LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI...

29
LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI PANTAI PANCORAN BELAKANG KARIMUNJAWA Disusun Oleh: BIOLOGI E 2015 JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018

Transcript of LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI...

Page 1: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

LAPORAN STUDI EKSKURSI

KEANEKARAGAMAN LAMUN

DI PANTAI PANCORAN BELAKANG KARIMUNJAWA

Disusun Oleh:

BIOLOGI E 2015

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018

Page 2: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh

karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya

akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman

jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut

yang saling berkesinambungan (Bengen, 2001).

Perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran

dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut sebagai penyedia

sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan

energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu

wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan

kebutuhan di masa datang.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan

adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di

daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh

dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Biomassa

padang lamun secara kasar berjumlah 700 gram bahan kering/m2, sedangkan

produktifitasnya adalah 700 gram karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun

merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi (Fahruddin, 2002).

Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah

dibandingkan negara lain, salah satunya Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7

marga. Namun demikian terdapat dua jenis lamun yang diduga ada di Indonesia

namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii dan Ruppia maritime (Kiswara

1997).

Tidak seluruh wilayah pesisir dapat ditumbuhi oleh padang lamun. Pulau

Karimunjawa merupakan salah satu pulau besar yang terletak pada koordinat 5050’08”

- 5053’ 25 LS dan 110026’15” - 110026’55” BT dengan luas daratan 4302,5 Ha. Pulau

ini beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut yang bertiup sepanjang hari

dengan suhu rata-rata 26 – 300C. Pantai Pancoran Belakang adalah salah satu pantai di

Pulau Karimunjawa yang merupakan habitat lamun.

Page 3: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Seiring dengan berkembangnya pariwisata dan bertambahnya jumlah penduduk

di Karimunjawa juga mempengaruhi ekosistem lamun. Dikarenakan mata

pencaharian masyarakat sebagai nelayan yang mengharuskan penggunaan perahu,

cukup mengancam keberlangsungan hidup padang lamun di sepanjang pantai. Perahu

yang sering berlalu lalang menyebabkan kekeruhan dan banyak membawa substrat

pasir sehingga menempel pada dedaunan lamun dan menghambat proses fotosintesis.

Limbah masyarakat juga mengganggu keberadaan padang lamun karena

mengakibatkan peningkatan sedimentasi. Hal inilah yang melatar belakangi

penelitian ini, kurangnya data terbaru jumlah jenis lamun di indonesia khususnya di

kepulauan karimun jawa mendorong kami untuk melakukan pendataan lamun di

pantai pancoran karimun jawa. Diharapkan penelitian menambah data atau

pengetahuan tentang jenis lamun yang dapat juga meningjatkan informasi kepada

masyarakat dan dinas terkait untuk melestarikan dan melindungi lamun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keanekaragan lamun di Pantai Pancoran Belakang Karimun Jawa?

2. Bagaimana faktor abiotik di padang lamun Pantai Pancoran Belakang Karimun

Jawa?

C. Tujuan

1. Mengetahui keanekaragan lamun di Pantai Pancoran Belakang Karimun Jawa

2. Mengukur factor abiotik di padang lamun Pantai Pancoran Belakang Karimun

Jawa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan mengenai cara identifikasi sederhana keanekaragaman lamun.

Selain itu penelitian ini juga merupakan kegiatan pengaplikasian ilmu yang telah

dipelajari pada jenjang kuliah.

Page 4: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

2. Bagi Masyarakat Umum

Setelah mengetahui keanekaragaman lamun dan faktor-faktor yang mempengaruhi

kehidupan lamun masyarakat diharapkan turut serta membantu menjaga kelestarian

ekosistem lamun yang berada di kawasan Pantai Pancoran Karimunjawa.

3. Bagi Pemerintah

Berdasarkan dari data keanekaragaman lamun dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kehidupan lamun dapat diambil beberapa kebijakan seperti

konservasi lingkungan terkait ekosistem lamun khususnya yang terdapat di

kawasan Pantai Pancoran Karimunjawa.

Page 5: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lamun

Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) yang telah beradaptasi

untuk dapat hidup terbenam di air laut, seluruh proses kehidupan berlangsung di

lingkungan perairan laut dangkal. Dalam bahasa Inggris lamun disebut seagrass.

Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga

yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup

sepenuhnya di dalam air laut. Lamun merupakan tumbuhan berpembuluh, berdaun,

berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas (Friedhelm, 2012).

Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang

lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area

pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau

jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun (Seagrass ecosystem).

Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga

dijumpai diterumbu karang (Azkab, M.H, 1999).

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem perairan yang produktif dan

penting, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai stabilitas dan penahan sedimen,

mengembangkan sedimentasi, mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang,

sebagai daerah feeding, nursery, dan spawning ground, sebagai tempat

berlangsungnya siklus nutrient (Philips dan Menez, 2008), dan fungsi lain dari padang

lamun yang tidak kalah penting dan banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya dalam

menyerap CO2 (carbon sink) (Kawaroe, 2009 dalam Sakaruddin 2011).

