Laporan Pendahuluan Demam Typoid
-
Upload
syofwatun-ngulya -
Category
Documents
-
view
434 -
download
34
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Demam Typoid
Laporan Pendahuluan
Demam Thypoid
A. Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk., 2005, hal
152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514).
B. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
C. Manifestasi klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
D. Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah
lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama
timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi
nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
E. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
G. Terapi dan pengobatan
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin
sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat
antibiotik adalah
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
f. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak
terawat. Vaksin untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang
melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis
awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit
perforasi usus.
H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit
dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C, muka
kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake
cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan
imobilisasi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
i. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
j. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang
kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan
turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara
dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh
8) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang
c. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
2) Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
3) Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
4) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan
fekalit
5) Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
6) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
7) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
8) Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
d. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam
keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
e. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan tidak lemah
2) Tampak rileks
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil :
1) Tidak ada keluhan nyeri
2) Wajah tampak tampak rileks
3) Ttv dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
3) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
1) Melaporkan tidur nyenyak
2) Klien tidur 8-10 jam semalam
3) Klien tampak segar
Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung
sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
h. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil :
1) Pola napas efektif
2) Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
3) Tidak ada keluhan sesak
4) Frekuensi pernapasan dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan
oksigen
2) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
4) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
5) Kolaborasi berikan tambahan okseigen sesuai indikasi
R/ : Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.
i. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi gangguan kesadaran
Intervensi:
1) Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
2) Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
3) Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko
cedera
4) Kolaborasi kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan
sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
j. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan : Tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil :
1) Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
Intervensi:
1) Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
3) Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
4) Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
1) ekspresi tenang
2) orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
3) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan
sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
5) Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang
lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
Daftar Pustaka
Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit media aesculapius.
Jakarta : fkui
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
Http://julismuharram.blogspot.com/
Http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
demam.html
http://fahrinnizami.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan.html
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPPOID DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPPOID
DI RUMAH SAKIT SYEKH YUSUF GOWA
OLEHISMI
14220100220 CI LAHAN CI INSTITUSI
(……………………………..) (………………………….....)
PRAKTIK KLINIK PROGRAM AKADEMIKPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR2013
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMEM THYPOID
A. DEFENISI
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih desertai gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
(Rampengan, 2007).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh infeksi salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi, dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel.d. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 7000C dan antiseptik.. sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002)
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak
biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari,
yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis
yang biasanya ditemukan, yaitu:
Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur
turun dan normal kembali.
Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat
ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang
ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
trakikardi dan epistaksis.
Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman kemakanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonellathypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencucitangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orangyang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat
termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwaendotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu prosesinflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi danendotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
E. PENYIMPANGAN KDM
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
A. TERAPI DAN PENGOBATAN
a. Perawatan.
- Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.- Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.b. Diet.- Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.c. Obat-obatan.- KlorampenikolKeuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah,masa toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih cepat hilang, menurunkankomplikasi.Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah :a. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier b. T i d a k a d a p e n s i t o p e n ic. L e k o s i t > 3 0 0 0 / m m 4.Wan i ta t idak hami l ( ka rena dapa t sebabkan Gray Baby Sindrom)Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis.Jika tidak bisa peroral maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonates- TiampenikolMempunya i e fek yang sama dengan k lo ramfen iko l , meng inga t susunan kimianya hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan.Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Indikasi untuk
pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikan lewat empedu dalam bentuk aktif)- KotrimoxazolEfektifitasnya terhadap demam tyiphoid masih banyak yang controversial. kelebihan kotrimoxaol antara lain dapat digunakan dapa t d igunakan un tuk kasus yang resisten terhadap kloramfenikol.Penyerapan di usus cukup baik, kemungkinantimbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Ke lemahan oba t in i ada lah te r jad inya sk in rash (1 -5%) ,S teven t Jhonson Sindrom, Agranulositosis, Trombositopeni, Megaloblastik anemia. Hemolisiseritrosit terutama pada penderita defesiensi G6PD. Dos is o ra l oba t in i ada lah 30-40 mg/Kg/KgBB/har i un tuk t r imet ropr im, diberikan dalam 2 kali pemberiaan- Amoxilin dan ampicillinAmpis i l i n u tamanya leb ih lambat menurunkan demam b i la d iband ingkandengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurngt o k s i k . K e l e m a h a n n y a d a p a t t e r j a d i s k i n r a s h ( 3 - 1 8 % ) , d i a r e ( 1 1 % ) . Amoksisilin mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan per o ra l l eb ih ba ik , seh ingga kadar oba t yang mencapa i 2 ka l i lebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%).Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah :a) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari
b) Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.b. Keluhan utamaKeluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.c. Riwayat penyakit sekarangPeningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.d. Riwayat penyakit dahul Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.e. Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.f. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolismeKlien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali. Pola eliminasiEliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu. Pola tidur dan istirahatPola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh. Pola persepsi dan konsep diriBiasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya. Pola sensori dan kognitifPada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien. Pola hubungan dan peranHubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. Pola penanggulangan stressBiasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik Keadaan umumDidapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410
C, muka kemerahan. Tingkat kesadaranDapat terjadi penurunan kesadaran (apatis). Sistem respirasiPernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis. Sistem kardiovaskulerTerjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah. Sistem integumenKulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat. Sistem muskuloskeletalKlien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan. Sistem abdomenSaat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan kondisi anaknya.
3. Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal Criteria hasil ;
- tidak demam- tanda-tanda vital dalam batas normala. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam. R/ : Mengetahui keadaan umum pasien
b. Berikan kompres dingin. R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuhc. Atur suhu ruangan yang nyaman. R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.d. Anjurkan untuk banyak minum air putihR/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
e. Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotikR/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi Criteria hasil :
- tidak mual- tidak demam- muntah- suhu tubuh dalam batas normala. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi kebutuhan cairan.b. Monitor dan catat intake dan output cairan R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairanc. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepatd. Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulitR/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairane. Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemahR/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syokf. Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhanR/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairang. Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuatR/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuhh. Kolaborasi pemberian cairan intravenaR/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Criteria hasil : konsistensi normal
a. Kaji pola eliminasi pasien
R/ : Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b. Berikan minuman oralit
R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit
c. Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d. Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,
penumpukan fekalit
e. Selidiki keluhan nyeri abdomenR/: Berhubungan dengan distensi gasf. Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah fesesR/: Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensig. Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang BABR/: Mengatasi konstipasi yang terjadih. Kolaborasi Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasiR/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil : - tidak demam- mual berkurang- tidak ada muntah- porsi makan tidak dihabiskana. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisib. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukanc. Kaji kemampuan makan klienR/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnyad. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi seringR/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntahe. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuatf. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukaig. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klienh. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedaR/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisii. Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasiR/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan
imobilisasi
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :- pasien mengatakan tidak lemah- tampak rileks
a. Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses
peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil :
- Tidak ada keluhan nyeri
- Wajah tampak tampak rileks
- TTV dalam batas normal
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.b. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien. R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
c. Ajarkan tehnik nafas dalam R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyerid. Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatiane. Kolaborasi obat-obatan analgetik R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
- Melaporkan tidur nyenyak
- Klien tidur 8-10 jam semalam
- Klien tampak segar
a. Kaji pola tidur klienR/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnyab. Berikan bantal yang nyamanR/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidurc. Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjungR/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidurd. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung sebelum tidurR/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan, dispnea.Tujuan : jam pola napas efektifKriteria hasil : - Pola napas efektif- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung- Tidak ada keluhan sesak- Frekuensi pernapasan dalam batas normala. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigenb. Selidiki perubahan kesadaran R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasanc. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma d. Dorong penggunaan teknik napas dalam R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
e. Kolaborasi Berikan tambahan okseigen sesuai indikasi R/ :Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia. 9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
kesadaran
Tujuan : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi gangguan kesadaran
a. Kaji status neurologis R/: Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otakb. Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasienc. Hindari aktivitas yang berlebihan R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cederad. Kolaborasi Kaji fungsi ginjal/elektrolit R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan : tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil :
- Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
a. Kaji tingkat intoleransi klien R/: Menetapkan intervensi yang tepatb. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan c. Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
d. Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan kondisi anaknya.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
- ekspresi tenang
- Orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnyab. Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknyac. Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang dirasakan berkurangd. Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasane. Berikan dorongan spiritual R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Demam Thypoid.
