Laporan Skenario A Blok 16.doc

121
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 16 TAHUN 2015 DISUSUN OLEH: KELOMPOK 7 Tutor: dr. Zen Ahmad, SpPD-KP Safitri Muhlisa 04011381320029 Aisyah Noer Maulidia 04011381320043 Virdhanitya Vialetha 04011381320045 Dwina Yunita Marsya 04011381320051 Sharah Aqila 04011381320063 Afkur Mahesa Nasution 04011381320067 Rian Doli Nagoji Sihombing 04011381320071 Syahnas Ya Rahma 04011381320073 Ayulaisitawati 04011181320009 Eriza Dwi Indah Lestari 04011181320023 Nabilla Maharani Gumay 04011181320035 Felicia Linardi 04011181320041 Ummi Rahma 04011181320107 i

Transcript of Laporan Skenario A Blok 16.doc

Page 1: Laporan Skenario A Blok 16.doc

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK 16 TAHUN 2015

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 7

Tutor: dr. Zen Ahmad, SpPD-KP

Safitri Muhlisa 04011381320029

Aisyah Noer Maulidia 04011381320043

Virdhanitya Vialetha 04011381320045

Dwina Yunita Marsya 04011381320051

Sharah Aqila 04011381320063

Afkur Mahesa Nasution 04011381320067

Rian Doli Nagoji Sihombing 04011381320071

Syahnas Ya Rahma 04011381320073

Ayulaisitawati 04011181320009

Eriza Dwi Indah Lestari 04011181320023

Nabilla Maharani Gumay 04011181320035

Felicia Linardi 04011181320041

Ummi Rahma 04011181320107

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

TAHUN 2015

i

Page 2: Laporan Skenario A Blok 16.doc

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan

hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa

aral yang memberatkan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario A

yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Respirasi.

Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Zen Ahmad, SpPD-KP yang

telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik

dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan

tugas laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi

penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 9 Maret 2015

Penyusun

Kelompok Tutorial VII

ii

Page 3: Laporan Skenario A Blok 16.doc

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

BAB II PEMBAHASAN 5

SKENARIO A 5

I. Klarifikasi Istilah 6

II. Identifikasi Masalah 6

III. Analisis Masalah 7

IV. Learning Issue

IV.1 Anatomi dan Fisiologi Paru 52

IV.2 TBC 55

IV.3 HIV 66

IV.4 Hemoptoe 68

IV.5 Penatalaksana 70

V. KERANGKA KONSEP 77

VI. KESIMPULAN 77

DAFTAR PUSTAKA 78

3

Page 4: Laporan Skenario A Blok 16.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blok Respirasi adalah blok enam belas semester IV dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada

kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4

Page 5: Laporan Skenario A Blok 16.doc

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO A

Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He complained that 6

hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood pf about 2 glasses. He also said that

in the previous mont he had gad productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of

appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70kg), and shortness of breath. Since a

week ago, he felt his symptoms were worsening.

Physical exam:

General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm, Body weight :

55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute, temp 37,6 C.

There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis.

In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with

moderate rales.

Additional information :

Laboratory :

Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/ L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli:վ

(-), HIV test (+), CD4 120/ L.վ

Radiology :

Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

5

Page 6: Laporan Skenario A Blok 16.doc

I. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Definisi

1. Hemoptoe Isitilah yang digunakan untuk menyatakan batuk berdarah atau sputum yang berdarah

2. Productive cough Suatu reflek pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran napas disertai dengan dikeluarkannya dahak.

3. Phlegm Mucus kental yang dieskresikan dari saluran pernapasan dalam jumlah abnormal.

4. Loss of appetite Hilang nafsu makan5. Pale Keadaan tubuh yang pucat akibat oksigen/ eritrosit yang

jumlahnya berkurang di bagian perifer tubuh6 Lhymphadenopathy Proses penyakit yang menyerang satu atau beberapa kelenjar

getah bening.7. Stomatitis Peradangan umum pada mukosa mulut.8. Vesicular sound Frekuensi bunyi yang rendah, seperti bunyi nafas normal pada

paru selama ventilasi9. Moderate rales Bising sedang terputus-putus yang terdiri dari rangkaian bising

pendek yang terdengar saat inspirasi10. Infiltrate Gambaran idensitas paru yang abnormal paru yang berbentuk

bercak bercak atau bintik kecil dengan batas yang tidak tegas akibat adanya mucus di paru-paru.

No. Masalah Concern

1. Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He complained that 6 hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood pf about 2 glasses.

VVVV

2. He also said that in the previous mont he had gad productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70kg), and shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.

VVV

3. Physical exam:General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm, Body weight : 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute, temp 37,6 C.There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis.In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with moderate rales.

V

4. Additional information :Laboratory :Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/ L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5,վ Acid Fast Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/ L.վRadiology : Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

V

II. IDENTIFIKASI MASALAH

III. ANALISIS MASALAH

6

Page 7: Laporan Skenario A Blok 16.doc

1. Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He complained that

6 hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood pf about 2 glasses.

a. Bagaimana hubungan usia,jenis kelamin, pekerjaan, dengan keluhan pada kasus?

Jawab:

Massive hemoptoe disebabkan adanya iritasi pada brokus oleh bakteri mycobacterium

tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang siapa saja, tanpa melihat umur, jenis

kelamin, ras, atatupun pekerjaan. Namun penyakit ini lebih mengarah pada faktor

lingkungan, faktor lingkungan yang buruk seperti lingkungan yang lembab, kurang

sirulasi udara, kumuh, kurang sinar matahari dalam ruangan, dapat menyebabkan

kuman ini mudah berkembang biak. Faktor riwayat penyakit juga bisa mempengaruhi,

bakteri mycbacterium tuberkulosa yang tidak ditangani dengan baik akan kembali

menginfeksi tubuh.

b. Bagaimana penyebab dan mekanisme hemoptoe? Pada kasus

Jawab:

Terjadinya batuk darah ini dikarenakan ekskavasi dan ulserasi pembuluh darah pada

dinding kavitas.Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kaverne. Keradangan arteri

yang terdapat didinding kaverne akan menimbulkan anuerisma yang disebut

aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteria pulmonalis.

Bila aneurisma ini pecah maka akan menimbulkan batuk darah.Batuk darah yang

massif terjadi bila ada robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau

ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial.Keadaan

ini dapat menyebabkan kematian karena penyumbatan saluran pernafaan oleh bekuan

darah.

c. Bagaimana klasifikasi hemoptoe dan kapan dikatakan bahaya?

Jawab:

Klasifikasi banyaknya darah yang dikeluarkan pasien:

Streak (bercak) : volume darah yang dikeluarkan 15-20 ml dalam 24 jam, dan

bercampur dengan sputum, biasa pada penderita bronkhitis.

Hemoptisis : volume darah 20-600ml dalam 24 jam, biasa disebabkan oleh

kanker paru, necrotizing pneumonia, TB, atau emboli paru

7

Page 8: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Hemoptisis masif : volume darah yang dikeluarkan sebanyak lebih dari 600 ml

selama 24 jam, penyebab biasanya adalah kanker paru, kavitas TB, dan,

bronkoektasis

Pseudohemoptisis : adanya luka di saluran napas atau cerna yang menimbulkan

hemoptisis.

Pada kasus ini mr. Y mengalami hemoptisis masif yang dimana darah yang

dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 ml. Batuk darah yang masif

memerlukan pengawasan yang ketat karena tidak pasti akan segera berhenti atau

berlanjut. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah asfiksia akibat akumulasi bekuan

darah yang menutup jalan napas dan dapat terjadi kegagalan kardiosirkulasi akibat

kehilangan darah yang banyak dalam waktu singkat.

d. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien hemoptoe?

Jawab:

Tujuan pokok terapi ialah:

A. Mencegah asfiksia.

B. Menghentikan perdarahan.

C. Mengobati penyebab utama perdarahan.

Langkah-langkah:

1. Pemantauan menunjang fungsi vital

a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps kardiovaskuler.

b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah dipertimbangkan sejak

awal.

c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.

2. Mencegah obstruksi saluran napas

a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.

b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.

3. Menghentikan perdarahan

a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.

8

Page 9: Laporan Skenario A Blok 16.doc

b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support kardiopulmoner

dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab

utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.

Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran

napas yang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis

paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam

jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam

jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik.

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi konservatif

Dasar-dasar pengobatan yang diberikan sebagai berikut :

a. Mencegah penyumbatan saluran nafas

Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam

posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa

menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan

nafas dengan alat pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk.

Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam

posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit

trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih

dapat penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafas yang

menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau

perlu dapat dipasang tube endotrakeal.

Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan sukar

berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 - 20 mg. Penderita

9

Page 10: Laporan Skenario A Blok 16.doc

batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang

berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikan sedatif

ringan (Valium) supaya penderita lebih kooperatif.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

Bila perlu dapat dilakukan :

1) Pemberian oksigen.

2) Pemberian cairan untuk hidrasi.

3) Tranfusi darah.

4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.

c. Menghentikan perdarahan

Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam kepustakaan

dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es

diatas dada, hemostatiks, vasopresin (Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan

khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan didalam faktor-faktor pembekuan

darah, lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus.

Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona Decynone)

intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas,

paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi pasien dan dokter yang merawat.

d. Mengobati penyakit yang mendasarinya (underlying disease)

Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu

diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga

antibiotika yang sesuai.

2. Terapi pembedahan

10

Page 11: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif yang

sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada

kontraindikasi bedah.

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan

operasi ini dilakukan atas pertimbangan:

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada

perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan

operasi.

Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang

berulang dapat dicegah.

e. Apa dampak dari hemoptoe?

Jawab:

Dapat menyebabkan anemia defisiensi besi jika hemoptoe terjadi terus-menerus.

f. Sistem apa terganggu pada kasus?

i. Anatomi

Jawab:

HIDUNG (NASAL)

Nasal dibentuk oleh os nasal, processus frontalis maxillae, bagian nasal os

frontalis, cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago nasi ala nasi

major dan minor.Otot hidung tersusun dari M. Nasalis dan M. Depresor septi nasi.

Perdarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. Facialis, A.

Dorsalis nasi(cabang A. Ophtalmica) dan A. Infraorbitalis(cabang A. Maxilaris

interna). Pembuluh baliknya menuju V. Facialis dan V. Ophtalmica. Persarafan

otot-otot hidung oleh N. Facialis; kulit pada sisi medial punggung hidung sampai

ujung hidung oleh cabang infratrochlearis dan nasalis eksternus N. Ophtalmicus;

kulit pada sisi lateral dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N. Maxilaris.