1. Karakteristik Lamun

Lamun merupakan tumbuhan yang mempunyai pembuluh secara struktur

dan fungsinya memiliki kesamaan dengan tumbuhan yang hidup di daratan. Seperti

halnya tumbuhan rumput daratan, lamun secara morfologi tampak adanya daun,

batang, akar, bunga dan buah, hanya saja karena lamun hidup di bawah permukaan

air, maka sebagian besar lamun melakukan penyerbukan di dalam air. Lamun

sebagai tumbuhan berbunga sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam

dalam laut (Azkab, 2006).

Page 6: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Lamun sebagian besar berumah dua yang artinya dalam satu tumbuhan

hanya ada bunga jantan saja atau bunga betina saja. Sistem pembiakan generatifnya

cukup khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air dan buahnya

terendam di dalam air (Phillips & Menes, 1988 dalam Azkab, 2006).

Menurut Den Hartog (1967) dalam Azkab (2006) karakteristik

pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu :

a. Parvozosterids, yaitu pertumbuhan dengan daun memanjang dan sempit.

b. Magnozosterids, yaitu pertumbuhan dengan daun memanjang dan agak lebar.

c. Syringodiids, yaitu pertumbuhan dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung

runcing.

d. Enhalids, yaitu pertumbuhan dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau

berbentuk ikat pinggang yang kasar.

e. Halophilids, yaitu pertumbuhan dengan daun bulat telur, dips, berbentuk

tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara.

f. Amphibolids, yaitu pertumbuhan dengan daun tumbuh teratur pada kiri kanan.

2. Sifat Lamun Hidup Di Laut

Lamun adalah tumbuhan air yang memiliki sifat-sifat berikut:

a. Mampu hidup di media air asin

b. Mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam

c. Mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik

d. Mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam

3. Ciri Khusus dari Ekosistem Lamun

Ekosistem lamun memiliki kondisi ekologis yang berbeda dengan

ekosistem mangrove dan terumbu karang, ciri-ciri ekosistem ini yaitu:

a. Terdapat di daerah perairan pantai yang landai, terutama di dataran

berpasir/berlumpur;

b. Dapat tumbuh dengan baik hingga batas terendah dari daerah pasang surut

yang berada dekat hutan bakau atau di daerah rataan terumbu karang;

c. Dapat bertahan hidup hingga kedalaman 30 meter di daerah perairan yang

tenang dan terlindung;

d. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan;

e. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan

tubuhnya terbenam ke dalam air (termasuk daur generatif);

f. Dapat hidup di dalam media air bersalinitas tinggi;

Page 7: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

g. Memiliki sistem perakaran yang berkembang baik.

h. Lamun biasanya tumbuh pada substrat pasir, pasir lumpuran, lumpur pasiran,

lumpur lunak, dan karang.

i. Lamun dapat kita temukan tumbuh mulai dari daerah pasang surut terendah

sampai pada subtidal dengan kedalaman hingga 40 m bahkan hingga 90 m

selama masih ada sinar matahari.

B. Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Lamun

1. Pasang surut, karena berhubungan dengan larutnya nutrien dalam air yang

bermanfaat bagi pertumbuhan lamun.

2. Kedalaman air, mempengaruhi tingkat kecerahan yang akan berdampak pada

fotosintesis lamun. Penyebaran lamun berbeda untuk setiap spesies sesuai dengan

kedalaman air. Batas kedalaman sebagian besar spesiesnya adalah 10-12 m, tetapi

pada perairan yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam

(Hutomo,1987). Kiswara (1994) menyatakan untuk spesies lamun yang bersifat

pioneer (seperti Cymodoceae spp., Halodule spp., Syringodium spp.) cenderung

tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies yang bersifat klimaks

(seperti Pasidonia spp.), cenderung tumbuh pada perairan dalam karena hal ini

berkaitan dengan rhizoma dan kebutuhan respirasi.

C. Faktor yang Mempengaruhi Sebaran dan Pertumbuhan Lamun

Terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan dan

distribusi ekosistem lamun, yaitu:

1. Kekeruhan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51

Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, nilai kekeruhan yang diperbolehkan

untuk wisata dan biota laut adalah <5 NTU.

Kekeruhan dapat mengurangi cahaya yang diterima lamun sehingga

mengganggu aktivitas fotosintesis serta mengakibatkan stres pada lamun sehingga

dapat membatasi pertumbuhan lamun (Waycott et al. 2004). Sebaliknya, vegetasi

lamun dapat meningkatkan laju sedimentasi dan mengurangi laju perombakan

sehingga dapat mengurangi kekeruhan, oleh karena itu dapat memicu pertumbuhan

lamun (De Boer 2007; Hendriks et al.2009).

Page 8: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas

pertumbuhan dan produksi lamun (Hutomo 1997). Hamid (1996) melaporkan

adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap pertumbuhan panjang dan bobot E.

acoroides.

Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi

proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Intensitas cahaya yang

tinggi sangat dibutuhkan lamun untuk proses fotosintesis. Jika suatu perairan

terdapat aktivitas pembangunan, sedimen pada badan air akan meningkat dan

mempengaruhi turbiditas air dan berdampak pada fotosintesis. Kondisi ini dapat

mengganggu produktivitas primer ekosistem laut.

2. Temperatur

Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan

khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun

perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi

yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada

kisaran 5 – 35 ⁰C, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 ⁰C (Marsh et

al, 1986) sedangkan pada suhu di atas 45 ⁰C lamun akan mengalami stres dan dapat

mengalami kematian (McKenzie, 2008).

3. Salinitas

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur, lamun

akan mengalami kerusakan fungsional jaringan sehingga mengalami kematian

apabila berada di luar batas toleransinya. Beberapa lamun dapat hidup pada kisaran

salinitas 10 – 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000). Thalassia hemprichii dapat

tumbuh optimum pada kisaran salinitas 24-35 ‰, namun dapat juga ditemukan

hidup pada salinitas 3.5 – 60 ‰ dengan waktu toleransi yang singkat (Zieman,

1986 dalam Hemminga dan Duarte, 2000).

Hutomo (1999) menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi

yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar

yaitu 10-40%. Nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35%. Walaupun

spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun

sebagian besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara 10-30

‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis. Lamun

memiliki kisaran toleransi yang cukup besar terhadap salinitas (Hemminga &

Duarte 2000; Waycott et al. 2004). Namun, salinitas yang rendah atau tinggi secara

Page 9: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

negatif mempengaruhi kinerja fotosintesis lamun fase dewasa (Kahn & Durako

2006).

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun

yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman, 1986).

Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun

dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan

Thalassia dilaporkan berkisar antara salinitas 24-35 °°/0.

Spesies lamun tropis dapat mentolerir salinitas tinggi. Namun, salinitas

yang sangat tinggi dapat memodifikasi keseimbangan karbon dan O2 pada lamun,

yang potensial mempengaruhi kesehatan komunitas lamun dalam jangka panjang

(Koch et al. 2007).

Pada salinitas 40 – 45 o/oo, lamun tropis akan mengalami gangguan

mekanisme fotosintesis (Campbell et al. 2006), bahkan pada kondisi hiposalin (<10

o/oo) atau hipersalin (>45 o/oo) mereka terserang stres yang pada akhirnya

menyebabkan nekrotik dan mati (Hemminga & Duarte 2000; Hogarth, 2007).

Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas,

kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica

biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5

°°/o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas,

namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Walker, 1985).

Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, Mellors et al. (1993) dan

Sudara (1992) yang melakukan penelitian di Thailand tidak menemukan adanya

pengaruh salinitas yang berarti terhadap faktor-faktor biotik lamun

4. Substrat

Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakter substrat (substrat lumpur,

lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang). Kebutuhan

substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen

yang cukup. Semakin tipis substrat (sedimen) perairan akan menyebabkan

kehidupan lamun tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat perairan lamun

akan tumbuh subur, yaitu berdaun panjang dan rimbun (padat), serta pengikatan

dan penangkapan sedimen semakin tinggi (Zieman, 1975). Kedalaman substrat

dalam stabilitas sedimen berperan untuk : 1). Pelindung lamun dari arus laut, 2).

Tempat pengolahan dan pemasok nutrien.

Page 10: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

5. Kecepatan Arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan

oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

gerakan periodik jangka panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik

jangka panjang ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut (pasut). Arus

yang disebabkan oleh pasang surut biasanya banyak diamati diperairan teluk dan

pantai (Nontji,1993).

Terdapat kecenderungan bahwa arus semakin kuat dengan semakin

jauhnya posisi stasiun dari garis pantai. Arus yang datang dari arah luar pulau akan

tertahan oleh lembaran daun lamun sehingga kecepatannya semakin berkurang di

bagian dalam. Hal ini memperkuat peranan padang lamun sebagai peredam faktor

hidrodinamika (Hemminga & Duarte 2000; Verduin & Backhaus 2000; Schanz &

Asmus 2003; Hendriks et al. 2009).

Arus membuat kolom air tercampur dengan baik, mempengaruhi sebaran

suhu dan salinitas, membawa nutrien ke permukaan yang berguna untuk

pertumbuhan tanaman air dan membawa pasokan oksigen ke perairan yang lebih

dalam (Tait & Dipper, 1998). Namun sebaliknya, arus yang berkurang

kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam sedimen dan

peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat membatasi fotosintesis

(Koch, 2001; Brown, 2009).

Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktivitas padang lamun.

Rumput penyu dapat menghasilkan hasil tetap maksimal pada kecepatan arus

0.5m/det (Dahri et al., 1996). Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali

jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaya.

