makalah pencernaan

60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini tidak hanya ilmu pengetahuan dan tehnologi saja yang berkembang, namun juga berbagai macam penyakit. Tidak hanya penyakit yang disebabkan oleh infeksi tetapi juga penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Gangguan saluran pernafasan merupakan salah satu penyakit yang sering di dengar, namun sebagian tidak mengetahui banyak mengenai sebab, akibat, dan asuhan yang harus dilakukan supaya tidak menjadi penyakit yang membahayakan. Atelektasis, efusi pleura dan edema paru merupakan jenis penyakit yang menyerang saluran pernafasan.ketiga penyakit tersebut disebabkan adanya kelebihan cairan. Pada atelektasis terjadi pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Pada efusi pleura terjadi akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Dan pada edema paru terjadi penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. 1

Transcript of makalah pencernaan

Page 1: makalah pencernaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini tidak hanya ilmu pengetahuan dan tehnologi saja

yang berkembang, namun juga berbagai macam penyakit. Tidak hanya

penyakit yang disebabkan oleh infeksi tetapi juga penyakit yang disebabkan

oleh bakteri.

Gangguan saluran pernafasan merupakan salah satu penyakit yang sering

di dengar, namun sebagian tidak mengetahui banyak mengenai sebab, akibat,

dan asuhan yang harus dilakukan supaya tidak menjadi penyakit yang

membahayakan.

Atelektasis, efusi pleura dan edema paru merupakan jenis penyakit

yang menyerang saluran pernafasan.ketiga penyakit tersebut disebabkan

adanya kelebihan cairan. Pada atelektasis terjadi pengkerutan sebagian atau

seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun

bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Pada efusi pleura

terjadi akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut

mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Dan pada edema paru terjadi

penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam

berbagai rongga tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernapasan?

2. Apa pengertian dari atelektasis dan bagaimana proses keperawatannya?

3. Apa pengertian dari efusi pleura dan bagaimana proses keperawatannya?

4. Apa pengertian dari edema paru dan bagaimana proses keperawatannya?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernapasan.

2. Mengetahui pengertian dari atelektasis dan proses keperawatannya.

1

Page 2: makalah pencernaan

3. Mengetahui pengertian dari efusi pleura dan proses keperawatannya.

4. Mengetahui pengertian dari edema paru dan proses keperawatannya.

1.4 Manfaat

Penulis berharap dengan adanya makalah ini teman-teman bisa lebih

tahu dan waspada tentang atelektasis, efusi pleura, dan edema paru.

2

Page 3: makalah pencernaan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1,

Anatomi Sistem Pernafasan

(Mayo, 2008)

Sistem pernapasan manusia terdiri dari hidung, pangkal tenggorokan,

batang tenggorokan, dan paru-paru.

1. Hidung

Hidung merupakan alat pertama yang dilalui udara dari luar. Di dalam

rongga hidung terdapat rambut dan selaput lendir. Rambut dan selaput

lendir berguna untuk menyaring udara, mengatur suhu udara yang masuk

agar sesuai dengan suhu tubuh, dan mengatur kelembapan udara.

2. Pangkal Tenggorokan (Laring)

Setelah melewati hidung, udara masuk ke pangkal tenggorokan (laring)

melalui faring. Faring adalah hulu kerongkongan. Faring merupakan

persimpangan antara rongga mulut ke kerongkongan dan rongga hidung ke

tenggorokan (laring) udara masuk ke batang tenggorokan (trakea).

Pada daerah tekak, yaitu di langit-langit mulut bagian belakang terdapat

anak tekak. Pada pangkal tenggorokan (laring) terdapat katup yang disebut

epiglottis. Ketika kita bernapas, epiglottis terbuka dan anak tekak melipat

ke bawah bertemu epiglottis. Udara akan masuk melalui melalui pangkal

tenggorokan. Ketika kita menelan, epiglottis menutup pangkal tenggorokan

3

Page 4: makalah pencernaan

dan makanan akan masuk ke kerongkongan (esofagus). Tetapi jika kita

menelan dan epiglottis belum menutup, makanan dan minuman akan masuk

ke tenggorokan dan akan tersedak.

Pangkal tenggorokan (laring) terdiri atas keeping tulang rawan yang

membentuk jakun. Jakun tersusun atas tulang lidah, katup tulang rawan,

perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan gelang tulang rawan. Pada

pangkal tenggorokan terdapat selaput suara. Selaput suara akan bergetar

bila terhembus udara dari paru-paru.

