Laporan Praktikum Farmakologi
-
Upload
dilla-novita -
Category
Documents
-
view
136 -
download
11
description
Transcript of Laporan Praktikum Farmakologi
PRAKTIKUM IV
MENENTUKAN LD 50 (LETHAL DOSE)
SUPERMETRIN (SUTRIN 100ec) PADA TIKUS
A. TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
1. Mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian supermetrin secara per
sonde.
2. Menentukan LD 50 supermetrin pada tikus.
B. PENDAHULUAN
Pestisida merupakan suatu zatatau campuran zat yang khusus digunakan untuk
engendalikan, mencegah, dan menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, jasad
renik yang di anggap hama serta semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mengatur pertumbuhan tanaman dan pengering tanaman.
Peptisida bersifat toksik. Pada mamalia efek utama yang ditimbulkan adalah
menghambat asetilkolin esterase yang menyebabkan aktivitas kolinergik yang berlebihan
perangsangan reseptor kolinergik secara terus menerus akibat penumpukan asetilkolin
yang tidak dihidrolisis. Penghambatan asetilkolinesterase juga menimbulkan
polineuropati (neurotoksisitas) mulai terbakar sampai kesemutan terutama di kaki akibat
kesukaran sensorik dan motorik dapat meluas ke tungkai dan kaki (terjadi ataksia).
Penilaian keamanan obat/zat kimia perlu dilakukan untuk menentukan seberapa
toksik zat tersebut ke manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tahapan berikut :
1. Menentukan LD 50
2. Melakukan percobaan toksisitas sub akut dan kronis untuk menentukan no effect
level
3. Melakukan percobaan karsinogenitas, teratogenitas, dan mutagenesis yang
merupakan bagian penyaringan rutin keamanan.
Salah satu tujuan melakukan uji toksisitas akut adalah untuk menentukan LD 50.
LD 50 (Lethal Dose 50) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu.
Perhitugan LD 50 didasarkan atas perhitungan statistic. Nilai LD 50 dapat berbeda 0,002
sampai 16 kali bila dilakukan berbagai macam laboratorium. Karena itu harus dijelaskan
lebih lanjut tentang prosedur yang dipakai, misal berat badan dan umur tikus, zat pelarut,
jantan atau betina, lingkungan, dan sebagainya.
Uji toksisitas akut tidak hanya bertujuan untuk menentukan nilai LD 50, tetapi
juga untuk melihat berbagai perubahan tingkah laku, adakah stimulasi atau depresi SSP,
perubahan aktivitas motorik dan pernafasan tikus, serta untuk mendapat gambaran
tentang sebab kematian. Oleh sebab itu uji toksisitas ini harus dilengkapi dengan
pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan sediaan histologik dari organ yang
dianggap dapat memperlihatkan kelainan. Kematian yang timbul oleh kerusakan pada
hati, ginjal, atau system hematopoisis tidak akan terjadi pada hari pertama tapi timbul
palng cepat hari ketiga.
Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik/racun yang
terdapat pada bahan sebagai sediaan single dose atau campuran. Toksisitas akut ini
diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi keamanan dari kandungan
kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan tambahan makanan, kosmetik,
obat-obatan, dan sediaan biologi. Uji toksisitas dilakukan untuk mendapatkan informasi
atau data tentang toksisitas suatu bahan (kimia) pada hewan uji. Secara umum uji
toksisitas dapat dikelompokkan menjadi uji toksisitas jangka pendek/akut, dan uji
toksisitas jangka panjang. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian dan rentang dosis
yang mematikan hewan uji (Lethal dose atau disingkat LD50) suatu bahan.
Uji toksisitas akut merupakan efek yang merugikan yang timbul segera sesuda
pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal, atau berulang yang diberikan dalam 24
jam. Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan atau menunjukkan secara kasar
median lethal dose (LD50) dari toksikan. LD50 ditetapkan sebagai tanda statistik pada
pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50%
hewan uji (Frank,1996). Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek
toksik suatu bahan (kimia) pada seke lompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji
dipandang sebagai subjek, respon berupa kematian tersebut merupakan suatu respon
diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon yaitu ada atau tidak ada kematian.
Quantal respon , yaitu jumlah respon pada sekelompok hewan uji terhadapdosis tertentu
suatu obat atau bahan.