Aksi menguntungkan dari arus terhadap organisme terletak pada transport

bahan makanan tambahna bagi organisme dan dalam hal pengangkutan buangan

(Moore, 1958). Pada daerah yang arusnya cepat, sedimen pada padang lamun

terdiri dari lumpur halus dan detritus. Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan

lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen

(Berwick, 1983 dalam Mintane,1998).

Hidrodinamika perairan tidak saja merupakan faktor yang secara langsung

mempengaruhi lamun dan makroalgae, tapi juga mempengaruhi faktor pembatas

lain seperti ketersediaan nutrien, penetrasi cahaya (kekeruhan) dan stratifikasi suhu

dan salinitas (Lobban & Harrison, 1997).

Page 11: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

6. pH

Tumbuhan lamun toleran pada kisaran nilai pH antara 7‒8,5. Kondisi

perairan yang terlalu asam maupun terlalu basa akan menyebabkan terjadinya

gangguan metabolisme.

7. Nutrient

Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan

dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo, 1997). Unsur N dan P

sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan

terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan

oleh lamun (Udy dan Dennison, 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen

kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen,

dimana sedimen hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi.

D. Klasifikasi dan Persebaran Lamun

1. Klasifikasi Lamun

Pengklasifikasian lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan.

Selain itu, genus di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga

pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan

anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki

perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik.

Menurut Phillips dan Menez (1988), klasifikasi jenis lamun yang ada di

Indonesia adalah sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta

Kelas : Monocotyledonae

Suku : Potamogetonaceae

Marga : Cymodoceae, Halodule, Syringodium, Thalassodendron

Suku : Hydrocharitaceae

Marga : Enhalus, Halophila, Thalassia

2. Persebaran Lamun

Tumbuhan lamun merupakan tumbuhan laut yang mempunyai sebaran cukup

luas mulai dari benua Artik sampai ke benua Afrika dan Selandia Baru. Jumlah jenis

tumbuhan ini mencapai 58 jenis di seluruh dunia (Kuo dan Me. Comb, 1989) dengan

konsentrasi utama didapatkan di wilayah Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut 16 jenis

Page 12: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

dari 7 marga diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara, dimana jumlah jenis

terbesar ditemukan di perairan Filipina (16 jenis) atau semua jenis yang ada di

perairan Asia Tenggara ditemukan juga di Filipina.

Gambar 1. Persebaran Lamun di Dunia

Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah

dibandingkan Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7 marga. (Kiswara, 1994). Dari

beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat jenis lamun kayu (Thalassodendron

ciliatum) yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur perairan

Indonesia, kecuali juga ditemukan di daerah terumbu tepi di kepulauan Riau

(Tomascik et al, 1997). Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun baik

yang bersifat padang lamun monospesifik maupun padang lamun campuran yang

luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2 (Nienhuis, 1993).

Gambar 2. Persebaran Lamun di Indonesia

Page 13: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Berdasarkan genangan air dan kedalam, sebaran lamun secara vertikal dapat

dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Kiswara, 1994) :

1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut yang

mencapai kedalaman kurang dari 1 meter saat surut terendah. Contoh: Halodule

pinifola, Halodule uninervis, Halophila minor/ovata, Halophila ovalis, Thalassia

hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodinium

isotifolium dan Enhalus acaroides.

2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau daerah pasang surut

dengan kedalaman perairan berkisar antara 1-5 meter. Contoh: Halodule uninervis,

Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae

serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acaroides dan Thalassodendron

ciliatum.

3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai 5-35

meter. Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa,

Thalassia hemprichii, Syringodinium isotifolium dan Thalassodendron ciliatum.

Page 14: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

BAB III

METODE

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu : Senin, 8 April 2018

2. Tempat : Di Pantai Pancoran Belakang, Karimun Jawa

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian observasi

C. Alat dan Bahan

1. Thermometer

2. Higrometer

3. Anemometer

4. Lux meter

5. Refraktrometer

6. DO meter

7. pH stick

8. Buku identifikasi lamun

9. Kamera

10. Alat tulis

D. Cara Kerja

1. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data lamun disiapkan

2. Untuk pengambilan data lamun, digunakan line transek

3. Lamun yang ada di transek diamati

4. Jenis lamun diidentifikasi melalui morfologinya, untuk memudahkan identifikasi

seluruh bagian lamun didokumentasikan secara utuh dan detail bagian-bagian

lamun (akar, rimpang, daun)

5. Faktor abitotik di Pantai Pancoran Belakang Karimunjawa diukur.

Page 15: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Data Abiotik di Pantai Pancoran Belakang Karimun Jawa

