Laporan Pendahuluan Ckd

40
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG INSTALASI RAWAT DARURAT (IRD) NON BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Chronic Kidney Disease Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006) Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. ( Slamet Suyono, 2001). Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002).

Transcript of Laporan Pendahuluan Ckd

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERKEMIHAN PADA KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DI RUANG INSTALASI RAWAT DARURAT (IRD) NON BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Chronic Kidney Disease

Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat

fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar

dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi

ginjal). (Nursalam. 2006)

Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup

lanjut. ( Slamet Suyono, 2001).

Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme

keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah

nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002).

Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal

lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan

penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E.

Doenges. 2000)

Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih,

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal

tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 1998).

Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Kidney

Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible yang

disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah, sehingga

kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme

dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

2. Anatomi Fisiologi Ginjal

a. Anatomi Ginjal

1) Makroskopis

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium

(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar

(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah

hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal

(juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra

T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa  berukuran panjang 11-12 cm,

lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia

dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang

lebih beratnya antara 120-150 gram.

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke

dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar

dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari

pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah

dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi tempat  lobus hepatis dexter yang

besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak

yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak

perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula

fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,

dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang

dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut

pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari

lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu

masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis

renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.

Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing

akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.

Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid.

Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari

segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks

dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari

kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 :

773).

2) Mikroskopis

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2

juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap

nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus

kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang

mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat

sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler

tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer)

yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui

pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran

Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama

elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul

dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan

dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.

Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.

3) Vaskularisasi Ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi

vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena

kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis

masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris

yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata

kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam

korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen

pada glomerulus (Price, 1995).

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian

bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan

disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini

akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena

interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk

akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml

darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung

(5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada

korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah

ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen

mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai

respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian

mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan

( Price, 1995).

4) Persarafan pada ginjal

Menurut Price (1995) , Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis

(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk

kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang

masuk ke ginjal

b. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak

(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring/

membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700

liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit

(170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga

akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

1) Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal adalah

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau

racun,

b) mempertahankan  keseimbangan cairan tubuh,

c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan

tubuh, dan

d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,

kreatinin dan amoniak.

e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.

f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.

g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah

merah.

2) Tahap Pembentukan Urine :

a) Filtrasi Glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada

glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara

relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan

cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti

elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal

(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau

sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125

ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal

dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).

Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi

berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus

dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler

glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh

tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan

osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh

tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding

kapiler.

b) Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non

elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah

reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah

difiltrasi.

c)  Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari

aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang

disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).

Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat

dan kalium serta ion-ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga

telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam

hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan

tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan

tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang

diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi

cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).

Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini

membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit

dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker

aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada

awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat

dikoreksi secara theurapeutik.

3. Etiologi

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif

d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis

tubulus ginjal

e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale

g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,

striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

4. Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal, kreatinin serum dan kadar BUN

normal, asimptomatik, tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II       : Insufisiensi ginjal, kadar BUN meningkat (tergantung pada

kadar protein dalam diet), kadar kreatinin serum meningkat, nokturia dan

poliuri (karena kegagalan pemekatan). Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal

3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia,  kadar ureum dan kreatinin

sangat meningkat,  ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan

elektrolit, air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

(Smeltzer,2001).

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat

penurunan LFG :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan

LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-

89 mL/menit/1,73 m2

c. Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal

ginjal terminal.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat

retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin – aldosteron),

gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan

perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,

mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,

tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan

edema.

b. Gannguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan  gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein

dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan

mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan  musculoskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning

feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor,

miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)

e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi

dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan

vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga

rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga

terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

6. Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A.

Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis

kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab

diantaranya infeksi, penyakiy peradangan,  penyakit vaskular hipertensif, gangguan

jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik

(DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik), nefropati

obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).

Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang

normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah,

sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat

semakin  banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal

akan semakin berat.

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan

jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah

yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.

Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)

meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga

tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan

elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).

Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal

mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan

mengabsorpsi bikarbonat.

Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga

rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,

asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling

sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001)

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam

metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan

peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga

menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan

metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat

dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit

tulang uremik)

Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai

GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10

ml/menit atau kurang.   Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan

meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal

ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup

lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita

biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena

kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus

ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan

gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem dalam

tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia

mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi (Sudoyo,

2006).

