PBL blok 12 typoid

download PBL blok 12 typoid

of 22

description

demam thypoid

Transcript of PBL blok 12 typoid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangDemam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.B. Tujuan

Mengetahui penyebab, patofisiologi, dan penanggulangan demam tifoid. Serta dapat membedakan gejala demam tifoid dengan demam lainnya sebagai diagnosis banding.

BAB II

PEMBAHASAN

1. AnamnesisAnamnesis merupakan sejarah kasus pasien medis atau psikiatris, terutama dengan mempergunakan ingatan pasien. Dari kasus yang yang ada, pasien datang dengan keluhan demam naik turun terus menerus sejak 7 hari yang lalu. Demam terjadi sepanjang hari dan meninggi pada sore hari. Panas disertai menggigil, terkadang mengigau. Pasien mengatakan belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Hal-hal tersebut sesuai dengan gejala demam tifoid. Namun untuk memastikan lebih baik lagi, anamnesis harus ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Pemeriksaan Fisik

1)Keadaan umumBiasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anoreksia.2)Kepala dan leherKepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.3) Dada dan abdomenDada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.4) Sistem respirasiApa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan.5) Sistem kardiovaskulerBiasanya pada pasien dengan typhoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.6) Sistem integumenKulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.7) Sistem eliminasiPada pasien typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.8) Sistem muskuloskolesalApakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.9) Sistem endokrinApakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.10) Sistem persyarafanApakah kesadaran penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. PEMERIKSAAN DARAH TEPI

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bias menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam typhoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam typhoid.

Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam typhoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%)2. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN

Diagnosis pasti demam typhoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam typhoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah. Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.

3. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGISUji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu

sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :

3.1 UJI WIDALUji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan

akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).

3.2 TES TUBEXTes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.

3.3METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik. Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien.3.4 METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibody IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.3.5 PEMERIKSAAN DIPSTIK

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membrane nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimanapenggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

4. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.4. Diagnosis Banding Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat, dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu :

1. Vektor : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat yang lain.

2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Malaria

Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae.

Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yakni anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 jenis pada burung dan reptile dan 22 pada binatang primate).

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Malignan malaria). Plasmodium malariae pernah juga dijumpai pada kasus tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai d Irian Jaya, pulau Timor, dan pulau Owi (utara Irian Jaya).

5. Diagnosis Kerja Demam Typhoid Demam typhoid dan paratifoid adalah infeksi akut usus halus. Demam pada penyakit ini merupakan demam septik namun tanpa fase menggilgil. Sinonim dari demam tifoid adalah enteric fever. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi klinik yang sama dengan demam typhoid namun biasanya lebih ringan.6. EtiologiPenyakit typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).

Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :

a. antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebarb. antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabilc. antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis

7. Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam typhoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit

ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam typhoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.8. PatofisiologiMasuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

9. Manifestasi Klinik

Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal hingga klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini memiliki kesamaan dengan penyakit demam yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium penunjang. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Masa inkubasinya umumnya 3-60 hari.Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman :

1. Panas badan. Pada demam typhoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari. Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretik. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam typhoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian, demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita.2. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan.

3. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut dan kembung, meteorismus)

4. Hepatosplenomegali.

5. Gejala infeksi akut lainnya ( nyeri kepala, pusing, nyeri otot, batuk, epistaksis).

6. Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

7. Pada punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).

8. Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit typhoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.

9. Epitaksis10. PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.I. Istirahat dan PerawatanBertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

II. Diet dan Terapi PenunjangMempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.

b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

III. Pemberian Antimikroba

1. Lini pertamaa. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10-14 hari. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup sensitif untuk Salmonella typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus dengan leukopenia (tidak dianjurkan pada leukosit b. Ampisilin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv selama 14 hari, atauc. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim, dibagi 2 dosis, selama 14 hari.2. Lini ke dua

diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang resisten terhadap berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :a. Seftriakson dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari . Penyembuhan sampai 90% juga dilaporkan pada pengobatan 3-5 hari.b. Sefiksim dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.c. Florokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas, dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian obat ini masih kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago.Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obat-obat ini dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR.d. Asitromisin dengan pemberian 5-7 hari juga telah dicoba dalam beberapa penelitian dengan hasil baik, berupa penurunan demam sebelum hari ke 4. Aztreonam juga diuji pada beberapa kasus demam tifoid pada anak dengan hasil baik, namun tidak dianjurkan sebagai pengobatan lini pertama.11. Komplikasi

Intestinal Pendarahan intestinal,

Perforasi usus, Ileis paralitik, Pancreatitis

Ekstra-intestinal Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokerditis, thrombosis, tromboflebitis), Hematologik (anemiahemolitik, trombositopenia, KID), paru (pneumonia, empiema, pleuritis), Hepatobilier (hepatitis, kolesistis), ginjal (gionerulonefritis, pielonefritis, perinefritis), Tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis,arthritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid)12. Prognosa

Prognosis demam tyfoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4 %, rata-rata 5,7 %.

Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti: Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua

Kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau delirium)

Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi

13. Preventif

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Kasus demam tifoid cenderung tersebar secara merata terutama terdapat pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan sekitar area tempat tinggal penderita demam tifoid. Kasus demam tifoid lebih banyak pada saat terjadinya peningkatan curah hujan.

B. Saran

Sebaiknya melakukan pencegahan dengan cara seperti ;

penyediaan air minum yang memenuhi syarat

perbaikan sanitasi imunisasi

mengobati karier pendidikan kesehatan masyarakatDAFTAR PUSTAKA1. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375

2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-463. Mikrobiologi Kedokteran. Staf pengajar FKUI. Binarupa aksara. 2000. Jakarta.

4. Dorland, W.A Newman. Kamus kedokteran Dorland. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Jakarta.

5. Sudoyo, Aru W; Setiyohadi, B; Idrus, A;etc. Ilmu penyakit dalam. Interna Publishing. 2009. Jakarta.

6. Patologi. Bagian Patologi Anatomik FKUI. 2000. Jakarta.

7. Farmakologi dan terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Jakarta.8. http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=369. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Mutiara+Diagnosis+Demam+Tifoid&dn=2008090502014310. http://koaskamar13.wordpress.com/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-anak/11. http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.htmlDEMAM TYPHOID

OLEH:

NOVI AYU PUTRI

10.2011.422

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no.6, Jakarta Barat

2010/2011

20