Pengamatan terhadap efek ini dilakukan untuk menentukan jumlah respon dari
suatu respon diskretik (all or none response) pada suatu kelompok hewan uji. Jumlah
respon tersebut dapat 100%, 99%, 50%, 20%, 10%, atau 1%. Respon yang bersifat
diskret itu dapatberupa kematian, aksi potensial, dan sebagainya, Dosis dibuat sebagai
suatu peringkat dengan kelipatan logaritmik yang tetap. Dosis terendah merupakan dosis
yang tidak menyebabkan timbulnya efek atau gejala keracunan, dan dosis tertinggi
merupakan dosis yang menyebabkan kematian semua (100%) hewan uji. Cara pemberian
obat atau bahan yang diteliti harus disesuaikan pada pemberiannya pada manusia,
sehingga dapat mempermudah dalam melakukan ekstrapolasi dari hewan ke manusia.
Dalam uji toksisitas akut, penentuan LD50 dilakukan dengan cara menghitung
jumlah kematian hewan uji yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah pemberian dosis
tunggal bahan yang diteliti menurut cara yang ditunjukkan oleh para ahli. Namun
demikian, kematian dapat terjadi sesudah 24 jam pertama karena proses keracunan dapat
berjalan lambat. Gejala keracunan yang muncul sesudah 24 jam menunjukkan bahwa
bahan obat atau bahan itu mempunyai titik tangkap kerja pada tingkat yang lebih bawah
sehingga gejala keracunan dan kematian seolah-olah tertunda (delayed toxicity). Oleh
karena itu banyak ahli berpendapat bahwa gejala keracunan perlu diamati sampai 7 hari
bahkan juga sampai 2 minggu. Sediaan yang akan diuji dipersiapkan menurut cara yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia tersebut, dan tidak diperbolehkan adanya
perubahan selama waktu pemberian. Untuk pemberian per oral ditentukan standar
volume yang sesuai dengan hewan uji.
Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan
dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini
ditujukan untuk mengungkapkan spectrum efek toksik senyawa uji serta untuk
memperlihatkan apakah spectrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis. Uji
Toksisitas Sub-kronik (Jangka Pendek) Uji ini dimaksudkan untuk mengungkapkan
berbagai efek berbahaya yang dapat terjadi jika suatu senyawa digunakan selama waktu
tertentu, selama waktu tertentu, serta untuk menunjukkan apakah berbagai efek tersebut
berkaitan dengan dosis. Kegunaan uji toksisitas sub-kronik adalah untuk mengetahui efek
samping dan kontraindikasi obat yang diuji. Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan
tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka
waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan; yaitu 3 bulan untuk tikus, dan 1 atau 2
tahun untuk anjing. Tetapi beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih
pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.
Uji Toksisitas Kronik (Jangka Panjang) Pada dasarnya uji toksisitas kronik sama dengan
toksisitas sub-akut. Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa
pengamatannya. Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3–
6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan
7–10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari
6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Umumnya satu
atau lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali tidak ditunjukkan, tikuslah yang
digunakan, anjing dan primata merupakan pilihan berikutnya. Karena ukurannya yang
kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam studi toksisitas jangka panjang, meskipun
mereka sering digunakan dalam studi karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah
yang sama digunakan. Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam kelompok masing-
masing dosis dan juga dalam kelompok kontrol. Penggunaan anjing dan primata non
manusia jauh lebih sedikit.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Kapas, kain, spuit, kasa, klem
2. Kandang, tikus 3 ekor
3. Alkohol
4. Sutrin 100ec (dosis 25 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 400 mg/kgBB)
D. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan sondeyang berisi sutrin 100ec untuk masing-masing tikus dengan dosis 25
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 400 mg/kgBB.
2. Pegang tikus dalam posisi terlentang secara gentle.
3. Berikan sutrin 100ec per sonde pada masing-masing tikus
4. Amati perubahan prilaku masing-masing tikus (seperti yang tertera pada lembar
pengamatan) dengan seksama.
E. HASIL PENGAMATAN
LD 50, DATA KELAS
Dosis Respon Tidur (+/-) Pada Tikus % Indikasi Yang
Berespon1 2 3 4 5 6
25 mg - - - - - - 0 %
100 mg + + + + - + 83,3 %
200 mg + + + + + + 100 %
Perhitungan :
y = bx + a dari data tabel, didapat A= 1,5635
B = 0,5495
R = 0,9007
Maka ; y = 1,5635 + 0,5495 X
Jika diminta y = 50, maka 50 = 1,5635 + 0,5495 X
0,5495 X = 48,4365
% R
espo
n
x = 88,15 mg
Jadi ,LD 50 sebesar 88,15 mg
F. LEMBAR PENGAMATAN
LD50 Data Kelompok (Perubahan Prilaku Masing-Masing Tikus)
Menit No.