Hidung terdiri dari:

11

Page 12: Laporan Skenario A Blok 16.doc

• Nares Nasi, adalah 2 pintu masuk yang ada pada bagian inferior hidung

bagian luar

• Alae Nasi, biasa disebut cuping hidung/sayap hidung.

• Septum Nasi, adalah sekat pemisah antara rongga hidung kiri dan kanan, dan

kedua rongga ini akan berkesinambungan di posterior dengan nasopharinx

melalui choana(apertura nasi posterior). Tersusun atas lamina perpendicularis

ossis ethmoidale, os vomer, cartilago septi nasi.

• Vestibulum Nasi

Berada di belakang nares anterior, terdapat vibrissae, kelenjar keringat dan

kelenjar sebasea. Tersusun dari epitel berlapis gepeng. Pada bagian superior

dorsal dibatasi limen nasi.

• Concha Nasalis

Berada pada dinding lateral cavum nasi.Terbagi menjadi 3 bagian yang

diselingi oleh meatus nasi:

* Concha Nasalis Superior, terdiri dari epitel olfaktorius yang terdiri dari 4

macam sel yaitu sel olfaktorius, sel penyokong/sustentakuler, sel basal, dan

sel sikat.

* Concha Nasalis Media, dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel

goblet.

* Concha Nasalis Inferior, dilapisi oleh epitel yang sama dengan Concha

Nasalis media, namun pada lapisan epitelnya terdapat plexus venosus/sweel

bodies yang berdinding tipis sehingga mudah berdarah.

• Meatus Nasi Superior, terdapat muara sinus ethmoidalis posterior.

• Meatus Nasi Media, ke arah anterior berkesinambungan dengan atrium

meatus nasi medius, pada bagian cranialnya terdapat agger nasi. Pada sisi

lateral terdapat bulla ethmoidalis yang dibagian bawahnya terdapat hiatus

semilunaris. Pada bagian inferiornya terdapat prosesus uncinatus ethmoidalis,

dan kearah anterosuperior menjadi infundibulum ethmoidale(muara sinus

etmoidale anterior)

• Meatus Nasi Inferior, berisi muara ductus nasolacrimalis.

Regio Penghidung

Tersusun dari sel olfaktorius. Berada disebelah cranial; dimulai dari atap

rongga hidung, meluas ke setinggi concha nasalis superior dan bagian septum

nasi yang ada dihadapan concha tersebut

12

Page 13: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Regio pernafasan

Tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, terdapat juga

glandula nasalis dan noduli limfatisi.Lamina propria bersatu dengan

periosteum/perikondrium membentuk membrana Schneider.Dimulai dari

cavum nasi hingga ke nasopharynx.

Sinus Paranasalis

Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.Lamina propria

melekat pada peritoneum.Terdiri dari 4 sinus dengan letak yang berbeda,

yaitu sinus maxilaris, sinus ethmoidale, sinus sphenoidale, sinus frontalis.

PHARYNX

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring terdiri dari nasopharynx,

oropharynx, dan laryngopharynx.

• Nasopharynx, terdiri dari epitel bertingkat bersilia bersel goblet, pada

bagian posteriornya terdapat tonsilla pharyngea, juga terdapat osteum

pharyngeum tuba auditiva, tonsilla tuba.

• Oropharynx, tersusun dari epitel berlapis gepeng, yang bila dilanjutkan ke

superior menjadi epitel mulut, ke inferoir menjadi epitel oesophagus.

• Laryngopharynx, Tersusun dari berbagai jenis epitel, sebagian besar dari

epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

Pada bagian belakang pharynx terdapat larynx tempat terletaknya pita suara

(plica vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara

bergetar dan terdengar sebagai suara.

Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran

pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.

Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,

bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan

gangguan kesehatan.

LARYNX

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula

tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas

oesophagus.

Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:

cartilago yang berjumlah 9. Cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, 2 cartilago

arytenoidea tersusun dari tulang rawan hialin.Tulang rawan epiglotis, T.R.

13

Page 14: Laporan Skenario A Blok 16.doc

cuneiforme, T.R. corniculatum dan ujung cartlago arytenoidea tersusun dari

tulang rawan elastin.

• Epiglotis

Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.

Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.

Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis

menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

Tersusun dari tulang rawan hialin. Memiliki kelenjar campur dan jaringan

limfoid.

Mempunyai dua permukaan yaitu pars ligual pada bagian anterior yang

tersusun dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, dan pars laryngeal

yang tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

• Cartilago cricoidea

Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.

Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut

oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi

dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale

menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.

• Cartilago arytenoidea

Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago

cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid

yang menonjol kedepan.

Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os.

Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica

vokalis.

• M. Intrinsik larynx menghubungkan cartilago dengan daerah

disekelilingnya, berperan untuk proses menelan.

• M. ekstrinsik larynx, menghubungkan tulang tulang rawan, berperan

untuk fonasi.

• Plica Vocalis

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas

ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam

cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian

belakang. Ersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Membrana

14

Page 15: Laporan Skenario A Blok 16.doc

mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalam

produksi suara. Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan

sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis

terpisah lebar. Di antara 2 lipatan plica vocalis ini terdapat rima vocalis atau

rima glotidis.

• Plica Ventrikularis

Disebut juga pita suara palsu. Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia

bersel goblet, diantara dua lipatannnya terdapat rima vestibuli. Rima vestibuli

dan rima vocalis membentuk glotis yang meluas ke lateral menjadi

sinus/ventrikulus larynx Morgagni.

• Otot

Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan

thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan

memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X

(vagus).

• Fonasi

Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang

dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan

resonansi tertentu oleh sinus udara.

Laring dapat tersumbat oleh:

(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil

(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau

pada reaksi alergi

(c) infeksi, misalnya difteri

(d) tumor, misalnya kanker pita suara.

TRACHEA

Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.

trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan

dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut

manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata

torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).

Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin

tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi

15

Page 16: Laporan Skenario A Blok 16.doc

lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa

jaringan otot.

Trachea dibagi menjadi pars cartilagenia dan pars membranasea. Pada bagian

posterior banyak kelenjar sepanjang lapisan muskular, yang dipersarafi N.

Laryngeus recurens.

Trachea terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:

• Mukosa Trachea, tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel

goblet.

• Tunika Submukosa, tersusun dari jaringan ikat jarang, lemak, terdapat

glandula trachealis pada bagian posterior

• Tunika Adventisia, mempunyai kelenjar campur dan merupakan jaringan

fibroelastis yang berhubungan dengan luar pars cartilagenia.

BRONCHUS

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira

vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan

kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar,

dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis

dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut

bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari

yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi

beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadibronchus

lobaris dan kernudian menjadi bronchus segmentalis.Percabangan ini berjalan

terus menjadibronchiolus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya

menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak

mengandung alveoli (kantong udara).Bronkhiolus terminalis memiliki garis

tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang

rawan.Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat

berubah.Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis

disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

16

Page 17: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada

dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus

alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut

lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20

kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus

dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

PULMO

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-

paru memilki

• Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

• permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

• permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.

dan basis. Terletak pada diafragma

Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura.Di

dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk

lubrikasi.Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan

inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan

inferior.Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung

pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus

alveolar dan alveoli.Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta

alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas.

Paru dipersarafi oleh plexus pulmonalis. Paru, bronchi, pleura visceralis

diperdarahi oleh Aa. Bronchiales cabang dari aorta descendens.Alveoli

menerima darah teroksigenasi dari cabang-cabang terminal Aa.pulmonalis dan

darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke Vv.

Pulmonalesbermuara di atrium sinistra cor.

DINDING TORAX

Terancang segmental terdiri dari:

• Bagian dorsal, terdiri atas deretan vertika 12 buah vertebra thoracal dan

diskus intervertebrale.

• Pada bagian lateral dibentuk dan dibatasi oleh 12 buah iga dan tiga lapis

otot tipis yang membentang pada sela iga yang berdekatan

17

Page 18: Laporan Skenario A Blok 16.doc

• Pada anterior, dibatasi oleh sternum. Manubrium dan corpus sterni

membentuk angulus sterni.

• Apertura thoracis superior dibentuk oleh corpus vertebra T1 di posterior

dan tepi medial iga 1 pada m,asing-masing sisi dan manubrium sterni di

anterior.

• Apertura thoracis inferior dibentuk corpus vertebra T12 di posterior dan

tulang iga 12 dan ujung distal tulang iga 11di posterolateral; ujung-ujung distal

cartilago costae 7-10 di anterolateral; dan processus xiphoideus di anterior.

Pada sela tiap iga terisi otot-otot, vena, arteridan saraf intercostales.Terdapat

jaringan penyambung fascia endothoracica, fascia profunda, fascia

superfisialis.

Otot-otot pada dinding thorax antara lain m.pectoralis major dan minor, m.

Subclavius, m. Seratus anterior, m. Latissimus dorsi, mm.intercostalis internus

dan externus, m. Tranversus thoracis, mm.subcostalis.

KAPASITAS PARU

Pengukuran dengan Spirometer

Pencatatan : Spirogram

• Tidal Volume ( T.V )

Volume alun nafas, udara yang keluar masuk paru pada pernafasan tenang

• Volume cadangan inspirasi ( I.R.V )

Volume udara maksimal yang dapat masuk paru sesudah inspirasi biasa

• Volume cadangan ekspirasi ( E.R.V )

Jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi

biasa

• Volume residu ( R.V )

Udara yang masih tersisa dalam paru sesudah ekspirasi maksimal, terdiri

dari:

• Volume kolaps

Volume Kolaps : udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah

ekspirasi maksimal bila paru kolaps

• Volume minimal

Volume Minimal : Udara yang masih tinggal dalam paru sesduah paru

kolaps

18

Page 19: Laporan Skenario A Blok 16.doc

(Digunakan di ilmu kedokteran kehakiman untuk membuktikan apakah bayi

lahir meninggal atau mati sesudah lahir)

• Kapasitas inspirasi ( I.C )

I.C = TV + IRV

• Kapasitas Residu Fungsional ( F.R.C )

FRC = ERV + RV

• Kapasitas Vital ( V.C )

VC = IRV + TV + ERV

(Menggabarkan kemampuan pengembangan paru)

• Kapasitas Paru Total ( T.L.C )

TLC = VC+ RV

Ventilasi : Pulmonal dan Alveol

• Ventilasi Pulmonal :

Jumlah udara yang keluar masuk paru / menit = TV x Frekuensi pernafasan /

menit 12 x 500 ml/menit = 6000 ml / menit

• Ventilasi Alveol (Lebih penting) = (TV – Vol. Ruang Rugi) x frekuensi

pernafasan/menit (500 – 150) x 12 = 4200 ml/menit

Pemeriksaan Fungsi Paru

Spirometer biasa

TV, IRV, ERV, IC, VC

Spirometer + Pengatur kecepatan pencatatan

- Volume ekspirasi Paksa ( Forced Expiratory Volume )

