laporan pencernaan

download laporan pencernaan

of 27

Transcript of laporan pencernaan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN (SB09-1324)

SISTEM PENCERNAAN

NAMA NRP ASISTEN

: WAHYU DEWI IFTITA : 1509100707 : HUTAMI TRI RETNANI

DOSEN PENGAMPU : DEWI HIDAYATI, S.Si, M.Si NIP 196911 21 199802 2 001

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pencernaan merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa

yang lebih kecil. Proses pemecahan senyawa tersebut menghasilkan energi yang penting bagi kebutuhan sel, jaringan, organ dan makhluk hidup. Pencernaan merupakan proses kimia. Proses kimia membutuhkan adanya enzim untuk perubahan kimia bahan dasarnya. Enzim berperan dalam meningkatkan kecepatan reaksi tanpa mempengaruhi hasil reaksi dan tidak ikut bereaksi. Dalam proses pencernaan, enzim dihasilkan oleh berbagai organ, seperti usus halus, kelenjar ludah dan lambung. Enzim bersifat spesifik dalam proses pemecahan bahan kompleks(karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Guyton,1997). Praktikum sistem pencernaan dilakukan dengan mengadakan uji terhadap keberadaan enzim di usus ikan dan menguji fungsi empedu dalam proses pencernaan. Pengujian dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mendeteksi hasil dari kerja enzim. Pengujian dilakukan terhadap enzim amilase, enzim maltase, enzim tripsin dan pengaruh empedu terhadap lemak. Enzim diekstrak dari ikan gurame (Osphronemus gourame). 1.2 Permasalahan

Permasalahan pada praktikum ini adalah bagaimana mengetahui macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan serta bagaimana mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan. 1.3 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan dan untuk mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping. Panjang maksimumnya mencapai 65 cm. Ukuran mulut kecil, miring, dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral (garis gurat sisi atau linea literalis) tunggal, lengkap dan tidak terputus, serta memiliki sisik berbentuk stenoid (tidak membulat secara penuh) yang berukuran besar. Gurame memiliki klasifikasi sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Bangsa : Labirinthici Sub-bangsa : Anabantoidei Suku : Anabantidae Genus : Osphronemus Jenis : Osphronemus gourame (Jangkaru, 2004) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani (2008) Perubahan kadar protein, karbohidrat, dan lemak pakan berpengaruh terhadap perubahan pola enzimenzim pencernaan (protease, -amylase,dan lipase) pada ikan gurame. Perubahan pola enzim-enzim pencernaan juga dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan gurame. Aktivitas protease mencapai maksimum pada ukuran/umur tertentu setelah itu menurun kembali. Aktivitas -amylase dan lipase semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran ikan. 2.2 Sistem Pencernaan

Gambar 2.1 Struktur anatomi ikan Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui cara fisisk dan kimia sehingga menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap da dalam usus, kemudian diedarkan ke seluruh organ tubuh melalui sistem peredaran darah. Organ-organ saluran

pencernaan terdiri dari : hati, empedu, pancreas, lambung, esophagus, mulut/rongga mulut dan usus. Organ-organ tambahannya adalah kelenjar hati, kelenjar empedu dan kelenjar pancreas. Organ-organ pelengkapnya adalah sungut, gigi dan tapis insang. Berdasarkan makanannya ika terbagi menjadi karnivor, herbivore dan omnivore. Untuk efektivitas sistem pencernaan, terdapat modifikasi-modifikasi pada lambung, misalnya pada belanak dan pada usus misalnya pada hiu (Jeffri, 2002). Literature lain menyebutkan bahwa alat-alat pencernaan makanan secara berturutturut dari awal makanan masuk ke mulut dapat dikemukakan sebagi berikut : mulut, rongga mulut, pharink, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus (Anonim, 2010). Penjelasan dari masing-masing alat pencernaan adalah sebagi berikut : a) Mulut dan Rongga Mulut Organ ini merupakan bagian depan dari saluran pencernaan, berfungsi untuk mengambil makanan yang biasanya ditelan bulat-bulat tanpa ada perubahan. Lendir yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar dari epithel rongga mulut akan bercampur dengan makanan, memperlancar proses penelanan makanan yang dibantu oleh kontraksi otot dinding mulut. Rongga mulut Amphioxus menyimpang jauh dari kepunyaan Craniota. Pada hewan ini pinggiran lubang mulut mempunyai 12-20 pasang tentakel yang dilengkapi dengan rambut getar dan indra. Pada mulut bagian belakang terdapat sekat melintang yang disebut velum, ditembus oleh lubang yang berhubungan dengan farings. Ikan pada umumnya, rongga mulut meneruskan diri menjadi farings, yang mempunyai beberapa kantung insang. Menelan makanan pada ikan merupakan gerakan rangka visceral karena kerja dari otot visceral (Anonim, 2010). b) Geligi Adaptasi terhadap makanan juga terjadi pada gigi. Pada cyclostomata dan ostracodermata tidak mempunyai gigi sebenarnya, sebab hewan ini mempunyai gigi tanduk yang dihasilkan oleh epidermis. Gigi sebenarnya homolog dengan sisik placoid, yang mungkin timbul dari sisik yang menutupi bibir seperti pada ikan hiu muda (Squaliformes) dimana sisik placoid menjadi gigi pada rahang. Osteichtheys mempunyai tiga jenis gigi berdasarkan tempat tumbuhnya: rahang, rongga mulut dan pharyngeal (Anonim, 2010). c) Pharynk Organ ini biasa disebut pangkal tenggerokan, merupakan lanjutan rongga mulut. Insang terletak tepat di belakang rongga mulut, di dalam pharynx. Umumnya terdapat empat pasang pada ikan bertulang sejati, sedangkan pada ikan Chodrichthyes mempunyai 5-7 pasang lengkung insang. Di samping melindungi filament insang yang lembut dari kikisan material makanan yang dimakan keluar melalui insang. Ikan-ikan yang memakan mangsa besar, mempunyai tapis insang yang berukuran besar dan jumlahnya sedikit. Pada ikan-ikan pemakan plankton, tapis insangnya ramping, memanjang dan jumlahnya banyak. Jari-jari tapis insang yang pendek dan besar didapatkan pada ikan omnivora. Tampak adanya kaitan yang erat antara jenis makanan dengan bentuk dan jumlah jari-jari tipis insang (Anonim, 2010).