3. Batang Tenggorokan (Trakea)

Batang tenggorokan terletak di daerah leher, di depan kerongkongan.

Batang tenggorokan merupakan pipa yang terdiri dari gelang-gelang tulang

rawan. Panjang batang tenggorokan sekitar 10 cm. Dinding dalamnya

dilapisi selaput lendir yang sel-selnya berambut getar. Rambut-rambut getar

berfungsi untuk menolak debu dan benda asing yang bersama udara. Akibat

tolakan secara paksa tersebut kita akan batuk atau bersin.

4. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus

sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju ke paru-paru. Di

dalam paru-paru, bronkus bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah

kanan bercabang menjadi 3 bronkiolus, sedangkan sebelah kiri bercabang

menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam

gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler

darah. Melalui kapiler-kapiler darah di alveolus inilah oksigen dari udara di

ruang alveolus akan berdifusi ke dalam darah.

5. Paru-paru

Paru-paru terletak di rongga dada di atas sekat diafragma. Diafragma

adalah sekat rongga badan, yang membatasi rongga dada dan rongga perut.

4

Page 5: makalah pencernaan

Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kiri dan kanan. Paru-

paru kanan memiliki tiga gelambir sedangkan paru-paru kiri memiliki dua

gelambir. Paru-paru dibungkus oleh selaput paru-paru yang disebut pleura.

Selaput paru-paru terdiri dari dua lapis. Selaput paru-paru membungkus

alveolus-alveolus. Jumlah alveolus kurang lebih 300 juta buah. Luas

permukaan seluruh alveolus diperkirakan 100 kali dari luas permukaan

tubuh manusia.

Volume udara di dalam paru-paru orang dewasa lebih kurang 5 liter.

Kemampuan paru-paru menampung udara diebut dengan daya tampung

paru-paru atau kapasitas paru-paru. Volume udara yang dipernapaskan oleh

tubuh tergantung besar kecilnya paru-paru, kekuatan bernapas, dan cara

bernapas. Pada pernapasan biasa orang dewasa udara yang keluar dan

masuk paru-paru sebanyak 0,5 liter. Udara sebanyak ini disebut udara

pernapasan atau udara tidal.

Apabila kalian menarik napas sedalam-dalamnya dan menghembuskan

napas sekuat-kuatnya, volume yang dan ke luar lebih kurang sebanyak 3,5-

4 liter. Volume udara ini disebut kapasitas vital paru-paru. Sebanyak 1-1,5

liter udara tetap tinggal di paru-paru walaupun kita telah menghembuskan

napas sekuat-kuatnya. Volume udara ini disebut udara residu.

PROSES PERNAPASAN

Paru-paru manusia berada di dalam rongga dada. Rongga dada dipisahkan

dari rongga perut oleh sekat diafragma. Rongga dada dilindungi oleh tulang

rusuk dan tulang dada.

Proses pernapasan terdiri dari dua kegiatan, yaitu menghirup udara atau

menarik napas dan menghembuskan udara atau mengeluarkan napas.

Menghirup udara disebut inspirasi dan menghembuskan udara disebut

ekspirasi.

Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke

dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi

dapat dibagi menjadi tiga stadium.

1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke

dalam dan ke luar paru-paru.

5

Page 6: makalah pencernaan

2. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek:

a) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna)

dan antara darah sistemik dan sel sel jaringan;

b) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan

distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan

c) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi.

Selama respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan

karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan

dikeluarkan oleh paru paru.

Berdasarkan bagian tubuh yang mengatur kembang kempisnya paru-paru,

pernapasan dapat dibedakan menjadi pernapasan dada (pernapasan tulang

rusuk) dan pernapasan perut (pernapasan diafragma).

1. Pernapasan Dada

Pernapasan dada terjadi karena gerakan otot-otot antar tulang rusuk. Bila

otot antar tulang rusuk berkontraksi, tulang rusuk terangkat naik. Akibatnya

volume rongga dada membesar, sehingga tekanan rongga dada turun dan

paru-paru mengembang. Pada saat paru-paru mengembang, tekanan udara

di dalam paru-paru lebih rendah daripada tekanan udara di atsmosfer.

Akibatnya udara mengalir dari luar kedalam paru-paru (inspirasi).

Sebaliknya, ketika otot-otot antartulang rusuk relaksasi, tulang rusuk turun.