No Faktor Abiotik Hasil Pengukuran

1 Suhu air 29 °C

2 Kelembaban udara 41

3 Intensitas cahaya 743 Lux

4 Kecepatan Angin 1,5 m/s

5 Salinitas 20

6 DO -

7 pH 6

8 Kekeruhan 5

Tabel 2. Keanekaragaman Lamun di Pantai Pancoran Belakang Karimun Jawa

No. Jenis Lamun Gambar

1. Cymodocea serrulata

2. Enhalus acoroides

3. Halophila ovalis

Page 16: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

4. Thalassoa hemprichii

5. Thalassodendron ciliatum

B. Pembahasan

Pulau Karimunjawa merupakan salah satu pulau besar yang terletak pada

koordinat 5050’08” - 5053’ 25 LS dan 110026’15” - 110026’55” BT dengan luas

daratan 4302,5 Ha. Pulau ini beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut yang

bertiup sepanjang hari dengan suhu rata-rata 26 – 300C. Pantai Pancoran Belakang

adalah salah satu pantai di Pulau Karimunjawa yang merupakan habitat lamun. Lamun

(seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang termasuk tumbuhan

berbiji satu (Monocotyledonae) yang mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun,

bunga dan buah. Lamun dapat dijumpai tumbuh dan berkembang baik di lingkungan

perairan laut dangkal perairan tropis. Lamun juga dapat membentuk kelompok

kelompok kecil dari beberapa meter persegi sampai berupa padang yang sangat luas

yang mencapai ratusan hektar sehingga disebut padang lamun. Padang lamun dapat

berbentuk vegetasi tunggal yang disusun oleh satu jenis lamun atau vegetasi campuran

yang disusun mulai dari 2-12 jenis lamun yang tumbuh (Kiswara, 2000).

Keanekaragaman Lamun di Pantai Pancoran Belakang Karimunjawa

Di Indonesia terdapat 12 species lamun dari 58 species di dunia. Berdasarkan

hasil observasi yang dilakukan pada hari Senin, 8 April 2018 di Pantai Pancoran

Belakang Karimunjawa, dapat diketahui bahwa terdapat 5 species lamun yang

ditemukan. Artinya 41,67% dari seluruh species lamun di Indonesia dapat ditemukan

di Pantai Pancoran Belakang Karimunjawa. 5 species tersebut yaitu Cymodocea

serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Thalassoa hemprichii, dan

Thalassodendron ciliatum.

Page 17: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

1. Cymodocea serrulata

Lamun jenis ini tumbuh hanya di substrat pasir, kadang pecahan karang

dan sedikit berlumpur. Hidup pada arus yang tenang. Memiliki rimpang bercabang.

Setiap ujung cabang rimpang terdapat satu tegakan. Memiliki rizhoma yang halus

dan berbentuk serabut, dengan panjang rata-rata akar 10 cm, tiap-tiap tunas terdiri

dari dua sampai lima helaian daun. Daunnya membentuk segitiga yang lebar, dan

menyempit pada bagian pangkalnya, tepi daun bulat bergerigi. Daun memiiki garis

melintang berwarna coklat dari pangkal hingga ujung daun. Panjang rata-rata

helaian daun 8,5 cm dan lebar helaian daun 7-10 cm. Seludang daun berbentuk

segitiga.

Page 18: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

2. Thalassodendron ciliatum

nnnnnnnn

nnnn Lamun jenis ini dijumpai pada dasar perairan yang cekung dan berdekatan

dengan daerah tubir terumbu karang. Namun, pada observasi ini ditemukan pada

substrat berpasir. Rimpang mempunyai ruas-ruas dan bercabang. Akar dan rimpang

sangat keras dan berkayu sehingga sangat cocok untuk hidup pada berbagai tipe

sedimen termasuk di sekitar bongkahan batuan karang. Setiap nodus memliki 1

akar tunggang dengan dikelilingi akar serabut. Tegakan batang mencapai 10 sampai

65 cm. Daun-daunnya berbentuk sabit dimana agak menyempit pada bagian

pangkalnya, sehingga mirip seperti pita, ujung daun membulat seperti gigi, tulang

daun lebih dari tiga. Panjang rata-rata helaian daun 14 cm dan lebar helaian daun

0,9-1 cm. Daun memiliki garis melintang berwarna coklat dari pangkal hingga

tengah daun. Daun-daun seperti pita tadi terkumpul membentuk cluster, dimana

Page 19: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

satu cluster terbentuk dari tangkai daun yang panjang dari rhizome. Satu tangkai

terdapat 3-4 helai daun. Upih daun bening atau kecoklatan.

3. Enhalus acoroides

Lamun jenis ini tumbuh diperairan dangkal dengan substrat berpasir dan

berlumpur atau kadang-kadang di terumbu karang. Lamun ini tumbuh subur di

daerah yang terlindung di pinggir bawah mintakat pasang surut dan di batas atas

mintakat bawah litoral. Lamun ini hidup di perairan yang tenang. Rimpang tebal

dan berkayu dengan diameter rimpang rata-rata 1 cm. Rimpang memiliki rambut

bisus hitam panjang yang kaku, akar kuat seperti tali. Panjang akar rata-rata 10 cm

dengan jumlah 18-20. Rhizomanya tertanam di dalam substrat. Daun-daunnya

Page 20: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

sebanyak 2-4 helai dan berukuran sangat panjang, bentuk mirip pita, ujung daun

membulat kadang-kadang terdapat serat-serat kecil yang menonjol pada waktu

muda, tepi daun seluruhnya jelas, bentuk garis tepinya seperti melilit. Panjang

helaian daun rata-rata 45 cm, sedangkan lebar helaian daun rata-rata 1 cm. Buah

berbentuk bulat telur berukuran 4-7 cm.

