LAPORAN PENDAHULUAN HALUsINASI
Click here to load reader
description
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN HALUsINASI
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN BINALITA SUDAMA MEDAN
Nama Mahasiswa : Junita TampubolonTempat Praktek : Rumah Sakit Jiwa Prof.dr. M. IldremHari/Tanggal : Senin / 11 MEI s/d 16 MEI 2015Ruangan : Dolok MartimbangJudul Kasus : Askep pada Pasien Tn. D dengan Halusinasi
Pendengaran
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP DASAR
A. Defenisi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara,
bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu
(Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan
kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang
hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 1
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya
rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba
dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada
kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan
yang nyata.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya
halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
yang berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 2
korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 3
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
C. Manifestasi Klinis
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada
hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan
stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu
mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan
suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara
dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien
takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 4
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk
dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 5
yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a) Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b) Menggerakkan bibir tanpa bicara
c) Gerakan mata cepat
d) Bicara lambat
e) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a) Cemas
b) Konsentrasi menurun
c) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a) Cenderung mengikuti halusinasi
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a) Pasien mengikuti halusinasi
b) Tidak mampu mengendalikan diri
c) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 6
D. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori
( Halusinasi )
Isolasi sosial : Menarik Diri
Gangguan konsep diri, Harga diri rendah
E. Pemeriksaan Diagnostik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien. Serta pemerikasaan laboratorium berupa cek darah dan
urine, dan juga pemeriksaan narkoba bila diperlukan.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna
ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien
diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 7
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang
diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat
dapat menggali masalah klien yang merupakan penyebab
timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien
atau orang lain yang dekat dengan klien.
d. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses
perawatan keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan
dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien
diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 8
petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
Farmako:
a. Anti psikotik:
Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
Stelazine
Clozapine (Clozaril)
Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
Trihexyphenidile
Arthan
II. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Pasien Halusinasi
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medik
b. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi
factor biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetik
c. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa
gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif,
kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala
stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan
social dan spiritual
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 9
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif
maupun maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui
adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi
halusinasi pasien.
Jenis Halusinasi
Data objektif Data subjektif
Halusinasi dengar
Bicara atau tertawa sendiriMarah-marah tanpa sebabMenyedengkan telinga kearah tertentuMenutup telinga
Mendengar suara atau kegaduhanMendengar suara yang bercakap-cakapMendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan
Menunjuk-nunjuk kearah tertentuKetakutan pada sesuatuYang tidak jelas
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau monster
Halusinasi penghidu
Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentuMenutup hidung
Membaui bau-bauan sperti bau darah, urin, feces, kadang-kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi pengecapan
Sering meludahMuntah
Merasakan rasa seprti darah, urin atau feces
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 10
HalusinasiPerabaan
Menggaruk-garuk permukaan kulit
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit Merasa seperti tersengat listrik
b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau
hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu.
Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi khusus pada
waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal
yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat
dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 11
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
b. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dpat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
c. Tindakan keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara
dapat melakukannya dengan cara berdiskusikan dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusiansi muncul dan respon pasien saat
muncul.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara
tersebut meliputi :
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 12
tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi :
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara ini, menguatkan
perilaku pasien.
Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan halusinasi orang lain. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari
halusiansi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi
adalah dengan menyibukkan diri dengan aktifitas yang
teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien
mengalami halusinasi biasa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktifitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut :
Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 13
Melatih pasien melakukan aktiftas
Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan
aktifitas yang telah dilatih. Upayakan pasien
mempunyai aktifitas dari bangun pagi sampai tidur
malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga
harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur
sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila
terjadi kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti
semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar
waktu, benar dosis)
4. Implementasi
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan
keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di
rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan keperawatan
yang masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini.
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 14
5. Strategi Pelaksanaan
Halusinasi PasienSp1 Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien Mengidentifikasi isi halusinasi
pasien Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP II Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien Melaih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
SP III Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien)
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiata
KeluargaSP 1 Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam rawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
Mejelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP II Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
Melatih keluaraga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III Membantu keluarga membuat
jadwal kegiatan aktifitas di rumah termasuk minum obat
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 15
harianSP IV Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian
1. Evaluasi
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan
apakah masalah masih ada, munculnya masalah baru, atau ada
data yang berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien
DAFTAR PUSTAKA
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 16
Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Keliat Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Stuart, G.W (2007). Principles and Practise of Psychiatric Nursing. Fifth edition.
St. Louis: Mosby Year Book
Yosep Iyus (2009). Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Bandung: PT Refika Aditama
PROGRAM PROFESI NERS PEMINATAN KEPERAWATAN JIWASTIKES BINALITA SUDAMA MEDAN Page 17