Akibatnya rongga dada menyempit dan tekanan udara di dalamnya naik.

Keadaan ini membuat paru-paru mengempis. Karena paru-paru mengempis,

tekanan udara di dalam paru-paru lebih tinggi daripada tekanan atsmosfer,

sehingga udara keluar (ekspirasi).

2. Pernapasan Perut

6

Page 7: makalah pencernaan

Pernapasan perut terjadi akibat gerkan diafragma. Jika otot diafragma

berkontraksi, diafragma yang semula cembung ke atas bergerak turun

menjadi agak rata. Akibatnya rongga dada membesar dan paru-paru

mengembang sehingga perut menggembung, tekanan udara di dalam paru-

paru turun dan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru (inspirasi).

Ketika otot diafragma relaksasi, diafragma kembali ke keadaan semula

(cembung). Akibatnya rongga dada menyempit. Pada saat semikian paru-

paru mengempis dan mendorong udara keluar dari paru-paru (ekspirasi).

Pernapasan perut terjadi terutama pada saat tidur.

2.2 Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat

pernafasan yang sangat dangkal.

2.3 Efusi pleura

Efusi pleura adalah keadaan di mana terjadi akumulasi cairan yang

abnormal dalam rongga pleura

2.4 Edema paru

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel

tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh.

7

Page 8: makalah pencernaan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Atelektasis

2.1.1 Pengertian

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat

pernafasan yang sangat dangkal.

8

Page 9: makalah pencernaan

2.1.2 Patofisiologi

Atelektasis dibagi menjadi dua jenis,yaitu :

1. Atelektasis Bawaan (Neonatorum)

Atelektasis bawaan adalah atelektasis yang terjadi sejak lahir, di mana

paru – paru tidak dapat berkembang sempurna. Terjadi pada bayi

(aterm/prematur) yang dilahirkan dalam kondisi telah meninggal (still

born) atau lahir dalam keadaan hidup lalu bertahan hanya beberapa hari

dengan pernafasan buruk. Paru – paru tampak padat, kempis dan tidak

berisi udara.

Atelektasis Resorbsi yaitu kondisi bayi yang mampu bernafas

dengan baik, tetapi terjadi hambatan pada jalan nafas yang mengakibatkan

udara dalam alveolus diserap sehingga alveolus mengempis kembali

(timbul pada penyakit membrane hyaline).

2. Atelektasis Didapat

a. Atelektasis Obstruksi

Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.

Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.

9

Page 10: makalah pencernaan

Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau

benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat

oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran

kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam

alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut

dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan

sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.

Atelektasis Obstruksi dapat terjadi pada pasien dengan :

1. Asma bronchial

2. Bronkhitis kronis

3. Bronkhiektasis

4. Aspirasi benda asing

5. Pasca bedah

6. Aspirasi darah beku

7. Neoplasma bronchus

Kondisi lain yang dapat menyebabkan atelektasis obstruksi antara lain : usia

(sudah tua atau usia anak – anak) dan kondisi tubuh dengan kesadaran

menurun (pengaruh anestesi) yang mengakibatkan kelemahan otot – otot

nafas sehingga tidak dapat mengeluarkan sumbatan pada jalan nafas.

Gejala klinis : dispnea, sianosis dan kolaps, bagian dada yang atelektasis

tidak bergerak, dan pernafasan terdorong ke arah yang sakit. Pada

pemeriksaan foto thorax didapatkan bayangan padat serta diafragma

menonjol ke atas.

10

Page 11: makalah pencernaan

3. Non-obstruktif :

- pasif → pneumothorax, operasi

- cicatrix → perlekatan-perlekatan

- adhesive → RDS (Respiratory Distress Syndrome)

Pneumonitis radiasi, pneumonia, uremia.

kompresi → Pneumothorax, pleural effusion, tumor

2.1.3 Pembagian Atelektasis

Menurut luasnya atelektasis dibagi :

1. Massive atelectase, mengenai satu paru

2. Satu lobus, percabangan main bronchus

Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus dengan

atelectase lobus superior paru.

