Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
Transcript of Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
1/15
LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS MORSUM
(SNAKE BITE)
1. PENGERTIANBisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer
dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010.
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa,
Bisa ular dapat mengakibatkan orang meninggal oleh karena bias ular
yang bersifat hematotoksik, neurotoksik atau histaminic (Agus, dkk. 2000)
Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa
memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)
2. ETIOLOGITerdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,
dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti
edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal,
tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8
jam
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
2/15
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga
sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan
dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
3/15
3. KLASIFIKASI
Famili Lokasi Bisa
Elapidae seluruh dunia kecuali
eropa
neorotoksik dan
nekrosis( ular cobra)
Hiydrophidae pantai perairan asia
fasifik
Myotoksik
Viperadae
viperonae
crotalidae
seluruh dunia kecuali
amerika dan asia
fasifik
asia dan amerika
Vaskulotoksik
4. MANIFESTASI KLINISSecara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis
(kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa),
paralysis(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular
cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
4/15
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,
kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan
kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting
untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,
nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen
crotalidae antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ularkobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
5/15
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia
dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-
organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah
spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol
dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah
visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russells viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan
sementara pada mata.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
6/15
5. PATOFISIOLOGIBisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat
mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai
saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat
mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi
koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
6. WOC TERLAMPIR
7. KOMPLIKASI1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
8. PEMERIKSAAN PENUNJNAG1. Studi Laboratorium :
a. Penghitungan jumlah sel-sel darah
b. Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.
c. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
d. Tipe dan jenis golongan darah
e. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
f. Urinalisis untuk myoglobinuria
g. Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
7/15
2. Studi Imaging :
a. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner
b. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
c. Tes lain : Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia
alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya
(seperti Stryker pressure monitor). Pengukuran tekanan kompartemen
diindikasikan jika terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat
hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas
yang tergigit.
9. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera
cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip
RIGT,
yaitu:
a. R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkankorban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun
akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
b. Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuktidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis
tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)
c. G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.d. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul
ada korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
8/15
A. Balut tekan pada kaki:
a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b) Keringkan sekitar luka gigitan.
c) Gunakan pembalut elastis.
d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik
ke atas.
f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g) Jangan melepas celana atau baju korban.
h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
B. Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 3040 menit.
f) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2
flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
9/15
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b) Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c) Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.
d) Eliminasi
Gejala: Diare.
e) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot
(malnutrisi).
f) Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h) Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin
normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yangsulit/lama sembuh.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
10/15
i) Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j) Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
k) Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit
jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan sepsis.
Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
b) Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster,
rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-
hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan
tanda vital.c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan
infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E.
Doenges (2000).
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
1. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
11/15
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal,
bebas dispnea/sianosis.
2. Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius
merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk
mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
b) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi
wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan
tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
12/15
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk
membantu penyembuhan luka.
c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari
kedinginan.
Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan
suhu tubuh.3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan
suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat
membuat kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
13/15
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang
sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat
ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan
penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur
perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan
ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila
prosedur bebas dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa
dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang
tersebut tidak hanya merawat luka.
3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi
untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien
menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi
kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.
4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk
membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat
membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima
apa yang terjadi.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
14/15
e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak
demam.
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada
organisme infeksius.
3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau
luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan
memberikan deteksi dini infeksi luka.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
-
7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi
15/15
DAFTAR PUSTAKA
Agus P, dkk 2000 : Kedaruratan Medik : Edisi Revisi, Binarupa Aksara,
Jakarta : Binarupa Akasara
Daley eMedicineSnakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS,
2006 available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient
Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 :
Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC
: Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100. 2.