d) Esophagus Esophagus ikan biasa disebut kerongkongan, pendek dan mempunyai kemampuan untuk menggelembung. Organ ini merupakan lanjutan pharinx, bentuknya seperti kerucut dan terdapat di belakang daerah insang. Kemampuan menggelembung organ ini tampak jelas pada ikan predator yang mampu menelan makanan yang relative besar ukurannya. Sedangkan ikan-ikan pemakan jasad kecil mempunyai kemampuan untuk menggelembung yang kurang dibanding dengan ikan predator. Karena adanya kempauan menggelembung inilah, maka jarang terjadi seekor ikan sampai mati bila makan suatu makanan yang melalui mulutnya tetapi tidak dapat ditelan. Pinggiran esophagus terdiri dari epithelium yang berlapis-lapis dan columnar, dengan sejumlah sel atau kelenjar lendir. Dinding esophageal delengkapi secara khusus dengan lapisan otot (muscular sac) yang berhubungan dengan esophagus. Pada beberapa genera (Pampus dan Nomeus) terdapat gigi di tepi kantung esophageal, yang menempel pada dinding kantung. Kantung esophageal berfungsi sebagai penghasil lendir, gudang makanan dan penggilingan makanan. Pada ikan belut, Monopterus albus, esophageal dimodifikasi menjadi alat pernapasan tambahan (Anonim, 2010). e) Lambung Lambung (ventriculus) atau perut besar adalah lanjutan dari esophagus, di belakangnya dibatasi oleh otot sfinkter yang disebut pylorus, untuk kemudian menjadi bagian depan dari usus bagian tengah. Lambung menunjukkan beberapa adaptasi: diantaranya adalah adaptasi dalam bentuknya. Pada ikan pemakan ikan, lambung semata-mata berbentuk memanjang seperti pada ikan gar (Lepisosteus), bowfi (Amia), pike (Esox), barracuda (Sphyraena) dan striped bass (Horone saxatilis). Pada ikan omnivora seringkali lambung terbentuk seperti kantung. Pada ikan belanak (Mugil), lambung bermodifikasi menjadi alat penggiling. Lambung tersebut berukuran kecil, tetapi dindingnya tebal dan berotot. Pada Saccopharyngidae dan Eupharyngidae, lambung mempunyai kemampuan menggelembung yang besar sehingga memungkinkan ikan-ikan ini memakan mangsa yang relative besar (Anonim, 2010). Sebagain besar ikan mempunyai lambung. Lambung tidak terdapat pada lamprey, hagfish, chimaera dan beberapa ikan bertulang sejati (Cyprinidae, Scomberesocoidae dan Scaridae). Pada ikan-ikan tersebut kelenjar lambung tidak ada, dan makanan dari esophagus langsung ke usus. Adanya lambung dapat dicirikan oleh rendahnya pH dan adanya pepsine di antara getah pencernaan. Pada beberapa ikan seringkali bagian depan ususnya membesar menyerupai lambung sehingga bagian ini dinamakan lambung palsu, misalnya pada ikan mas (Cyprinus carpio). Pada beberapa spesies tertentu, pada akhir ventrikulus terdapat tonjolantonjolan sebagai kantong buntu disebut appendices pyloricae, yang berguna untuk memperluas permukaan dinding ventriculus agar pencernaan dan penyerapan makanan dapat lebih sempurna (Anonim, 2010).

f) Usus Usus tengah dan usus akhir biasa disebut Intestinum, suatu bagian dari saluran pencernaan mulai dari pylorus sampai di kloaka atau anus. Usus mempunyai banyak variasi pula, umumnya berbentuk seperti pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya, berakhir dan bermuara keluar, sebagai lubang anus. Usus diikat (difixer) oleh suatu alat penggantung, mesentrum yang merupakan derivat dari pembungkus rongga perut (peritonium). Pada ikan carnivor ususnya pendek, mungkin karena makanan berdaging dapat dicerna dengan lebih muda dari pada tanaman. Sebaliknya usus ikan herbivore panjang dan teratur di dalam satu lipatan atau kumparan. Pada beberapa jenis ikan, seperti Lamprey, elasmobranchii dan beberapa Osteichtyes yang ususnya pendek untuk memperluas permukaan absorpsi di dalam ususnya terdapat serangkaian klep spiral yang disebut tyflosol. Pada usus sebagian besar ikan bertulang sejati, bagian depan usus yang langsung berbatasan dengan pylorus disebut duodenum yang memiliki satu atau lebih kantung buntu yang dinamakan pyloric caeca. Struktur ini tidak terdapat pada family Ictaluridae dan Cyprinodontidae. Perca flavescense mempunyai tiga buah, sedangkan pada family salmonidae biasa mencapai jumlah 200 atau lebih. Fungsi alat pyloric caeca mungkin berkaitan dengan pencernaan dan penyerapan (Anonim, 2010).

Gambar. 2.2 Anatomi usus g) Kelenjar Pencernaan Kelenjar pencernaan atau glandula digestoria berfungsi dalam proses pencernaan terdiri atas hati, pankreas dan kantong empedu. Hati atau hepar besar, berwarna merah kecoklatan. Letaknya di bagian depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus, bentuknya tidak tegas. Pembentukan hati asalnya sepasang. Hal ini dapat dilihat pada Myxine dewasa, dimana hati kiri dan kanan tidak bersatu dan masing-masing mempunyai saluran empedu yang menuju ke dalam kantung empedu dan dari sini empedu dialirkan ke melalui ductus kholedokhus ke dalam usus

bagian tengah. Hati termasuk kelenjar yang besar pada ikan, bahkan pada ikan cucut dan ikan pari biasa mencapai 20 % bobot tubuhnya. Hati biasanya terletak di muka lambung atau sebagian mengelilingi lambung. Biasanya hati berjumlah dua buah, tetapi mungkin hanya satu seperti pada ikan salmon, atau tiga seperti pada mackerel. Pada hati terdapat kantung empedu yang mengeluarkan cairan empedu. Cairan empedu ini masuk ke dalam saluran pencernaan makanan pada daerah pylorus melalui ductus choledochus. Disamping berperan dalam pencernaan, hati juga berfungsi sebagai gudang penyimpanan lemak dan glikogen. Fungsi selanjutnya adalah dalam perusakan sel darah merah dan kimiawi darah seperti pembentukan urea dan senyawa yang berhubungan dengan ekskresi nitrogen dan menetralkan racun serta menghasilkan panas. Ikan-ikan mempunyai variasi dalam jumlah lemak yang di simpan dalam hati. Pada Pleuronectiformes dan gadidae, lemak terutama disimpan di dalam hati, sedangkan pada Scombridae dan Clupeidae, lemak lebih banyak disimpan di dalam otot. Selain lemak, hati ikan juga menyimpan vitamin A dan D (Anonim, 2010). Pankreas terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrin yang menghasilkan getah pankreas, penting bagi pencernaan makanan, dan bagian endokrin yang menghasilkan hormon ensulin, mengendalikan kadar gula di dalam darah. Pankreas mensekresikan beberapa enzym yang berfungsi dalam proses pencernaan makanan. Pada ikan yang bertulang sejati biasanya menyebar di sekeliling hati ; bahkan pada ikan yang berjari-jari sirip keras pankreas dan hati menyatu menjadi hepatopankreas. Pada ikan cucut dan pari pankreas merupakan dua buah organ yang kompak (Anonim, 2010) Kantung empedu atau vesica velea bila penuh bentuknya membulat dengan warna kehijau-hijauan, letaknya pada hati bagian depan salurannya disebut ductus cysticus bermuara pada usus dekat venticulus. Fungsi dari kantong empedu ini untuk menampung/menyimpan empdu (bilus) dan mencurahkannya ke dalam usus, bila diperlukan. Bilus ini berfungsi mencerahkan lemak (Anonim, 2010). 2.3 Mekanisme Pencernaan Empat tahapan utama dalam pengolahan makanan adalah penelanan, pencernaan, penyerapan dan pembuangan. Penelaan (ingestion), tindakan memakan adalah tahapan pertama pengolahan makanan. Pencernaan (digestion), tahapan kedua adalah proses perombakan makanan menjadi molekul-molekul yang cukup kecil sehingga dapat diserap oleh tubuh. Sebagian besar bahan organic dalam makanan terdiri atas protein, lemak dan karbohidrat dalam bentuk pati dan polisakarida lainnya, meskipun semua makromolekul tersebut adalah bahan mentah yang sesuai, hewan tidak dapat langsung menggunkan makromolekul tersebut secara langsung dengan 2 alasan. Pertama, makromolekul tersebut terlalu besar untuk melewati membran dan memasuki sel tubuh. Kedua, makromolekul yang menyusun hewan tidak identik dengan makromolekul yang menysusn makanannya. Akan tetapi dalam pembuatan makromolekulnya semua organisme menggunakan