3. Satu segmen → segmental atelectase

4. Platelike atelectase, berbentuk garis

Misal : Fleischner line → oleh tumor paru

Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan

fisik. Rontgen dada akan menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-

paru. Untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin perlu

dilakukan pemeriksaan CT - scan atau bronkoskopi serat optik. (3)

Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya :

a. Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru

b. Perubahan letak hilus atau fisura ( keatas atau ke bawah ). Pada keadaan

normal letak hilus kanan lebih rendah dari hilus kiri

c. Pergeseran trakea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian

paru yang kolaps

d. Sisa paru bisa amat berkembang ( over-expanded ) dan demikian menjadi

hipertranslusen

Kelainan-kelainan radiologik

11

Page 12: makalah pencernaan

Bilamana seluruh paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan

homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu

dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis

disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan

yang karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen

daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang

lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.

Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu

daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di

bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis

yang terangkat.

Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan

bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah

yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan

berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini

mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah

yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip

diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas

yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang

terdesak ke depan.

Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat

tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas

daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu

bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-

diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis

yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor

yang terdesak ke depan.

Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk

segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan keluar

dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang

bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada

proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya

12

Page 13: makalah pencernaan

kehadirannya memberikan tiga gambar vertebrae torakalis di sebelah bawah

akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di

sebelah tengah bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak

dapat dilihat dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan

jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum.

Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada

bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas umum daripada

lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan pembuluh-

pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah lebih memencar oleh karena

ia mengisi suatu volume yang lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah hilus

pada sebelah yang terkena penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas

lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat

dimana grup daripada lobus atas bertemu dengan arteria basalis di samping

itu, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan

pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit

daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal).

Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif,

oleh karena aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea

atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit

ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau

yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas.

Gambar - gambar Atelektasis

Kolaps Lobus Atas Kanan

13

Foto PA

Densitas uniform akibat lobus kanan yang kolaps dan mengkerut (panah).

Fisura interlobaris kanan bergeser ke atas ke arah mediastinum (panah lebar)

Hilus kanan terletak sama tinggi dengan hilus kiri, berarti letaknya meninggi.

Page 14: makalah pencernaan

Kolaps Lobus Medius Kanan

14

Foto Lateral

Lobus yang kolaps tidak terlihat. Ini akan membedakannya dengan pneumonia. Konsolidasi akan bisa dilihat dari kedua proyeksi tetapi kolaps mungkin hanya bisa dilihat dari satu proyeksi saja.

Foto PA

Terlihat densitas didekat jantung pada lapangan tengah dekat hilus. Bentuknya mirip segitiga. Bagian paru yang lain nampak bersih.

Page 15: makalah pencernaan

Kolaps Lobus Bawah Kanan

Kolaps Lobus Medius dan Lobus Bawah Kanan

15

Foto Lateral

Kolaps lobus medius selalu lebih jelas terlihat pada proyeksi lateral, terutama pada anak-anak. Terlihat densitas berbentuk segitiga dibagian depan, menunjukkan kolaps lobus medius (panah).

Foto PA

Hipertranslusen pada lobus kanan atas, terjadi karena adanya peningkatan volume sebagai kompensasi.

Lobus bawah kanan kolaps ke arah jantung dan mediastinum (panah) dan menghilangkan sinus cardiophrenicus. Batas lateralnya tegas. Hilus kanan “menghilang” karena pembuluh darah paru pindah ke arah jantung sebagai akibat kolaps paru.

Foto PA

Hipertranslusen lobus atas kanan (panah lebar).

Bila dibandingkan dengan kolaps lobus bawah kanan saja, densitas pada foto ini lebih luas dan batasnya kurang tegas.

Page 16: makalah pencernaan

Kolaps Lobus Bawah Kiri

16

Foto PA

Terlihat pergeseran ringan jantung dan mediastinum ke kiri.

Hilus kiri turun dibawah hilus kanan (panah).

Terlihat penurunan corakan vaskular pada bagian paru kiri yang over-expanded (panah lebar). Lobus bawah yang kolaps tidak terlihat pada foto yang kurang keras ini (bandingkan dengan foto “keras” dibawah ini).

Foto “keras” PA (Penderita yang sama)

Untuk mendapatkan hasil seperti ini, dipakai teknik dasar foto thorax PA tetapi mAs ditingkatkan 2 kali lipat.

Densitas berbentuk segitiga di belakang jantung adalah lobus bawah kiri yang kolaps (panah). Biasanya sulit untuk melihat lobus bawah yang kolaps pada foto lateral.

Page 17: makalah pencernaan

Kolaps Lobus Atas Kiri

17

Foto PA

Lobus atas kiri kolaps ke arah mediastinum (panah lebar).