http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ demam- thypoid.pdf
(diakses pada tanggal 27 Januari 2012, Jam 21.00 WITA)
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. Jakarta : FKUI
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta
: EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv
Sagung Seto
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan
Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7.
Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
ismiodewadeha Diposkan oleh Ismi Ode Wade di 5:03:00 AM http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-keperawatan-anak-dengan-demam.html
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TIFOID
Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak Semester VI
Pembimbing Klinik : Ns. Wiji Tri Lestari, S.Kep
Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, Msi Med
Oleh :
Siti Munadliroh
NIM 22020111130099
PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
DEMAM TIFOID
1. Definisi
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
1. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini antara lain:
1. Salmonella typhii2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada yang belum pernah menderita tifus.
1. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
1. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid antara lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1. Pemeriksaan Penunjang2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium3. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.
1. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan.
1. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
1. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
1. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
1. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1. Pathway
Terlampir
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg BB/hari.
Ko-trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat – obat simptomatik:
Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran
dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:
1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang-
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.
1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
1. Proses Keperawatan2. Pengkajian3. Data demografi
Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk : Ruangan : Identitas Nama : Tanggal lahir / umur : Jenis kelamin : Agama : Suku : Diagnosa : Orangtua / penanggung jawab Nama : Hubungan dengan klien : Suku : Agama : Alamat : No. Telepon :
1. Alasan datang ke rumah sakit2. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.
Prenatal o Pemeriksaan rutin
Umur kehamilan 1-28 minggu : setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu : setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu : setiap 1 minggu sekali
Keluhan selama hamil
Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.
Riwayat terkena radiasi
Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi.
Riwayat kenaikan berat badan selama hamil
IMT rendah < 18,5 IMT normal 18,5-24,9 IMT tinggi 25-29,9 IMT obesitas > 3014 – 20 kg 12,5 – 17,5 kg 7,5 – 12,5 kg 5,5 – 10 kg
Natal Tempat melahirkan
Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin
Jenis persalinan
Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong
Penolong persalinan
Bidan, dokter, dukun bayi.
Komplikasi saat melahirkan
Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan
Komplikasi setelah melahirkan
Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan
Post natal Kondisi Neonatus
Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan.
Imunisasi
Jenis Imunisasi
Umur0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BCGHepatitis 1Hepatitis 2Hepatitis 3DPT 1DPT 2DPT 3Polio 1Polio 2Polio 3Polio 4Campak
Pertumbuhan Fisik
Berat badan: 2500 – 4000 gram Tinggi badan: ±50 cm
Perkembangan tiap tahap
Berguling : 6 bulan Duduk : 7 bulan Merangkak : 8 bulan Berdiri : 10 bulan Berjalan : 10 bulan
3. Riwayat penyakit keluarga
Genogram Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki-laki : perkawinan : tinggal satu atap : keturunan : Klien / An. A
1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson2. Kebutuhan Oksigenasi
Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80 – 120 kali permenit untuk dewasa. 120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan
normal berkisar antara 20-24 kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi pernapasan dan denyut nadi klien. Apakah klien terlihat kesulitan ketika bernapas, kedalaman napas klien normal atau tidak.
2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat Kemandirian
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4Makan/minumToiletingBerpakaianMobilitas di tempat tidurBerpindah
Keterangan : 0 = mandiri 3 = dibantu orang lain dan alat 1 = dengan alat bantu 4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain
3. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit
No Pembanding Sebelum Sakit Saat DikajiMandi Berapa kali sehari Berapa kali sehariKeramas Berapa hari sekali Berapa hari sekaliGanti pakaian Berapa kali sehari Berapa kali sehariSikat gigi Berapa kali sehari Berapa kali sehari
Memotong kukuBerapa kali seminggu
Berapa kali seminggu
4. Kebutuhan Istirahat Tidur
Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur.
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.
Pembanding Sebelum sakit Saat dikajiFrekuensi makanan Berapa kali sehari Berapa kali sehari
Jumlah makananBerapa porsi, habis atau tidak
Berapa porsi, habis atau tidak
Jenis makananApa makanan yang dikonsumsi.
Apa makanan yang dikonsumsi.
Alergi makananAdakah makanan yang menyebabkan klien alergi
Adakah makanan yang menyebabkan klien alergi
Nafsu makan Baik/ berkurang/buruk Baik/ berkurang/burukBerat Badan Berapa kg Berapa kgTinggi Badan Berapa Cm Berapa Cm
Makanan PantanganAdakah makanan pantangan
Adakah makanan pantangan
Kebiasaan minum Berapa gelas perhari Berapa gelas perhari
Jenis minumApa minuman yang dikonsumsi
Apa minuman yang dikonsumsi
Perasaan hausBiasa/ bertambah/ berkurang
Biasa/ bertambah/ berkurang
6. Kebutuhan Eliminasi
BAB
Pembanding Sebelum sakit Saat dikajiFrekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehariWarna Apa warna dari feses Apa warna dari fesesBau Normal berbau amoniak Normal berbau amoniakKonsistensi Padat/cair/keras Padat/cair/keras
BAK
Pembanding Sebelum sakit Saat dikajiFrekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehariWarna Kuning jernih/pekat Kuning jernih/pekatBau Amoniak (normal) Amoniak (normal)Perasaan Sakit atau tidak Sakit atau tidak
7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif
Penglihatan : Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa melihat jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran : Apakah klien masih dapat mendengar dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah pendengarannya. Apakah klien bisa mendengar suara pelan seperti bisikan dan suara yang keras. Penciuman : Apakah klien masih dapat mencium bau-bauan dan tidak ada masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau busuk dan harum atau tidak. Pengecapan : Apakah klien masih dapat membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin. Perabaan : Apakah klien bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun dicubit.