7. Pathway/WOC Chronic Kidney Disease

8. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu

pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi

antara lain :

a. Pemeriksaan lab.darah

1) Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

2) RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin

3) LFT (liver fungsi test )

4) Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium

5) koagulasi studi : PTT, PTTK

6) BGA

b. Urine

1) urine rutin

2) urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

c. Pemeriksaan kardiovaskuler

1) ECG

2) ECO

d. Radidiagnostik

1) USG abdominal

2) CT scan abdominal

3) BNO/IVP, FPA

4) Renogram

5) RPG ( retio pielografi )

9. Komplikasi

a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diit berlebihan.

b. Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal, sepsis, neuropati perifer, hiperuremi,

anemia akibat penurunan eritropoetin,

c. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah

uremik dan dialisis yang tidak adekuat,

d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

10. Penatalaksanaan

Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :

a. Penatalaksanaan Medis

1) Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),

propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid

(lasix).

2) Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin

intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian

kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus

diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat

digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).

3) Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara

meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil

kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk wanita,

depotestoteron untuk pria dan transfusi darah.

4) Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita

yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan, pada diare

berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat akan dikoreksi

dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.

5) Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif

melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya.

6) Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada

penanganan gagal ginjal akut dan kronik.

7) Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam

rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya

keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang

banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.

8) Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor

dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan

demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan

lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih

resipien.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, penimbangan berat

badan setiap hari, batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji

daerah edema.

c. Penatalaksanaan diit

Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah protein

sampai mendekati 1 g / kg BB selama fase oliguri. Untuk meminimalkan

pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan hasil akhir toksik. Batasi

makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan

jus-jusan serta kopi).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

a. Biodata

Gagal Ginjal Kronik biasanya terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun),

usia muda dapat terjadi pada semua kelamin tetapi 70% pada laki-laki.

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama

Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh

mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat

retensi natrium dan cairan.

Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai

penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomeruloo nefritis kronis,

pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik

yang lama atau menerus.

Riwayat kesehatan keluarga

Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang menderita

GGK erat kaitannya dengan penyakit keturunannya seperti GGK akibat

DM.

c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial-Spiritual

1) Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur

(insomnia/gelisah atau somnolen)

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

2) Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)

Tanda : Hipertensi, nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada kaki,

telapak,tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik

menunjukan hipovolemia, pucat, kecenderungan perdarahan.

3) Integritas ego

Gejala : Factor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya,

perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian

4) Eliminasi

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, 

diare, atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,

cokelat,berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.

5) Makanan/ cairan

Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penuruna berat badan

(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap

di mulut (pernapasan amonia), penggunaan diuretik.

Tanda : Distensi abdomen / asites, pembesaran hati,, perubahan turgor kulit

/ kelembaban, edema (umum,tergantung), ulserasi gusi, perdarahan gusi /

lidah, penurunan oto, penurunan lemak subkutan, penampilan tak

bertenaga.

6) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “ kaki

gelisah”,

Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkosentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran, stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

7) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat

malam hari)

Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah.

8) Pernapasan

Gejala : napas pendek , dispnea nocturnal paroksimal , batuk dengan /

tanpa sputum kental dan banyak.

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernapasan

kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema

paru)

9) Keamanan

Gejala : Kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi

Tanda: Pruritus, demam,(sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara

actual terjdai peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih

rendah dari normal, petechie.

10) Seksualitas

Gejala : Penurunan libido: amenorea, infertilitas.

11) Interaksi social

Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankn fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12) Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit

polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan

oleh toksin, contoh, obat, racun lingkungan (Smeltzer, 2001).

d. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas urine

2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada

3) Perut : adanya edema anasarka (ascites)

4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot

5) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun

e. Pemeriksaan diagnostic

1) Pemeriksaan Urine

a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada

(anuria)

b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus

bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.

c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).

d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan

tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.

e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-

70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium

ketiga, CCT(5 ml/menit)

f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)

g) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

2) Darah

a) BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi,

kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5

b) Hitung darah lengkap  : Ht  namun pula adanya anemia Hb : kurang

dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16

g/dL)

c) SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin  seperti pada

azotemia.

3) GDA   :   

a) PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan

kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil

akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun

natrium serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau

normal  (menunjukkan status difusi hipematremia)

b) Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan

rotasi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran

jaringan (hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin

tidak terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.

c) Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3

g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL).

d) Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL),

cairan intersisial (2,5 g/dL)

e) Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun

dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan

cairan penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam

amino esensial.

f) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama

dengan urine Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandug

kemih dan adanya obstruksi (batu)

g) Pielogram retrograd  : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan

ureter

4) Arteriogram ginjal :

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa.

Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks

kedalam ureter, rebonsi.

5) Ultrasono ginjal :

Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran

kemih bagian atas.

6) Biopsi ginjal :

mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal :

keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif 

7) EKG :

Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit

asam/basa.

8) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat menunjukkan

deminarilisasi, kalsifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluan urin, retensi

cairan dan natrium.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis metabolic,

pneumonitis, perikarditis

c. Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ikatan O2 dengan

Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia, retensi

produk sampah   dan prosedur dialysis .

f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum di kulit

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran

urin, retensi cairan dan natrium.

Kriteria Hasil :

Terbebas dari edema,efusi,anasarka

Bunyi nafas bersih, tidak adanya dipsnea

Terbebas dari distensi vena jugularis

Memelihara tekanan vena sentral,tekanan kapiler paru,aoutput jantung dan

vital sign DBN

Intervensi :

a. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran,

turgor kulit dan adanya edema

R/ : pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau

perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b. Batasi masukan cairan

R/ : pembatasan cairan akan menentuka berat tubuh ideal, haluaran urin,dan

respon terhadap terapi.

c. Identifikasi sumber potensial cairan

R/ : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.

d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan

R/ : pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan.

e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi

R/ : mempercepat pengurangan kelebihan cairan

           

Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis

metabolic, pneumonitis, perikarditis

Kriteria Hasil :

Tidak ada dispnea

Kedalaman nafas normal

Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R/ : Menyatakan adanya pengumpulan secret

b. Ajarkan pasien nafas dalam

R/ : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

c. Atur posisi senyaman mungkin

R/ : Mencegah terjadinya sesak nafas

d. Batasi untuk beraktivitas

R/ : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

e. Kolaborasi pemberian oksigen

R/ : mengurangi sesak

Diagnosa 3 : Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ikatan

O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

Criteria Hasil :

Membran mukosa merah muda

Conjunctiva tidak anemis

Akral hangat

TTV dalam batas norma

Intervensi :

a. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi

priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

b. Kaji nyeri

c. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

d. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki

sirkulasi.

e. Monitor status cairan intake dan output

f. Evaluasi nadi, oedema

g. Berikan therapi antikoagulan.

Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake

makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

Kriteria hasil :

Nafsu makan meningkat

Tidak terjadi penurunan BB

Masukan nutrisi adekuat

Menghabiskan porsi makan

Hasil lab normal (albumin, kalium)

Intervensi :

a. Awasi konsumsi makanan / cairan

R/ : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan muntah

R/ : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah

atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c. Berikan makanan sedikit tapi sering

R/ : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

d. Berikan perawatan mulut sering

R/ : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam

mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

e. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi

R/ : memenuhi nutrisi pasien secara adekuat

Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan,

anemia, retensi produk sampah   dan prosedur dialysis.

Kriteria Hasil :

Klien mampu beraktivitas minimal

Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap

Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal

Intervensi :

a. Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas

b. Jelaskan pada pasien manfaat aktivitas bertahap

c. Evaluasi dan motivasi keinginan pasien untuk meningktkan aktivitas

d. Tetap sertakan oksigen saat aktivitas

Diagnosa 6 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum

di kulit

Kriteria Hasil :

Kulit tidak kering

Hiperpigmentasi berkurang

Memar pada kulit berkurang

Intervensi :

a. Kaji terhadap kekeringan kulit pruritus, ekskoriasi, dan infeksi

R/ : perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat

atau pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapiran kutaneus

b. Kaji terhadap adanya ptekie dan purpura

R/ : perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penuruna jumlah

dan fungsi platelet akibat uremia

c. Monitor lipatan kulit dan area yang edema

R/ : area-area ini sangat mudah terjadi injury

d. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih

R/ : mencegah infeksi

e. Kolaborasi dalam pemberian obat antipruritis sesuai pesanan

R/ : mengurangi stimulus gatal pada kulit

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang

telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan

rencana tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis

mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2008)

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan

intervensi adalah sebagai berikut :

a. Tidak terjadi kelebihan volume cairan

b. Pola nafas kembali efektif

c. Peningkatan perfusi jaringan

d. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi

e. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari

f. Peningkatan integritas kulit

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Anatomi Fisiologi Ginjal. http://nursingbegin.com/anatomi-fisiologi-ginjal/. Diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00

Anonym. 2012. Askep CKD (Chronic Kidney Disease). http://sumbberilmu.blogspot.com/2012/12/askep-ckd-chronik-kidney-desease.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00

Doenges E,  Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Mugenz, Elix. 2013. Askep CKD. http://askepsnh.blogspot.com/2013/03/askep-ckd.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.15

NANDA. 2009.  Nursing Diagnoses-Definitions & Classificaions. Philadelphia : Mosby Company

Syahbandi, Reza. 2013. Askep CKD (Chronic Kidney Disease). http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/02/askep-ckd-chronic-kidney-disease.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00