monomer yang sama. Sebagai contoh, kacang kedelai, sapi dan manusia semua merakit proteinnya dari 20 asam amino yang sama. Pencernaan akan memotong-motong makromolekul menjadi monomer-monomernya, yang kemudian oleh hewan digunakan untuk menyusun makromolekulnya sendiri. Polisakarida dan disakarida dipecah menjadi gula sederhana, lemak dicerna menjadi gliserol dan asam lemak, protein dirombak menjadi asam amino-asam amino dan asama nukleat diuraikan menjadi nukleotida (Campbell, 2002). 2.3.1 Pencernaan Protein Pencernaan protein dimulai dari lambung yang dilakuakn oleh enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide yang berdekatan dengan asam amino tertentu, sehingga memotong-motong protein menjadi polipeptida yang lebih kecil. ketika telah berada di usus halus enzim dalam deudenum membongkar polipeptida menjadi komponen asam aminonya atau petida kecil (fragmen yang panjangnya hanya 2-3 asam amino). Tripsin dan kemotripsin bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang berdekatan dengan asam amino tertentu dengan demikian tugas dari enzim ini adalah menyempurnakan tugas enzim pepsin yakni memutuskan polipetida besar menjadi rantai-rantai yang lebih pendek (Campbell, 2002). Kaboksipeptidase akan memecah asama amino satu-persatu, yang dimulai pada ujung polipetida yang memilki gugus karboksil bebas. Aminopeptidase bekerja dalam arah sebaliknya. Keduanya berfungsi untuk menyempurnakan pencernaan protein. Dengan tambahan bantuan enzim tripsisn dan kimotripsin pencernaan protein akan lebih cepat dengan cara menghidrolisis protein. Terdapat enzim lain yang disebut dipeptidase yang melekat pada dinding usus akan mepercepat pencernaan dengan memecah peptide-peptida kecil. Banyak di antara enzim pencerna protein, seperti aminopeptidase, disekresi oleh epithelium usus halus. Sebaliknya tripsin, kimotripsisn dan karboksipeptidase dalam bentuk inaktif oleh pancreas. Enzim usus halus lainnya (enteropeptidase) secara langsung atau tidak langsung memicu aktivasi enzim-enzim ini di dalam lumen usus halus (Campbell, 2002). 2.3.2 Pencernaan Karbohidrat Pencernaan karbohidrat, yaitu pati dan glikogen dimulai oleh ludah oleh rongga mulut yang terus berlanjut ke dalam usus halus. Amilase pancreas menghidrolisis pati, glikogen dan polisakarida yang lebih kecil menjadi disakarida, termasuk maltosa. Enzim maltase menyelesaikan dan menyempurkan pencernaan maltose dan memecahnya menjadi 2 molekul glukosa (gula sederhana). Maltase merupakan salah satu dari anggota keluarga disakaridase, dan masing-masing enzim adalah spesifik untiuk menghidorlisi disakarida yang berbeda. Sukrase misalnya minghidrolisis gula pasir (sukrosa), dan lactase mnecerna gula susu (laktosa). Disakararidase dibuat dan berada dalam membrane dan matriks ekstraseluler yang menutupi epithelium usus halus dan merupakan tempat penyerapan gula. Dengan demikian, tahapan akhir dalam pencernaan karbohidrattahapan menghasilkan monomer yang kaya energi--terjadi dimana monomermonomer ini sesungguhnya diserap ke dalam tubuh (Campbell, 2002).

2.3.3 Pencernaan Lemak Hampir semua lemak dalam suatu hidangan mencapai usus halus dalam kondisi sepenuhnya belum tercerna. Hidrolisis adalah permasalahan istimewa, karena molekul lemak tidak larut dalam air. Garam empedu dari kantong empedu yang disekresikan ke dalam lapisan deudenum akan melapisi doplet-doplet lemak yang sanagt kecil dan mencegahnya agar tidak bersatu, proses ini disebut dengn emulsifikasi. Karena ukuran doplet lemak kecil maka luas permukaan lemak yang besar terpapar ke enzim yang menghidrolisis lemka (lipase). Dengan demikian, makromolekuol dari makanan secara sempurna dihidrolisis menjadi monomer komponen penyusunnya ketika peristalsis menggerakkan campuran kim dan getah pencernaan di sepanjang usus halus. Sebagian besar pencernaan diselesaikan lebih awal dalam perjalanan ini, sementara kim masih berada di deudenum. Daerha dalam usus halus sisanya, jejunum dan ileum berfungsi terutama dalam penyerapan nutrient dan air (Campbell, 2002). 2.4 Enzim Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman yang lembut. Produk yang dihasilkannya sangat spesifik sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah. Terdapat beberapa enzim antara lain : enzim amilase (pemecah zat tepung), lipase (pemecah lemak), dan protease (pemecah protein). Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa (Anonim, 1999). Klasifikasi enzim didasarkan pada jenis reaksi yang dikatlisisnya, seperti derekomendasikan oleh Commision on Enzyme of the International Union of Biochemistry (CEIUB). Menurut sistem ini, enzim dibagi lagi menjadi beberapa sub golongan. Penamaan enzim diawali dengan nama substrat, diikuti oleh macam reaksi yang dikatalisis dan akhiran ase ( Muchtadi et al., 1992 ). Adapun keenam golongan enzim tersebut dan reaksi yang dikatalisisnya dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang dikatalisisnya NO Kelas Utama 1 Oksidoreduktase 2 3 4 5 6 Transferase Hidrolase Liase Isomerase Ligase Jenis Reaksi yang Dikatalisis Pemindahan electron Reaksi pemindahan gugus fungsional Reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional ke air) Penambahan gugus ke ikatan ganda atau sebaliknya Pemindahan gugus di dalam molekul menghasilkan isomer Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O dan C-N oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP (Lehninger, 1993) Enzim yang membantu dalam proses pencernaan dihasilkan oleh kelenjar kelenjar-kelenjar yang terdapat dalam mulut, lambung, pankreas dan usus. Enzim yang

