Laporan Sella Skenario g Blok 23

download Laporan Sella Skenario g Blok 23

of 17

Transcript of Laporan Sella Skenario g Blok 23

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    1/17

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    2/17

    corpus intra abdomen mendatar dengan flesi ke anterior fundus uteri berada di atas vesica urinaria.

    Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan

    perkembangan perempuan.

    d. Ligamenta penyangga uterus

    Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinal, ligamentum

    ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum

    vesicouterina, ligamentum rektouterina.

    e. Vaskularisasi uterus

    Terutama dari arteri uterine cabang arteri hipolastica dari iliaca interna, serta arteri ovarica

    cabang aorta abdominalis.

    f. Salping/tuba falopii

    Embriologik uterus dan tuba berasal dari duktus muleri. Sepasan tuba kiri kanan panjang 8-14

    cm berfungsi sebagai jalan transportassi ovum dari ovarium sampai kavum uteri. Diding tuba terdiri

    atas 3 lapisan: serosa, muscular (longitudinal dan sirkular), serta mukosa dengan epitel bersilia.

    Bagian ini terdiri dari pars interstitialis, pars isthimica, pars ampularis, serta pars infundibulum

    dengan fimbria, dengankarakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda pada setiap bagian.

    g. Pars istmica (proksimal/isthmus)

    Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendli transfer

    gamet.

    h. Pars ampularis (medial/ampula)

    Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil

    ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.

    i. Pars infundibulum (distal)

    Dilengkapi dengan fimbrie serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan

    permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi untuk menangkap ovum yang keluar saat ovulasi dari

    permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba

    j. Mesosalping

    Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).

    k. OvariumOrgan endrokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan.

    Ovarium dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf, terdiri dari

    korteks dan medulla. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum

    (dari sel epitel germinal primordial dilapisan terluar epitel ovarium pada korteks), ovulasi

    (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormone-hormone steroid (estrogen oleh teka interna folikel,

    progesterone oleh korpus luteum pasca ovulasi). Ovarium berhubungan dengan pars infundibulum

    tuba falopi melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae menangkap ovum yang dilepaskan pada saat

    ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan

    jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    3/17

    Uterus tumbuh membesar primer, maupun sekunder, akibat pertumbuhan isi konsepsi

    intrauterine. Estrogen menyebabkan adanya hiperplasi jaringan., sedangkan progesterone berperan

    untuk elastisitas / kelenturan uterus. Taksiran kasar perbesaraan uterus pada perabaan tinggi fudus

    adalah:

    - Tidak hamil/ normal: sebesar telur ayam ( 30 g)

    -

    Kehamilan 8 minggu : telur bebek

    - Kehamilan 12 minggu: telur angsa

    - Kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis (pusat)

    - Kehamilan 20 minggu: pinggir bawah pusat

    - Kehamilan 24 minggu: pinggir atas pusat

    - Kehamilan 28 minggu: sepertiga pusat (xyphoid)

    - Kehamilan 32 minggu: pertengahan pusat (xyphoid)

    - Kehamilan 32-42 minggu: 3 sampai 1 jari bawah xyphoid

    2. CARA PENEGAKKAN DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

    DIAGNOSIS

    A. Diagnosis Perdarahan post partum

    Pada tiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya, secara ringkas membuat

    diagnosisnya adalah:

    1.

    Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri2. Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak

    3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari: sisa plasenta, robekan rahim, plasenta

    suksenturiata

    4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah

    5. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test(COT) dan lain-lain

    B. Diagnosis atonia uteri

    Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan

    banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan

    kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat

    itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih

    terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

    C. Diagnosis perdarahan post partum karena atonia uteri

    1. Pendarahan Pervaginam berjumlah lebih dari 500 cc

    2. Uterus dalam keadaan tidak mempunyai tonus atau kontraksi dapat berkontraksi lemah dan hanya

    sebentar.

    3.

    Pada pemeriksaan inspekulo tidak ada robekan placenta lengkap

    4. Lama kelamaan akan timbul gejala pendarahan umum seperti anemia shock.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    4/17

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan penunjang dalam perdarahan post partum menurut Rochmat (2008), adalah :

    a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

    b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih

    (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil : 37%-47%, saat

    hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

    c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

    d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

    e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan

    kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa

    protrombin memanjang pada KID

    f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

    3. DIAGNOSIS BANDING

    Tabel Diagnosis Banding perdarahan postpartum

    Gejala & Tanda yang Selalu Ada Gejala & Tanda yang AdaDiagnosis

    Kemungkinan

    Uterus tidak berkontraksi & lembek

    o Perdarahan segera setelah

    persalinan (HPP primer)