8. Kebutuhan Termoregulasi
Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5oC untuk dewasa. 36,5oC – 37,5oC untuk anak-anak.
9. Kebutuhan Konsep Diri
Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas : Apakah klien sudah mengetahui identitas dirinya. Harga diri : Apakah klien sudah mengetahui tentang harga dirinya. Klien percaya diri atau masih malu. Peran : Apakah klien sudah mengetahui mengenai peran dirinya. Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-hari. Ideal Diri : Bagaimana ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.
1. Kebutuhan Stress Koping
Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain. Saat dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain.
1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST. P : penyebab rasa nyeri Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremas-remas dll. R : dimana nyeri dirassakan S : berapa skala nyeri (0-10) T : kapan nyeri dirasakan
2. Kebutuhan Seksual – Reproduksi
Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksual-reproduksi klien
3. Kebutuhan Komunikasi – Informasi
Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya. Saat dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya.
4. Kebutuhan Rekreasi – Spiritual 1. Rekreasi
Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. Saat dikaji : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya.
1. Spiritual
Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari.
1. Pemeriksaan fisik2. Pengkajian Umum
1. Tingkat Kesadaran
Eyes
Spontan 4Dengan perintah 3Rangsangan nyeri 2Tidak berespon 1
Motorik
Menurut perintah 6Melokalisasi nyeri (menunjuk)
5
Reaksi menghindari nyeri 4Fleksi abnormal 3Ekstensi abnormal 2Tidak berespon 1
Verbal
Terorientasi 5Bingung 4Kata-kata tidak dimengerti 3Suara tidak jelas 2Tidak berespon 1
Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis : 12-13 Somnolen : 10-11 Delirium : 7-9 Sporo coma : 4-6 Coma : 3
1. Keadaan Umum 1. Tanpa dehidrasi : baik, sadar2. Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel3. Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar
2. Tanda-tanda Vital
1. Suhu : 36,5oC – 37,5oC untuk anak-anak. 36 oC -36,5 oC untuk dewasa.2. Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit
untuk dewasa.3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.
2. Antropometri
LILA
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Klasifikasi Batas UkurWanita Usia SuburKEK < 23,5 cmNormal 23,5 cmBayi Usia 0-30 hariKEP < 9,5 cmNormal 9,5 cmBalitaKEP < 12,5 cmNormal 12,5 cm
IMT
IMT = Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2
IMT Status Gizi Kategori< 17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus17.0 – 18.5 Gizi Kurang Kurus18.5 – 25.0 Gizi Baik Normal25.0 – 27.0 Gizi Lebih Gemuk> 27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk
Z-score
Z-score = BB – Median BB/U SD reference
Nilai Z-Score KlasifikasiZ-score ≥ +2 Obesitas+1 ≤ Z-score < +2 Gemuk-2 ≤ Z-score < +1 Normal-3 ≤ Z-score < -2 KurusZ-score < -3 Sangat Kurus
3. Pengkajian head to toe4. Pemeriksaan Kepala
I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada kepala atau tidak, kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting, distribusi rambut merata atau tidak dan berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Mata
I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak. Kelopak mata : simetris kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis merata. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak Kornea : jernih atau keruh Pupil dan iris : ukuran pupil isokor kanan kiri atau tidak. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien.
1. Pemeriksaan Hidung
I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah lain atau tidak. Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa: Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak hidung.
1. Pemeriksaan Mulut
I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa pucat/kering/lembab. Berapa jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih. Pa : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding mulut.
1. Pemeriksaan Telinga
I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga kotor/bersih. Apakah menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua telinga klien.
1. Pemeriksaan Leher
I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan, benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
1. Pemeriksaan dada dan paru
I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest. Ekspansi dada simetris atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles
1. Pemeriksaan jantung
I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah nyeri tekan. Au : Bunyi jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi mur-mur.
1. Pemeriksaan Abdomen
I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya, bersih/kotor dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak. Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Genetalia
I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area genetalia atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan
1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas
Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5 5 5 5
1. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin.
1. Pemeriksaan kulit dan kuku
I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan bagaimana elastisitas kulit dan kebersihan kuku. P: Adakah nyeri tekan. Berapa capilary refill time normalnya < 3 detik
1. Analisa Data Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul antara lain:
1. Hipertemia (00007)
DS : Ibu klien mengatakan anaknya panas DO :
1. Suhu tubuh klien lebih dari 36,50C2. Kulit terasa hangat3. Kulit terlihat kemerahan4. Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah
(>140x/menit), di bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}5. Nafas klien lebih dari batas normal {anak-anak (>30x/menit), prasekolah
(>34x/menit), di bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}6. Terjadi kejang7. Kekurangan volume cairan (00027)
DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah minum2. Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus
DO :
1. Bibir klien terlihat pecah-pecah2. Mukosa klien kering dan pucat3. Penurunan tugor kulit4. Kulit klien terlihat lembab5. Peningkatan konsentrasi urin6. Klien terlihat lemas7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah makan2. Klien mengatakan anaknya mengalami muntah
DO :
1. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina2. Berat badan klien mengalami penurunan3. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan4. Membra mukosa klien pucat5. Adanya sariawan6. Klien tanpak menghindari makanan
1. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiHipertermia (00007) NOC:
1. Hidration2. Adherence behavior3. Immune status4. Risk control5. Risk detection
Kriteria hasil:
1. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas
2. Seimbang antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan
3. Keseimbangan asam basa bayi baru lahir
4. Temperature stabil : 36,5 – 37,5°C
5. Tidak ada kejang6. Tidak ada perubahan
warna kulit7. Pengendalian risiko:
hipertermia
NIC: Temperature regulation (pengaturan suhu)
1. Monitor suhu minimal tiap dua jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3. Monitor tekanan darah, nadi dan respiratory rate
4. Monitor warna dan suhu kulit5. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi6. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh8. Ajarkan pada orang tua pasien
cara mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan
10. Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganann emergency yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermia dan penanganan yang diperlukan
8. Pengendalian risiko: hipotermia
9. Pengendalian risiko: proses menular
10. Pengendalian risiko: paparan sinar matahari
yang diperlukan12. Berikan anti piretik jika
diperlukan13.
