Laporan Pendahuluan Asma
-
Upload
anick-utami -
Category
Documents
-
view
11 -
download
2
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Asma
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT1. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten reversible dimana trakea dan bronki
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi (Smeltzer, 2002 :
611).
Asma adalah suatu gangguan yang kompleks dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). Penyakit Asma adalah
suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru
dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas (Polaski : 1996).
2. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma:
1) Faktor predisposisi
Genetik : Dari faktor ini yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
a) Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
b) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul, harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu dengan diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana seseorang bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
3. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1) Asma Alergik / Ekstrinsik, ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Alergen tebanyak adalah
airborne dan musiman (seasonal). Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Bentuk asma ini biasanya
dimaulai sejak kanak-kanak.
2) Asma Intrinsik / Non alergik atau Idiopatik, ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan atas, aktivitas,
emosi/stres dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang
menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa
(>35tahun).
3) Asma Gabungan, merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Klasifikasi berdasar tingkatan penderita asma yaitu :
a) Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
b) Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c) Tingkat III :
Tanpa keluhan.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
d) Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e) Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala, seperti : kontraksi otot-
otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paruI. Intermiten Bulanan APE ³ 80%
* Gejala < 1x/minggu* Tanpa gejala di luar serangan* Serangan singkat
* £ 2 kali sebulan
* VEP1 ³ 80% nilai prediksi APE ³ 80% nilai terbaik* Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan
Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/ hari* Serangan dapat mengganggu aktiviti dan tidur
* > 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi APE ³ 80% nilai terbaik* Variabiliti APE 20-30%
III. Persisten Sedang
Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari* Serangan mengganggu aktiviti dan tidur*Membutuhkan bronkodilator setiap hari
* > 1x/ seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik* Variabiliti APE > 30%
IV. Persisten Berat
Kontinyu APE £ 60%
* Gejala terus menerus * Sering kambuh* Aktiviti fisik terbatas
* Sering * VEP1 £ 60% nilai prediksi APE £ 60% nilai terbaik* Variabiliti APE > 30%
4. PATOFISIOLOGI
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi
IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah
histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan
efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas.
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah
pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast
terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-
kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan
Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur
saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan
sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal
mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan
untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala
awal berupa :
batuk terutama pada malam atau dini hari
sesak napas
napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
rasa berat di dada
dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
Wheezing adalah suara yang bernada tinggi yang terjadi akibat aliran udara yang
melalui saluran napas yang sempit . Pada mengi terdapat dua jenis mengi mengenai
timbulnya suara mengi berdasarkan letak obstruksinya yaitu: (1) wheezing pada
obstruksi saluran napas intrathorakal, dan (2) wheezing pada penyempitan
ekstrathorakal. Mengi yang terjadi akibat obstruksi saluran napas intrathorakal
terutama pada ekspirasi karena saluran napas, sesuai dengan perubahan intrathorakal ,
cenderung melebar pada inspirasi dan menyempit pada ekspirasi. Peningkatan
resistensi intrathorakal biasanya terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan
bronkus karena tekanan dari luar, kontraksi otot bronkus, penebalan lapisan mukus,
atau sumbatan lumen oleh mucus, hal ini benyak terjadi pada asma atau bronchitis
kronis.Obstruksi intrathorakal terutama mengganggu proses ekspirasi karena saat
inspirasi tekanan intrathorakal menurun sehingga melebarkan jalan pernapasan.
Perbandingan waktu ekspirasi dan inspirasi akan meningkat. Ekspirasi yang terhambat
akan melebarkan duktulus alveolus (emfisema sentrilobular) menurunkan elastisitas
paru (peningkatan komplians), dan bagian tengah pernapasan akan terdorong kearah
inspirasi (barrel chest). Hal ini meningkatkan kapasitas residu fungsional dan
dibutuhkan tekanan intrathorakal untuk melakukan ekspirasi karena komplians dan
resistensi meningkat. Akibatnya, terjadi penekanan bronkiolus sehingga tekanan jalan
napas semakin meningkat. Obstruksi akan menurunkan kapasitas pernapasan
maksimal (V max) dan FEV1.