FEV 1 detik 83 % VC

FEV 3 detik 97 % VC

- M.B.C ( Maximal Breathing Capacity ) :

Volume pernafasan semenit pada pernafasan sekuat-kuatnya dan secepat-

cepatnya. 125 – 170 L / menit

Menentukan Gangguan Ventilasi

Kelainan Ventilasi :

- Penyakit Paru Obstruktif

Obstruktif : Penyempitan / penyumbatan saluran udara nafas

Tahanan jalan udara meningkat

FEV 1 dan MBC turun

- Penyakit Paru Restriktif

19

Page 20: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Restriktif : Kemampuan Paru mengembang terhambat

Kelainan Restriktif ditandai dengan penurunan Compliance paru , VC, MBC

ii. Fisiologi

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses

pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan

CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan

respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di

tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

2. He also said that in the previous mont he had gad productive cough with a lot of phlegm,

mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70kg), and

shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.

a. Bagaimana penyebab dan mekanisme :

i. Productive cough with a lot of phlegm

Jawab :

Mr. X terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis sehingga merangsang sistem

imun di alveolus.Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya

diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan

20

Page 21: Laporan Skenario A Blok 16.doc

yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar

bronkiolus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada di dalam ruang

alveolus basil tuberkel membangkitkan reaski inflamasi.Leukosit PMN

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah harihari

pertama leukosit diganti oleh makrofag. Banyaknya sekret pada alveolus ini akan

dikeluarkan melalui sistem mukosiliaris yang membentuk mucus sehingga terjadi

batuk dengan dahak yang banyak.

Etiologi batuk produktif dengan banyak dahak secara umum :

Virus

Ketika flu, batuk ini sering dipicu oleh lendir yang mengalir di bagian

belakang tenggorokan.

Infeksi

Infeksi paru-paru atau bagian saluran udara bagian atas dapat menyebabkan

batuk.Batuk produktif dapat merupakan gejala dari pneumonia, bronkitis,

sinusitis, atau tuberkulosis.

Penyakit paru-paru kronis

Batuk produktif dapat merupakan tanda bahwa penyakit seperti penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) makin parah atau bahwa Anda memiliki infeksi.

Refluks asam lambung yang masuk ke kerongkongan

Merupakan gejala penyakit gastroesophageal reflux (GERD).

ii. Mild fever

Jawab:

1. Infeksi, suhu mencapai 38`C, penyebab virus, bakteri

2. Non infeksi, seperti kanker, tumor

3. Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas

Dalam kasus ini demam ringan terjadi akibat reaksi peradangan kuman TB, pelepasan sitokin TNF alfa, IL-1 yang dapat men-triger pathogenesis demam

21

Page 22: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

- Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan

alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi)

sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan

kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel

jaringan.

- Mekanik pernafasan

Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan

olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi

(inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.Dalam

inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma

turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa

menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar,

tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar

sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi)

adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi

pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung )

dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang

didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar

dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.

22

Infeksi mikroorganisme

Aktivasi respon imun seluler

Aktivasi jalur PGE2

Peningkatan termostart di hipothalamus

Aktivasi makrofag

Produksi IL-1, TNF, AFN, IL-6

Peningkatan suhu tubuh

Mild fever

Page 23: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Transportasi gas pernafasan

a. Ventilasi

Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.Selama ekspirasi

sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru.Udara yg masuk ke dalam alveoli

mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh

dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.

b. Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan

darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas

berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah

tekanan parsial.

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan

ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan

diameter 8 angstrom.Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan

dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi

maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan

kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena

perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli

dan kapiler paru.

23

Page 24: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap

perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi.Kapasitas

difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.Saat aktivitas

meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif

meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran

difusi meningkat.Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450

ml/menit.Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi

2. Koefisien difusi

3. Luas permukaan membran respirasi*

4. Perbedaan tekanan parsial

c. Perfusi pulmonal

Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut

dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%)

sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm

plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam

eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat ,

dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam

plasma sebesar 5 – 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 –

20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80% .

Pengukuran volume paru

Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan

kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :

o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap

kali bernafas.

24

Page 25: Laporan Skenario A Blok 16.doc

o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat

dihirup setelah inhalasi normal.

o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.

o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi

maksimal.

Kapasitas Paru

o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.

o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi

normal.

o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-

paru setelah ekspirasi normal.

o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

Pengaturan pernafasan

Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur

pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang

lain berperan mengatur pernafasan otomatis.

1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung

mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik

dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat

Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area inspirasi &

ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area terletak di bagian

atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi antara inspirasi &

ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu

mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi

antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi.

2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan

PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd

CSF akibat perub kimia dalam darah.Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik

dan arteri karotis

iii. Loss of appetite

Jawab:

25

Page 26: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Mikobakterium Tuberkulosa masuk ke tubuh infeksi mikobakterium

tuberkulosa batuk produktif, reflux pagal asam lambung naik mual

hilang nafsu makan

iv. Rapid loss of weight

Jawab:

Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami anorexia

Mekanisme 1: adanya TNF-alfa dan IL-2 yang merupakan produk tubuh yang

dikeluarkan akibat adanya reaksi radang menyebabkan penurunan nafsu

makan

Mekanisme 2: Mycobacterium tuberculosis menghasilkan cachexin yang juga

akan menekan nafsu makan

v. Shorthness of breath

Jawab :

A. Sesak nafas

Etiologi sesak nafas:

Penyakit PPOK (COPD)

Asma

Fibrosis pulmonal

Tromboembolisme pu1monal

Pneumotoraks

Penyakit neuromuskular

Gagal jantung kongestif

Mekanisme sesak nafas:

1. Individu terinfeksi HIV immunocompromised/sistem imun

menurun terinfeksi mycobacterium tuberkulosa masuk ke jalan

nafas tinggal di alveoli terjadi inflamasi pengaktifan sel PMN

(leukosit dan makrofag) penumpukan eksudat menekan saluran

nafas sesak nafas.

2. Hemoptoe masif penurunan kadar Hb penurunan kadar oksigen

di sel dan jaringan sesak nafas

26

Page 27: Laporan Skenario A Blok 16.doc

b. Mengapa gejala pada kasus semakin memburuk?

Jawab :

Gejala Bertambah semakin memburuk karena Mr X menderita HIV; dimana HIV ini

dapat memperparah penyakit tertentu (proses immunodefisiensi), dalam kasus ini,

yaitu TBC. Selain itu ketika penyakit tidak ditatalaksana dengan cepat dan tepat

(progresivitas perkembangan penyakit), maka dapat memperburuk keluhan-keluhan

yang ada.

c. Bagaimana keterkaittan antar gejala?

Jawab :

Semua gejala yang muncul disebabkan oleh adanya proses inflamasi yang diperantarai

oleh mediator radang yang dihasilkan oleh makrofag dan sel imun seluler yaitu T

helper dan T cytotoxic. Aktifnya mekanisme pertahanan ini karena dipicu oleh basil

M.Tb yang masuk dan berkembang biak di paru, terutama di dalam makrofag.

3. Physical exam:

General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm, Body

weight : 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute, temp 37,6 C.

There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis.

In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with

moderate rales.

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawab :

a. Pemeriksaan Mr. Y Normal Interpretasi

1 Keadaan umum Tampak sakit berat dan pucat

Tidak bisa melakukan aktivitas sehar – hari tanpa bantuan orang lain. Pucat akibat anemia yang disebabkan oleh hipovolemi akibat batuk berdarah

2 IMT TB: 175 cmBB: 55 kg

Underweight. IMT= 17,9

2 Tekanan darah 100/70 mmHg 120/80 Normal dan tekanan darah secara umum dikatakan hipotensi jika di bawah 90/60

27

Page 28: Laporan Skenario A Blok 16.doc

3 Heart Rate 112x/mnt 60-100x/mnt takikardi4 RR 36x/mnt 16-24x/mnt Takipneu5 Temperature 37,6ºC 37,2ºC-38C Sub febris6 Inspeksi Ada Tattoo di

dada dan lymphadenopathy di leher kanan serta stomatitis

Tidak ada tattoo, tidak terjadi pembesaran di leher dan tidak ada stomatitis

Abnormal

7 Auskultasi Suara vesikuler meningkat di bagian kanan atas paru dengan ronki sedang

Suara vesilue tidak meningkat dan tidak ada ronki

Abnormal

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawab :

Pucat :

Pucat terjadi akibat Mr. X mengalami anemia sehingga jumlah oksigen dalam hb

yang dibawa ke jaringan perifer akan menurun. (anemia yang terjadi akibat adanya

Massive hemoptysis)

Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami anorexia

Mekanisme 1: adanya TNF-alfa dan IL-2 yang merupakan produk tubuh yang

dikeluarkan akibat adanya reaksi radang menyebabkan penurunan nafsu makan

Mekanisme 2: Mycobacterium tuberculosis menghasilkan cachexin yang juga

akan menekan nafsu makan

Takikardi (Heart Rate meningkat):

Merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Terlihat pada kasus bahwa telah terjadi

anemia yang menyebabkan hipovolemik. Ditandai dengan terjadinya Hipotensi

Hipotensi aliran berkurang Kompensasi jantung HR meningkat

Cardiac Output meningkat

Takipneu (Respiratory Meningkat):

Merupakan gejala kompensasi akibat anemia. Karena Hb menurun, menurunnya

jumlah oksigen untuk dapat memenuhi kebutuhan jaringan. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan jumlah oksigen dalam tubuh, tubuh meningkatkan RR.

Demam:

Akibat adanya infeksi (M. tuberculosis). Pada kasus infeksi tuberkulosis, demam

biasanya subfebris.

Stomatitis:

28

Page 29: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Peradangan pada mulut. Terjadi akibat infeksi opportunistik pada saat imun tubuh

menurun.

Pada kasus ini, stomatitis diakibatkan oleh infeksi dari HIV. Dimana, HIV ini

menyebabkan terjadinya imunodefisiensi yang ditandai dengan kadar CD4+

dibawah 200/µL ,sehingga bakteri atau pun jamur dapat dengan mudah

menyerang(infeksi opprtunis).

Lymphadenopathy:

Apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat

menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi

antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.

Terdengar suara vesikuler meningkat dengan ronki basah sedang pada paru kanan

atas.

Hal di atas terjadi dikarenakan adanya infiltrat yang terbentuk akibat kuman M.

tuberculosis.

Infiltrat ini menjadi media penghantar suara yang baik.

Pada bagian lobus atas dari paru-paru, kadar oksigen lebih banyak, dan ini

merupakan tempat hidup yang menyenangkan bagi bakteri M. tuberculosis yang

bersifat aer 1.paru paru kanan memiliki ukuran lebih besar dari paru paru kiri

2.paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus

pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang

terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).