4. Thalassia hemprichii

Lamun jenis ini tumbuh di substrat pasir-lumpuran sampai pecahan

karang dari daerah atas pasang tinggi sampai ke surut rendah, kadang-kadang

muncul di atas permukaan air selama surut, dapat tumbuh hingga kedalaman 25

meter. Hidup pada arus yang tenang. Akar tidak tertutupi dengan jaringan hitam,

dengan serat – serat kasar. Panjang akar 10 cm dengan jumlah 1-3 per nodus.

Rimpangnya menjalar dan berbuku – buku. Daun bercabang dua (distichous),

tidak terpisah. Daun lurus hingga sedikit melengkung. Helaian daun berbentuk

pita, terdapat 10-17 tulang-tulang daun yang membujur, pada helaian daun

terdapat garis/bercak hitam coklat, ujung daunya membulat/membukit dan kasar.

Page 21: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Pada daun dilapisi upih yang berwarna putih kecoklatan. Panjang rata-rata helaian

daun 15 cm dan lebar helaian daun 0,9-1 cm.

5. Halophila ovalis

Lamun jenis ini tumbuh di substrat lumpur, pasir-lumpuran, sampai

pecahan karang mulai dari atas pasang tinggi sampai di bawah surut rendah,

merupakan jenis yang dominan di daerah intertidal dan mampu tumbuh sampai

kedalaman 25 meter, kadang-kadang tumbuh bercampur dengan lamun lain.

Namun pada observasi ini, ditemukan pada substrat berpasir. Seperti tanaman

semanggi, daunnya berbentuk bulat telur dan bergaris, memiliki sepasang tangkai,

mempunyai 10-25 pasang tulang daun yang menyilang, bagian tepi daun halus.

Panjang rata-rata helaian daun 2 cm dan lebar 1 cm. Panjang tangkai daun 3,5 cm.

Tiap nodus terdiri dari 1 tanaman dengan 2 daun .dan akar tunggang. Rhizomanya

tipis dan halus, permulaan akarnya berkembang baik di pangkal pada setiap tunas.

Panjang akar rata-rata 1,5 cm dengan jumlah 1-2 per individu. Rimpang menjalar

dan bulat.

Page 22: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Faktor Abiotik di Pantai Pancoran Belakang Karimunjawa

Keberlangsungan hidup lamun sangat dipengaruhi oleh factor-faktor

abiotic dimana lamun tersebut tumbuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan lamun yaitu kedalaman, suhu air, salinitas,

substrat, kekeruhan, intensitas cahaya, kelembaban udara, kecepatan angin.

1. Kedalaman

Pengamatan lamun di Pantai Pancoran Belakang ini dilakukan pada

kedalaman 30 cm hingga kedalaman 200 cm. Sehingga cahaya masih dapat

menembus perairan. Dimana cahaya ini sangat dibutuhkan oleh lamun untuk

fotosintesisnya. Lamun yang ditemukan pada kedalaman tersebut ada 5 jenis

yaitu Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Thalassoa

hemprichii, dan Thalassodendron ciliatum. Menurut Hutomo (1987), batas

kedalaman sebagian besar species lamun adalah 10-12 m.

2. Suhu air

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran suhu adalah 290C. Suhu

mempengaruhi proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan

pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada kisaran 5 – 35 ⁰C, dan tumbuh

dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 ⁰C (Marsh et al, 1986) sedangkan

pada suhu di atas 45 ⁰C lamun akan mengalami stres dan dapat mengalami

kematian (McKenzie, 2008). Suhu di Pantai Pancoran Belakang merupakan

suhu yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun. Pada suhu

tersebut lamun dapat melakukan respirasi dan fotosintesis secara maksimal.

3. Salinitas

Data hasil pengukuran salinitas di Pantai Pancoran Belakang

sebesar 20%. Salinitas ini sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan

lamun di Pantai Pancoran Belakang. Hutomo (1999) menjelaskan bahwa

lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas,

namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40%. Nilai

salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35%. Walaupun spesies lamun

memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian

besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara 10-30 ‰.

Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis. Lamun

memiliki kisaran toleransi yang cukup besar terhadap salinitas (Hemminga &

Page 23: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Duarte 2000; Waycott et al. 2004). Namun, salinitas yang rendah atau tinggi

secara negatif mempengaruhi kinerja fotosintesis lamun fase dewasa (Kahn &

Durako 2006).