Kekurangan volume cairan (00027)
NOC
1. Fluid balance2. Hydration3. Nutritional status:
food and fluid intake
Kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal , HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
NIC Fluid management
1. Timbang popok jika perlu2. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat3. Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
4. Monitor vital sign5. Monitor masukan makanan atau
cairan dan hitung intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
8. Dorong masukan oral9. Berikan nasogastrik sesuai output10. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan11. Tawarkan makanan ringan (jus
buah, buah segar) untuk anak usia bermain sampai remaja/dewasa
12. Kolaborasi dengan dokter apabila diperlukan transfusi
Hypovolemia management
1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
2. Pelihara IV line3. Monitor tingkat Hb dan Ht4. Monitor tanda vital5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan6. Monitor berat badan7. Dorong pasien atau orang tua
pasien untuk menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor untuk mengindikasi adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan yang diberikan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal10.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
NOC:
1. Nutritional status2. Nutritional status:
Food and fluid intake3. Nutritional status:
nutrient intake4. Weight control
Kriteria Hasil:
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda malnutrisi
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC Weight Management (1260)
1. Bina hubungan dengan keluarga klien
2. Jelaskan keluarga klien mengenai pentingnya pemberian makanan, penambahan berat badan dan kehilagan berat badan
3. Jelaskan kelurga klien tentang kondisi berat badan klien
4. Jelaskan resiko dari kekurangan berat badan
5. Berikan motivasi keluarga klien untuk meningkatkan berat badan klien
6. Pantau porsi makan klien7. Anjurkan klien makan teratur
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim. 2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya, Ed. Ke – 6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. diakses pada hari Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.
https://sitimunadliroh69.wordpress.com/materi-kuliah/kumpulan-lp-stase-anak/lp-demam-tifoid/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam Thypoid merupakan salah satu jenis penyakit gangguan pada
system pencernaan yang dapat mengganggu mekanisme system pencernaan.
Demam Thypoid dapat disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, atau jenis yang
virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid ditularkan
atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam
typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan
pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola
penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
biasanya melalui feses penderita. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas
kasus demam thypoid ini.
1.2 TUJUAN
a. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien demam Thypoid
b. Mampu menegakkan diagnosis yang muncul
c. Mampu menyusun rencana keperawatan
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah dibuat
e. Mampu mengevaluasi hasil kerja
BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 PENGERTIAN
Demam Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 ). Dan pada anak
biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 – 20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Demam tifoid dan paratifoid merupakan
penyakit infeksi akut usus halus. Nama lain dari demam tifoid dan paratifoid
adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus
abdominalis.
2.2 ETIOLOGI
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Selain oleh
Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella
paratyphi A, B dan C namun gejalanya jauh lebih ringan.
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
a. Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan
b. Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat
c. Nafsu makan berkurang
d. Bibir kering dan pecah-pecah
e. Perut Kembung
f. Sulit BAB
g. Gangguan kesadaran ( apatis dan somnolen)
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
2.4 PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab
demam thypoid masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna sebagian
diantaranya dimusnahkan dalam asam lambung, namun sebagian lagi masuk
kedala usus halus, dan membentuk limfoid plaque peyeri. Ada yang hidup dan
bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan masuk ke aliran limfe serta
masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga bersarang dihati dan
limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan nyeri tekan dan infeksi
yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang dan ini yang
menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Tanda-tanda Gejala Sistemik
Berkembang biak
Lumen Usus
Menembus usus lagi
reaksi Seperti Semula
Melepas Sitokin reaksi
Inflamasi sistemik Reaksi Hiprsensitifitas
feses
Tipe lambat
Akumulasi
Mononuclear
Diradang usus
Gejala-gejala
Perforasi
Menembus lap. Mukosa dan otot
Proses berjalan Terus
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Perifer LengkapDapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam
darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5
atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai
demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti
agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba
dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa
atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun
perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang
yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini
dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang
rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan
H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan
reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
2.6 PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
b. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus
dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan
dijaga.
c. Diet dan Terapi Penunjang
1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
2. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan
keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat
untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
d. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer.
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah
serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2
penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain
Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis
septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama,
alamat)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri
dan pusing
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat
badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa
sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
3. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma
b. Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat
c. Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 0C
Pernapasan : 15-26 x/menit
Pengkajian sistem tubuh
a. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
b. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji
kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.
c. Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
e. Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
4. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
a. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak
naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak
dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak
b. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus
lamadan anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang
anak
c. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala
(49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,
d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada
lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan
tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak
akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan
lainnya.
e. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan
anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat,
melompat, menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang, egosentris dan
menggunakan kata ” Saya”, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata,
bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan
kotak –kotak.
f. Riwayat imunisasi
5. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi
tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah
mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan
pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat
musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan
tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan
keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan,
sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
b. Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe
makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan
makan.
c. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat
bantu, penggunaan obat-obatan.
d. Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi,
kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja),
dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
e. Pola istirahat tidur
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam,
bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan
penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
f. Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi
klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri,
harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional
seperti takut, cemas karena dirawat di RS.
h. Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana
kemampuan dalam menjalankan perannya.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.
j. Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam
manghadapai stress dan adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk
mengatasi stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang
tua untuk selalu mendukung anak.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu
mengerti tentang kepercayaan yang dianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari
orang tua.
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah
keperawatan
Data objektif:
Suhu tubuh klien
meningkat
Lidah terlihat
kotor/berselaput
didaerah tengah fdan
tepi serta tremor pada
ujungnya
Data subjektif:
Klien mengeluh kepala
terasa sakit, demam
Klien mengeluh kepala
terasa nyeri dan pusing
Kuman
salmonella thypi
saluran cerna
bersarang dihati
dan limfa
hepatomegali
zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan
meradang
demam
suhu
meningkat
Hipertermi b.d proses
infeksi salmonella
thypi
Data objektif:
Suhu klien meningkat
Klien diare
Mukosa bibir pucat,
bibir kering dan pecah-
pecah
Peningkatan suhu
tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan muntah
Data subjektif:
klien mengeluh mual
dan muntah
Klien mengeluh haus
Klien mengeluh lemas
Volume plasma
berkurang
Penurunan volume
cairan tubuh
Data objektif:
BB klien menurun
Klien mual
Klien anoreksia
Mukosa bibir pucat,
bibir kering dan pecah-
pecah
Turgor kulit jelek, kulit
kering
Data subjektif:
Klien mengatakan tidak
nafsu makan
Klien mengatakan tidak
tertarik dengan makanan
Nafsu makan
menurun
Intake nutrisi
tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan intake tidak
adekuat.
NURSING CARE PLAN
NANDA NOC NIC
Hipertermi b.d proses
infeksi salmonella thypi
Indikator:
Suhu 36,5 – 37,5oC
Bibir lembab
Kulit tidak teraba
Identifikasi penyebab
/ factor yang dapat
menyebabkan
panas
Aktifitas sesuai
kemampuan
hipertermi
Observasi cairan
masuk dan keluar,
hitung balance cairan
Beri cairan sesuai
kebutuhan bila tidak
bila kontraindikasi
Berikan kompres air
hangat.
Anjurkan pasien
untuk mengurangi
aktifitas yang
berlebihan saat suhu
naik / bedrest total
Anjurkan pasien
menggunakan
pakaian yang mudah
menyerap keringat
Ciptakan lingkungan
yang nyaman
Kolaborasi :
Pemberian antipiretik
Pemberian antibiotic
Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan muntah
Defenisi : penurunan
cairan intravaskuler
intestinal dan atau
intraseluler, contohnya
Keseimbangan
cairan
Indikator:
Keseimbangan intake
dan output 24 jam
Berat badan stabil
Tidak ada rasa haus
Pengelolaan cairan
Aktifitas:
Pantau berat badan
biasanya dan
kecendrungannya
Mempertahankan
intake dan output
dehidrasi, kehilangan
cairan tanpa perubahan
sodium.