Mediastinum sedikit bergeser kekiri : pada kiri pembuluh darah paru lebih tersebar dibandingkan pada sisi kanan, akibat adanya overinflasi pada sisa paru kiri sebagai kompensasi.

Page 18: makalah pencernaan

2.1.5 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan

kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.

Tindakan yang biasa dilakukan :

- Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena

kembali bisa mengembang

- Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur

lainnya

- Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )

- Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

- Postural drainase

- Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

- Pengobatan tumor atau keadaan lainnya

- Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,

menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-

paru yang terkena mungkin perlu diangkat

18

Foto lateral

Lobus atas kiri yang kolaps sulit untuk diidentifikasikan karena kolapsnya ke arah mediastinum. Hanya terlihat tepi belakangnya saja (panah).

Page 19: makalah pencernaan

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru

yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan

jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

2.1.6 Upaya Preventif

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya

atelektasis :

- Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas

dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.

Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa

diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum

pembedahan.

- Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang

menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih

baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu

pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke

paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran

pernafasan tidak dapat menciut.

2.2 EFUSI PLEURA

2.2.1 Pengertian

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura,

cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam

jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi

peregangan paru selama inhalasi.

2.2.2 Etiologi

Penyebab paling sering efusi pleura transudatif adalah karena penyakit

gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab

efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca

paru, ca mamma, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura

oleh karena kanker), infeksi virus.

Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi

pleura di negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan

19

Page 20: makalah pencernaan

lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun

systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma).

Efusi pleura jarang pada keadaan ruptur esofagus, penyakit pankreas,

anses intraabdomen, rheumatoid arthritis, sindroma Meig (ascites, dan

efusi pleura karena adanya tumor ovarium).

2.2.3 Patogenesis

Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi – kondisi :

1. Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (misalnya karena adanya

tumor)

2. Peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada

pleura)

Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan – keadaan :

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)

2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma (misalnya

hipoproteinemia)

3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)

4. Berkurangnya absorbsi limfatik

Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya :

1. Transudat

Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada

nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen,

dialisis peritoneal, dan atelektasis paru.

2. Eksudat

a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan asbes)

b. Neoplasma ( ca. paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)

c. Emboli / infark paru

d. Penyakit kolagen (SLE dan rheumatoid arthritis)

e. Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, ruptur esophagus, dan asbes

hati)

f. Trauma (hematoraks dan khilotoraks)

20

Page 21: makalah pencernaan

2.2.4 Fisiologi Pleura

Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu pleura visceralis dan

pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam

beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu :

1. Pleura Visceralis

Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis

(tebalnya tidak lebih dari 30 mm), di antara celah – celah sel ini

terdapat beberapa sel lomfosit. Di bawah sel mesotelial ini terdapat

endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Di bawah endopleura

terdapat jaringan kolagen dan serat – serat elastik yang dinamakan

lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan

2. Pleura Parietalis

Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel – sel mesotelial

dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat – serat elastik) namun

lebih dari pleura visceralis. Dalam jaringan ikat tersebut terdapat

pembuluh kapiler (arteri interkostalis dan arteri mammaria interna),

kelenjar getah bening, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka

terhadap rasa nyeri edam perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini

berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai

dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini

menempel tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.

Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh

pleura visceralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel

kapiler, kemudian direabsorbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura.

Telah diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura

parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui

membran pleura visceralis via sistem limfatik dan vaskular.

Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceralis dapat terjadi

karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik

koloid plasma. Cairan terbanyak direabsorbsi oleh sistem limfatik dan

hanya sebagian kecil yang direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal.

21

Page 22: makalah pencernaan

Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis

adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel – sel mesotelial.

Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara

kedua pleura tersebut karena biasanya hanya terdapat sedikit (10 -20

cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak

secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua

pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lain. Dalam kedaan

patologis, rongga antara kedua pleura ini dapat tereisi dengan beberapa

liter cairan atau udara.

2.2.5 Patofisiologi

Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma

(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat

plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan

oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari)

peradangan atu keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan efusi

normal yaitu payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya

normal pun dapt mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung

kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal

ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang

selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada

dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan

masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembventukan cairan dari pleura

parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi

menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura

Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan pembentuka cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal

tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler

(tekanan osmotik yng dilakukan oleh protein).