belum aktif disebut pro enzim atau zimogen. Di dalam mulut dihasilkan saliva yang mengandung enzim pregastrucesterase (lipase) dan -umilase terutama pada ternak ruminaisa muda. Enzim -umilase berperan dalam memecah pati (pada monogastrik dan unggas). Di perut, selsel mukosa dalam perut menghasilkan cairan lambung sama dengan cairan pencernaan sama dengan gastric juice. Bagian-bagian perut yang terkait dengan enzim pencernaan adalah Cardiac yang menghasilkan kelenjar lendir dan fundus yang merupakan sel utama menghasilkan pepsinogen, sel pariental menghasilkan HCl, serta sel epithel menjadi mucin/lendir (Anonim, 2006). Pepsin (endopeptidase) merupakan enzim pemecah rangkaian asam amino di bagian dalam/tengah. Enzim ini bekerja optimum pada pH 2.0 (1.5-4.6). Sementara kelenjar pankreas terletak pada lipatan doudenum, getah pankreas keluar melalui doctus. Enzim enzim mukosa doudenum menjadi enterokinase. Tripsinogen menjadi Tripsin, endopeptidase, yang memecah ikatan pepsida pada AA Lys dan Arg. Chymotripsinogen menjadi chimotripsin; endopeptidase memecah peptidase khas pada AA aromatik. Procarboxy peptidase A dan B menjadi Carboxy peptidase A dan B eksopeptidase sama dengan memecah AA yang berada di luar/di ujung. Carboxy peptidase A: memecah C ujung pada gugus umino dan karboksil khusus untuk AA aromatik dan AA netral. Carboxy peptidase B : pada AA leu, Arg dan Lys yang berada di ujung. Enzim amilase: memecah pati (amilum) dan glikogen E pencerna KH: sukrase, maltase, isomaltese, laktase. Enzim Lipase : memecah lemak Gelatinase sama dengan Parapepsin I Stabil pada pH 7.0. Inaktif terhadap albumin darah. Lebih khas untuk perencanaan gelatin dan tidak mengandung fosfat serin serta memiliki gugus AA berbeda pada ujungnya (Anonim, 2006). 2.5 Empedu (fungsi) Garam empedu adalah turunan kolesterol. Setelah ikut serta dalam pencernaan lemak, sebagian besar garam empedu direabsorbsi ke dalam darah oleh mekanisme transport aktif khusus yang terdapat di ileum terminal. Setelah itu, garam empedu dikembalikan melalui sistem porta hepatika ke hati, lalu disekresikan ke dalam empedu. Daur ulang garam empedu (dan sebagian komponen empedu yang lain) antara usus halus dan hati ini disebut sirkulasi enterohepatik. Garam empedu membantu pencernaan dan penyerapan lemak melalui efek deterjen dan pembentukan misel. Efek deterjen mengacu pada kemampuan garam empedu mengubah globulus-globulus lemak berukuran besar menjadi emulsi lemak, yang terdiri dari banyak butir lemak kecil yang terbenam di dalam cairan kimus. Dengan demikian, luas permukaan untuk aktivitas lipase menjadi lebih besar sehingga pencernaan lemak jadi lebih cepat. Fungsi ini dapat dilakukan karena garam empedu terdiri atas bagian yang larut lemak dan larut air. Bagian yang larut air akan mencegah droplet-droplet lemak kecil kembali menyatu menjadi globulus lemak yang besar. Lipase tidak dapat langsung berikatan dengan permukaan garam empedu, sehingga harus dibantu oleh collipase yang dihasilkan di pankreas (Hanifah, 2011).

Gambar 2.3. Empedu Garam empedu bersama kolesterol dan lesitin berperan penting untuk penyerapan lemak melalui pembentukan misel. Lesitin memiliki bagian yang larut lemak dan larut air, sementara kolesterol hampir tidak dapat larut dalam air. Dalam suatu misel, garam empedu dan lesitin menggumpal dalam kelompok-kelompok kecil dengan bagian larut lemak berkumpul di tengah membentuk inti hidrofobik, sedangkan bagian larut air membentuk selaput hidrofilik di bagian luar. Misel meupakan vehikulum yang praktis untuk mengangkut bahan-bahan yang tidak larut air di dalam lumen yang banyak mengandung air. Bahan yang diangkut dengan misel berupa produk pencernaan lemak dan vitaminvitamin larut lemak. Jika tidak menumpang di misel ini, nutrient-nutrien tersebut akan terapung di permukaan kimus (seperti minyak terapung di atas air). Sekresi empedu dapat ditingkatkan melalui 3 mekanisme: 1. Mekanisme kimiawi (garam empedu). Koleretik adalah bahan yang meningkatkan sekresi empedu. Koleretik terkuat adalah garam empedu. Selama makan (sewaktu garam empedu sedang dipakai) sekresi empedu ditingkatkan. 2. Mekanisme hormonal (sekretin). Sekretin merangsang sekresi empedu alkalis encer tanpa disertai peningkatan garam empedu. 3. Mekanisme saraf (nervus vagus). Stimulasi nervus vagus hati hanya sedikit meningkatkan sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan. (Hanifah, 2011)

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, botol kaca gelap dan tutupnya, mortal dan alu, kertas saring, papan seksi, 1 set alat bedah, bunden, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, corong kaca, erlemeyer, penjepit kayu, pipet tetes, kompor listrik dan korek api. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan mas, empedu ayam, telur putih, toluene, larutan amilum 1%, gliserin 50%, sukrosa, reagen benedict, reagen biuret, minyak goring dan akuades. 3.2 Cara Kerja 3.2.1 Pembuatan Ekstrak Usus Untuk membuat ekstrak usus terlebih dahulu mengambil usus halus dari ikan dengan membedah bagian ventral (perut). Usus kemudian dipisahkan dari organ lainnya dengan hati-hati, lalu mengambil usus halus dengan memotongnya dari bagian akhir lambung dan awal usus besar. Usus dibuka dengan menyayatnya secara longitudinal dan membersihkan kotorannya dengan akuades. Kemudian usus dipotosng dan dihaluskan di mortal dan diberi 20 ml gliserin 50% dan 4-5 tetes toluene sambil menghaluskannya lagi. Selanjutnya usus dimasukkan ke botol gelap dan ditutup rapat. Botol dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan selama 6-7 hari. Selanjutnya ekstrak yang telah disimpan tersebut disaring dengan kertas saring. 3.2.2 Pembuktian Adanya Enzim Amilase 4 tabung reaksi disiapkan terlebih dahulu. 2 tabung diberi label A dan B, pada keduanya dituangkan reagen benedict sebanyak 2 ml. sementara pada 2 tabung yang lain diberi label C dan D. Pada kedua tabung ini dituangkan 2,5 ml larutan amilum 1%. Pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D ditambah dengan 1 ml akuades kemudian digoyang-goyang. Tabung A kemudian ditambah dengn 5 tetes dari tabung C dan tabung B ditambah 5 tetes dari tabung D. selanjutnya keduanya dipanaskan selama 5 menit sambil digoyang-goyang kan dan diamati perubahan warna yang terjadi. 3.2.3 Pembuktian Adanya Enzim Maltase 4 tabung reaksi disiapkan terlebih dahulu. 2 tabung diberi label A dan B, pada keduanya dituangkan reagen benedict sebanyak 2 ml. sementara pada 2 tabung yang lain diberi label C dan D. Pada kedua tabung ini dituangkan 2,5 ml larutan sukrosa. Pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D ditambah dengan 1 ml akuades kemudian digoyang-goyang. Tabung A kemudian ditambah dengn 5 tetes dari tabung C