Batasan karakteristik :
Kelelahan, kehilangan
berat badan.
yang berlebihan
Elektrolit serum
dalam batas normal
Hidrasi kulit tidak ada
pasien
Pantau ststus hidrasi
Memonitor status
hemodynamic
termasuk CVP, MAP,
PAP, dan PCWP
Pantau tanda-tanda
vital pasien
Pantau status nutrisi
pasien
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan
intake tidak adekuat
Defenisi: ketidak
cukupan intake nutrisi
untuk kebutuhan
metabolik.
Batasan karakteristik
Berat badan 20%
berkurang dari ideal
Lemahnya kesehatan
otot
Status nutrisi
Indikator:
Intake nutrisi
Intake makanan dan
cairan
Energi
Berat tubuh
Mengontrol Nutrisi
Aktivitas:
Menimbang berat
badan pasien pada
jarak yang ditentukan
Memantau gejala
kekurangan dan
penambahan berat
badan
Memantau respon
emosional pasien
ketika ditempatkan
pada situasi yang
melibatkan makanan
dan makan
Memantau interaksi
Tidak nafsu makan orang tua/anak
selama makan, jika
diperlukan
Mengontrol keadaan
lingkungan ketika
makan
Mengontrol turgor
kulit, jika diperlukan
Memantau
kekeringan, tipisnya
rambut sehingga
mudah rontok
Memantau gusi saat
menelan, karang gigi,
dan penambahan luka
Mengontrol mual dan
muntah
Memantau tingkat
energy, rasa tidak
nyaman, kelelahan,
dan kelemahan
Memantau jaringan
yang pucat, memerah,
dan kering
Memantau
kemerahan, bengkak,
dan retak pada
mulut/bibir
2.9 LAPORAN KASUS
Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama : anak A
Umur : 6 tahun
Jemis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Kelas 1 SD
Biodata ayah
Nama : Tn J
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota
Biodata ibu
Nama : Ny A
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jorong Air Putih, kecamatan Harau, kabupaten 50 kota
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien telah demam sejak 1 minggu yang lalu. menurut ibu klien, klien
sebelumnya jatuh dan tangannya terkilir namun telah membaik setelah di urut.
Klien awal sakit mengeluh sakit perut, pusing, tidak nafsu makan dan merasa
lemas. Setelah diperiksa dipuskesmas terdekat, klien dinyatakan terkena gejala
tifus.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian kondisi klien sudah mulai membaik. Sakit perut
klien sudah hilang namun klien masih tidak nafsu makan dan kadang
memuntahkan kembali makanannya. Klien juga masih terlihat lemah dan tidak
bersemangat.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sebelumnya belum pernah menderita penyakit ini. Menurut orang tua
klien, klien adalah anak yang jarang sakit. Kalau demam, biasanya klien akan
membaik setelah dibawa ke tukang urut.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut ibu klien, beliau juga pernah dulu terkena tifus waktu berumur 5
tahun. Namun ayah klien dan keluarga yang lain tidak pernah menderita penyakit
ini ataupun sakit lainnya.
c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian umum
1. Tingkat kesadaran : composmentis
2. Keadaan umum : sedang
3. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 80/50 mmHg (N=95 mmHg)
Nadi : 124x/menit (N=60-120 x/menit)
Pernapasan : 30x/menit (N=15-26 x/menit
Suhu : 36,5 0 C (N=34,7-37,3 0C)
4. Tinggi badan : 95 cm
5. Berat badan : 12 kg
Pengkajian sistem tubuh
1. Pemeriksaan kulit dan rambut
Warna kulit sawo matang, kulit dan rambut klien kering. Normalnya tekstur kulit
anak yang masih kecil sangat halus,agak kering, dan tidak berminyak atau
lembab.
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : tidak ada tanda-tanda trauma atau luka.
Muka : agak pucat.
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+), tidak ada
gangguan penglihatan
Hidung : tidak ada tanda-tanda trauma, lesi, maupun perdarahan, tidak ada
kelainan penciuman
Mulut : mukosa bibir pucat, bibir kering dan pecah-pecah, tonsil tidak
membesar
Telinga :simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada gangguan pendengaran
3. Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
Perkusi : suara paru sonor
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpalsi : letak iktus cordis normal
Perkusi : batas-batas jantung normal
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tdak ada trauma ataupun ascites
Palpasi : tidak ada teraba massa
Perkusi : timpani
Auskultasi : frekuensi bising usus normal
5. Pemeriksaan ekstremitas: tidak ada kelainan
6. Neurologis: refleks normal
d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
1. Riwayat prenatal : ibu tidak ada sakit selama hamil, BB ibu tidak naik, ibu ada
melakukan pemantauan kehamilan secara berkala ke puskesmas, namun ibu tidak
pernah meminum susu ataupun makanan bergizi yang lainnya selama sakit. Ibu
klien hanya makan dan minum seadanya saja.
2. Riwayat kelahiran : klien dilahirkan secara normal di puskesmas. Keadaan klien
saat lahir juga normal. Klien menyusui selama 2 tahun dan tidak ada diberikan
susu tambahan maupun bubur.
3. Pertumbuhan fisik :
BB : 12 kg
TB : 95 cm
BB/TB : 12/95
BB/U :12/6
TB/U : 95/6
4. Perkembangan : klien sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri
(seperti berpakaian, mandi, dan lain-lain), klien mampu berlari dengan seimbang,
menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga, menendang
bola dengan seimbang, menggambar, mengerti dengan kata kata, bertanya,
mengungkapkan kebutuhan dan keinginan. Saat ini klien tidak mampu bermain
seperti biasa karena kondisi yang lemah.
5. Riwayat imunisasi: menurut ibu klien, klien selalu dibawa untuk di imunisasi.
Klien telah melakukan imunisasi lengkap.
e. Riwayat sosial
Menurut ibu klien, klien adalah anak yang periang. Klien anak yang lincah dan
suka bermain kemana-mana. Klien malah jarang berada dirumah. Biasanya yang
menjaga klien sementara orang tua bekerja adalah kakaknya.
f. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
Pola
Gordon
Kebutuhan
Normal
Fakta Analisa
(normal/tidak)
Persepsi- Orang tua klien Orang tua klien Tidak normal
manajemen
kesehatan
mengetahui pola
sehat,
pengetahuan
tentang gaya
hidup yang
berhubungan
dengan sehat,
pengetahuan
tentang praktik
kesehatan
preventif
kurang
mengtahui
seperti apa pola
hidup sehat.
Orang tua klien
tidak terlalu
memikirkan
tentang gizi
dalam makanan.
Biasanya kalau
klien sakit, hanya
dibawa ke
tukang urut atau
ke orang pintar
saja.
