Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

download Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

of 15

Transcript of Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    1/15

    LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS MORSUM

    (SNAKE BITE)

    1. PENGERTIANBisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek

    fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,

    terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer

    dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)

    Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan

    mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut

    merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.

    Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah

    parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa

    ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran

    kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010.

    Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa,

    Bisa ular dapat mengakibatkan orang meninggal oleh karena bias ular

    yang bersifat hematotoksik, neurotoksik atau histaminic (Agus, dkk. 2000)

    Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa

    memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)

    2. ETIOLOGITerdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,

    dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti

    edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal,

    tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan

    beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8

    jam

    Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

    a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    2/15

    Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang

    menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan

    jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga

    sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus

    pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada

    selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

    b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

    Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf

    sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut

    mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan

    dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya

    mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan

    saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular

    keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.

    c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin

    Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan

    maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan

    hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

    d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin

    Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot

    jantung.

    e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin

    Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat

    terganggunya kardiovaskuler.

    f. Bisa ular yang bersifat cytolitik

    Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada

    tempat gigitan.

    g. Enzim-enzim

    Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    3/15

    3. KLASIFIKASI

    Famili Lokasi Bisa

    Elapidae seluruh dunia kecuali

    eropa

    neorotoksik dan

    nekrosis( ular cobra)

    Hiydrophidae pantai perairan asia

    fasifik

    Myotoksik

    Viperadae

    viperonae

    crotalidae

    seluruh dunia kecuali

    amerika dan asia

    fasifik

    asia dan amerika

    Vaskulotoksik

    4. MANIFESTASI KLINISSecara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua

    gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis

    (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

    Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular

    berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan

    5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa),

    paralysis(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).

    Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

    a. Gigitan Elapidae

    Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular

    cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:

    1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang

    berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    4/15

    2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

    3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul

    paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar

    bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,

    kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan

    kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

    b. Gigitan Viperidae/Crotalidae

    Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

    1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa

    bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.

    2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.

    3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut

    dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

    c. Gigitan Hydropiidae

    Misalnya, ular laut, cirinya:

    1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.

    2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri

    menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,

    mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting

    untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

    d. Gigitan Crotalidae

    Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

    1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,

    nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen

    crotalidae antivenin.

    2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.

    Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa

    kategori:

    a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra

    menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat

    membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ularkobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    5/15

    b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia

    dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-

    organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah

    spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol

    dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.

    c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung

    pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama

    secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian

    sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah

    visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.

    d. Kematian otot, bisa dari russells viper (Daboia russelli), ular laut, dan

    beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian

    otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat

    menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat

    menyebabkan gagal ginjal.

    e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai

    mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan

    sementara pada mata.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    6/15

    5. PATOFISIOLOGIBisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.

    Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat

    mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem

    kardiovaskuler, sistem pernapasan.

    Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai

    saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat

    mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan

    kesulitan untuk bernapas.

    Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh

    darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem

    pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi

    koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

    6. WOC TERLAMPIR

    7. KOMPLIKASI1. Syok hipovolemik

    2. Edema paru

    3. Kematian

    4. Gagal napas

    8. PEMERIKSAAN PENUNJNAG1. Studi Laboratorium :

    a. Penghitungan jumlah sel-sel darah

    b. Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.

    c. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah

    d. Tipe dan jenis golongan darah

    e. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin

    f. Urinalisis untuk myoglobinuria

    g. Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    7/15

    2. Studi Imaging :

    a. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner

    b. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

    c. Tes lain : Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia

    alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya

    (seperti Stryker pressure monitor). Pengukuran tekanan kompartemen

    diindikasikan jika terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat

    hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas

    yang tergigit.

    9. PENATALAKSANAAN

    1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:

    a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.

    b. Menetralkan bisa.

    c. Mengobati komplikasi.

    2. Pertolongan pertama :

    Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera

    cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip

    RIGT,

    yaitu:

    a. R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkankorban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun

    akan lebih cepat

    menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

    b. Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuktidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis

    tidak datang,

    lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar

    gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)

    c. G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.d. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul

    ada korban.

    3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    8/15

    A. Balut tekan pada kaki:

    a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.

    b) Keringkan sekitar luka gigitan.

    c) Gunakan pembalut elastis.

    d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.

    e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik

    ke atas.

    f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.

    g) Jangan melepas celana atau baju korban.

    h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai

    menghambat

    aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).

    i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.

