Laporan Surveilans (Edit Dwina)

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Surveilens menurut A.D.Langmuir adalah pengamatan yang berkesinambungan terhadap distribusi dan kecenderungan dari insiden (penyakit) melalui pengumpulan data yang sistematik, konsolidasi dan evaluasi dari laporan-laporan morbiditas dan mortalitas serta data lainnya yang relevan sekaligus disertai penyebarluasan kepada pihak yang mengetahuinya (Lapau, 2002). Sedangkan menurut Noor (1997) surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. Jakarta merupakan salah satu kota yang kerap terjadi pencemaran baik di udara, tanah maupun air, hal itu menyebabkan masyarakat yang tinggal mudah terserang penyakit, terutama penyakit diare. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali dalam 1 hari). Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

description

surveilans

Transcript of Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Page 1: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surveilens menurut A.D.Langmuir adalah pengamatan yang berkesinambungan terhadap

distribusi dan kecenderungan dari insiden (penyakit) melalui pengumpulan data yang sistematik,

konsolidasi dan evaluasi dari laporan-laporan morbiditas dan mortalitas serta data lainnya yang

relevan sekaligus disertai penyebarluasan kepada pihak yang mengetahuinya (Lapau, 2002).

Sedangkan menurut Noor (1997) surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan

secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat

penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk

kepentingan pencegahan dan penanggulangan.

Jakarta merupakan salah satu kota yang kerap terjadi pencemaran baik di udara, tanah

maupun air, hal itu menyebabkan masyarakat yang tinggal mudah terserang penyakit, terutama

penyakit diare. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan

konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air

besar lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali dalam 1 hari). Hingga saat ini penyakit diare masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan

meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun (Parashar, 2003).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan

angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100

ribu balita (Depkes RI, 2005). Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada

semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian

nomor satu pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdas, 2007).

Serta menurut Depkes RI (2009), insiden diare berkisar antara 400 kasus per 100 penduduk, di

mana 60-70% di antaranya anak-anak di bawah umur 5 tahun. Setiap anak mengalami diare rata-

rata 1 sampai 2 kali setahun dan secara keseluruhan, rata-rata mengalami 3 kali episode diare per

tahun.

Page 2: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Strategi yang digunakan pemerintah dalam pengendalian program diare adalah melalui

surveilans epidemiologi diare, di samping tata laksana penderita sesuai standar, promosi

kesehatan, kegiatan pencegahan, pengelolaan logistik, serta pemantauan dan evaluasi program.

Masih tingginya kasus diare di Indonesia bukan berarti pemerintah tidak melakukan berbagai

upaya yang komprehensif dalam pengendaliannya namun karena kompleksitas dari masalah

diare, termasuk sistem surveilansnya yang membuat diare terus-menerus menjadi masalah di

Indonesia.

Untuk mengetahui masalah pelaksanaan surveilans penyakit diare dan gambaran

epidemiologi dari penyakit tersebut, maka dilakukan pengamatan untuk mengevaluasi sistem

surveilans diare di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan pada tahun 2013.

B.Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui pelaksanaan surveilens epidemiologi penyakit diare di Puskesmas

Pancoran Jakarta Selatan tahun 2013.

2. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit diare di Puskesmas Pancoran Jakarta

Selatan tahun 2013.

3. Untuk mengetahui kecenderungan penyakit diare di Puskesmas Pancoran Jakarta Selatan

tahun 2013.

Page 3: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi Penyakit Diare

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi

(buang air besar) lebih dari biasanya/ lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam

sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.

Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda

adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut

diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya

tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada

penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu

sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

B. Klasifikasi Diare

Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan diare kronik. Diare

akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat,

sedangkan diare kronik adalah diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut.

Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis: Persisten diare yaitu diare yang disebabkan

oleh infeksi. Protracted diare yaitu diare yang berlangsung lebih dan 2 minggu dengan tinja cair

dan frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang timbul berulang kali

dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan). Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih

Page 4: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

dan 7 hari. Cronic non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dan 3 minggu tetapi

tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorsi.

C. Etiologi

Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor infeksi yang dibagi

menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran

pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri, virus,

parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi penyebab diare adalah Vibrio, E. Coli,

Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh

Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit disebabkan oleh cacmg

Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides, Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica,

Giardia lambia, Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.

Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,

seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsilitis, bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini

terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa terjadi yaitu terhadap

karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi

glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah

Iaktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab timbulnya diare.

Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan seperti makanan basi,

beracun, alergi terhadap makanan dan juga fàktor psikologis seperti ketakutan dan kecemasan

juga berkonstribusi terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare

terutama pada anak yang Iebih besar.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya gangguan osmotik

dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik dalam rongga usus akibat makanan yang tidak

dapat dapat diserap sehingga mengakibatkan teijadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam

rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu gangguan sekresi yang terjadi akibat

toksin yang berada di dinding usus, sebingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit

Page 5: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

melalui saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang mengakibatkan

terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.

Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan gabungan faktor

yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab

diare kronik yaitu adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap antibiotika/anti

parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti pseudomonas, klebssiella, streptokok,

stafilokok. Kerusakan pada epitel usus pada awalnya akan terjadmya kekurangan enzim laktase

dan protase yang mengakibatkan terjadinyaya maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan

protein, dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa

lambung, usus halus disertai kerusakan hepar dan pankreas.

Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak penurunan path sistem

pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus, parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang

berkembang deagan cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi

makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab diare kronik yaitu

penanganan diare yang tidak efektif, penghentian pemberian ASI dan makanan serta pemberian

obat-obatan antimotalitas (Suraatmaja, 2009).

D. Gejala Diare

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih

dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan,

darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang

disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja

berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit

perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau

kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja

mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien

cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir

atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak

Page 6: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun,

turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta

kulit tampak kering.

Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum

elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya

air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%

(Soegijanto, 2002).

E. Faktor Risiko Diare

1. Faktor Anak

Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita

diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

umur anak, jenis kelamin anak, status gizi anak dan status imunisasi campak.

a. Faktor Umur Anak

Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi

terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan pendamping

ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan belum terbentuknya kekebalan alami dan anak usia

dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,

kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri

tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai

merangkak (Depkes, 1999).

b. Jenis Kelamin Anak

Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan jumlah kasus

anak laki-laki dan perempuan yang menderita diare. Palupi (2009) dalam penelitiannya

tentang status gizi hubungannya dengan kejadian diare pada anak, menjelaskan bahwa

pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dan pada perempuan dengan

perbandingan 1,5:1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan

sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang

menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan sedikit lebih rendah

Page 7: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1: 1,2 walaupun hingga saat ini

belum diketahui penyebab pastinya. Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada

anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan perempuan, sehingga mudah terpapar

dengan agen penyebab diare.

c. Status Gizi

Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare. Pada

anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan makan yang

kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare

yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare persisten dan atau disentri sangat

meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit, lamanya dan risiko

kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang kurang gizi, apalagi yang menderita

gizi buruk (Palupi, 2009).

d. Status Imunisasi Campak

Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan

dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama

(susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan

disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak. Hal ini

disebabkan karena penurunan kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).

2. Faktor Orang tua

Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangatlah

penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu

mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu

dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare

merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan

sehingga beresiko mengalami dehidrasi.

Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam tatalaksana penderita

diare mencegah terjadinya kondisi anak dengan dehidrasi (Sukawana, 2000). Sementara itu

dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI (2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare

Page 8: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

didapatkan data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit lebih rendah pada

wanita dengan kelompok umur 15-19 tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua.

Sementara itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan pengetahuan ibu

tentang pemberian paket oralit.

3. Faktor lingkungan

Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang

jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat, shigellosis yaitu

penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat berlangsung sepanjang tahun,

terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana

sebagian besar penularan melalui faecal oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan

sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku sehat

dan keluarga.

a. Hygiene dan Kebersihan

Perilaku hygiene dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap

pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih yang

sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada anak dan juga

setelah anak buang air besar (Hira, 2002)

Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi dari

tangan ke mulut. Perilaku mencuci tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada

saluran cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)

Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana berkembang biaknya

agen kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang

tua memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia bayi dan balita, dimana pada

usia ini anak berada pada tahapan lebih cenderung untuk memasukkan benda atau tangan ke

dalam mulut.

Page 9: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

b. Sosial ekonomi

Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga.

Hal ini nampak pada ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi

keluarga khususnya anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang

bahkan gizi buruk yang memudahkan balita mengalami diare. Keluarga dengan status

ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga

mudah terserang diare.

Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor sosial

ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga, jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan,

jumlah anak dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dan berbagai faktor yang diteliti, faktor

ekonomi dan pendapatan keluargalah yang menunjukkan hubungan yang signfikan. Hal ini

menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor risiko

penyebab terjadinya diare terutama pada anak bayi dan balita.

F. Prevalensi Penyakit Diare di Indonesia

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang

seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas

yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat

kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun

2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun

2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi,

dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah

kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan

dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun

2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73

orang (CFR 1,74 %.)