Hendaknya
diberikan
penyuluhan
kepada orang
tua klien
pentingnya
pengetahuan
gizi untuk anak
Pola nutrisi
metabolic
Kebutuhan kalori
(umur 6 tahun):
40-45 kal/kg,
protein 32 gr,
VIT A 360, B1
0,7 mg, B2 0,9
mg, niasin 7,6
mg, B12 0,7 mg,
vit C 25 mg. Ca
500 mg, fosfor
350 mg, besi 9
mg, seng 10 mg,
iodium 100 mg.
Klien jarang
makan, apalagi
semenjak sakit.
Klien hanya mau
makan lontong
sedikit dan
kadang
dimuntahkan
lagi. Biasanya
hanya jajan
makanan ringan
seperti es kiko,
sosis, dan mie.
Klien biasanya
suka makan
dengan sambal
Tidak normal
rending. Minum
klien tidak ada
masalah.
Pola
eliminasi
BAK dan BAB
klien lancar
BAK dan BAB
klien lancar
Normal
Pola aktivas
latihan
Aktivitas klien
tidak terganggu,
kemampuan
untuk
mengusahakan
aktivitas sehari-
hari (merawat
diri, bekerja), dan
respon
kardiovaskuler
serta pernapasan
baik saat
melakukan
aktivitas.
Klien tidak bisa
melakukan
aktivitas seperti
biasa karena
masih lemah.
Klien hanya
merengek di
gendongan
ibunya.
Tidak normal
Pola
istirahat
tidur
Tidur klien tidak
mengalami
gangguan. Klien
dapat tidur 8-10
jam per hari.
Dua hari ini klien
sudah bisa tidur
dengan nyaman
karena tidak
sakit perut lagi.
Klien juga tidur
siang selama 2-3
jam sehari.
Normal
Pola kognitif
persepsi
Fungsi indra
klien dan
kemampuan
persepsi klien
Klien tidak ada
gangguan pada
indra dan
Normal
normal persepsinya.
Pola
persepsi diri
dan konsep
diri
Persepsi klien
tentang
kemampuannya,
pola emosional,
citra diri,
identitas diri,
ideal diri, harga
diri dan peran diri
klien tidak ada
gangguan
Klien merasa
takut dan cemas
ketika dijenguk
oleh orang lain.
Klien menangis
ketika diperiksa.
Tidak normal
Pola peran
hubungan
Klien dapat
berhubungan
dengan orang lain
dengan lancer
dan dapat
menjalankan
perannya.
Hubungan klien
dengan teman
dan orang sekitar
terganggu. Klien
semenjak sakit
tidak ada keluar
rumah lagi.
Tidak normal
Pola
reproduksi
dan
seksualitas
Tidak ada
gangguan
seksualitas.
Klien tidak ada
mengalami
gangguan
seksualitas
Normal
Pola koping
dan toleransi
stress
Klien mampu
dalam
manghadapai
stress dan adanya
sumber
pendukung
Jika klien mulai
merengek, ibu
klien akan
memberikan
mainan sehingga
klien akan sibuk
dengan
mainannya
Normal
Anak-anak
belum bisa
melskukan
koping stress,
sehingga peran
orang tua
sangat penting
Pola nilai Klien tahu Klien masih Normal
dan
kepercayaan
tentang nilai dan
kepercayaan yang
dianutnya
belum terlalu
tahu tenatang
kepercayaannya.
Klien kadang-
kadang menuruti
orang tuanya
ketika
melaksanakan
ibadah
Anak-anak
belum terlalu
mengerti
tentang nilai
dan
kepercayaan.
Orang tua
hendaknya
membimbing
anak semenjak
dini.
ANALISA DATA
Data objektif/subjektif Etiologi Masalah
keperawatan
Data objektif:
Mukosa bibir pucat,
bibir kering dan pecah-
pecah
Turgor kulit kering
Data subjektif:
Klien mengeluh haus
Klien mengeluh lemas
Peningkatan suhu
tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Volume plasma
berkurang
Penurunan volume
cairan tubuh
Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan muntah
Data objektif:
Klien anoreksiaNafsu makan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Mukosa bibir pucat,
bibir kering dan pecah-
pecah
Turgor kulit jelek, kulit
kering
Data subjektif:
Klien mengatakan tidak
nafsu makan
Klien mengatakan tidak
tertarik dengan makanan
menurun
Intake nutrisi
tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
tubuh berhubungan
dengan intake tidak
adekuat.
http://bangeud.blogspot.com/search/label/KEPERAWATAN%20ANAK
Diposkan oleh Cicilia Uzumaki di 08.07 1 komentar
LAPORAN PENDAHULUANTHYPOID
A. Definisi
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. (I.R. Laurentz, 2005)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ).
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela
Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan
spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga
macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar)
ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis
antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin. (Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh, Hariyono, dkk, 2001)
C. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama
makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan
sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag
payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer
dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh
darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak
difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga
menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan
yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga
terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasiyang mengakibatkan
demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi
mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan
roseola pada kulit dan lidah hiperemi. Pada hati dan limpa akan terjadi
hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia,
meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.
Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang
terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
1. Demam
Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak
terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat,
biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada
minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya
berangsur-angsur normal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor
(coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa
membesar. disertai nyeri pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai
samnolen.
E. Pathways
F.Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b. Perforasi usus
c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding
abdomen dan nyeri pada tekanan
2. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu
bronkopneumonia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
H. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan.
Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah
saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan
merupakan dampak psikologi klien.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
10) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak
boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.`
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 380 C – 410 C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik
usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap
diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap
infeksi akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi
informasi, kurang mengingat
J. Fokus Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan
kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan
Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif
untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional: Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara
memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius
akut
b. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu
mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder
terhadap diare
Tujuan: Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa,
turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin
normal.
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit
penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan
pengisian kapiler.
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan
kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk
mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap
infeksi akut
Tujuan: Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi
aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan
aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi
informasi, kurang mengingat
Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. Berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan
yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan
belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan
gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional : Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk
waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan
gejala
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa
danPenatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.
Diposkan oleh Iva Agustin di 03.45 http://communityofnurse.blogspot.com/2013/10/laporan-pendahuluan-thypoid-a.html
Demam Tifoid Tweet
Filled under: Catatan Co-ass Anak
Penyebab utama : Salmonella thypi.Gejala utama : Demam, gangguan saraf pusat/kesadaran.