Eksperimen
Postur
Tubuh
Aktivitas
Motor
Ataxia Righting
Reflex
Test
Kasa
Analgesia Ptosis Mati
5 1
2
3
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
-
-
+++
10 1
2
3
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
-
-
+++
15 1
2
3
+
+
-
+
+
-
+
++
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
-
-
+++
30 1
2
3
+
++
-
+
+++
-
+
++
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
-
-
-
+++
60 1
2
3
+
+++
-
+
++++
-
++
+++
-
+
++
-
+
++++
-
+
++
-
+
+
-
-
-
+++
G. KETERANGAN
1. Postur Tubuh
+ = jaga = kepala dan punggung tegak
++ = ngantuk = kepala tegak, punggung mulai datar
+++ = tidur = kepala dan punggung datar
2. Aktivitas Motor
+ = gerak spontan
++ = gerak spontan bila dipegang
+++ = gerak menurun saat dipegang
++++ = tidak ada gerak spontan pada saat dipegang
3. Ataksia = gerakan berjalan inkoordinasi
+ = inkoordinasi terlihat kadang-kadang
++ = inkoordnasi jelas terlihat
+++ = tidak dapat berjalan lurus
4. Righting Reflex
+ = diam pada satu posisi miring
++ = diam pada dua posisi miring
+++ = diam pada waktu terlentang
5. Test Kasa
+ = tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
++ = jatuh apabila kasa dibalik
+++ = jatuh apabila posisi kasa 90 derajat
++++ = jatuh apabila posisi kasa 45
6. Analgesia
+ = respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
++ = tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit
7. Ptosis
+ = ptosis kurang dari 1/2
++ =1/2
+++ = seluruh palpebra tertutup
H. PEMBAHASAN
LD 50 (Lethal Dose 50) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50%
individu. Nilai dapat berbeda 0,002 sampai 16 kali bila dilakukan berbagai macam
laboratorium. Jadi harus dijelaskan lebih lanjut tentang prosedur yang dipakai, misal
berat badan, umur tikus, zat pelarut, jenis kelamin, lingkungan dan sebagainya.
Pada peraktikum kami prosedur yang digunakan adalah berat badan dengan rincian
sebagai berikut :
Tikus Berat Badan Dosis Dosis Yang
Diberikan
Sediaan 20,04
mg/ml
1 187 g 25 mg/Kg BB 4,675 mg 0,23 ml
2 196 g 100 mg/Kg BB 19,6 mg 0,98 ml
3 248 g 200 mg/Kg BB 49,6 mg 2,48 ml
Ket :Hasil, tikus dosis 2 dan 3 mati.
Analisa dari data kelas pada tabel di atas, didapatkan hasil bahwa LD 50 terjadi
pada tikus dosis II dan III yaiti 100 mg dan 200 mg. Pada dosis III (200 mg) langsung
dapat teramati selang beberapa detik setelah pemberian pestisida tikus langsung mati.
Berbeda dengan tikus dosis II (100 mg) baru bisa teramati setelah 24 jam.
Uji toksisitas akut tidak hanya bertujuan untuk menentukan LD 50, tetapi juga
untuk melihat berbagai perubahan tingkah laku, adakah stimulasi atau depresi sistem
saraf pusat, perubahan aktivitas motorik & pernapasan tikus serta untuk mendapat
gambaran tentang sebab kematian.
Dari data perubahan tingkah laku di atas dapat kita analisa, bahwa tikus dosis II
(100 mg) menunjukkan perubahan tingkah laku yang lebih tajam dari tikus dosis I (25
mg), dan akhirnya pada 24 jam berikutnya tikus dosis II pun mati. Ini dikarenakan dosis
yang diberikan melebihi LD 50. Karena dari data regresi yang telah dibahas sebelumnya,
kita tahu LD 50 pada 88,15 mg. Jadi wajar jika pada dosis 100 mg tikus mati setelah 24
jam, sedangkan pada tikus dosis I (25 mg), ia bru bisa diamati setelh 3 hari (mati/tidak).
Jika ia mati, berati telah terjadi kerusakan pada organ antara lain pada hati, ginjal, atau
sistem hematopoisis.
I. KESIMPULAN
LD 50 adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50 % individu.
LD 50 pada percobaan terjadi pad dosis 88,15 mg
Setelah pemberian sutrin terjadi perubahan tingkah laku pada hewan coba.
Daftar pustaka
Neal, Michael J.(2006). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Hal. 8
Katzung, BG. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6. EGC: Jakarta, Hal. 354-356
Snaryo. 2004. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
http://www.wartamedika.com/2008/02/obat-supermetrin-valium.html