Luas efusi pleura yang mengancam volume pru – paru, sebagian akin

tergantung ats kekakuan relatif paru – pru dan dinding dada. Dalam batas

pernafasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru –

22

Page 23: makalah pencernaan

paru cenderung rekoil ke dalam (paru – paru tidak dapat berkembang secara

maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).

2.2.6 Manifestasi Klinik

Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, tiombul gejala sesuai dengan

penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam,

mengigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika sudah membesar dan menyebar,

kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan

mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi

yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi

yang terkena.

2.2.7 Diagnostic Test

Diagnosa dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja,

tetapi kadang – kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan tambahan

seperti sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan

tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan biopsi pleura.

1. Sinar Tembus Dada

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan lateral lebih tinggi daripada

bagian medial. Bila permukaannnya horizontal dari lateral ke medial, pasti

terdapat udara dalam rongga dada tersebut yang dapat berasal dari luar

atau dari dalam paru – paru itu sendiri.

Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah

terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.

Namun, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan,

mediastinum akan tetap pada tempatnya.

2. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun

teraupetik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru – paru di sela iga IX garis aksila

posterior dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 – 16. Pengeluaran

cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi.

23

Page 24: makalah pencernaan

Aspirasi sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock (hipotensi)

atau edema paru. Edema paru terjadi karena terlalu cepat mengembang.

Tabel 2.2.7-1 Perbedaan Cairan Transudat dan Eksudat

Transudat Eksudat

1. Warna

2. Bekuan

3. Berat Jenis

4. Leukosit

5. Eritrosit

6. Hitung Jenis

7. Protein Lokal

8. LDH

9. Glukosa

10. Fibrinogen

11. Amilase

12. Bakteri

1. Kuning, pucat, dan jernih

2. (-)

3. < 1018

4. < 1000 /Ul

5. Sedikit

6. MN (limfosit /mesotel)

7. < 50% serum

8. < 60% serum

9. = plasma

10. 0,3 – 4%

11. (-)

12. (-)

1. Jernih, keruh,

porulen, dan

hemoragik

2. (-) / (+)

3. > 1018

4. Bervariasi,>

1000/uL

5. Biasanya banyak

6. Terutama PMN

7. > 50% serum

8. > 60% serum

9. = / < plasma

10. 4 – 6% atau lebih

11. > 50% serum

12. (-) / (+)

3. Biopsi Pleura

Pemeriksaan histologist satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukkan 50 – 75% diagnosis kasus pleuritis tuberculosis dan tumor

pleura. Bila hasil biopsy pertama tidak memuaskan dapat dialkukan biopsy

ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, dan

penyebaran infeksi tumo pada dinding dada.

4. Pendekatan pada Efusi yang Tidak Terdiagnosis

Pemeriksaan tambahan :

a. Bronkoskopi : pada kasus – kasus neoplasma, korpus alienum, dan

asbes paru.

b. Scanning isotop : pada kasus – kasus dengan emboli paru.

c. Torakoskopi ( Fiber-optic pleroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma

atau TBC.

2.2.8 Penatalaksanaan

24

Page 25: makalah pencernaan

Pengobatan trhadap pasien dengan efusi pleura adalah dengan

mengatasi penyakit yang mendasarinya, mencegah penumpukan

kembali cairan, serta untuk mengurangi ketidaknyamanan dan

dispnea.

2.2.9 Diagnosa Keperawatan

1. Pola Nafas Tidak Efektif

Hal tersebut dapat ditandai dengan :

a. Penurunan ekspansi paru ( akumulasi dari udara / cairan )

b. Proses radang.

Yang ditandai :

a. Dispnea, takipnea, dan perubahan kedalaman pernafasan.

b. Penggunaan otot bantu pernafasan dan nasal faring.

c. Sianosis dan Analysis Blood Gases abnormal

d. Perubahan pergerakan dinding dada

2. Resiko Tinggi terhadap Trauma

Hal tersebut berhubungan dengan :

a. Ketergantungan alat eksternal

b. Proses penaykit sata ini

3. Nyeri Akut yang berhubungan dengan :

a. Terangsangnya saraf intratpraks sekunder terhadap iritasi

pleura.

b. Inflamasi parenkim paru.

4. Kerusakan Pertukaran Gas

Hal tersebut berhubungan dengan penurunan kemampuan

recoil paru dan gangguan transportasi oksigen.

2.3 EDEMA PARU

2.3.1 Pengertian

Edema

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh

atau di dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek

klinik sehari-hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor

25

Page 26: makalah pencernaan

yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik

system kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta

perpindahannya air dari intravascular ke intestinum.Pembengkakan jaringan

akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema.