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan

kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke

Page 10: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.

Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah

maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang

cepat dan tepat.

1. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan apakah

responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir.

Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah

menderita buang air besar >3 kali sehari dengan kotoran lembek/cair. Responden yang

menderita diare ditanya apakah minum oralit atau cairan gula garam.

Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi

NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai

prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Prevalensi Diare Menurut Provinsi(Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007)

Page 11: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Bila dilihat per kelompok umur ,diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi

tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7% seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur(Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007)

Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah yang dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 3. Prevalensi Diare Menurut Pendidikan (Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007)

Page 12: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

2. SDKI

Pada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai prevalensi dan pengobatan penyakit

pada anak. SDKI mengumpulkan data beberapa penyakit infeksi utama pada anak umur di

bawah lima tahun (balita), seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, diare,

dan gejala demam.

Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu dua

minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 persen).

Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan

umur 23-45 bulan seperti pada Gambar 4. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare

banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan

berisiko terkena infeksi.

Gambar 4. Persentase balita yang diare dua minggu sebelum survei, berdasarkan kelompok umur. (Sumber : SDKI tahun 2007)

Page 13: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB III

RANCANGAN SURVEILENS

A. Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui masalah pelaksanaan surveilens epidemiologi:

a. Masalah pengumpulan datab. Masalah pengolahan dan analisa datac. Masalah penyebaran informasi dan interpretasid. Diperolehnya kecenderungan penyakit yang bersangkutan

2. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi:a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit diare menurut orang (usia, sosek,

pekerjaan, dll)b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit diare menurut tempat (desa,

kecamatan, dll)c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penyakit diare menurut waktu (minggu,

bulan, tahun, dll)d. Diperolehnya trend atau kecenderungan penyakit diare menurut orang

(ditunjukkan garis trend dan persamaannya)e. Diperolehnya trend atau kecenderungan penyakit diare menurut tempat

(ditunjukkan garis trend dan persamaannya)f. Diperolehnya trend atau kecenderungan penyakit diare menurut waktu

(ditunjukkan garis trend dan persamaannya)

B. Metode Pengumpulan data

o Jenis data: sekunder

o Cara pengambilan data: kuantitatif

Waktu pengambilan data : Januari-Desember 2013 Tempat pengambilan data: Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Pengolahan dan analisis data: Petugas hanya mengumpulkan data lalu membuat

grafik

Page 14: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB IV

HASIL SURVEILENS

Hasil yang didapat dari Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan selama pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit diare pada tahun 2013 yaitu terdapat beberapa permasalahan di antaranya: tidak ada ukuran morbiditas atau mortalitas yang dibuat oleh petugas puskesmas dan juga data yang dikumpulkan hanya dibuat rekapitulasinya saja ke dalam bentuk tabel dan grafik. Sehingga untuk analisa dan interpretasi data yang dilakukan pun tergolong tidak lengkap.

Berikut merupakan beberapa tabel dan grafik berdasarkan data yang kami peroleh dari Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan selama pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit diare pada tahun 2013:

Tabel 1. Jumlah Penderita Diare Menurut Jenis Kelamindi Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013

Nama Puskesmas

Laki-Laki

Perempuan

Meninggal

Kec. Pancoran 647 617 0

Laki-LakiPerempuan

600605610615620625630635640645650

647

617

Jumlah Penderita Diare Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2013

Kec. Pancoran

Jenis Kelamin

Jum

lah

Gambar 5. Jumlah Penderita Diare Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013(Sumber : Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013)

Page 15: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Dari tabel dan grafik tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penderita diare lebih banyak yaitu laki-laki sebesar 647 orang dan penderita perempuan sebesar 617 orang.

Tabel 2. Jumlah Penderita Diare Menurut Usiadi Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013

Nama Puskesmas0- < 1 tahun

1-4 tahun

≥ 5 tahun

Kec. Pancoran 184 353 727

0- < 1 tahun 1-4 tahun ≥ 5 tahun0

100

200

300

400

500

600

700

800

184

353

727

f(x) = 271.5 x − 121.666666666667R² = 0.954644647151004

Jumlah Penderita Diare Menurut Usia di Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2013

Usia

Jum

lah

Gambar 6. Jumlah Penderita Diare Menurut Usia di Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013(Sumber : Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013)

Dari tabel dan grafik di atas diketahui bahwa jumlah penderita diare menurut usia paling banyak yaitu berusia ≥ 5 tahun sebesar 727 orang, sedangkan usia 0- < 1 tahun sebesar 184 orang dan usia 1-4 tahun sebesar 353 orang. Trend penyakitnya pun naik karena diare cenderung lebih tinggi pada kelompok usia ≥ 5 tahun.