    Syok Atonia uteri

    Perdarahan segera

    o Darah segar yg mengalir segera

    stlh bayi lahir

    o Uterus kontraksi baik

    o Plasenta lengkap

    Pucat

    Lemah

    Menggigil

    Robekan jalan lahir

    Plasenta blm lahir stlh 30 mnt

    o Perdarahan segera

    o Uterus kontraksi baik

    Tali pusat putus akibat

    traksi berlebihan

    Inversio uteri akibat

    tarikan

    Perdarahan lanjutan

    Retensio plasenta

    Plasenta / sebagian selaput (

    mengandung pembuluh darah ) tdk

    lengkap

    o Perdarahan segera

    Uterus berkontraksi

    tetapi tinggi fundus tdk

    berkurang

    Tertinggalnya

    sebagian dr

    plasenta

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    5/17

    Uterus tdk teraba

    o Lumen vagina terisi massa

    o Tampak tali pusat ( jika

    plasenta blm lahir )

    o Perdarahan segera

    o Nyeri sedikit / berat

    Shock neurogenik

    Pucat & limbungInversio uteri

    Sub involsi uterus

    o Nyeri tekan perut bawah

    o perdarahan > 24 jam pasca

    partus

    Anemia

    Demam

    Perdarahan

    terlambat

    Perdarahan segera (perdarahan

    intraabdominal / vaginum )

    o

    Nyeri perut berat

    Shock

    Nyeri tekan perut

    Denyut nadi ibu cepat

    Ruptura uteri

    4. ETIOLOGI

    PENYEBAB PERDARAHAN POST PARTUM

    Penyebab perdarahan postpartum primer menurut Wiknjosastro (2002) dan WHO (2002) yaitu :

    1. Uterus atonik Terjadi karena plasenta atau selaput ketuban tertahan

    2.

    Trauma genital Meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau gangguan,misalnya kelahiran yang 10 menggunakan peralatan termasuk seksio sesaria, episiotomi, pemotongan

    ghisiri.

    3. Inversi uterus (jarang) d) Kelelahan akibat partus lama.

    4. Pimpinan persalinan yang salah dalam kala uri.

    5. Perlekatan plasenta terlalu erat.

    6. Retensio plasenta.

    7. Retensi sisa plasenta.

    8.

    Laserasi jalan lahir atau trauma jalan jahir.

    Penyebab perdarahan postpartum sekunder menurut WHO (2002) antara lain :

    1. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan

    2. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet Dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih,

    rektum.

    3. Terbukanya luka pada uterus Setelah seksio sesaria atau ruptur

    PENYEBAB ATONIA UTERI

    Atonia uteri adalah kegagalan mekanisme akibat gangguan myometrium/uterus tidak berkontraksi

    secara terkoordinasi sehingga ujung pembuluh darah ditempat implantasi plasenta dapat dihentikan

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    6/17

    sehingga perdarahan menjadi tidak terkendali. Beberapa faktor predisposisi yang berhubungan dengan

    resiko perdarahan paska persalinan karena atonia uteri, diantaranya adalah :

    1. Distensi rahim yang berlebihan

    Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:

    - kehamilan ganda

    -

    poli hidramnion

    - makrosomia janin (janin besar)

    Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu

    berkontraksi segera setelah plasenta lahir.

    2. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit

    Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan

    kontraksi segera setelah plasenta lahir.

    3. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)

    Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan

    menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.

    4. Kehamilan dengan mioma uterus

    Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana

    mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.

    5. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)

    Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan

    segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.6. Persalinan lewat waktu

    Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan

    beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

    7. Infeksi intrapartum

    Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus

    sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.

    8. Persalinan yang cepat

    Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengansegera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

    9. Kelainan plasenta

    Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk

    berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

    10. Anastesi atau analgesik yang kuat

    Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih,

    sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan

    magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi

    sebagai sedativa atau penenang.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    7/17

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    8/17

    3. Persalinan cepat (partus presipitatus)

    4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin

    5. Infeksi intrapartum

    6. Multiparitas tinggi

    7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia atau eklampsia.

    8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(35 tahun)

    Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus

    dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari

    uterus.

    7. PATOFISIOLOGI

    Akibat terjadinya kehamilan ganda menyebabkan uterus distensi berlebihan, distensi berlebihan

    tersebut menyebabkan atonia uteri. Pada saat terjadi pelepasan plasenta dapat menyebabkan perdarahan,

    namun mekanisme normalnya perdarahan ini bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat

    myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga

    aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi

    myometrium yang disebabkan atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum.

    8. MANIFESTASI KLINISPerdarahan postpartum

    HPP tidak terjadi mendadak

    - Pendarahan tersebut terjadi terus menerus sebelum pendarahan tersebut dapat teratasi

    - Pendaarahan melebihi 20 % dari seluruh volume darah sehingga timbul gejala pendarahan yang

    jelas

    Perasaan lemah

    Mengantuk / menguap

    Pandangan kabur

    Pada pemeriksaan : Tekanan darah menurun ,nadi meningkat,nafas cepat dan dangkal

    Penderita tampak anemis

    Kesadaran hilang sampai meninggal

    Tanda dan gejala atonia uteri

    1. Perdarahan pervaginam

    Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada

    kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi

    sebagai anti pembeku darah.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    9/17

    2. Konsistensi rahim lunak

    Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan

    penyebab perdarahan yang lainnya

    3. Fundus uteri naik

    4. Terdapat tanda-tanda syok

    a.

    Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

    b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmhg

    c. Pucat

    d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap

    e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih

    f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran

    g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

    9. TATA LAKSANA

    Penanganan Umum Atonia Uteri

    Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam

    keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus

    dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

    NO Langkah penatalaksanaan Alasan

    1 Masase fundus uteri segera setelah lahirnya

    plasenta(maksimal 15 detik)

    Masase merangsang kontraksi uterus. Saat

    dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus

    2 Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban

    dari vaginadan lubang servik

    Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina

    dan saluran serviks akan dapat menghalang

    kontraksi uterus secara baik.

    3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika

    penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi

    menggunakan teknik aseptic

    Kandung kemih yang penuh akan dapat

    menghalangi uterus berkontraksi secara baik.

    4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5

    menit

    Kompresi bimanual internal memberikan tekanan

    langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan

    juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

    5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu

    kompresi bimanual eksternal

    Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual

    eksternal selama penolong melakukan langkah-

    langkah selanjutnya

    6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri

    7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi

    hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg

    Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-

    7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    10/17

    Bimanual Internal

    8 Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18

    dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit

    oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat

    mungkin

    Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV

    secara cepat atau tranfusi darah. RL akan

    membantu memulihkan volume cairan yang hilang

    selama perdarahan.oksitosin IV akan cepat

    merangsang kontraksi uterus.

    9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin

    dan oksitosin atau misopostrol akan membuat

    uterus berkontraksi

    10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2

    menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu

    membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas

    yang mampu melaksanakan bedah dan tranfusi

    darah

    11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan

    melakukan KBI

    Kompresi uterus ini memberikan tekanan langung

    pada pembuluh darah dinding uterus dan

    merangsang uterus berkontraksi

    12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam

    500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam

    sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian

    berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan

    yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengankecepatan sedang dan berikan minum untuk

    rehidrasi

    RL dapat membantu memulihkan volume cairan

    yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat

    merangsang uterus untuk berkontraksi.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    11/17

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    12/17

    Penanganan Khusus Atonia Uteri :

    1. Resusitasi

    Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan

    oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan

    monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk

    persiapan transfusi darah.

    2. Masase dan kompresi bimanual

    Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan

    perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik).

    3. Uterotonika

    Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini

    menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur

    kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

    meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan

    secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter,

    jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian

    oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi

    cairan jarang ditemukan.

    Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani

    uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit

    sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan

    (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan

    hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien

    dengan hipertensi.

    Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat

    diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.

    Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum

    2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 g

    = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    13/17

    prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang

    disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-

    kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal

    temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan

    pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius

    penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan

    kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia

    uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh

    atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan

    masif yang terjadi.

    4. Uterine lavage dan Uterine Packing

    Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri

    mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47C-50C

    langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi

    vagina untuk memberi jalan salin keluar.

    Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah

    hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.

    Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum

    pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam

    penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-

    36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan

    jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi

    5. Operatif

    Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.

    Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas

    segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah

    rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang

    sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk

    ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukanligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium,

    untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah

    diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan

    vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah

    ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen

    bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus

    berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

    Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

    melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter.

    Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    14/17

    bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan

    benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka

    interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah

    ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan.

    Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

    Teknik B-Lynch.Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher

    B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat

    atonia uteri.

    Histerektomi. Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi

    perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per

    10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    15/17

    10. KOMPLIKASI

    Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :

    1. Syok hemorraghic

    Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat

    banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat

    menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan

    menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang

    dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

    2. Anemia

    Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis

    dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak

    ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

    3. Sindrom Sheehan

    Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom

    ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar

    hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

    4. Kematian

    11. PENCEGAHAN

    Antenatal care yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan merupakan hal yangpaling penting. Karena pada persalianan nanti, kehilangan darah dalam jumlah normal dapat membahayakan

    ibu yang menderita anemi.

    Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari

    40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat

    mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

    Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak

    menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling

    bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin

    setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip

    100-150 cc/jam.

    Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk

    mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset

    kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada

    membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan

    operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    16/17

    12. PROGNOSIS

    Perdarahan pascapersalinan masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan

    pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan pascapersalinan masih merupakan salah satu sebab

    kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: Perdarahan

    pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila

    kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta

    fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan

    hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan

    keluarganya sendiri.

    Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan

    Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar

    dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak

    menolong.

    Progonis baik jika ditangani dengan betul dan pada masa yang tepat. Kasus inimerupakan kasus

    darurat dan perlu penanganan segera. Atonia uteri menyumbang 63 %dari total kematian karena

    perdarahan post partum.

    13. SKDI

    Perdarahan post partum : 3B

    3B. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray.

    Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis

    yang relevan (kasus gawat darurat)

  • 8/10/2019 Laporan Sella Skenario g Blok 23

    17/17

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul BS, Gulardi HW, Biran A, Djoko W, editor. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal

    dan neonatal. Ed. 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2002.

    Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sriwijaya. 2007.

    James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta:

    Widya Medika, 2002.