Trias nya :
- Demam > 7 hari- Gangguan Saluran Pencernaan- Gangguan Kesadaran/Apati
Masa inkubasi : 7-20 hari (1-3 minggu)Inkubasi terpendek : 3 hariInkubasi terpanjang : 60 hari
Klasifikasi Demam :
1. Demam Remitten : Fluktuasi > 1 C, Tidak pernah Normal
2. Demam Intermitten Fluktuasi > 1 C, Pernah Normal
3. Demam Continous Fluktuasi < 1 C, Tidak pernah Normal
Patomekanisme :
Kuman dari makanan yang dikonsumsi --> Masuk ke lambung --> Masuk ke Usus --> Berkembang biak di usus --> Di usus kuman hidup dalam Makrofag --> Masuk ke kelenjar getah bening mesenterica --> Masuk ke duktus toracicus --> Masuk ke peredaran
vaskuler --> Terjadi Bakteremia I asimptomatik --> Menuju RES --> Masuk ke HATI, LIMPA, dan Peredaran Vaskuler --> Masuk ke Vesica Fellea dari HATI --> Keluar dg cairan empedu --> Masuk ke usus lagi --> Keluar bersama feses dan menjadi sumber penularan baru --> Yg masuk ke darah lagi menyebabkan Bakteremia I simptomatik.
Penurunan kesadaran pada pasien DT disebabkan karena toksin dan bakteri.
Makrofag teraktivasi pada saat bakteremia II shg menimbulkan reaksi inflamasi sistemik spt : Demam, Malaise, Mialgia, Sakit Kepala, Sakit perut, Instabilitas Vascular, gangguan koagulasi.
I. Demam --> Remitten
Minggu I : Meningkat, berangsur Minggu II : Merata Minggu III : Menurun, berangsur
Demam pada sore ato malam hari > tinggi dari pagi ato siang hari krn pola kumannya yang aktif pada malam hari. Tanda khas Demam > 7 hari.
II. Gangguan Saluran Cerna
- Foeter Ex Ore ato Halitosis ato Oral Malodor ato Bau Mulut - Bibir Kering - Lidah Kotor - Anoreksia - Mual Muntah --> Harus diinfus - Meteorismus ato Perut Kembung - Konstipasi ato Diare - Hepatomegali / Splenomegali
III. Gangguan Kesadaran
Status Tifosa :
- Penurunan Kesadaran : GCS 14/13- Rambut & Kulit Kering- Bibir Kering & Pecah-Pecah
- Lidah Kotor + Tremor + Tepi Hiperemis- Muka Pucat (Anemia)
http://www.catatandokter.com/2012/11/demam-tifoid.html
Klasifikasi dan Kategori Demam Perubahan cuaca biasanya berdampak pula untuk kesehatan manusia.Akibat cuaca di Indonesia yang saat ini sangat sulit diprediksi, dimana terkadang pada siang hari cuaca begitu terik, namun tiba-tiba saja beberapa jam setelahnya hujan turun dengan derasnya.
Musim Pancaroba.Cuaca berubah seketika menjadi hujan, lembab atau dingin.Perubahan cuaca yang ekstrim ini sering disebut dengan MUSIM PANCAROBA. Dalam kondisi yang demikian, kondisi yang tidak menentu, tubuh kita rentan terhadap penyakit, yang biasanya diawali dengan demam dan sakit kepala serta nyeri pada bagian tubuh tertentu.
Peluang untuk menjadi sakit makin besar bila kita mengalami stres, akibat pekerjaan tinggi, akibat kemacetan di jalan dan lain sebagainya. Bila seseorang sakit, biasanya akan disertai demam, nyeri atau sakit kepala.
Demam sendiri dapat dikategorikan dalam beberapa klasifikasi:1. Demam Remiten atau Demam Tifoid.Yaitu naik turun suhu rentang 1 derajat celcius, akan tetapi penurunannya tidak pernah mencapai suhu normal.2. Demam Intermen atau Demam Malaria.Yaitu naik turun suhu, bisa mencapai batas normal.3. Demam Kontinyu atau Demam Pneumonia.
Yaitu demam yang terjadi terus menerus dan disebabkan oleh infeksi bakteri.4. Demam Bifasik atau Demam Berdarah.Yaitu demam dengan bentuk pelana kuda.5. Demam Pel-Ebstein atau Penyakit Hodgkin.Yaitu demam lama 1 minggu diselingi dengan periode tidak demam dengan jumlah ahri yang sama, dan siklus berulang.
Saat ini banyak beredar obat sakit demam dan sakit kepala, namun harusnya kita jeli dalam memilihnya.Pilih saja obat demam dan sakit kepala yang mengandung Paracetamol, karena paracetamol ini sudah diapprove oleh pemerintah Indonesia sebagai obat yang aman untuk dikonsumsi. Terutama bagi anak-anak, tidak menimbulkan iritasi pada lambung. Sesuaikan dosis menurut petunjuk dokter.
Dosis paracetamol yang diberikan pada umumnya untuk dewasa 500mg/tablet dan 120mg/5mg bentuk sirup untuk anak-anak. Namun relatif juga sih, tergantung dokter yang memberikan.
http://obatsakit2011.blogspot.com/2011/12/klasifikasi-dan-kategori-demam.html
http://infoaskepgratis.blogspot.com/2012/02/pathway-woc-demam-typoid.html
PENYUSUN:MUHAMMAD SAZILI
51110054
FAKULTAS KESEHATAN DAN ILMU KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK B )
UNIVERSITAS BATAMTAHUN AJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan taufik serta
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Dengan Typhoid Pada Anak “.
Selawat dan salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan seperti kita rasakan saat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Keperawatan Anak I yaitu
Ibu Ns. Eka Roza Wijaya,S.Kep., sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai dengan sesuai harapan.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa, tentunya banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, untuk perbaiki tugas selanjutnya.
Batam, 05 April 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Manifestasi klinis
2.4 Patofisiologi
2.5 Penatalaksanaan
2.6 Asuhan Keperawatan
2.7 DiagnosaKeperawatan , Tujuan , dan Intervensi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
LATAR BELAKANGDemam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negaraberkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. DiIndonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakitinfeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan penyakit infeksiterbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan melaporkandemam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada ususkecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan peroranganyang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama padamusim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering padaanak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3: 1.12 Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapatmengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurangbersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus lebihdari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari (BahtiarLatif, 2008).B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang dan judul karya tulis di atas dapat diidentifikan masalah keperawatandemam thypoid mulai dari pengkajian, riwayat kesehatan, pola fungsional, pemeriksaan fisik danpemeriksaan laboratorium yang berguna untuk menunjang dalam pemberian asuhankeperawatan. Asuhan keperawatan ditentukan berdasarkan data focus yang diperoleh darikeluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien dan keluarga. Dari keluhan yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas masalah keperawatan yang muncul, menentukan intervensi,implementasi keperawatan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.
C. TujuanTujuan penulisan karya tulis Ilmiah ini adalah:1. Tujuan UmumUntuk mengetahui seluk beluk tentang demam thypoid pada para pembaca sehingga dapatmenjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya preventif mencegah penyakit demam thypoid.