3. Bronkus kanan leboh curam dengan diameter lebih lebar dari bronkus kiri,

sehingga lebih memudahkan kuman tbc memasuki bronkus kanan dan sampai ke

alveolus.

c. Apa akibat pembuatan tato pada kasus?

Jawab :

Kemungkinan Mr X terinfeksi oleh virus HIV pada saat pembuatan tatto dengan

jarum yang tidak steril bekas penderita HIV sebelumnya dan digunakan secara

berulang.

d. Bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan diagnosis?

Jawab :

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda khas penderita tuberculosis yaitu :

29

Page 30: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Penurunan berat badan yang drastic

Takipneu

Takikardi

Demam ringan

Peningkatan suara vesicular di paru kanan atas

Adanya ronkhi basah sedang

Hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan tanda penderita HIV stadium lanjut yaitu :

Tampak sakit berat (karena adanya infeksi opportunistic)

Limfadenopati

Stomatitis

Adanya tato (menjelaskan tentang kemungkinan penularan infeksi HIV yang didapat)

Kedua hal ini saling berkaitan karena pasien HIV dengan immunocompromise

menyebabkan kerentanan dan peningkatan resiko penyakit infeksi Tb sekitar 10

kalinya dari orang normal.

4. Additional information :

Laboratory :

Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/ L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5, Acid Fastվ

Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/ L.վ

Radiology :

Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

a. Bagaimana interpretasi hasil laboratorium?

Jawab :

No Pemeriksaan Mr. X Normal Interpretasi

1 Hb 8,5 g/% 13-16 g% Anemia

2 WBC 6.000/µL 5.000-10.000/

µL

Normal

3 ESR 65 mm/hr 0-10 mm/hr ↑, adanya infeksi

akut dan kronis

4 Diff Count:

Basofil - 0-1 Normal

5 Eosinofil 3 1-3 Normal

30

Page 31: Laporan Skenario A Blok 16.doc

6 Netrofil batang 2 2-6 Normal

7 Netrofil segmen 75 50-70 ↑

8 Limfosit 15 20-40 ↓

9 Monosit 5 2-8 Normal

10 Acid Fast Bacilli - - Tidak terdapat bta

di sputum

11 HIV + - Infeksi virus HIV

12 CD4 140/µL 500-1.600/µL ↓

b. Bagaimana mekanisme abnormal hasil laboratorium?

Jawab :

1. Anemia : Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada

proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul karena

reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin.

Protein ini membantu dalam proses penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga

dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal. Pada anemia penyakit kronik,

sitokin mengganggu kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe.

a. sitokin interferon-γ (dari sel T), TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-10 (dari monosit

dan makrofag).

Interferon-γ, lipopolisakarida, dan TNF-α meningkatkan regulasi DMT1,

dan terjadi kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag.Rangsangan

proinflamatory ini menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan

menurunkan reaksi ferropotin, sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel

ini.Feroportin adalah suatu pengirim Fe transmembran, yang berperan

dalam absorbsi Fe dari duodenum menuju sirkulasi.Sitokin anti inflamasi

seperti IL-10 juga menyebabkan anemia melalui stimulasi pengambilalihan

Fe oleh makrofag dan stimulasi translasi dari produksi ferritin.

b. IL-6 dan lipopolisakarida

Menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang menurunkan absorbsi Fe

dari duodenum.

c. Sitokin IL-10

31

Page 32: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan pemasukan

transferin ke dalam monosit.

Dengan demikian terganggunya homeostasis dan terbatasnya kapasitas Fe

untuk sel progenitor eritroid menyebabkan terganggunya proses biosintesis

heme.pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya

malabsorbsi dan ketidakcukupan zat gizi.

Buruknya status nutrisi pada pasien tuberkulosis juga berhubungan dengan

munculnya anemia, dimana status nutrisi pasien dapat diukur dengan

menghitung BMI dan memeriksa kadar albumin.12 Albumin dapat

digunakan sebagai indicator klasik keadaan malnutrisi. Albumin adalah

protein utama yang dihasilkan hepar selama sehat dan sepertiga dari

albumin yang dapat dipertukarkan terdapat di dalam ruang

intravaskular.Kadar albumin yang kurang dari normal menunjukkan

prognosis yang lebih buruk.

Baik anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi dapat terjadi

pada penderita tuberculosis.

Pembagian anemia menurut National Cancer Institute:

Grade Kategori Hb

0 Normal 12.0-16.0 g/dl (wanita) dan

14.0-18.0 g/dl (pria)

1 Ringan 10.0 g/dl s.d batas normal

2 Sedang 8.0-10.0 g/dl

3 Berat 6.5-7.9 g/dl

4 Mengancam jiwa <6.5 g/dl

2. WBC: Tidak terjadi peningkatan WBC, dikarenakan penderita telah

mengalami penurunan sistem imun dari AIDS yang diderita. Akibatnya

mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi TB yang harusnya meningkat

tajam, pada saat pemeriksaan terlihat normal.Atau mungkin saja telah terjadi

32

Page 33: Laporan Skenario A Blok 16.doc

peningkatan WBC dari nilai WBC Mr. X sebelum menderita TB.Artinya

peningkatan tidak terlau signifikan.

Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi

imunologis akan merngasang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil

termasuk pula limfosit Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut

akibatnya banyak sel T yg mati. Neutrofilia pada umumnya berhubungan

dengan penyebaran lokal akut seperti pada meningitis tuberkulosis, pecahnya

fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga pleura (Lee et al., 1999).Pada

infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan

peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan

granula toksik (reaksi leukomoid) (Schlossberg, 1994).

Sedangkan limfosit yang menurun disebabkan karena telah terjadi HIVAIDS

pada fase infeksi berat sehingga kadar Limfosit T terutama CD4 kan menurun.

3. ESR : Meningkat karena meningkatnya mediator inflamasi akibat reaksi

peradangan. Darah menjadi lebih kental dan ESR pun meningkat.

4. AFB negative :Artinya tidak ditemukan adanya bta pada pemeriksaan sputum.

Bisa karena memang tidak terinfeksi oleh bta atau tidak terdapat jumlah bta

yang cukup untuk dapat terlihat di mikroskop.

Menunjukkan Mr. Y tidak mengalami kasus tb aktif dan menunjukkan bahwa

Mr.Y berada pada stadium lanjut dari infeksi HIV nya.Karena pada stadium

infeksi lanjut pada pengecatan sputum smear tidak terdapat bta, adanya

infiltrasi pada paru.

5. CD4 menurun : karena HIV menyerang CD4 yang berakibat pada penurunan

jumlah sel T helper.

c. Bagaimana cara penularan HIV?

Jawab :

1. Transmisi Seksual

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual

merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini

berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan

dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV

tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis

hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive

33

Page 34: Laporan Skenario A Blok 16.doc

untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan

pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan

berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi

virus HIV.

1.1. Homoseksual

Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual

menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial.

Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko

tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima

ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan

mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran

pada saat berhubungan secara anogenital.

1.2. Heteroseksual

Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan

heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok

umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak

pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual

2.1 Transmisi Parenral

2.1.1. Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)

yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang

menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat

juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa

disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari

1%.

2.1.2. Darah/Produk Darah

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat

sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat

sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko

tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

2.2. Transmisi Transplasental

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko

sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu

menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

34

Page 35: Laporan Skenario A Blok 16.doc

d. Bagaimana grading HIV pada penderita TB?

Jawab:

WHO

Stadium I

Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap.

Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.

Stadium II

Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan

(dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang

sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir;

ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena

infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas normal.

Stadium III

Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui

penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui

penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut

berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya:

pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari

15 hari dalam satu bulan terakhir.

Stadium IV

Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang

tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam

berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

Toksoplasmosis pada otak.

Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.

Kriptokokosis di luar paru.

Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.

Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam

rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.

• PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak. •Setiap

infeksi jamur yang menyeluruh, misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.

35

Page 36: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

Septikemia salmonela bukan tifoid.

TB di luar paru.

Limfoma.

Kaposi’ s sarkoma.

Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.

( WHO, 2006 ).

e. Bagamana cara pemeriksaan BTA?

Jawab :

Pemeriksaan BTA dilakukan dengan menggunakan sampel berupa sputum

penderita. Pemeriksaan sputum dapat mendiagnosis TB dan juga sebagai bahan

mengevaluasi keberhasilan pengobatan. untuk mengeluarkan sputum, pasien diminta

meminum 2L air pada hari sebelumnyadan diajarkan reflex batuk. Dapat juga

diberikan obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik

selama 20-30 menit, bila masih sulit pengambilan sputum dapat dilakukan dengan

bronkoskopi atau bronchial washing. Sputum yang dihasilkan harus sesegar mungkin.

Pada anak kecil yang sulit untuk mengambil sputum maka dapat diambil dari bilasan

lambung.

Pemeriksaan BTA dilakukan dengan metode perwarnaan gram Ziehl Neelsen.

Bakteri M. Tuberculosis memiliki dinding yang tersusun dari lipid, sehingga

membuatnya lebih tahan jika dengan alkohol asam.

Gelas objek dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian ditetesi

dengan aquades steril. Kemudian dibuat apusan dari biakan bakteri miring atau tegak

dan disuspensikan sampel sampai homogen, lalu difiksasi di atas api bunsen. Apusan

bakteri yang telah jadi ditetesi crystal violet selama 1 menit, dicuci denan air

mengalir, dan dikeringanginkan. Kemudian iodin selama 1 menit, dicuci dengan air

mengalir, dan dikering anginkan. Kemudian ditetesi dengan alkohol maupun acetone

selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Selanjutnya tetesi

safranin selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Lalu diamati

dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna sel

bakteri.

36

Page 37: Laporan Skenario A Blok 16.doc

q

Pemeriksaan sputum dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu pasien datang ke rumah sakit,

esok hari setelah pasien bangun tidur, dan dahak sewaktu ketika pasien mengunjungi

rumahasakit keesokan harinya. Tes BTA dikatakan positif jika ditemukan ≥2 sediaan

hasil positif. Jika <2 namun dicuigai TB dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan

rontgen dada.

Pembacaan mikroskop untuk BTA berdasarkan IUALTD :

Hasil Jumlah BTA per Lapangan Pandang

Negatif Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan

pandang

Ragu-

ragu

NTA 1-9 dalam 100 lapangan pandang

+ BTA 10-99 dalam 100 lapangan pandang

++ BTA 1-10 dalam 1 lapangan pandang

+++ BTA >10 dalam 1 lapangan pandang

Selain dengan teknik pewarnaan, untuk mendiagnosis TB dapat dilakukan kultur.