dan tabung B ditambah 5 tetes dari tabung D. selanjutnya keduanya dipanaskan selama 5 menit sambil digoyang-goyang kan dan diamati perubahan warna yang terjadi. 3.2.4 Pembuktian Adanya Enzim Tripsin Disiapkan 2 tabung reaksi terlebih dahulu dan diberi label A dan B. Pada keduanya ditambahkan putih telur yang telah diencerkan sebanyak 1 ml. Kedua tabung dimasukkan pada air yang dipanaskan selama 5 menit kemudian didiamkan beberapa saat. Pada tabung A dimasukkan 1 ml ekstrak usus dan tabung B ditambahkan dengan 1 ml akuades kemudiana didiamkan 5-10 menit. Kemudian pada kedua tabung ditambah dengn 1-2 tetes reagen biuret dan dilihat perubahan warna yang terjadi. 3.2.5 Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak Disiapkan 2 tabung reaksi terlebih dahulu dan diberi label A dan B. Pada tabung A dimasukkan 2 ml empedu. Jika jumlah larutan kurang dari 2 ml dapat diencerkan terlebih dahulu hingga volume mencapai 2 ml sedangkan pada tabung B dimasukkan 2 ml akuades. Setalah itu pada kedua tabung dimasukkan minyak goreng sebanyak 2 ml dan dikocokkocok kuat selama 5-10 menit. Kemudiaan perubahan yang terjadi diamati dan dicatat. 3.2.6 Pembuktian Adanya Enzim Amilase Saliva Disiapkan 2 tabung reaksi dan beri label A dan B. Pada kedua tabung reaksi ditambahkan 5 ml amilum 1% dan 2 tetes iodine. Pada tabung A ditambahkan enzim saliva sebanyak 10 ml dan pada tabung B ditambah dengan akuades 10 ml. kemudian kedua tabung dimasukkan dalam air yang telah dipanaskan sebelumnya selama 5 menit. Diamati dan dicatat hasilnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan 4.1.1 Pembuatan Ekstrak Usus No 1 Perlakuan Ikan gurame dibedah bagian ventralnya dan diambil organ pencernaan Organ pencernaan dibersihkan dari lemah dan kotoran kemudian diambil bagian usus halus dengan memotong ujung akhir lambung dan awal ujung usus besar Dipotong halus dan dihancukan di mortal Ditambahkan gliserin 50% sebanyak 20 ml dan toluene 4-5 tetes Dituangkan ke botol gelap dan tutup rapat Dibiarkan selama 6-7 hari dan disaring dengan kertas saring Pengamatan Organ pencernaan ikan gurame terambil

2

Usus halus telah terambil

3 4 5 6

Usus halus telah hancur Terbentuk laruran usus halus Larutan usus telah berada di botol Terbentuk ekstrak usus yang berwarna bening s

4.1.2 Pembuktian Adanya Enzim Amilase No 1 Perlakuan Tabung A dan B diisi dengan reagen benedict 2 ml Tabung C dan D didisi dengan amilum 1% 2,5 ml Tabung C ditambah dengan 1 ml ekstrak usus Tabung D ditambah dengan 1 ml akuades Digoyang-goyang 5-10 menit Pengamatan Tabung A dan B terisi oleh 2 ml reagen benedict Tabung C dan D terisi oleh 2,5 ml amilum 1% Tabung C warnanya sedikit keruh Tabung D berwarna bening

2

3

Tabung C warna tetap sedikit keruh Tabung D warna tetap bening

4

5

Larutan tabung C dimasukkan dalam tabung A sebanyak 5 tetes Tabung A warna biru benedict Larutan tabung D dimasukkan dalam Tabung B warna biru benedict tabung B sebanyak 5 tetes Tabung A : terbentuk sedikit endapan Diletakkan dalam air yang telah merah bata dan warna menjadi hijau dipanaskan selama sekitar 5 menit kekuningan sambil digoyang-goyang Tabung B : tidak terebntuk endapan dan warna tetap biru benedict

4.1.3 Pembuktian Adanya Enzim Maltase

No 1

Perlakuan Tabung A dan B diisi dengan reagen benedict 2 ml Tabung C dan D didisi dengan sukrosa 2,5 ml Tabung C ditambah dengan 1 ml ekstrak usus Tabung D ditambah dengan 1 ml akuades Digoyang-goyang 5-10 menit

Pengamatan Tabung A dan B terisi oleh 2 ml reagen benedict Tabung C dan D terisi oleh 2,5 ml sukrosa Tabung C terbentuk emulsi Tabung D tetap bening

2

3

Tabung C terbentuk emulsi Tabung D tetap bening

4

5

Larutan tabung C dimasukkan dalam tabung A sebanyak 5 tetes Tabung A warna biru benedict Larutan tabung D dimasukkan dalam Tabung B warna biru benedict tabung B sebanyak 5 tetes Tabung A : terbentuk sedikit endapan Diletakkan dalam air yang telah merah bata dan warna menjadi biru dipanaskan selama sekitar 5 menit kehijauan sambil digoyang-goyang Tabung B : tidak terebntuk endapan dan warna tetap biru benedict

4.1.4 Pembuktian Adanya Enzim Tripsin No 1 2 3 4 Perlakuan Pengamatan Tabung A dan B terisi oleh 1 ml larutan Tabung A dan B diisi dengan 1 ml putih putih telur yang berwarna putih telur yang telah diencerkan kekuningan Dipanaskan beberapa saat Didinginkan beberapa saat Warna putih telur menjadi putih susu Warna putih telur menjadi putih susu

5

6

Tabung A ditambah dengan 1 ml Tabung A : warna tetap putih susu dan ekstrak usus tidak ada gelembung Tabung B ditambah dengan 1 ml Tabung B : warna tetap putih susu dan akuades tidak ada gelembung Tabung A : warna tetap putih susu dan tidak ada gelembung Didiamkan 5-10 menit Tabung B : warna tetap putih susu dan tidak ada gelembung Tabung A : terdapat cincin ungu pada bagian atas larutan yang terlihat jelas dan Ditetesi reagen biuret pada masing- warna larutan putih susu kekuningan masing botol sebanyak 1-2 tetes Tabuang B : tidak ada cincin ungu namun, ada warna ungu di dasar tabung, warna larutan putih bening

4.1.5 Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak No Perlakuan Pengamatan

1

Tabung A diisi dengan empedu 2 ml Tabung B diisi dengan akuades 2 ml

2

3

4

Tabung A terisis oleh empedu 2 ml Tabung B terisi oleh akuades 2 ml Tabung A : terlihat lapisan cairan yang Ditambah 2 ml minyak goreng pada terpisah tabung A dan B Tabung B : terlihat lapisan cairan yang terpisah Tabung A : lapisan yang terpisah menyatu Dikocok kuat-kuat Tabung B : tetap terlihat cairan yang terpisah Tabung A : terbentuk larutan Dibiarkan 5-10 menit Tabung B : terbentuk 2 lapisan (atas lapisan minyak, bawah lapisan akuades)