    B. Balut tekan pada tangan:

    a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).

    b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.

    c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.

    d) Pasang papan sebagai fiksasi.

    e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

    4. Penatalaksanaan selanjutnya:

    a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.

    b) IVFD RL 16-20 tpm.

    c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.

    d) ATS profilaksis 1500 iu.

    e) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 3040 menit.

    f) Heparin 20.000 unit per 24 jam.

    g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2

    flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).

    h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau

    hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.

    i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.

    j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.

    k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    9/15

    ASUHAN KEPERAWATAN

    1. Pengkajian

    Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data

    pengkajian pasien, yaitu:

    a) Aktivitas dan Istirahat

    Gejala: Malaise.

    b) Sirkulasi

    Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama

    hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer

    hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

    c) Integritas Ego

    Gejala: Perubahan status kesehatan.

    Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,

    menyangkal, menarik diri.

    d) Eliminasi

    Gejala: Diare.

    e) Makanan/cairan

    Gejala: Anoreksia, mual/muntah.

    Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot

    (malnutrisi).

    f) Neorosensori

    Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

    Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

    g) Nyeri/Kenyamanan

    Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.

    h) Pernapasan

    Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

    Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin

    normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yangsulit/lama sembuh.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    10/15

    i) Seksualitas

    Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

    j) Integumen

    Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.

    k) Penyuluhan

    Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit

    jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.

    2. Diagnosa Keperawatan

    Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien

    dengan sepsis.

    Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:

    a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

    endotoksin.

    b) Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster,

    rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-

    hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan

    tanda vital.c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,

    penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada

    hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.

    d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di

    rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman

    kematian atau kecacatan.

    e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan

    untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

    3. Perencanaan

    Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan

    infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E.

    Doenges (2000).

    a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

    endotoksin.

    1. Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    11/15

    Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang

    normal,

    bebas dispnea/sianosis.

    2. Intervensi:

    1) Pertahankan jalan napas klien.

    Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.

    2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.

    Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan

    sirkulasi endotoksin.

    3) Auskultasi bunyi napas.

    Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius

    merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.

    4) Sering ubah posisi.

    Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk

    mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.

    5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

    Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan

    pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

    b) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

    Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi

    wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan

    tidur/istirahat dengan tepat.

    Intervensi:

    1) Kaji tanda-tanda vital.

    Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi

    selanjutnya.

    2) Kaji karakteristik nyeri.

    Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui

    penyebab nyeri.

    3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

    Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.

    4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    12/15

    Rasional: Menurunkan spasme otot.

    5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

    Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk

    membantu penyembuhan luka.

    c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,

    penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada

    hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.

    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

    Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari

    kedinginan.

    Intervensi:

    1) Pantau suhu klien.

    Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.

    2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk

    mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.

    Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan

    suhu tubuh.3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai

    indikasi.

    Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk

    mempertahankan

    suhu mendekati normal.

    4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.

    Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat

    membuat kulit kering.

    5) Berikan selimut pendingin.

    Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

    6) Berikan Antiperitik sesuai program.

    Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya

    pada hipotalamus.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    13/15

    d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di

    rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman

    kematian atau kecacatan.

    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

    Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang

    sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat

    ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan

    penggunaan sumber yang efektif.

    Intervensi:

    1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur

    perawatan.

    Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan

    ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.

    2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila

    prosedur bebas dari nyeri.

    Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa

    dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang

    tersebut tidak hanya merawat luka.

    3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

    Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi

    untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien

    menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi

    kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.

    4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.

    Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk

    membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

    5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk

    bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.

    Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat

    membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima

    apa yang terjadi.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    14/15

    e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan

    untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

    Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak

    demam.

    1) Kaji tanda-tanda infeksi.

    Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.

    2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.

    Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada

    organisme infeksius.

    3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.

    Rasional: Mencegah kontaminasi luka.

    4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

    Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

    5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau

    luka.

    Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan

    memberikan deteksi dini infeksi luka.

    6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

    Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

  • 7/28/2019 Laporan Pendahuluan Vulnus Morsum Evi

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus P, dkk 2000 : Kedaruratan Medik : Edisi Revisi, Binarupa Aksara,

    Jakarta : Binarupa Akasara

    Daley eMedicineSnakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS,

    2006 available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

    Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient

    Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

    Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 :

    Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC

    : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100. 2.