Media yang dapat digunakan untuk kultur dibagi menjadi 3 jenis :

a. Semisynthetic agar : Midlebrook 7H10 & 7H11

37

Page 38: Laporan Skenario A Blok 16.doc

b. Inspissated egg media : Lowenstein-jensen , Ogawa

c. Broth media : Midlebrook 7H9 & 7H12

Kultur konvensional dilakukan dalam waktu yang lama 6-8 minggu, yang dapat

diidentifikasi adalah kecepatan pertumbuhan, morfologi koloni, pigmen yang

terbentuk, dan, reaksi biokimia.

f. Bagaimana gambaran dari infitrat pada radiology?

Jawab:

Pada gambar menunjukkan infiltrate pada paru kanan atas tetapi pada kasus

adanya infiltrate pada paru kanan bagian bawah.

g. Bagaimana hubungan antara BTA (-) dengan HIV (+)?

Jawab:

Pada kasus ini terjadi false-negative yang disebabkan oleh adanya interaksi infeksi

HIV pada patogenesis TB tipikal. Normalnya, granuloma yang terbentuk sebagai

respon pertahanan terhadap kuman TB akan mengalami liquefaksi. Hasil dari

liquefaksi ini akan berusaha dikeluarkan dari tubuh dengan gerak mukosilier pada

mukosa saluran pernapasan ataupun dengan reflex batuk. Ini merupakan sumber BTA

pada sputum pasien TB. Namun, seperti yang telah dijelaskan, pada penderita TB

yang disertai infeksi HIV akan ada defek pada kaskade imun sehingga granuloma

tidak akan terbentuk dengan sempurna. Seiring dengan bertambah parahnya infeksi

HIV, kemungkinan BTA negatif pada sputum akan semakin tinggi.

38

Page 39: Laporan Skenario A Blok 16.doc

h. Mengapa infitrat berada dibawah?

Jawab :

Orang yang memiliki sistem imun yang rendah seperti terkena HIV akan menderita

radang paru yang hebat.Basil TB akan memperbanyak diri di dalam makrofag dan

akan membentuk benjolan-benjolan yang akan bergabung membentuk infiltrate paru.

Infiltrate paru membentuk massa di bagian bawah yang akan menimbulkan rongga di

paru-paru.

Hipotesis

Mr. Y 40 tahun seorang pelaut menderita TB yang diakibatkan dari bacteri Mycobacterium

tuberculosa.

a. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?

Jawab:

1. Anamnesis 

Identitas pasien 

Nama, usia (balita atau orang tua), pekerjaan, tempat tinggal (sosio-ekonomi

rendah) 

Keluhan utama 

Batuk darah massive. 

Keluhan tambahan 

Sesak napas, demam ringan, penurunan berat badan dan nafsu

makan menurun. 

Riwayat penyakit lain 

HIV. 

2. Pemeriksaan fisik 

Inspeksi : Sakit berat, pucat, pembesaran limfa nodul di leher kanan. 

Auskultasi: Ronki basah, vesikular meningkat 

3. Pemeriksaan laboratorium 

Untuk tuberculosis paru pada orang dewasa, maka perlu dilakukan : 

Pemeriksaan dahak mikroskopis (cara diagnosis utama) 

BTA (-) 

Pemeriksaan darah rutin 

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan proses kronis dan disertai LED yang

39

Page 40: Laporan Skenario A Blok 16.doc

tinggi (salah satu tanda infeksi). 

Pembiakan BTA 

4. Pemeriksaan penunjang 

Foto toraks : Infiltrat dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks) kanan

b. Apa saja diagnosis banding kasus ini?

Jawab:

c. Apa diagnosis kerja kasus ini?

Jawab:

TBC Paru disebabkan Mycobacterium Tuberculosa dengan HIV.

d. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi kasus ini?

Jawab:

1. Tatalaksana Farmako Pada TB penderita HIV

40

Page 41: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah

sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama

efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip

pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.

Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV

sesuai dengan standar WHO.

Prinsip dasar : Pemberian bekterisida dan sterilisasi

Bakterisida paling efektif : INH

Sterilisasi paling efektif : R dan Z

Panduan obat yang diterapkan di Indonesia : 2RHZ/4RH, dengan variasi:

- 2RHS/4RH

- 2RHZ/4R3H3

- 2RHS/4R2H2

S bisa digantikan Gentamycin dan Kanamycin

Penggunaan INH diiringi dengan vit. B6

Penggunaan obat yang mengakibatkan hepatotoksik dapat diganti dan

diberi steroid. Sebelum pemberian obat, periksa kadar SGOT/SGPT

ARV yang dianjurkan : Evafirenz, dengan dosis 1x600 mg pada malam hari.

Pemberian ERV dengan ketentuan:

- CD4<50 : Segera ARV

- CD4 50-200 : ARV setelah 2 bulan pada kasus

- CD4>200 : Mulai ARV setelah OAT selesai

2. Tatalaksana Non Farmako Pada TB Penderita HIV

- Diet tinggi protein, 2-2,5/KgBB

- Konseling dan Edukasi

a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk

penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk

ketaatan konsumsi obat pasien.

b. Kontrol secara teratur

c. Pola hidup sehat

e. Bagaimana patogenesis kasus ini?

Jawab:

PATOGENESIS TUBERKULOSIS

41

Page 42: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang

terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh

mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB

dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada

sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman

akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus

berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi

pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar

limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus

primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer

terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah

kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang

akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan

antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran

limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi

TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -

104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi

terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya

kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut

ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu

timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji

tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh

terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang

berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB

42

Page 43: Laporan Skenario A Blok 16.doc

terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila

imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan

segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi

dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru

dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi

nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui

bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe

hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan

membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi

parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan

menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau

membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus

sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut

sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran

hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai

penyakit sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di

seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru

43

Page 44: Laporan Skenario A Blok 16.doc

atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan

membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi

pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.

Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi

untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus

SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB

ini dapat 5 mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya

meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah

besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang

disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah

terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB

yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi

karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,

misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari

gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).

Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang

secara histologi merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted

hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan

menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk

dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak

dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi

secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun

pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar

TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru

kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau

44

Page 45: Laporan Skenario A Blok 16.doc

meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis

endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat

terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat

bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya

terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.

Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi

TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak

terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi

5-25 tahun setelah infeksi primer.

f. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini?

Jawab:

1.      Pemeriksaan Dahak (Spuntum)

Pemeriksaan dahak atau pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu  dari

pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan diagnosa

tuberkulosis paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang

terdapat dalam spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu,

pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.

Kadang-kadang spuntum sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak batuk

atau yang batuk produktif.  Oleh karena itu :

1. Satu hari sebelum pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih

sebanyak ± 2 liter.

2. Dianjurkan agar pasien melakuakan reflek batuk.

3. Dapat juga dengan memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau dengan

inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.

4. Bila masih sulit untuk mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi

diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar

lavage).

5. Bisa juga dengan didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya

dilakukan pada anak-anak karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak.

Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya

ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman

45

Page 46: Laporan Skenario A Blok 16.doc

dalam 1mL spuntum). Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan

Thiam Hok (modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet).

Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain :

a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan

khusus). Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan

sensitivitas yang tinggi namun jarang digunakan karena pewarnaan yang

dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogen.

c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)

Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan

koloni kuma tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi

bila setelah 8 minggu koloni kuman tuberkolosis belum juga tampak maka

dinyatakan negatif.

d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA

(positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomenadead

bacilli atau non culturable bacili yang disebabkan karena keampuhan

paduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman

BTA dalama waktu pendek.

Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan,

bahan-bahan selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus,

jaringan paru, pleura, cairan serebrospinal urin dan tinja.

2.      Tuberkulin

Tuberkulin Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus

tuberkel, atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk

pada diagnosis tuberculosis.

Tes Tuberkulin merupakan Sejumlah besar uji kulit untuk tuberkulosis yang

menggunakan berbagai jenis tuberkulin dan metode pemakaian yang

berbeda.Disuntikan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke

dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan pada

daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah

positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes tuberculin ini negatif, maka belum tentu

hasilnya adalah TB negatif tapi malah TB Positif.  Alasannya karena Tes tuberculin

ini fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteriMycobacterium

46

Page 47: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak menginfeksi, karena

respon imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri tersebut (dorman). Itulah

mengapa bisa hasil Tes tuberculin negatif tapi ternyata penderitanya positif TB.   

3.      Tes Darah

Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga “interferon-gamma release

assays”(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur reaktivitas imun seseorang

terhadap M. tuberkulosis . di mana sel darah putih dari orang yang telah terinfeksi

M. tuberkulosis akan merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen

yang berasal dari M. tuberculosis.

FDA telah menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi

TB:

•  QuantiFERON®-TB Gold In-Tube test (QFT-GIT)

•  T-SPOT®. TB test (T-Spot)

Perbedaan dari kedua tes ini adalah:

QFT-GIT  T-Spot 

Awal Proses Proses seluruh darah

dalam waktu 16 jam

Proses sel mononuklear

darah perifer (PBMC)

dalam waktu 8 jam, atau

jika T-Cell

Xtend ®digunakan, dalam

waktu 30 jam

Kemungkinan

Hasil

Positif, negatif, tak

tentu

Positif, negatif, tak tentu,

batas (borderline)

Adapun beberapa hasil dari kedua tes ini:

•  Positif: Ada respon imun yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.

•  Negatif: Belum ada reaksi kekebalan yang menunjukkan adanya

bakteriM. tuberkulosis.

•  Tak tentu: Hasil tidak jelas. Pada pengujian mungkin terjadi kesalahan atau hasilnya

tidak konklusif.

•  Borderline (T-SPOT ® TB saja.): Hasil di zona perbatasan dan tidak dapat

mengetahui apakah benar-benar positif atau negatif.

47

Page 48: Laporan Skenario A Blok 16.doc

4. Pemeriksaan Radiologik

foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto

toraks apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)

1. TB aktif :

a) bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan

segmen superior lobus bawah paru

b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular

c) Bayangan bercak milier

d) Efusi pleura unilateral

2. TB inaktif

a) Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan

segmen superior bawah paru

b) Kalsifikasi

c) Penebalan pleura

Luas proses yang tampak pada foto toraks:

1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas

tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga

kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra

torakalis V (sela iga 11) dan tidak dijumpai kaviti.

2. Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

g. Apa saja komplikasi kasus ini?

Jawab:

Komplikasi berikut sering terjadi pda penderita stadium lanjut:

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pda paru.