4.1.6 Pembuktian Adanya Enzim Amilase Saliva No Perlakuan Tabung A dan B diisi dengan 5 ml amilum 1% Ditambah 2 tetes iodine pada masingmasing tabung Tabung A ditambah 10 tetes saliva Tabung B ditambah 10 tetes akuades Dimasukkan selama 5 menit ke dalam air yang telah dipanaskan sebelumnya 4.2 Pembahasan Pengamatan Tabung A dan B terisi dengan 5 ml amilum 1% Pada kedua tabung warna menjadi biru tua Tabung A : warna tetap biru tua Tabung B : warna tetap biru tua Tabung A : larutan menjadi bening Tabung B : larutan tetap berwarna biru tua

Untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan terlebih dahulu adalah mengambil bagian usus dan diekstrak. Selanjutnya dilakukan berbagai macam uji untuk mengetahui fungsi enzim-enzim yang telah ditemukan. 4.2.1 Pembuatan Ekstrak Usus Pembuatan ekstrak usus dimulai dengan pengambilan organ usus halus dari ikan dengan membendah bagian ventralnya dan mengambil semua organ pencernaan kemudian dibersihkan dari lemak-lemak. Bagian usus merupakan organ pencernaan dan penyerapan sari-sari makanan. Usus halus merupakan organ dimana sebagian hidrolisis enzimatik makromolekul dalam makanan terjadi. Organ ini pula yang bertanggung jawab dalam penyerapan sebagian besar nutrient ke dalam tubuh (Campbell, 2002).

Gambar 4.1. Kanan pembersihan usus dari lemak. Kiri penyaringan larutan lemka yang telah disimpan 7 hari untuk menjadi ekstrak lemak. Untuk membersihkan bagian lumen usus, usus terlebih dahulu dipencet untuk mengeluarkan kotorannta kemudian usus dibelah secara longitudinal. Setalah benar-benar bersih usus dihancurkan di mortal setelah sebelumnya dipotong kecil-kecil menggunakan gunting bedah. Pemotongan dan penghalusan usus bertujuan untuk mengeluarkan enzim dari dalam sel. Jika sel rusak dan terbuka membrannya, maka zat yang berada di dalam sel akan keluar. Dengan pemotongan, enzim pencernaan yang berada di dalam usus akan terekstrak keluar dari sel mukosa usus. Setlah ditambahkan larutan gliserol 50% sebanyak 20 ml pada usus yang telah dihancurkan. Gliserin berperan untuk menghilangkan lemak yang berada pada usus. Setelah itu ditambahkan pula 4-5 tetes toluen. Toluen berfungsi sebagai pelarut materi organik sekaligus sebagai pengawet tanpa merubah struktur/konformasi senyawa organik yang diawetkannya. Toluen ini bersifat nonpolar, sehingga tidak bisa bercampur dengan pelarut polar seperti air (Hart, 1998). Selanjutnya, larutan disimpan dalam botol gelap dan ditutup rapat dengan aluminium foil, baik pada bagian mulut botol ataupun mulut botol. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penguapan ataupun cahaya masuk yang dapat merusak struktur larutan. Larutan kemudian disimpan selama 6-7 hari untuk optimalisasi sekresi enzim yang dikeluarkan oleh sel usus. Setelah 6-7 hari larutan kemudian disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak usus berupa larutan bening yang mengandung enzim tanpa bercampur dengan sel-sel usus. 4.2.2 Pembuktian Adanya Enzim Amilase Amilase merupakan enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida atau maltosa. Pengujian adanya enzim amylase dimulai dengan menyiapkan 2 tabung reaksi yang diberi label A dan B. pemberian label akan memudahkan praktikan untuk melakukan pengamatan. Pada kedua tabung kemudian dimasukkan benedict masing 2 ml. Larutan benedict merupakan larutan berwarna biru, jernih dan tak berbau. Benedict merupakan reagen yang dapat membuktikan adanya zat yang mengandung glukosa dan turunannya, hasil yang positif memberikan endapan berwarna merah bata karena terbentuknya ikatan

antara atom Cu atau tembaga yang berikatan dengan gugus aldehid dari glukosa yang bersifat aktif. Pada keadaan ini atom tembaga yang berada pada bentuk ioniknya dengan bilangan oksidasi 2 akan membentuk ikatan ionik dengan oksigen pada sisi aldehid atau keton membentuk endapan Tembaga(II) Oksida (Sloane,2003).

Gambar 4.2 Struktur Amilum Selanjutnya disiapkan 2 tabung reaksi yang diberi label C dan D, pada keduanya dimasukkan amilum 1% sebanyak 2,5 ml, larutan amilum yang ditambahkan berwarna benih. Amilum digunakan sebagai sumber zat pati yang dapat dicerna oleh enzim amilase (Van de Graf,1994). Pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan 1 ml akuades ke tabung D. Tabung C menunjukkan warna yang sedikit keruh sementara tabung D jernih. Kemudian digoyang-goyang selama 5-10 menit agar larutan tercampur sempurna, pencapuran ini tidak mengakibatkan perubahan fisik yang terajdi. Sehingga bentuk laturan pada tabung C dan D adalah sama seperti saat belum tercampur sempurna. Setelah tercampur larutan pada tabung C dimasukkan dalam tabung A sebanyak 5 tetes, begitu pula dengan tabung reaksi D yang dimasukkan dalam tabung B. Hal ini untuk menguji apakah ekstrak usus mengandung enzim amilase. Kemudian tabung A dan B dipanaskan pada air yang telah dipanaskan sebelumnya untuk mengkatalisis proses kimia dalam tabung reaksi tersebut. Selesai pemanasan masing-masing tabung diamati dan dicatat hasilnya. Pada tabung A terdapat endapan warna merah bata dan warna larutan berubah menjadi hijau kekuningan. Sementara pada tabung B tidak terbentuk endapan dan warna larutan tetap biru benedict. Pada reaksi benedict dengan amilum, dapat terbentuk endapan merah bata sebagai bukti reaksi positif. Warna biru benedict merupakan karakteristik utama keberadaan atom tembaga. Atom ini mudah bereaksi dengan oksigen dari disakarida atau gula sederhana lain pada gugus aldehid atau keton membentuk tembaga (II) oksida. Dalam hal ini, atom tembaga yang berada dalam bentuk ion Cu 2+ akan membentuk ikatan ionik dengan oksigen. (Vogel, 1998). Pereaksi benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ino Cu2+ dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang bereaksi dengan gula (pereduksi) akan menjadi Cu2O yang ditandai dengan endapan merah bata. Pada praktikum tidak terjadi endapan merah bata, tapi hanya perubahan warna. Namun, bila ragen Benedict direaksikan dengan gula bergugus keton, maka reaksi yang terbentuk adalah perubahan warna dari biru menjadi orange atau kuning. Walaupun hanya perubahan warna, tetapi telah menunjukkan adanya reaksi yang terjadi antara amilumekstrak usus dan Benedict. Warna yang terbentuk merupakan pelepasan ion Cu2+ oleh

katalis. Amilum dalam larutan bereaksi dengan enzim yang terdapat dalam ekstrak usus. Amilum dipecah oleh enzim menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil dari reaksi pemecahan tersebut bereaksi dengan reagen Benedict dan menghasilkan perubahan warna. Amilum + amilase disakarida + maltosa R-CH (maltosa) + 2 CuO R-COOH + Cu2O (endapan merah bata)