Kejadian ini penting dimengerti pada penderita (misal) asma karena pasien dengan
penyakit asma ketika asma kambuh, pasien akan gugup karena merasa sesak napas
dan makin berusaha inspirasi sebanyak-banyaknya, oleh karena itu bagi dokter atau
perawat harus bisa menenangkan terlebih dahulu kejiwaan pasien, karena ketika
gugup dan inspirasi kuat makin memperburuk kondisi mereka. Jika mengi yang
terdengar pada saat inspirasi menunjukkan adanya penyempitan saluran napas
ekstrathorakal, misal pada trakea bagian atas atau laring Peningkatan resistensi
ekstrathorakal, misalnya pada kelumpuhan pita suara, edema glotis, dan penekanan
trakea dari luar (tumor/struma). Pada trakeomalasia, dinding trakea melunak dan
mengalami kolaps saat inspirasi. Akibat penyakit paru obstruktif adalah ventilasi
menurun. Jika terjadi penyumbatan ekstrathorakal, yang terutama dipengaruhi adalah
proses inspirasi (stridor inspirasi) karena pada saat ekspirasi tekanan dilumen
prastenosis meningkat sehingga melebarkan bagian yang menyempit. Tapi jika pada
keadaan berat dapat terdengar baik pada inspirasi dan ekspirasi. Wheezing
digambarkan sebagai bunyi yang mendesir akibat adanya secret pada saluran napas
atas. Wheezing yang timbul pada saat melakukan aktivitas merupakan gejala yang
sering didapatkan pada pasien asma dan PPOK.
6. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum
Perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara berbicara, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket, dan posisi
istirahat klien.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk
melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan
frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
manjadi datar dan rendah
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
3) B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
4) B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos
mentis, somnolen, atau koma.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
7) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban,
dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat memengaruhi
pola tidur dan istirahat klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2) Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3) Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh
4) Pemeriksaan laboratorium
Analisa gas darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis respiratorik.
Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1.000-
1.500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan jitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5) Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
8. PENATALAKSANAAN
1) Pengobatan Farmakologi
Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
Metilxantin : dosis dewasa diberikan 125-200 mg, 4x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Kortikosteroid : jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
dengan dosis 4x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama
mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama
harus diawasi dengan ketat.
Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4x sehari (Kee dan Hayes, 1994).
2) Pengobatan Nonfarmakologi
Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.
Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jagka Panjang
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan
sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran
pernapasan yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab
selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam
obatnya adalah:
A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal
sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
- Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo
Napacin)
- Golongan Simpatomimetika
- Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat
diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup
kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.
B. Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas
Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya
cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial
untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran
napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.
C. Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk
mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan
napas dengan refleks batuk. Oleh karenanya penderita asma yang mengalami
ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan
diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk
membantu.
Pengobatan Asma Jangka Panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini
untuk pencegahan serangan asma. Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu
yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara
teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem
pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara
menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin
tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap
bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
MedikasiSediaan obat
Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid sistemikMetilprednisolon Prednison
Tablet4 , 8, 16 mg Tablet 5 mg
4-40 mg/ hari, dosis tunggal atau terbagi Short-course : 20-40 mg /haridosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
0,25 – 2 mg/ kg BB/ hari, dosis tunggal atau terbagi Short-course :1-2 mg /kgBB/ hariMaks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari
Pemakaian jangka panjang dosis 4-5mg/ hari atau 8-10 mg selang sehari untuk mengontrol asma , atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kasus yang tidak dapat/ mampu menggunakan steroid inhalasi
Kromolin & Nedokromil Kromolin
IDT5mg/
1-2 semprot, 3-4 x/ hari
1 semprot,3-4x / hari
- Sebagai alternatif antiinflamasi
Nedokromil
semprot IDT2 mg/ semprot
2 semprot2-4 x/ hari
2 semprot2-4 x/ hari
- Sebelum exercise atau pajanan alergen, profilaksis efektif dalam 1-2 jam
Agonis beta-2 kerja lama Salmeterol Bambuterol Prokaterol Formoterol
IDT 25 mcg/ semprotRotadisk 50 mcg Tablet 10mg Tablet 25, 50 mcgSirup 5 mcg/ ml IDT 4,5 ; 9 mcg/semprot
2 – 4 semprot,2 x / hari 1 X 10 mg / hari, malam 2 x 50 mcg/hari 2 x 5 ml/hari 4,5 – 9 mcg1-2x/ hari
1-2 semprot,2 x/ hari -- 2 x 25 mcg/hari 2 x 2,5 ml/hari 2x1 semprot(>12 tahun)
Digunakan bersama/ kombinasi dengan steroid inhalasi untuk mengontrol asma Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasiKecuali formoterol yang mempunyai onset kerja cepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi
Metilxantin Aminofilin lepas lambat Teofilin lepas Lambat
Tablet 225 mg Tablet125, 250, 300 mg – 2 x/ hari; 400 mg
2 x 1 tablet 2 x125 – 300 mg 200-400 mg1x/ hari
½ -1 tablet,2 x/ hari(> 12 tahun) 2 x 125 mg(> 6 tahun)
Atur dosis sampai mencapai kadar obatdalam serum 5-15 mcg/ ml. Sebaiknya monitoring kadar obat dalamserum dilakukan rutin, mengingat sangat bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping
Antileukotrin Zafirlukast
Tablet 20 mg
2 x 20mg/ hari
---
Pemberian bersama makanan mengurangi bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan
MedikasiSediaan obat
Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Steroid inhalasi Flutikason propionat Budesonide Beklometason dipropionat
IDT 50, 125 mcg/ semprot IDT , Turbuhaler100, 200, 400 mcg IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk
125 – 500 mcg/ hari 100 – 800mcg/ hari 100 – 800mcg/ hari
50-125 mcg/ hari 100 –200 mcg/ hari 100-200 mcg/ hari
Dosis bergantung kepada derajat berat asma Sebaiknya diberikan dengan spacer
Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma Medikasi
Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja singkat Terbutalin Salbutamol Fenoterol Prokaterol
IDT 0,25 mg/ semprotTurbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/ hirupRespule/ solutio 5 mg/ 2mlTablet 2,5 mgSirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml
IDT 100 mcg/semprotNebules/ solutio 2,5 mg/2ml, 5mg/mlTablet 2mg, 4 mgSirup 1mg, 2mg/ 5ml IDT 100, 200 mcg/ semprot Solutio 100 mcg/ ml
0,25-0,5 mg,3-4 x/ hari oral 1,5 – 2,5 mg,3- 4 x/ hari inhalasi200 mcg3-4 x/ harioral 1- 2 mg,3-4 x/ hari 200 mcg3-4 x/ hari10-20 mcg, 2-4 x/ hari
Inhalasi0,25 mg3-4 x/ hari(> 12 tahun)oral0,05 mg/ kg BB/ x, 3-4 x/hari 100 mcg3-4x/ hari0,05 mg/ kg BB/ x,3-4x/ hari 100 mcg,3-4x/ hari10 mcg, 2 x/ hari2 x 25
Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan, bila perlu. Untuk mengatasi eksaserbasi , dosis pemeliharaanberkisar 3-4x/ hari
IDT 10 mcg/ semprotTablet 25, 50 mcgSirup 5 mcg/ ml
2 x 50 mcg/hari2 x 5 ml/hari
mcg/hari2 x 2,5 ml/hari
Antikolinergik
Ipratropium bromide
IDT 20 mcg/ semprot Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%)(nebulisasi)
40 mcg,3-4 x/ hari 0,25 mg, setiap 6 jam
20 mcg,3-4x/ hari 0,25 –0,5 mg tiap 6 jam
Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, untuk mengatasi serangan Kombinasi dengan agonis beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan
Kortikosteroid sistemikMetilprednisolon Prednison
Tablet 4, 8,16 mg Tablet 5 mg
Short-course : 24-40 mg /haridosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
Short-course:1-2 mg/ kg BB/ hari, maksimum40mg/ hari selama 3-10hari
Short-course efektif utk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE80% terbaik / gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hari
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
MetilsantinTeofilinAminofilin
Tablet 130, 150 mgTablet 200 mg
3-5 mg/ kg BB/ kali, 3-4x/ hari
3-5mg/kgBB kali, 3-4 x/ hari
Kombinasi teofilin/aminoflin dengan agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal), meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal
9. KOMPLIKASI
Status asmatikus, Bronkhitis kronik
Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lendir
Pneumothoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Dalam kondisi suasana
asam tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat
besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.