2. Tujuan KhususTujuan khusus laporan keperawatan ini adalah untuk: Untuk mengetahui secara lebih mendalammengenai berbagai hal yang berhubungan dengan penyakit demam thypoid untuk diusahakanmencari data-data beserta pemecahanya kemudian mencocokan berdasarkan teori yang telah diperoleh dari kuliah maupun literature.D. Manfaat1. Bagi Rumat Sakita. Memberi tambahan referensi bagi tenaga medis atau petugas kesehatan untuk memberikan informasi tentang demam thypoid bila ada yang membutuhkan informasi.b. Memberi masukan pada tenaga medis atau petugas kesehatan untuk memperbaikiintervensi bila ada klien dengan demam thypoid sesuai dengan standar operasionalprosedur.2. Bagi Masyarakat (pembaca)Menambah wawasan untuk para pembaca yang memiliki keluarga denan demam thypoidmaupun yang berkemauan untuk mencegah keluarga dan orang terdekat dari demam thypoid.3. Bagi InstitusiMengembangkan ilmu Keperawatan anak dan menambah literature tentang demam thypoid.4. Bagi PenulisMenambah pengetahuan dan wawasan tentang demam thypoid yang dapat dijadikan tambahanreferensi untuk persiapan memasuki dunia kerja di bidang keperawatan
BAB IITINJAUAN TEORITIS
1.1. Konsep Dasar1. Defenisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003)
Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan C.Penularan terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.(Mansjoer Arief,2000)Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
2. Etiologi1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a) Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida)b) Antigen (flagella)c) Antigen VI dan protein membrane hialin
2. Salmonella paratyphi A3. Salmonella paratyphi B4. Salmonella paratyphi C5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Rahmad Juwono,2002)
2. Anatomi FisiologiSusunan saluran pencernaan terdiri dari :oris (mulut), faring (tekak),
esofagus (kerongkongan),ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor(usus besar), rectum dan anus. Pada kasus typoid, salmonella typi berkembang biak diusus halus.
Usus Halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya lebih kurang 6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi
hasil pencernaan yang terdiri dari : Lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam ), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya lebih kurang 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lender yang membukit yang disebut dengan papilla vateri. PAda papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar. Kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang lebih kurang 6 meter. Dua per lima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang lebih kurang 23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileosseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valuva seikalis atau valuva baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tdak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam – macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak leukosit. Disana – disini terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar.
4. Manifestasi KlinisGejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari
jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat.Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :1. DemamPada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.2. Gangguan pada saluran pencernaanPada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.3. Gangguan keasadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. .(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kumanke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto,2002)
5. WOC Patofisiologi
6. Pemeriksaan Laboratorium1. Pemeriksaan LeukositMenurut buku – buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. KEnaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan DarahBiakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain :
a) Teknik Pemeriksaan LaboratoriumHasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan, karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan. Pada anak – anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama berjalan penyakitPada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi.
c) Vaksinasi dimasa lampauVaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia
d) Pengobatan dengan antimikrobaBila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba, pertumbuhan kuma dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negative.
4. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu:a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.
7. DiagnosisBiakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan negative tidak menyingkirkan demam typoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam typoid. Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2 samapi 3 minggu memastikan diagnosis demam typoid. Reaksi widal dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam typoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.
8. KomplikasiKomplikasi demam typoid terbagi atas dua, yaitu :1.1.9.1. Komplikasi IntestinalPendarahan usus,perforasi usus.1.1.9.2. Komplikasi Ekstra IntestinalTypoid encepalogi, meningitis pneumonia,endocarditis
9. Penatalaksanaan1.1.10.1 Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman)1) Klorampenicol2) Amoxicilin3) Kotrimoxasol4) Ceftriaxon5) Cefiximb. Antipiretik (Menurunkan panas)1) Paracetamol
1.1.10.2. Perawatan1) Isolasi, observasi dan pengobatan2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.4) Pasien dengan kesadrannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
poada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipopastatik dan dekubitus.
5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.1.1.10.3. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
10. PrognosisPrognosis demam typoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan.Angka kematian pada anak-anak 2.6 % dan pada orang dewasa 7.4%
2. Asuhan Keperawatan Teoritis2.1. Pengkajian1. IdentitasDidalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan penanggung jawab.2. Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan SekarangPada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
b) Riwayat Kesehatan DahuluApakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah menderita penyakit lainnya?
c) Riwayat Kesehatan KeluargaApakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau penyakit keturunan?4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Biasanya badan lemahb. TTV : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasic. Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran.d. Pemeriksaan Head To toe1) Kepala
Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan.
2) MataKebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik.
3) TelingaKebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan.
4) HidungKebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada epistaksis.
5) Mulut dan gigiKebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
6) LeherKebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
7) DadaKebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak ada batuk.
8) AbdomenKebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri tekan,bising usus 12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa
9) EkstremitasTidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat
5. Data Psikologis Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan depresi.6. Pemeriksaan Penunjang
a. DarahPada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis typoid
b. SGOT, SGPTSGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Uji WidalTiter 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada kenaikan titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala khas.2.2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi.b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest totale. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
(Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. )2.3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi
Tujuan : suhu tubuh kembali normalKriteria hasil : - Suhu turun 360 – 370 C
Nadi, RR dalam batas normal
- Klien mengatakan badan tidak panas lagi .Rencana Tindakan
1. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia R/ Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan
tindakan. 2. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
penngkatan suhu tubuh.R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
3. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat .R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
4. Batasi pengunjung R/ Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan
tidak terasa panas. 5. Observasi TTV tiap 4 jam sekali R/ Tanda- tanda vital merupakn acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien 6. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
7. Berikan kompres hangat R/ R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
K 8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhiKriteria Hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
- BB dalam batas normalRencana Tindakan
1. Kaji nutrisi pasien R/ mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi makan meningkat.
3. Timbang berat badan klien setiap 2 hari R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat
badan. 4. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung
banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
5. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. R/ Untuk menghindari mual dan muntah 6. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok
gigi setiap hari R/ Dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa
nyaman di mulut 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida
dan pemberian nutrisi parenteral R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi
parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
3 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan out put yang berlebihan
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairanKriteria Hasil : - Turgor kulit baik
Wajah tidak tampak pucatRencana Tindakan
1. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
2. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan. 3.Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan 4. Observasi kelancaran tetesan infuse R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah
adanya edema
5. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral)
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang terpenuhi (secara parenteral)
4 Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan keluargaKriteria Hasil : - Personal hygiene klien terpenuhi
- Klien tampak bersihRencana Tindakan
1. Kaji tingkat personal hygiene klien R/ Mengetahui tindakan personal hygiene yang akan
dilakukan.2. Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri seperti:
mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan personall hygiene
klien.3. Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas
secara bertahap. R/ Terwujudnya perawatan diri secara bertahap secara
mandiri.
5 Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara optimal.Kriteria Hasil : Dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuhRencana Tindakan
1. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan minum)
R/ Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi2. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan
mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri).
R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
3. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. R/ Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas4. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah
demam hilang. R/ Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah
adanya dekubitus.
2.4. ImplementasiSetelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain, tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara berkesinambungan.
2.5. EvaluasiMerupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Jika belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencanatindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta
Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa
Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi
pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak.Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
Diposkan 31st May 2012 oleh Jili Oetamey http://jilioetamey.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoid-pada.html#!/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-typhoid-pada.html