampel ubi gajah juga dilakukan dengan metode asam pikrat. Dari satu sampel ubi gajah dengan 3 kali pengulangan uji kuantitatif, diperoleh kadar sebesar 2,435 mg/kg ubi gajah. Menurut FAO, kadar sianida dalam sampel ini masih di bawah batas yang diperbolehkan (50 mg/kg ubi).Tabel 5. Absorbansi Sampel Ubi Gajah

SampelAbsorbansi

S10.045

S20.015

S30.018

rata-rata0.026

4.2. Pembahasan4.2.2. Uji KualitatifUji kualitatif pada sampel singkong gajah dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan adanya kandungan asam sianida pada sampel. Prinsip dasar dari uji ini adalah dengan melarutkan asam sianida pada sampel sinkong gajah pada air panas. Pada suasana panas, HCN akan menguap, uapnya akan bereaksi dengan asam pikrat dan memberikan hasil positif jika warna asam pikrat berubah menjadi merah.

Percobaan ini dimulai dengan melarutkan sampel ubi gajah yang telah dihaluskan dalam air. Air dipilih sebagai pelarut karena sianida larut baik dengan air dalam suasana panas. Penambahan asam tartarat bertujuan untuk memberikan suasana asam agar reaksi berlangsung lebih cepat. Sampel yang mengandung sianida dipanaskan agar sianida menguap. Uap sianida kemudian ditangkap oleh kertas pikrat. Reaksi sianida dengan pikrat akan membentuk senyawa kompleks N2,43,N6-trisiano-1-hidroksi-N2,N4,N6-trioksobenzen-2,4,6,triaminum yang berwarna orange. Hal ini menyebabkan perubahan warna kertas pikrat dari kuning menjadi orange. Perubahan warna ini merupakan indikasi hasil positif adanya sianida dalam sampel ubi gajah Yuningsih, 1999().

(garam asam pikrat trinatrium)

(N2,43,N6-trisiano-1-hidroksi-N2,N4,N6-

trioksobenzen-2,4,6,triaminum)

Gambar 2. a. Reaksi antara asam pikrat dengan Na2CO3, b. Reaksi kompelk asam pikrat trinatrium dengan HCN

4.2.2. Uji KuantitatifUji kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar sianida pada sampel ubi gajah. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri UV-Vis. Karena menggunakan spektrofotometri UV-Vis, maka perlu diketahui panjang gelombang optimum dan waktu kestabilan dari kompleks sampel ubi gajah agar diperoleh serapan yang maksimal.Sampel ubi gajah yang akan diuji secara kuantitatif dipersiapkan melaui proses destilasi dengan pelarut air. Sianida dalam sampel ubi gajah memiliki kelarutan yang tinggi dengan air dalam suasana panas. Sehingga setelah proses destilasi, maka diharapkan seluruh sianida dalam sampel ubi berubah menjadi destilat asam sianida. Destilat tersebut harus dijadikan senyawa kompleks agar dapat diamati serapannya pada spektrofotometer UV-Vis. Destilat ubi gajah yang mengandung sianida dikomplekskan melalui penambahan asam pikrat yang menyebabkan larutan berubah warna menjadi kuning. Penambahan asam tartarat bertujuan memberikan suasana asam agar reaksi berlangsung lebih cepat, untuk mempertahankan ph (7.8-10.4) maka ditambahkan Na2CO3. Setelah melalui proses pemanasan maka warna larutan akan berubah menjadi orange. Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang optimumnya (490 nm) dan pada rentang waktu kestabilannya 14-20 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan 3 kali pengulangan dengan absorbansi rata-rata 0.026. Penentuan konsentrasi sianida dalam sampel diukur dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan garis pada kurva kalibrasi HCN. Kurva kalibrasi HCN dibuat dengan pengukuran serapan HCN pada berbagai konsentrasi (2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm). Persamaan garis yang diperoleh dari kurva kalibrasi adalah y = 0.0154x - 0.0115. Sedangkan konsentrasi sianida dalam sampel yang diperoleh adalah 2.435 mg/kg ubi gajah.Menurut FAO, kadar sianida yang diperbolehkan dalam ubi adalah 50 mg/kg ubi. Berdasarkan hasil percobaan, kadar sianida dalam sampel ubi gajah adalah 2.435 mg/kg ubi gajah. Dengan demikian dapat kita amati bahwa kadar sianida dalam sampel ubi gajah masih jauh di bawah kadar sianida ubi dalam literatur. Menurut literatur, ubi gajah merupakan jenis ubi dengan kadar sianida yang relatif tinggi sehingga tidak aman untuk dikonsumsi secara langsung. Namun pada percobaan, diperoleh kadar sianida dalam sampel yang kecil. Hal ini dapat terjadi karena larutnya sianida pada saat sampel ubi gajah dicuci dengan air. Sianida dalam ubi gajah juga dapat hilang saat ubi dipotong-potong. Proses destilasi yang tidak sempurna menyebabkan tidak semua sianida dalam sampel terekstrak menjadi destilat sampel. Kesalahan-kesalahan di atas menyebabkan berkurangnya kadar sianida dalam sampel ubi gajah.BAB VPENUTUP

5.1. Kesimpulan1. Uji kualitatif sianida dalam sampel ubi gajah ditentukan dengan metoda asam pikrat, yang menunjukkan hasil positif, ditandai dengan terbentuknya senyawa kompleks berwarna orange.2. Uji kuantitatif sianida dalam sampel ubi gajah ditentukan secara spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang optimum 490 nm dan waktu kestabilan antara 14-20 menit.3. Kadar sianida dalam sampel ubi gajah yang diperoleh adalah 2.435 mg/kg ubi gajah. Kadar ini masih berada di bawah batas untuk dapat dikonsumsi (menurut FAO).5.2. SaranAnalisis sianida dalam sampel singkong gajah pada laporan praktikum ini memberikan hasil dengan akurasi yang kurang memuaskan. Sehingga diperlukan metoda lain dengan kemungkinan kesalahan yang kecil dalam menganalisa sampel agar diperoleh hasil yang lebih akuratDAFTAR PUSTAKAAskar, S. 2002. Daun Singkong dan Pemanfaatannya Terutama Sebagai Pakan Ternak Tambahan, Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Julistina, R.E. 2009. Pengembangan dan Validasi Metode Pengujian Kadar Sianida dalam Limbah Cair Secara Spektrofotometri UV-VIS. in: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachmanti, W.D. 2006. Metode Cepat untuk Kuantifikasi Reserpin dalam Obat dan Ekstrak Rauwolfia serpentina secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet.

Yuningsih. 2008. Kandungan dan Stabilitas sianida dalam Tanaman Picung (Pangium Edule Reinw) serta Pemanfaatannya. Balai Besar Penelitian Veteriner, 102 - 109.

Yuningsih. 1999. Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Terhadap Penurunan Kandungan Sianida pada Daun Singkong. Balai Besar Penelitian Veteriner, 367-371.

1

_1431087257.unknown

_1431087691.unknown