Page 16: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Tabel 3. Jumlah Penderita Diare Menurut Kelurahandi Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013

Puskesmas Total PenderitaKec. Pancoran 1264Kel. Pancoran 349Kel. Durentiga 238Kel. Cikoko 277Kel. Pangadegan 444Kel. Rawajati I 424Kel. Rawajati II 374Kel. Kalibata I 181Kel. Kalibata II 367

Kec. Pan

coran

Kel. Pan

coran

Kel. Duren

tiga

Kel. Ciko

ko

Kel. Pan

gadeg

an

Kel. Raw

ajati I

Kel. Raw

ajati II

Kel. Kali

bata I

Kel. Kali

bata II

0

200

400

600

800

1000

1200

14001264

349238 277

444 424 374

181

367

f(x) = − 61.2166666666667 x + 741.416666666667R² = 0.270422595910225

Jumlah Penderita Diare Menurut Kelurahandi Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013

Kelurahan/ Desa

Jum

lah

Gambar 7. Jumlah Penderita Diare Menurut Kelurahan di Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013(Sumber : Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013)

Page 17: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Berdasarkan tabel dan grafik tersebut diketahui bahwa jumlah penderita diare menurut kelurahan paling banyak yaitu Kelurahan Pangadegan sebesar 444 orang, Kelurahan Rawajati I sebesar 424 orang, Kelurahan Rawajati II sebesar 374 orang, Kelurahan Kalibata I sebesar 181 orang, Kelurahan Kalibata II sebesar 367 orang, Kelurahan Pancoran sebesar 349 orang, Kelurahan Durentiga sebesar 238 orang, dan Kelurahan Cikoko sebesar 277 orang.

Trendnya ….

Tabel 4. Jumlah Penderita Diare Menurut Waktudi Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013

Bulan JumlahJanuari 384Februari 283Maret 247April 325Mei 385Juni 329Juli 295Agustus 317September 305Oktober 274November 379Desember 405

Page 18: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

Januari

Febru

ari

Maret

April MeiJuni

Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

November

Desember

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

384

283

247

325

385

329295

317 305274

379405

f(x) = 3.30769230769231 x + 305.833333333333R² = 0.0555575789471766

Jumlah Penderita Diare Menurut Waktudi Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun 2013

Bulan

Jum

lah

Gambar 8. Jumlah Penderita Diare Menurut Waktu di Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013(Sumber : Puskesmas Kec. Pancoran Tahun 2013)

Berdasarkan tabel dan grafik tersebut diketahui bahwa jumlah penderita diare menurut waktu paling banyak pada bulan Desember sebesar 405 orang, bulan Januari sebesar 384 orang, bulan Februari 283 orang, bulan Maret 247 orang, bulan April sebesar 325 orang, bulan Mei sebesar 385 orang, bulan Juni sebesar 329 orang, bulan Juli sebesar 295 orang, bulan Agustus sebesar 317 orang, bulan September sebesar 305 orang, bulan Oktober sebesar 274 orang, dan bulan November sebesar 379 orang. Trend penyakitnya pun meningkat karena penyakit diare cenderung lebih tinggi pada bulan Desember.

Page 19: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB VPEMBAHASAN

A. Gambaran Epidemiologi

Dari data yg didapat, secara garis besar trend penyakit diare meningkat. Penyebabnya

dapat dilihat dari faktor usia dimana insidensi tertinggi terjadi pada kelompok usia ≥ 5

tahun, karena pada saat usia tersebut diberikan makanan pendamping ASI dan belum

terbentuknya kekebalan alami. Selain itu dapat dilihat dari faktor jenis kelamin paling

banyak yaitu diderita oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Kemungkinan

terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan

perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare.

B. Hasil Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi

Apakah ada kelemahan2 dari pelaksanaan surveilans ini?Menurutku krn tdk ada lulusan SKM, jd tdk ada yg bisa membuat ukuran2 morbiditas dan mortalitas, apakah perlu pelatihan bagi para petugas puskesmas??

Page 20: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanInti2nya aja, tolong dibuat per poinAmbil dr latbel, hasil pelaksanaan dan gambaran epid, intinya aja ya

B. SaranDari kelemahan2nya butuh perbaikan atau saran apa?

Page 21: Laporan Surveilans (Edit Dwina)

DAFTAR PUSTAKA

Yang buku2 dulu, baru web

Ada yg ambil dr skripsi/ jurnal, namanya atau pny siapa dan judulnya??