Gambar 4.3 Maltosa Pembentukan endapan merah terjadi karena zat warna dari benedict terperangkapa pada gugus aldehid dari disakarida hasil hidrolisis amilum atau zat tepung. Proses penguraian pati glikogen dan polisakarida lain menghasilkan D-glukosa berlangsung terus dan disempurnakan di dalam usus halus, sebagian besar oleh kerja pankreatik amilase, dibuat oleh pankreas dan disekresi malalui saluran penkreatik ke bagian atas usus halus. Bagian usus halus ini, tempar terjadinya hampir seluruh proses pencernaan disebut usus du belas jari (deudenum). Pada tabung B, tidak ditemukan perubahan apa-apa pada larutan karena tidak terjadi reaksi kimia antara amilum-air dan benedict.

Gambar 4.4 Hasil akhir uji adanya enzim amilase. Kanan tabung A dan kiri tabung B 4.2.3 Pembuktian Adanya Enzim Maltase Enzim maltase merupakan salah satu anggota dari disakaridase yang menyempurnakan dan menyelesaikan pencernaan maltosa menjadi 2 molekul gula

sederhana (glukosa). Pengujian adanya enzim maltase dilakukan dengan prosedur yang sama dengan pembuktian enzim amilase hanya saja penggunaan amilun diganti dengan sukrosa. Penggunaan sukrosa merupakan pengganti dari maltosa yang sama-sama disakarida. Perlakuan pertama berupa penambahan 2 ml reagen benedict yang berwarna biru ke 2 tabung reaksi yang sudah diberi label A dan B. Setelah itu, dimasukkan 2,5ml larutan sukrosa yang tidak berwarna ke tabung reaksi lain yang berlabel C dan D.

Gambar 4.5 Sukrosa Tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D ditambahkan 1 ml akuades. pada tabung C menunjukkan sedikit lebih keruh dan muncul seperti emulsi dan pada tabung D terlihat tetap bening. Pada tabung A dimasukkan 5 tetes larutan tabung C sedangkan tabung B dimasukkan 5 tetes larutan dari tabung D. Pada kedua tabung terlihat warna yang biru benedict. Kemudian dikocok-kocok untuk mebentuk larutan homogen. Untuk mempercepat reaksi yang terjadi dilakukan pemanasan pada kedua tabung. Hasil yang didapat pada tabung A terdapat sedikit endapan warna merah bata dan larutan berwarna biru kehijauan yang jika dibiarkan lama akan berubah menjadi hijau kekuningan. Reaksi yang terjadi pada tabung A adalah : Sukrosa + maltase maltosa + glukosa R-CH (maltosa) + 2 CuO R-COOH + Cu2O (endapan merah bata) Sementara pada tabung B tidak terjadi reaksi sehingga warna laritan tetepa berwarna biru.

Gambar 4.6 Struktur Glukosa

Gambar 4.7 Hasil akhir uji enzim maltase. Kanan tabung A dan kiri tabung B 4.2.4 Pembuktian Adanya Enzim Tripsin Prosedur pertama yang dilakukan dalam pembuktian adanya enzim tripsin adalah dengan menyiapkan 2 tabung yang diberi label A dan B. Pada kedua tabung tersebut dimasukkan putih telur yang berwarna putih kekuningan sebanyak 1 ml. Kedua tabung kemudian dipanaskan selama 5 menit dan didinginkan beberapa saat. Pemanasan dilakukan untuk mendenaturasikan (menggumpalkan) protein yang menjadi bahan penyusun utama albumin. Setelah dipanaskan sampai mendidih, tabung reaksi diangkat dari penangas dan didinginkan. Fungsi proses pendinginan adalah untuk menurunkan suhu albumin. Karena jika pada saat suhu panas, ekstrak usus diberikan,maka enzim pada ekstrak usus akan rusak dan tidak dapat bekerja. Putih telur berubah warnya menjadi putih susu.

Gambar 4.8 Domain albimun pada manusia Setelah dingin pada tabung A ditambahkan ekstrak usus 1 ml dan pada tabung B ditambahkan 1 ml akuades. Kemudian ditunggu 5-10 menit untuk untuk memberikan waktu bagi enzim bekerja dan mengkatalisis reaski pemecahan kompleks albumin menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pada kedua tabung tampak tidak ada gelembung dan berwarna putih susu. Setelah itu pada kedua tabung ditambahkan dengan 1-2 tetes biuret. Pada tabung A terlihat jelas adanya cincin ungu dan warna larutan putih susu kekuningan.

arna ungu pada tabung reaksi A timbul karena reagen Biuret bereaksi dengan gugus amin yang terdapat pada asam amino. Biuret merupakan reagen yang bersifat basa, sehingga gugus amin dari asam amino bertindak sebagai asam Dengan membentuk NH4+. Reaksi menghasilkan senyawa basa NH4OH yang menyebabkan larutan berwarna ungu. Sementara, tabung B tidak ditemukan adanya cincin ungu namun terdapat warna ungu pada dasar tabung dengan warna larutan putih susu.

Gambar 4.9 Hasil akhir uji adanya enzim tripsin. Kanan tabung A dan kiri tabung B 4.2.5 Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak Pada tes pengaruh empedu terhadapa lemak prosedur pertama yang dilakukan adalah menyiapkan 2 tabung dan diberi label A dan B. Pada tabung A diisi dengan 2 ml empedu sementara pada tabung B diisi dengan 2 ml akuades. Pada masing-masing tabung ditambahkan dengan 2 ml minyak goreng yang digunakan sebagai sumber lemak. Kemudian dikocok kuat-kuat. Sebelum pengocokan pada kedua tabung terlihat adanya 2 cairan yang terpisan. Setelah pengocokan terlihat pada tabung A adanya larutan yang menyatu sementara pada tabung B terbentuk cairan yang tetap terpisah. Langkah terakhir kemuidan kedua tabung dibiarkan selama 10 menit agar terjadi reaksi pengikatan lemak oleh empedu. Setelah 10 menit Nampak pada tabung A larutan berwarna hijau tua yang merupakan campuran lemak dan empedu. Pada tabung B terlihat lapisan yang memisah yakni akuades dan minyak goreng. Dimana bagian bawah berisi akuades dan pada bagian atas berisi minyak, keadaan ini dikarenakan berat jenis minyak lebih ringan daripada air sehingga minyak cenderung berada di atas dan zat-zat lain yang mengandung akuades berada di bagian bawah. Selain itu, minyak bersifat nonpolar, sedangkan akuades bersifat polar.