Kematian
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah :
1. Akut :
Dehidrasi
Gagal nafas
Infeksi saluran nafas
2. Kronis :
Kor-pulmonale, PPOK
10. PROGNOSIS
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat prognosa adalah baik. Asma karena faktor
imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik dari pada yang
muncul sesudah dewasa. Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang
memadai.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, kepercayaan, suku bangsa, status , pendidikan, dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluahan utama merupakan factor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan asma dapat ditemukan
keluahan utama berupa sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan asma biasanya diawali dengan tanda-tanda sesak nafas, batuk, bahkan ada
sampai penurunan kesadaran.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit terdahulu yang mungkin menjadi factor predisposisi,
seperti alergi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adanya riwayat asma dari keluarga dan adanya riwayat penyakit
pernafasan yang lain.
f. Riwayat psikososial
Psikososial meluputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaiman perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pengkajian pola fungsi Gordon
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan keperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tetapi kedang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alcohol, dan penggunaan obat- obatan bias menjadi factor predisposisi
timnulnya penyakit.
- Pola nutrisi/ metabolic
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolic, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain itu juga
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di RS. Pasien dengan
asma akan mengalami kesusahan makan saat terjadi sesak. Sebaliknya jika asma
sudah ditangani maka nutrisi dapat dijaga baik.
- Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan miksi dan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
- Pola aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan kurang terpenuhi dan pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas.
- Pola tidur dan istirahat
Adanya sesak saat istirahat akan mempengaruhi kualita s tidur dan istiraha karena
pasien akan mengalami kesulitan tidur yang disebabkan oleh sesak.
- Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakit pasien mengalami perubahan peran, misalnya sebagai seorang ibu
yang harus mengurus anak- anaknya. Sebagai ayah yang harus mencari nafkah untuk
keluarga. Namun karena sakit mereka tidak dapat memenuhi hal tersebut.
- Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang sebelumnya sehat tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas. Pasien akan berfikir penyakitnya bersifat
membahayakan dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
- Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indra pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga proses
berpikirnya.
- Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisik masih
lemah.
- Pola penangulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
- Pola nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada tuhan gan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari tuhan.
Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik ( meliputi keadaan umum, kesadaran dan
TTV)
a. Kulit, Rambut dan Kuku
b. Kepala dan Leher
c. Mata dan Telinga
d. Sistem Pernafasan
e. SistemKardiovaskular
f. Payudara Wanita dan Pria
g. Sistem Gastrointestinal
h. Sistem Urinarius
i. Sistem Reproduksi Wanita/Pria
j. Sistem Saraf
k. Sistem Muskuloskeletal
l. Sistem Imun
m. SistemEndokrin
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas: adanya
eksudat di alveolus ditandai dengan dyspneu dan batuk
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah,tingkah laku yg tidak tepat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen yang kurang dari kebutuhan
d. Resiko aspirasi berhubungan dengan penekanan batuk
e. Ketidakefektifan manejemen kesehatan diri berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan ditandai dengan tidak dapat menurunkan factor resiko
f. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis ditandai dengan melaporkan nyerinya
g. Ansietas berhubungan dengan faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan
hospitalisasi
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan: Psikologis : usia tua, kecemasan, agen
biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.
Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi
(depresan, stimulan),kebisingan. Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.
3. RENCANA TINDAKAN (Terlampir)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M.Angela C.M. Nusatya, 2002, Mengenal, Mencegah dan mengatasi asma, Jakarta;
Puspa Swara.
Joanne McCloskey,dkk.2004.Nursing Intervention Classification (NIC).United States of
America:Mosby.
Nanda Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.2012. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 1. Edisi
8. Jakarta: EGC
Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of
America: Mosby