4. Substrat

Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakter substrat (substrat

lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu

karang). Substrat di Pantai Pancoran Belakang adalah substrat berpasir.

Berdasarkan dari berbagai referensi, hampir semua species yang ditemukan

memang cocok untuk hidup pada substrat berpasir. Menurut Wood (1987)

dalam Abdunnur (2002), jenis sedimen berkaitan erat dengan kandungan

oksigen dan ketersediaan nutrient dalam sedimen. Pada sedimen berpasir

tidak banyak terdapat nutrient, sedangkan pada substrat yang halus cukup

tersedia nutrient dalam jumlah yang lebih besar.

5. Kekeruhan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, nilai kekeruhan yang

diperbolehkan untuk wisata dan biota laut adalah <5 NTU. Hasil pengukuran

kekeruhan di Pantai Pancoran Belakang Karimun Jawa sebesar 5 NTU, yang

menunjukkan bahwa kekeruhan di Pantai Pancoran Belakang masih

memenuhi Baku Mutu Air Laut. Sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke

dalam perairan masih dapat maksimal.

Kekeruhan dapat mengurangi cahaya yang diterima lamun sehingga

mengganggu aktivitas fotosintesis serta mengakibatkan stres pada lamun

sehingga dapat membatasi pertumbuhan lamun (Waycott et al. 2004).

Sebaliknya, vegetasi lamun dapat meningkatkan laju sedimentasi dan

mengurangi laju perombakan sehingga dapat mengurangi kekeruhan, oleh

karena itu dapat memicu pertumbuhan lamun (De Boer 2007; Hendriks et

al.2009).

6. Kecepatan angin

Berdasarkan hasil pengukuran, dapat diketahui bahwa kecepatan

angin di Pantai Pancoran Belakang sebesar 1,5 m/s. Kategori kecepatan angin

dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) Tenang (0-<3,6 m/s); (2) Lambat

(3,6-<5,7 m/s); (3) Cepat (5,7-<11,1 m/s) dan (4) Sangat Cepat (≥ 11,1 m/s).

Jadi, dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di Pantai Pancoran Belakang

Page 24: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

tergolong tenang. Jika kecepatan angin rendah (tenang), maka kecepatan arus

juga tidak terlalu besar. Kecepatan arus yang tidak terlalu besar akan

berpengaruh terhadap kelarutan nutrient yang dibutuhkan oleh lamun.

Kecepatan angin yang rendah mengakibatkan nutrient yang dibutuhkan

lamun juga rendah. Menurut Koch (2001) dan Brown (2009), arus yang

berkurang kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam

sedimen dan peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat

membatasi fotosintesis.

Namun menurut Nontji (1993), arus tidak hanya dipengaruhi oleh

tiupan angin. Tetapi, dapat pula dipengaruhi oleh gerakan periodik jangka

panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang ini

antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut (pasut). Arus yang

disebabkan oleh pasang surut biasanya banyak diamati diperairan teluk dan

pantai.

7. pH

Berdasarkan hasil pengukuran pH, dapat diketahui bahwa pH di

Pantai Pancoran Belakang sebesar 6. pH ini kurang sesuai dengan kebutuhan

lamun, tumbuhan lamun toleran pada kisaran nilai pH antara 7‒8,5. Kondisi

perairan yang terlalu asam maupun terlalu basa akan menyebabkan terjadinya

gangguan metabolism.

Page 25: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi ekskursi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Di Indonesia terdapat 12 species lamun. Lamun yang ditemukan di Pantai Pancoran

Belakang Karimunjawa sebanyak 5 species, yaitu Cymodocea serrulata, Enhalus

acoroides, Halophila ovalis, Thalassoa hemprichii, dan Thalassodendron ciliatum.

2. Berdasarkan hasil faktor abiotik yang diperoleh, Pantai Pancoran Belakang

Karimun Jawa merupakan habitat yang cocok untuk keberlangsungan hidup lamun.

Page 26: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M. H. (2006). Ada Apa Dengan Lamun. Jakarta; Bidang Sumberdaya Laut, Pusat

Penelitian Oseanografi-LIPI. Volume XXXI, Nomor 3, Halaman 45 – 55.

Azkab, M.H. 1999. Kecepatan Tumbuh dan Produksi Lamun dari Teluk Kuta, Lombok.

Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di pulau

Lombok, Balitbang Biologi Laut, Pulitbang Biologi Laut-LIPI, Jakarta.

Bengen D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Berwick, N.L. 1983. Guidelines for Analysis of Biophysical Impact to Tropical Coastal

Marine Resources. The bombay natural history society centenary seminar

conservation in developing countries-problems and prospects, Bombay: 6-10

December 1983.

Campbell SJ, McKenzie LJ, Kerville SP. 2006. Photosynthetic Responses of Seven

Tropical Seagrasses to Elevated Seawater Temperature. Journal of Experimental

Marine Biology and Ecology. vol 330: 455-468.