Gambar 4.10. Hasil akhir pengaruh empedu terhadap lemak. Kiri tabung B dan kanan tabung A 4.2.6 Pembuktian Adanya Enzim Amilase Saliva Enzim amylase saliva merupakan enzim pemecah polisakarida menjadi lebih kecil dan disakarida maltosa yang terdapat air ludah. Terlebih dahulu disiapkan 2 tabung dengan alabel A dan B. Pada kedua tabung dimasukkan 2 ml amilum 1% yang berwarna bening sebagai sumber polisakarida. Kemudian pada masing-masing tabung ditambahkan 1 tetes iodin. Semua tabung menunjukkan warna biru tua yang merupakan warna dari iodine. Kemudian pada tabung A ditambah dengan 10 tetes saliva dan tabung B ditambah dengan 10 tetes akuades. Penambahan ini tidak memberikan perubahan fisik pada kedua tabung. Setelah dimasukkan ke dalam air yang telah dipanaskan sebelumnya selama 10 menit, maka timbul warna bening pada tabung A dan warna biru tua pada tabung B. Warna bening pada tabung A menunjukkan bahwa enzim saliva telah memecah amilum menjadi disakarika, yang diikat dengn iodine dan menghasilkan warna bening. Sementara pada tabung B tidak terjadi reaksi apa-apa, yang terjadi hanyalah reaksi pengenceran. Karena warna idon pekat maka warnanya adalah tetap biru tua.

Gambar 4.11 Hasil akhir uji enzim saliva. Kiri tabung B dan kanan tabung A.

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa enzim-enzim yang terdapat dalam usus ikan adalah enzim amilase, enzim maltase dan enzim tripsin. Enzim amilase dan enzim maltase diindikasikan dengan adanya endapan merah bata pada tabung yeng ditambahkan ekstrak usus. Enzim tripsin diindikasikan dengan cincin ungu pada larutan yang ditambahkan ektrak usus. Sementara fungsi empedu pada dalam pencernaan makanan adalah emulsifikasi lemak menjadi fragmen yang lebih kecil dan tidak menyatu kembali.

DAFTAR PUSTAKA . Anonim. 2010. Sistem Pencernaan. Diunduh dari www.fpik.bunghatta.ac.id pada tanggal 12 April 2012 pukul 14.00 WIB Anonim, 1999. Enzim. Diunduh dari www.bitel.lipi.go.id pada tanggal 12 April 2012 pukul 14.05 WIB Anonim, 2006. Enzim. Diunduh dari www.indoforum.org pada tanggal 12 April 2012 pukul 14.15 WIB Guyton & Hall, Artur C.,M.D. & John E.,Ph.D., 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Handayani, Sri. 2008. Perubahan Enzim-Enzim Pencernaan Pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Sebagai Respon Terhadap Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda. Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 2529 Hanifah, Rizka. 2011. Kelenjar Pencernaan. Diunduh dari www.berbagimanfaat.com pada tanggal 14 April 2012 pukul 20.00 WIB Jangkaru, Z. 2004. Memacu Pertumbuhan Gurami. Penebar Swadaya : Jakarta Jefri. 2002. Anatomi dan Biologi Ikan. diunduh dari www.jeffri022.student.umm.ac.id pada tanggal 12 April 2012 pukul 15.00 WIB Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Ringkasan Jurnal Perubahan Enzim-Enzim Pencernaan Pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Sebagai Respon Terhadap Pakan yang Mengandung Kadar Protein dan Karbohidrat yang Berbeda Aktivitas enzim pencernaan merupakan indikator yang baik untuk menentukan kemampuan pencernaan, karena aktivitas enzim yang tinggi mengindikasikan ikan secara fisiologis siap untuk memproses pakan. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dalam upaya memahami pemanfaatan pakan bagi pertumbuhan ikan gurame maka kiranya perlu untuk mengkaji perubahan enzim di dalam saluran pencernaan pada ikan gurame. Informasi dasar tersebut nantinya dapat dikembangkan untuk mengetahui suplai protein, karbohidrat dan lemak pakan yang tepat sesuai dengan ketersediaan enzim pencernaan dalam saluran pencernaan pada ikan gurame. Ikan yang digunakan adalah ikan gurame dengan bobot tubuh awal 25 g/ekor. Persiapan ikan meliputi pengadaptasian ikan terhadap kondisi lingkungan laboratorium dan pakan buatan. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium berukuran 60x50x40 cm3 sebanyak 18 buah. Setiap wadah ditebari ikan sebanyak 10 ekor. Selama masa pemeliharaan, ikan diberi makan dua kali sehari yaitu pukul 8.00 dan 17.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan sampai ikan kenyang. Perlakuan dalam peneli tian ini adalah perbedaan kadar protein dan karbohidrat pakan. Kadar protein pakan terdiri atas 2 level yaitu 28 dan 32%. Kadar karbohidrat pakan terdiri atas 3 level yaitu 20, 35, 50%. Dengan demikian terdapat 6 macam pakan uji dengan kadar protein dan karbohidrat yang berbeda dengan kandungan energi pakan yang relatif sama. Aktivitas enzim kemudian diukur setiap 10 hari sekali selama 60 hari. Hasil Efejtivitas enzim protease Dari Gambar di bawah terlihat bahwa aktivitas enzim protease pada ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein dan karbohidrat yang berbeda menghasilkan suatu pola perubahan yang hampir sama. Ikan yang mengkonsumsi pakan P33:K21 (pakan dengan protein 33% dan karbohidrat 21%) dan seterusnya memiliki posal sebagaimana grafik berikut :

Aktivitas enzim protease semakin menurun dengan meningkatnya umur ikan. Hal ini terlihat pada penurunan aktivitas enzim protease yang mulai terlihat pada pengamatan hari ke-30 dan seterusnya. Aktivitas enzim amilase Akt ivi tas enzim -amylase semakin meningkat dengan meningkatnya umur ikan. Hal ini terlihat pada peningkatan aktivitas enzim pada setiap waktu pengamatan (hari ke-20, 30, 40, 50, dan 60). Peningkatan aktivitas enzim -amylase dengan meningkatnya umur/ukuran ikan ini memberikan gambaran bahwa ikan gurame yang berukuran besar cenderung lebih baik dalam mencerna karbohidrat pakan. Aktivitas enzim lipase Sebagaimana halnya enzim amylase, aktivitas enzim lipase meningkat dengan meningkatnya umur/ukuran ikan. Dibandingkan dengan aktivitas amylase dan protease, peningkatan aktivitas enzim lipase dengan meningkatnya umur/ukuran ikan dan penurunan aktivitas enzim lipase dengan penurunan kadar lemak pakan tidak begitu jauh berbeda Kesimpulan 1. Perubahan kadar protein, karbohidrat, dan lemak pakan berpengaruh terhadap perubahan pola enzim-enzim pencernaan (protease, -amylase dan lipase) pada ikan gurame. 2. Perubahan pola enzim-enzim pencernaan juga dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan gurame. Aktivitas protease mencapai maksimum pada ukuran/umur tertentu setelah itu menurun kembali. Aktivitas -amylase dan lipase semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran ikan.