4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan; kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru.

48

Page 49: Laporan Skenario A Blok 16.doc

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit.

Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh ?(BTA

negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali dikelirukan

dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak

diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat,

penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.

h. Bagaimana manifestasi kasus ini?

Jawab:

Gejala respiratorik

Batuk ³ 3 minggu (kering, berdahak, berdarah)

Sesak nafas

Nyeri dada

Gejala sistemik

Keringat dan demam lama pada malam hari

Badan terasa lemah

Nafsu makan dan berat badan ¯

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis.

Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, harus

dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TBC, dan

perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

i. Bagaimana prognosis kasus ini?

Jawab:

Penderita TB dengan HIV sering mempunyai viral loads HIV yang tinggi

Penurunan imunitas lebih cepat, dan pertahanan hidup bisa lebih singkat

walaupun pengobatan TB berhasil

Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibanding

penderita HIV yg tidak pernah kena TB

j. Apa upaya preventif kasus ini?

49

Page 50: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Jawab:

Cara mencegah HIV AIDS

1) Menghindari kontak darah dengan penderita HIV.

2) Penggunaan jarum suntik dapat menjadi sumber infeksi HIV. Bersihkan dan cuci

peralatan bedah sebelum menggunakan peralatan seperti pisau cukur, jarum tato

dll.

3) Hindari obat –obatan terlarang seperti narkoba

4) Gunakan kondom jika melakukan hubungan seksual. Hal ini sebagai pencegahan

terinfeksinya virus dalam tubuh kita. Jangan menggunakannya kondom bekas dan

pastikan bahwa tidak ada yang rusak di hambatan saat menggunakannya.

5) Hindari Seks Bebas. Sering berganti-ganti pasangan dapat memungkinkan anda

tertular HIV.

6) Khitan dapat meminimalisir terjangkitnya virus HIV pada tubuh.

Pencegahan penularan TBC

1. Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak menular

terhadap orang lain.

2. Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan

pemeriksaan tuberkulin dan photo thorak.

3. Pada anak–anak lakukan vaksinasi BCG guna mencegah tertularnya penyakit

tuberkulosis paru.

4. Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya lakukan isolasi dalam

pengobatan dan perawatannya.

5. Tidak meludah di sembarang tempat, usahakan meludah di tempat yang terkena

sinar matahari atau di tempat sampah.

6. Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup mulut

untuk menjaga terjadinya penularan penyakit.

7. Kesehatan badan harus sering dijaga supaya sistem imun senantiasa terjaga dan

kuat.

8. Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan sistem

kekebalan tubuh.

9. Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC

10. Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.

50

Page 51: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati apabila

terkena sinar matahari.

k. Bagaimana kompetensi dokter umum untuk kasus ini?

Jawab :

Kompetensi 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta dokter. Dokter dapat

memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

51

Page 52: Laporan Skenario A Blok 16.doc

IV. LEARNING ISSUE

IV.1 Anatomi dan fisiologi paru

Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan

darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang

berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan

mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi

ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain (Guyton,

1983 ; Wenzel dan Larsen, 1996) :

a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.

b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.

c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan

parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks

bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang

normalnya tidak berisi apapun.

d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton, 1983) :

a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan

diekspirasikan pada setiap pernapasan normal.

b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat

diinspirasikan di atas volume tidal normal.

c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat

dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.

d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paruparu

setelah melakukan ekspirasi kuat. Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa

pada siklus paru-paru, juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton,

1983):

1. Kapasitas inspirasi

2. Kapasitas residual fungsional

3. Kapasitas vital paksa

4. Kapasitas total paru-paru.

Saluran Pernafasan

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan,

52

Page 53: Laporan Skenario A Blok 16.doc

serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan

dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses

pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,

serta bronkioli terminalis.

a. Hidung

Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai

system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh

konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat

mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat

mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang

berukuran lebih besar dari 4 mikron.

b. Faring

Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian

atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta

laringofaring.

c. Trakea

Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai escalator muko-

siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat

mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat

dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

d. Bronki atau bronkioli

Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai

bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari

bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan.

Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara

pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini

menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus

sehingga berfungsi sebagai

pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag

yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan

selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik

53

Page 54: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas

antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula

struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk

menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem

pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak

fungsi pernapasan.

Adapun fungsi pernapasan, yaitu :

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-

selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,

kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna

lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di

alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya

aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari

alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku

untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting

dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap,

yaitu :

1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru

2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut

pernapasan dalam

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang

disebut juga pernapasan seluler.

Mekanika Pernapasan

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :

1. Menarik napas (inspirasi)

2. Menghembus napas (ekspirasi)

Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekskresi secara bergantian, teratur,

berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada

54

Page 55: Laporan Skenario A Blok 16.doc

otot-otot pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang

terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena

seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti

bahwa reflex napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan

sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan

kekurangan oksigen dalam darah. Inspirasi merupakan proses aktif, disini

kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara

paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila

mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut

datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat dapat

rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum

(tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar

maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan

udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi merupakan

proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan

intratorakal.Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi

(diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan

demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi

proses respirasi.

IV.2 TBC Paru

TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang

primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja

dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan

tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis

regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai

kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai

berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

55

Page 56: Laporan Skenario A Blok 16.doc

3. Menyebar dengan cara : Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar

sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat

atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat

ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang

atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan Penyebaran secara hematogen dan limfogen.Penyebaran ini

berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imunitas

yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti

tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran

ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini

mungkin berakhir dengan :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang

pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer

TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis post primer

mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,

localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis

inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi

sumber penularan.Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang

umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.Sarang

dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik

ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih

keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

56

Page 57: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk

jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti

akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Nasib kaviti ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang

pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas.

Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin

pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed

cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga

kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

57

Page 58: Laporan Skenario A Blok 16.doc

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif

b) Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik

dan kelainan radiologic menunjukkan tuberkulosis aktif

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

tuberculosis positif

Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa

tipe pasien yaitu :

A. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

B. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan

positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi

aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa

kemungkinan :

- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu

antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

- Infeksi jamur

- TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

C. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

D. Kasus gagal

58

Page 59: Laporan Skenario A Blok 16.doc

- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

- Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi

BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan

E. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

Kasus Bekas TB:

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat

akan lebih mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologik

TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk

kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan

bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

Manifestasi TBC

Gejala sistemik/umum:

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti

influenza dan bersifat hilang timbul

Penurunan nafsu makan dan berat badan

Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

59

Page 60: Laporan Skenario A Blok 16.doc

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,

suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertaindengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,

pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

DIAGNOSIS

- Anamnesis

Batuk produktif yang berkepanjangan (>3 minggu)

Hemoptisis

Sesak nafas

Nyeri dada (jarang)

Gejala sistemik :

Demam

Menggigil

Keringat malam

Kelemahan

Hilangnya nafsu makan

Penurunan berat badan

- Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia

Suhu demam (subfebris)

Badan kurus / berat badan turun

Keadaan spesifik

Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan

Perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial

Suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring

60

Page 61: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Bila infiltrate diliputi penebalan pleura, suara nafasnya menjadi

vesicular lemah

Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara

hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

Bila jaringan fibrotic amat luas, akan terjadi pengecilan daerah aliran

darah paru

Meningkatkan tek.arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)

Kor pulmonal dan Gagal jantung kanan, dengan tanda-tanda:

Takipnea

Takikardi

Sianosis

Right ventricular lift

Right atrial gallop

Murmur graham steel

Bunyi P2 yang mengeras

Peningkatan JVP

Hepatomegali, asites, dan edema

- Pemeriksaan laboratorium ditemukan:

Pemeriksaan darah rutin:

Anemia

Peningkatan laju endap darah

Leukosit sedikit meninggi pada TB yang baru mulai (aktif)

Hitung jenis pergeseran ke kiri pada TB yang baru mulai (aktif)

Pemeriksaan sputum

BTA pada sputum dapat (+) atau (-)

Kultur sputum (+)

- Pemeriksaan radiologi ditemukan infiltrat dan kavitas

Radiologi

TB paru dini berupa suatu kompleks kelenjar getah bening

parenkim

Infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian atas paru-paru, deposit

kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura

61

Page 62: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Adanya area belubang dan fibrosa pada TB yang lebih berat.

Pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar

biasanya bilateral

- Pemeriksaan tambahan

Mantoux Tuberculin Skin Test

Digunakan untuk menilai infeksi tuberculosis.Tes ini dilakukan dengan

menyuntikkan sedikit cairan tuberculin intradermal pada bagian lengan

bawah.Selanjutnya tes dianalisis setelah 48 – 72 jam mulai dari

penyuntikan.

Tes Mantoux bertujuan menguji apakah tubuh pernah terpapar

kuman TB.

Tes Mantoux(positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10 mm

bila belum BCG).

Pemeriksaan Tes Mantoux (uji tuberkulin) dengan menyuntikkan

zat tuberkulin dan dilihat hasilnya dalam waktu dua sampai tiga

hari, apakah di daerah suntikan akan timbul benjolan berwarna

merah dengan diameter tertentu dan terasa agak gatal. Bila ini ada

berarti anak tersebut positif terinfeksi TBC.

Hasil pemeriksaan mantoux

Indurasi : 0–4mm, uji mantoux (-)

Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Indurasi : 3–9mm, uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan

Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.

Indurasi : ≥ 10mm, uji mantoux (+)

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium

tuberkulosa.

Pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung

Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang

paling efisien, mudah dan murah.Pemeriksaan bersifat spesifik dan

cukup sensitive.

Mycobacterium tuberculosis:

Berbentuk batang

62

Page 63: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol

karena itu disebut Basil Tahan Asam (BTA)

Dapat dilihat di mikroskop bila jumlah kuman paling sedikit

5000/ml sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah sputum kental

dan purulen warna hijau kekuningan. Volume 3-5 ml tiap

pengambilan.

Tujuan pemeriksaan sputum:

Menegakkan diagnosis dan menentukan klafikasi/tipe

Menilai kemajuan pengobatan

Menentukan tingkat penularan

Pengumpulan sputum

Sputum ditampung dalam pot sputum yang bermulut lebar, berpenampang 6

cm, tutup berulir tidak mudah pecah dan bocor. Diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan 3 spesimen sputum Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS). Dikumpulkan dalam

2 hari kunjungan yang berurutan.

Pelaksanaan pengumpulan sputum SPS :

S (sewaktu), sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang pertama kali.

Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot sputum untuk sputum hari

kedua

P (pagi), sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah

bangun tidur

S (sewaktu), sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan

sputum pagi

Pewarnaan Kuman BTA

Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen :

Sediaan apus digenangi dengan zat karbokfulksin yang

dipanaskan

Dekolorisasi dengan alkohol-asam

Diwarnai dengan metilen blue atau brilliant green

Pewarnaan fluoresensi dengan larutan auramin-rodamin

Setelah pewarnaan, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dan dinilai dengan

interpretasi :

+ : Terdapat 10 kuman > 15 menit

++ : 20 kuman / 10 lapangan penglihatan

63

Page 64: Laporan Skenario A Blok 16.doc

+++ : 60 kuman / 10 lapangan penglihatan

++++ : 120 kuman / 10 lapangan penglihatan

+++++ : > 120 kuman / 10 lapangan penglihatan

Pembacaan hasil

Basil tahan asam berwarna merah

Basil tidak tahan asam berwarna biru

SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3 spesimen tersebut hasilnya BTA (+) TB

Pembacaan hasil dengan menggunakan skala IUATLD:

Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

Meragukan (ditulis jumlah kuman yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100

lapangan pandang

Positif 1 (+), 10 – 99 BTA dalam 100 lapangan pandang

Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 50 lapang

pandang

Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 20

lapang pandang

Catatan:

Bila ditemukan 1 – 3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus

diulang dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA

hasilnya dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.

Pembiakan Kultur Kuman

Diagnosis yang paling pasti dari penyakit tuberkulosis ialah dengan

pembuatan kultur/biakan kuman. Bahan spesimen dapat berupa dahak

segar, cairan lambung, urin, cairan pleura, cairan olah, cairan sendi,

bahan biopsy, dll.

Kultur

Sputum ditanam pada medium Lowenstein Jensen

Inkubasi selama 6-8 minggu

Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik

Tes Resistensi

Tes kepekaan kuman tuberkulosis terhadap obat-obatan

antituberkulosis.Penting dilakukan untuk pengobatan yang tepat.

Tes Serologi

64

Page 65: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Tes serologi yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis adalah tes

takahashi.Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri

pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari

128 dianggap positif yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

- Diagnosis TB Paru Dewasa

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu minimal 2 hari

berturut-turut, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan penemuan

kuman TB (BTA). Pada Program Nasional Penanggulangan TB, penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik merupakan cara

diagnosis yang utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan biakan

dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik

pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis.

- Diagnosis TB Ekstraparu Dewasa

Dicurigai TB ekstraparu apabila ditemukan gejala-gejala antara lain: nyeri

dada (TB pleura/pleuritis), pembesaran kelenjar getah bening superfisial

(limfadenitis TB), gibbus (spondilitis TB) dan lain-lain.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan, sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan

alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,

foto toraks dan lain-lain.

Seorang pasien TB ekstraparu sangat mungkin juga menderita TB Paru,

oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan

dahak negatif, dapat dilakukan foto toraks dan histopatologi.

- Koinfeksi TB-HIV

Pada pasien TB dengan faktor risiko terinfeksi HIV, seperti: pengguna

narkoba suntik (IDUs) dan berperilaku seks berisiko perlu dicari

kemungkinan ko-infeksi TB-HIV.

Beberapa faktor risiko HIV adalah:

65

Page 66: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Transfusi darah,

Suntik dan tindik sembarangan,

Pengguna narkoba suntik,

Tanda bekas suntikan, tatto,

Hubungan seks dengan penjaja seks komersial atau pasangan

pelanggan PSK,

Hubungan seks bebas dan

Anak dengan orangtua risiko tertular HIV.

IV.3 HIV

System imunitas (HIV)

Struktur Bakteri TB

Basil mikrobakterium mengandung banyak sekali bahan yang bersifat

antigenik bagi pasien. Antigen yang spesifik untuk M. tuberculosis berasal dari

golongan protein yang mempunyai berat molekul 35.000 dalton. Limfosit T dan

limfosit B akan merespon antigen yang spesifik ini.

Dinding sel basil TB merupakan struktur yang sangat kompleks dan

mempunyai banyak elemen. Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang

terbentuk dari asam mikolat (micolic acid) berantai panjang. Asam mikolat ini

mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid

yang berasal dari asam mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida.

Cell Mediated Immunity (Acquired Immunity)

Respon awal tubuh terhadap mikobakterium adalah mekanisme imunitas

natural (innate), seperti makrofag, natural killer (NK), dan neutrofil. Imunitas

natural ini berperan sebagai repon terhadap mikobakterium sebelum tubuh

mempunyai acquired immunity. Sel yang berperan dalam acquired immunity adalah

sel T, yang bertugas untuk mengenali antigen. Sel T mempunyai kemampuan dalam

proses respon imun terhadap M. tuberculosis (terutama T delayed hipersensitivity).

Pada mulanya, makrofag memperkenalkan antigen hasil fagositosis M.

tuberculosis kepada sel T. Sel T yang telah diperkenalkan dan diaktifkan oleh

antigen, akan mensekresi sitokin antara lain IFN-γ. Sitokin ini kembali menstimulasi

makrofag agar pengendalian pertumbuhan mikobakteria lebih efektif. Terdapat

beberapa jenis sel T yang memberikan respon kepada M. tuberculosis, yaitu sel T

CD4+; sel T γδl; dan sel T CD8+. Daya tahan tubuh terhadap TB tergantung fungsi

66

Page 67: Laporan Skenario A Blok 16.doc

CD4. Sel T γδ dan sel T CD8+ diaktifkan oleh mikobakteria memiliki peran

penyeimbang terhadap aktivitas sel T CD4+. Sel T juga berperan sebagai sel efektor

sitotoksik untuk melawan makrofag yang mengandung mikobakteria. Makrofag yang

mengandung mikobakteria memproduksi sejumlah sitokin, antara lain IL-10, IL-12,

IL-15, IL-18, TNF-α, IL-1, IL-6, dan TGF-β.

TB-HIV

Pada penderita HIV/AIDS terjadi gangguan pada sel T yang akan

mempengaruhi produksi limfokin dan merusak fungsi makrofag. Kerusakan

makrofag akan mempengaruhi molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel ini

adalah bagian dari sel T yang memegang peranan penting terhadap respon imun.

Kerusakan makrofag akan berpengaruh pada pertahanan tubuh terhadap TB.

HIV menginfeksi sel yang memiliki molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel

ini adalah bagian dari sel limfosit T yang memegang peranan penting terhadap

respon CMI. Pada HIV yang lanjut, CD4 akan berkurang dalam jumlah dan

fungsinya. Kerusakan sistem imun pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan

tidak aktifnya imunitas seluler yang ditandai dengan tes Mantoux yang negatif, tidak

terbentuknya granulomatosa, adanya nekrosis kaseosa dan kavitas, tetapi jarang

ditemukan BTA pada dahak.

Molekul CD4 merupakan suatu reseptor untuk HIV yang berafinitas tinggi.

Hal ini menjelaskan mengenai kecendrungan selektif virus terhadap sel T CD4 dan

kemampuannya menginfeksi CD4 lain terutama makrofag dan sel dendrit. Namun,

dengan berikatan pada CD4 tidak cukup untuk menimbulkan infeksi; selubung gp120

HIV juga harus berikatan pada molekul permukaan sel lainnya (co-receptor) untuk

memudahkan masuknya sel. Peranan ini dimainkan oleh dua molekul reseptor

kemokin permukaan sel, yaitu CCR5 dan CXCR4.

Patogenesis Infeksi HIV-1. 30

67

Page 68: Laporan Skenario A Blok 16.doc

M. Tuberculosis dan HIV-1 merupakan dua patogen intraseluler yang

berinteraksi baik pada tingkat populasi, klinik dan seluler. HIV meningkatkan

kemudahan seseorang terkena infeksi M. Tuberculosis. Pada seseorang yang

terinfeksi M. Tuberculosis, HIV merupakan penyebab kuat infeksi TB menjadi

penyakit. Dibandingkan dengan seseorang yang tidak terinfeksi HIV, seseorang yang

terinfeksi HIV mempunyai resiko 10 kali menderita TB. Menurut GArdi’c bahkan

dapat 30 kali.

Pada seseorang yang terinfeksi HIV, terjadi penurunan CD4 dalam jumlah dan

fungsi. Kemampuan sistem imun untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran M.

Tuberculosis berkurang. TB paru terkadang merupakan tanda pertama infeksi HIV.

Bila TB mengenai penderita yang terinfeksi HIV, prognosis umumnya buruk

walaupun itu tergantung kepada derajat imunosupresi dan respon terhadap terapi

anti-TB.

VI.4 Hemoptoe

Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi.Volume

darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal

hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah atau

68

Page 69: Laporan Skenario A Blok 16.doc

hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah

laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah

lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus

dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan

berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah

masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di

paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak

ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.

Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau

sirkulasi bronkial. Hempotisis masif sumber perdarahan umumnya berasal dari

sirkulasi bronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan duktus

alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh darah yang

tipis. Sirkulasi bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan

jaringan penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri

pulmoner. Sirkulasi bronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis.

Asal anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu: (a). bronkitis akibat

pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa, (b) TB paru akibat robekan atau

ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti “aneurisma Rassmussen”). atau

akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri

bronkialis, (c) infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran &

proliferasi arteri bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,(d)

kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah.

Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :

1. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus

2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis,

emfisema bulosa

3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis

4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated

intravascular coagulation (DIC)

5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid

6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,

aneurisma aorta

7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak

69

Page 70: Laporan Skenario A Blok 16.doc

8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,

limfangiografi

9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis,

systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura

henoch schoenlein, sindrom chrug-strauss)

10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain

11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing,

hemoptisis kriptogenik, amiloidosis

Penelitian yang dilakukan di RS persahabatan oleh Retno dkk : 323 pasien

hemoptisis di IGD RS Persahabatan didapatkan TB paru 64,43 %, bronkiektasis

16,71 % , karsinoma paru 3,4 % dan Maria : 102 pasien hemoptisis rawat inap dan

IGD RS Persahabatan didapatkan TB paru 75,6 %, bekas TB paru 16,7 %,

bronkiektasis 7,8 %.

Penalaksanaan hemoptisis masif memerlukan penanganan khusus agar tidak

berakibat fatal dengan angka mortaliti hemoptisis masif 75 % disebabkan oleh

asfiksia. Pasien dengan hemoptisis masif seharusnya dirawat di unit perawatan

intensif untuk memonitor status hemodinamik dan penilaian jumlah darah yang

hilang. Penatalaksanaan dilakukan melalui tiga tahap:

1. Proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien

2. Lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan

3. Terapi spesifik

VI.5 Penatalaksana

Penatalaksanaan TB-HIV

Terapi Medikamentosa

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Sebaiknya

tidakmenggunakan OAT tunggal (monoterapi) dengan alasan laju resistensi.

Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan dengan tujuan kepatuhan pasien.Untuk menjamin kepatuhan

pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).Pengobatan TB diberikan

dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Pengobatan TB bertujuan untuk

70

Page 71: Laporan Skenario A Blok 16.doc

menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan

rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Tahap awal (intensif). Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap

hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien

TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obatkombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara

ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat

badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.Paket

Kombipak.Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk

mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan OAT ini

71

Page 72: Laporan Skenario A Blok 16.doc

disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat

dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket

untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Paduan OAT dan peruntukannya.

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien

baru TB paru BTA positif.Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif. Pasien TB

ekstra paru.

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien

BTA positif yang telah diobati sebelumnya:Pasien kambuh, Pasien gagal, Pasien

dengan pengobatan setelah default (terputus).

Pemantauan kemajuan pengobatan TB. Pemantauan kemajuan hasil

pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara

mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan

pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah

(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik

untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen

sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke

2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif,

hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Farmakologi Obat-obat Lini Pertama

Isoniazid. Merupakan antibiotik yang memiliki aktivitas bakterikidal yang sangat

baik untuk mtb intra dan ekstraseluler. Obat ini bekerja sebagai prodrug dan

diaktivasi oleh enzim KatG katalase mtb dan bekerja dengan menghambat sintesis

asam lemak. Obat ini mengambat sitokrom P450, dan berinteraksi dengan warfarin,

carbamazepine, benzodiazepine, asetaminophen, dan clopidogrel. Dosis dewasa

5mg/kg, dengan maksimal dosis harian 300mg. Efek samping utama adalah

kerusakan liver dan neuropati perifer. Untuk mencegah neuropati perifer, digunakan

Piridoksin (25-50mg/d).

Rifampicin. Derivat Amycolatopsis rifamycinica. Bahan antimikobakterial paling

aktif dan menyebabkan reduksi masa pengobatan dengan aktivitas sterilisasi.

Memiliki aktivitas bakterikidal terhadap mtb yang aktif dan yang dorman. Bekerja

dengan cara menghambat RNA polimerase mtb. Karena menginduksi sitokrom P450,

rifampicin dapat menurunkan waktu paruh sebagian obat, termasuk

antiretroviral protease inhibitor dan nonnucleoside reverse transcriptase

72

Page 73: Laporan Skenario A Blok 16.doc

inhibitor. Dosis dewasa adalah 10mg/kg dengan dosis maksimum harian 600

mg/hari. Efek samping utama adalah hepatotoksik, namun jarang ditemui.

Karena sifat farmakologinya, kedua obat tersebut merupakan obat utama yang

digunakan dalam membasmi mtb.

Turunan rifampin. Rifabutin. Biasanya digunakan sebagai pengganti rifampin

pada pasien TB dengan HIV, karena memiliki aktivitas inducer enzim liver yang

lebih lemah dibandingkan rifampin.

Ethambutol. Bersifat bakteriostatik dan merupakan antimikobacterial yang lebih

tidak poten dibanding rifampin, isoniazid, dan pyrazinamid. Mekanisme kerja utama

dengan menghmbat anabinosyltransferase yang terlibat dalam sintesis dinding sel:

arabinogalactan dan lipoarobinomanan. Dosis 15mg/kg. Efek samping utama adalah

neuritis optik dan pemberian vitamin B12 (hidroksikobalamin) dapat mencegah efek

samping ini.

Pyrazinamid.Sangat aktif melawan mtb yang lambat membelah. Penggunaan

pyrazinamid menyebabkan reduksi waktu terapi OAT INH dan Rifampicin. Dosis

dewasa 15-30mg/kg, maksimal 2g/hari.

Terdapat sedikit perbedaan. Pada pasien TB dengan HIV, pada pemeriksaan

sputum pertama

kali, satu kali saja ditemukan hasil yang positif (+-- atau sebagainya yang positifnya

Cuma satu) itu sudah dikatakan menderita TB BTA positif. Pasien HIV yang

menderita TB BTA negative akan ditemukan temuan radiologis yang konsisten

dengan TB namun sputum BTA negative. Namun, pasien HIV yang menderita TB

BTA negative bisa saja diagnosisnya ditegakkan hanya berdasarkan pertimbangan

dokter untuk memulai terapi TB.

73

Page 74: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda lain dari HIV stadium 3 atau 4 (lihat

pembagian stadiumnya di atas), serta nilai CD4 nya di bawah 200. Makan rencana

pengobatan pada pasien ini adalah langsung mulai terapi TB, lalu terapi HIV harus

dimulai sesegera mungkin setelah terapi TB yang diberikan sekiranya sudah dapat

ditoleransi (antara 2 minggu sampai 2 bulan)

Bagan berikut menggambarkan rencana terapi pada pasien ini. Kotrimoksazol

diberikan dengan dosis 960 mg (800 mg Sulfometoksazol + 160 mg Trimetophrim)

untuk memcegah infeksi bakteri sekunder yang biasa terjadi pada pasien HIV, seperti

infeksi Pneumonia jerovicii.

Pengobatan pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit

CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada :

74

Page 75: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,

kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena

bersifat sebagai buffer antasida. Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV

golongan non-nukleotida dan inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama

dengan nelfinavir karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%.

Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini

belum ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan.

karena ditakutkan terjadinya interaksi obat OAT dan ARV biasanya yang diberikan

terlebih dahulu adalah OAT (2 bulan pertama) selanjutnya baru debri ARV.

Pemilihan regimen pengobatan HIV saja tentu berbeda dengan TB-HIV. Obat

TB, yaitu Rifampisin, memiliki sifat enzyme-inducers terhadap enzim CYP3A4.

Hampir semua jenis obat HIV golongan NNRTI (Non-nucleoside Reverse

Transcriptase Inhibitors, seperti Efavirenz, Nevirapine) dan PI (Protease inhibitors,

seperti Saquinavir) dimetabolisme oleh CYP3A4. Karena itu, pemberian Rifampicin

bersamaan dengan obat-obat di atas dapat mengurangi efikasi dan ketersediaan obat

tersebut, sehingga mengurangi efek terapinya. Sebagai pengganti rifampicin, dapat

digunakan Rifabutin, yang memiliki efek inducers jauh lebih lemah. Oh ya, lupa,

hampir tidak ada interaksi antara golongan rifampicin dengan golongan obat NRTI

(Nucleoside Reverse Transciptase Inhibitors, seperti Zidovudine).

Regimen pengobatan yang dianjurkan adalah :

o AZT + 3TC + EFV (PALING RECOMMENDED)

o AZT + 3TC + NVP (kurang recommended, karena NVP lebih tinggi interaksinya

dengan golongan rifampisin)

o TDF + 3TC (or FTC) + EFV

o TDF + 3TC (or FTC) + NVP

o Alternatif lain bisa juga triple NNRTI terapi

Keterangan : AZT = Zidovudine , 3TC = Lamivudine, EFV = Efavirenz, NVP =

Nevirapine, TDF = Tenofovir

Edukasi

Pasien Tb harus diedukasi agar memperbaiki lingkungan hidup, seperti ventilasi

udara rumah, drainase, kebiasaan merokok, dan menghindari kontak dekat dan lama

dengan penderita Tb lain karena penularannya yang sangat mudah yaitu melalui

udara (droplet nuclei). Pasien juga dianjurkan untuk memiliki PMO (Pengawas

75

Page 76: Laporan Skenario A Blok 16.doc

Minum Obat) agar terapi yang diberikan dapat efektif, adekuat, dan teratur

dilalaksanakan pasien.

Syarat menjadi PMO:

Seseorang yg dikenal, dipercayai dan disetujui petugas/penderita juga disegani,

dihormati oleh penderita

Seseorang yg tinggal dekat penderita

Bersedia membantu penderita dgn sukarela

Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama penderita

Tugas PMO

Mengawasi penderita rutin makan obat sampai selesai/sembuh

Memotivasi penderita agar minum obat teratur

Mengingatkan penderita untuk kontrol atau periksa dahak

Memberikan penyuluhan, mencari suspek TB dan menganjurkan / membawa ke

petugas kesehatan

Penjelasan ke pasien

TB disebabkan kuman TB bukan penyakit keturunan atau kutukan

TB dapat disembuhkan dgn berobat teratur

Cara penularanTB, gejala2 dan pencegahannya

Pengobatan tahap intensif dan lanjutan

Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

Efek samping, dan perlunya segera meminta pertolongan ke RS / UPK

76

Page 77: Laporan Skenario A Blok 16.doc

V. KERANGKA KONSEP

VI. KESIMPULAN

Mr.Y menderita TB dengan hasil BTA (-) dan HIV (+).

77

Pembuattan Tato dengan jarum

Faktor Lingkungan

Supresi Sistem Imun

Destruksi CD4+

Infeksi HIV

TB-HIV

Invasi M. TB di makrofag

Sistem Imun Spesifik Selluler T-Cell(Sedikit)

BTA (-)Infeksi

OpotunistikInfeksi M.Tb

Stomatitis

Proses Inflamasi

Nafsu Makan ↓ BB↓Demam Ringan

Nekrosis Kaseosa

Ruptur Rasmussen

Batuk Darah

Anemia

Pertukaran CO2 &O2 ↓

Sesak Napas

Konsolidasi parenkim

paru

Infiltrat

Eksudat

RalesBatuk Darah

Page 78: Laporan Skenario A Blok 16.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Anne A G, Peter J, dkk. Tuberculosis.Chapter 39. Infectious diseases of children.

Eleventh edition. Krugman’s. 2004.

2. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:

Airlangga University Press.

3. Gilang Sari, Permata. 2011. Gambaran fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks

Yang Terpajan Amoniak Di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu

Utara Tahun 2010. Online (repository.usu.ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2015)

4. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,

Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).

5. Sari, Fitrah. 2012. Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air

Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik. Online

(repository.usu. ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2015)

6. Panduan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan

Klinis Praktik Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

7. Spiriia.or.id/dokumen/`juknis-tbhiv2013.pdf. petunjuk teknis tata laksana ko-infeksi TB-

HIV 201.

8. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of Pediatrics.

Chapter XVII Infection : Section III Bacterial Infection: Tuberculosis. 18th edition.

Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2007.

9. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP

IDAI, Juni, 2005.

10. Tierney Jr., Lawrence M, Current Medical Diagnosis and Treatment. Chapter 9 Lung :

Pulmonary Infections: Pulmonary Tuberculosis, Mc Graw Hill, 2008.

11. Nasti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar respirologi anak, edisi

pertama. IDAI 2008. 169-176.

12. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,

Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).

13. Pearce. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT.Gramedia.

14. Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing;

2009.  p;2230-1, 2232-7.

15. Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998

78