Dahuri R, R. Kaswadji, F. Yulianda, Y. Wahyudin. 1996. Perumusan Kebijaksanaan

Pengelolaan Lingkungan Kawasan Padang Lamun. (Seagrass Bed). BAPPEDAL

dan PKSPL-IPB.

De Boer, W.F. 2007. Seagrass sediment interactions, positive feedbacks and critical

treshold for occurrence: a review. Hydrobiolia. 5-24pp.

den Hartog C. 1970. The Seagrass of The World. Amsterdam: North Holland.

Friedhelm. 2012. Ecology of Insular Southeast Asia. Jakarta: Salemba Teknika.

Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan Enhalus

acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang-Bojongara Kabupaten Serang, Jawa

Barat. Thesis. FPIK. IPB. Bogor.

Hemminga, M. A. dan C. M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge University

Press. Cambridge.

Page 27: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Hendrick, I.E., T.J. Bouma, E.P. Morris, and C.M. Duarte. 2009. Effects of seagrasses and

agae of the Coulerpa family on Hydrodynamic and Particle Trapping Rates.

Marine Biology, 473- 481pp

Hogarth, P. 2007. The Biology of Mangroves and Seagrasses, 2nd Mardesyawati, A. dan

E. Setyawan. 2011. Penutupan dan Kerapatan Lamun di Taman Nasional

Kepulauan Seribu Tahun 2009. in E. Setyawan, S. Yusri, dan S. Timotius (editor).

Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka edition. Oxford University Press.

New York.

Hutomo, M. 1997. Padang Lamun Indonesia: Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang

Belum Banyak Dikenal. Pidato Ilmiah Pengukuhan Peneliti Utama. LIPI. Jakarta.

Kahn, A. E., and M. J. Durako. 2006. Thalassia testudinum seedling responses to changes

in salinity and nitrogen levels. Journal of Experimental Marine Biology and

Ecology 335: 1-12

Kiswara, W. 1994. Dampak Perluasan Kawasan Industri Terhadap Luas Penutupan

Padang Lamun di Teluk Banten, Jawa Barat. Seminar Nasional Dampak

Pembangunan Terhadap Wilayah Pesisir.2-3 Februari 1994. Jakarta, Indonesia.

Koch EW, Sanford LP, Chen SN, Shafer DJ, Smith JM. 2006. Waves in Seagrass Systems:

Review and Technical Recommendations. Washington DC: System-Wide Water

Resources Program Submerged Aquatic Vegetation Restoration Research Prog

Kuo, J. dan C. den Hartog. 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrasses. in A.W.D.

Larkum, R.J. Orth dan C.M. Duarte (ed). Seagrasses : Biology, Ecology and

Conservation. Springer. Dordrecht. Netherlands

McKenzie LJ, Finkbeiner MA, Kirkman H. 2008. Methods for mapping seagrass

distribution. Di dalam: Short FT, Coles RG, editor. Global Seagrass Research

Methods. Amsterdam: Elsevier Science B.V. hlm 101-121.

Nontji. A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Philips RC, Milchakova NA. 2003. Seagrass ecosystems. Biology and Ecology. 350: 3 20.

Page 28: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

Sakaruddin, M, I. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas

Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 –

2010. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Tait RV, Dipper EA. 1998. Elements of Marine Ecology. 4th Edition. Oxford :

Butterworth-Heinemann.

Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas.

Part II. (Chapter 18: Seagrass). Dalhousie University. hlm 829-906.

Udy JW, WC Dennison. 1996. Estimating Nutrient Availability in Seagrass Sediments. Di

Dalam : Kuo J, RC Phillips, DI Walker, H Kirkman, editors. Seagrass Biology :

Proceedings of an International Workshop, Rottnest Island, western Australia : 25-

29 January 1996. hal. 163-172.

Walker DI. 1985. Correlations Between Salinity and Growth of The Seagrass Amphibolis

antartica (Labill.) Sonders & Aschers. In Shark Bay, Western Australia, Using A

New Method for Measuring Production Rate. Aquat. Bot. 23 : 13-26.

Waycott M, McMahon K, Mellors J, Calladine A, Kleine D. 2004. A Guide to Tropical

Seagrasses of The Indo-West Pacific. Townsville: James Cook University.

Zieman, J.C. (1975). “Tropical seagrass ecosystem and pollution” In Tropical Marine

pollution. E.J. Ferguson wood & R.E. Johannes (ed.). Elsevier Sci. Publish.

Co. Amsterdam pp. 63-73.

Page 29: LAPORAN STUDI EKSKURSI KEANEKARAGAMAN LAMUN DI …tnkarimunjawa.id/assets/fileperpustakaan/laporan_REGTNKJ2212171-196.pdf · tumbuh di bagian perairan dangkal, sebaliknya spesies

LAMPIRAN

Pengukuran Intensitas Cahaya Pengukuran Kecepatan Angin

Pengukuran Suhu Pengukuran pH

Pengukuran Kekeruhan Air