Edema Paru

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-

paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru

ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini

adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon

dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.

Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan

pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-

dindig ini kehilangan integritasnya. Pulmonary edema terjadi ketika alveoli

dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-

pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan

persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),

berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.

Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika

menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.

Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang

intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke

darah atau melalui saluran limfatik.

2.3.2 Jenis Edema (berdasar penyebab)

1. Edema Paru Kardiogenik

Penyebab-penyebab cardiogenic dari pulmonary edema berakibat dari tekanan

yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh

fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi

pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias

dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan

jantung , atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi

dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari

26

Page 27: makalah pencernaan

paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-

pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar

2. Edema Paru Non-Kardiogenik

Non-cardiogenic pulmonary edema umumnya dapat disebabkan oleh yang

berikut:

a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang

parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,

merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Pada ARDS, integritas dari

alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang

mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat

dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

b. Gagal ginjal

Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh

dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh

darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal

ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan

kelebihan cairan tubuh.

c. High altitude pulmonary edema

Dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang

tinggi lebih dari 10,000 feet.

d. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-

seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada

akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary

edema.

e. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-

expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika

paru mengempis (pneumothorax ) atau jumlah yang besar dari cairan

sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi

yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya

pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema)

27

Page 28: makalah pencernaan

f. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada

pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi

yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum

tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema

g. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic

pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan

darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan

dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),

beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

2.3.3 Faktor – faktor resiko

Faktor-faktor risiko untuk edema paru pada dasarnya adalah penyebab-

penyebab yang mendasari kondisi. Tidak ada faktor risiko spesifik apa saja untuk

pulmonary edema yang lain daripada faktor-faktor risiko untuk kondisi-kondisi

kausatif (yang menyebabkan).

2.3.4 Manifestasi Klinis

1. Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini

mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya

berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang

tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.

2. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat

mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa

(dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau

kelemahan.

3. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada

pasien-pasien dengan pulmonary edema.

4. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter

mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau

crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang

berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

2.3.5 Diagnosa

`Edema Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan

1. Chest X-Ray

28

Page 29: makalah pencernaan

X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih

terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah

utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang

paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap

sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-

ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih

banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.

Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan

opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan

visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan

ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema,

namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab

yang mungkin mendasarinya. Untuk mengidentifikasi penyebab dari

pulmonary edema, penilaian keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah

penting. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik yang saksama seringkali

menyediakan informasi yang tidak ternilai mengenai penyebab.

Hasil chest X-Ray pada Edema

2. BNP (B-Type Natriuretic Peptide

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang

mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-

type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah

penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan

oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP

nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300

atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema.

29

Page 30: makalah pencernaan

Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya

menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Metode-metode

yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk membedakan antara

cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih

rumit dan kritis.

3. Pulmonary Artery Catheter (Swan-Ganz)

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan

tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau

leher dan dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan

diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries

(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-

paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan

dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge

pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah

konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge

pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-

cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz

dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU)

setting.

2.3.6 Perawatan

Edema Perawatan dari pulmonary edema sebagian besar tergantung pada

penyebabnya dan keparahannya. Kebanyakan kasus-kasus dari cardiac pulmonary

edema dirawat dengan menggunakan diuretics (pil-pil air) bersamaan dengan

obat-obat lain untuk gagal jantung. Pada mayoritas dari situasi-situasi, perawatan

yang tepat dapat dicapai sebagai pasien rawat jalan dengan mengkonsumsi obat-

obat oral. Jika pulmonary edemanya lebih parah atau ia tidak merespon pada obat-

obat oral, maka rawat inap dirumah sakit dan penggunaan obat-obat diuretic

secara intravena mungkin diperlukan. Perawatan untuk noncardiac causes of

pulmonary edema bervariasi tergantung pada penyebabnya. Contohnya, infeksi

yang parah (sepsis ) perlu dirawat dengan antibiotik-antibiotik dan tindakan-

tindakan dukungan lain, atau gagal ginjal perlu dievaluasi dan dikendalikan

dengan baik. Pemberian suplemen oksigen adakalanya perlu jika tingkat oksigen

30

Page 31: makalah pencernaan

yang diukur dalam darah terlalu rendah. Pada kondisi-kondisi yang serius, seperti

ARDS, menempatkan pasien pada mesin pernapasan buatan adalah perlu untuk

mendukung pernapasan mereka ketika tindakan-tindakan lain diambil untuk

merawat pulmonary edema dan penyebab yang mendasarinya

2.3.7 Komplikasi

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin

timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang

mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan

pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.

Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada

pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti

otak

2.3.8 Upaya Preventif

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari

pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka

panjang dari penyakit jantung dan serangan-serangan jantung , kenaikan yang

perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari overdosis

obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-

sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS

yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan

2.3.9 Penatalaksanaan

a. Edema Paru Kardiogenik

Pengobatan edema paru tergantung etiologi. Karena kondisi yang akut dan

mengancam kehidupan perlu segera dilakukan tindakan untuk membantu

pernafasan dan sirkulasi. Komplikasi pada edema paru yang sering terjadi seperti

infeksi, asidosis, anemia dan gagal ginjal perlu segera dikoreksi.

Pasien dengan edema paru kardiogenik biasanya menunjukkan beberapa gejala

dari gagal jantung kiri seperti Aritmia ,Iskemi atau Infark Miokard Akut yang

dapat segera diterapi sehingga dapat memperbaiki oksigenasi paru. Sebaliknya

pada edema paru non kardiogenik revolusi lebih lambat dan sulit, seringkali

pasien memerlukan ventilasi mekanik.

31

Page 32: makalah pencernaan

Pemberian oksigen yang adekuat akan menjamin pengiriman O2 ke jaringan

perifer dan jantung.Pada pasien dengan oksigenasi inadekuat meskipun telah

diberikan O2 membutuhkan ventilasi dengan sungkup nasal atau wajah atau

pemasangan ETT.Pada kasus yang refrakter, ventilasi mekanik dapat membantu

mengurangi sesak nafas.Ventilasi mekanik dengan Positive EN Expiratory

Pressure(PEEp) mempunyai beberapa keuntungan pada edema paru yaitu dapat

mengurangi preload dan afterload sehingga memperbaiki fungsi jantung,

mendistribusikan cairan dari intraalveolar dan meningkatkan volume paru untuk

menghindari atelektasis

Diuretik

Furosemide, bumetanide dan torasemide efektif untuk penyakit edema

paru, walaupun disertai dengan adanya hipoalbumin, hiponatremi dan hipoksemi.

Furosemid juga dapat berfungsi sebagai venodilatorsehingga dapat menurangi

preloaddengan cepat merupakan deuritik pilihan.

Dosis awal furosemide0.5mg/KgBB,tetapi bias lebih tinggi sampai 1 mg/KgBB

jika diperlukan seperti pada pasien yang renal insufisiensi, pada penggunaan

diuretic kronik, hipervolemia atau gagal dengan dosis yang lebih rendah.

Nitrat

Nitrogliserin dan isosorbid dinitrate, mempunyai fungsi utama sebagai

venodilator selain juga untuk vasodilator pembuluh darah koroner.Pemberian

preparat nitrai sublingual setiap 5 menit adalah terapi lini pertama untuk edema

paru kardiogenik.Jika edema paru menetap tanpa hipotensi, pemberian sublingual

bisa diikuti dengan pemberian nitrogliserin?nitrat IV, mulai dengan dosis 5-10

ug/men it.Nitropruside IV (0,1-5 ug/KgBB per menit) adalah vasodilator

arteri dan vena yang kuat.Digunakan pada pasien edema paru dan hipertensi,

tetapi tidak direkomendasikan pada keadaan perfusi arteri koroner yang kurang.

Diperlukan pemantauan ketat dan titrasi dosis termasuk penggunaan cateter arteri

untuk pemantauan tekanan darah secara kontinu di ICU.

Morphine

Diberikan 2 sampai 4 mg IV bolus. Morphine adalah venodilator yang

dapat mengurangi preload, menghilangkan sesak anxietas. Efek tersebut dapat

32

Page 33: makalah pencernaan

mengurangi stress, menurunkan tingkat katekolamine, takikardi dan affterload

ventrikel pada pasien edema paru dengan hipertensi sitemik

ACE Inhibitor

Ace inhibitor mengurangi preload dan afterload dan direkomendasikan

pada pasien edema paru dengan hipertensi. Diawali dengan Ace inhibitor dosisi

rendah dan masa kerja pendek, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap.

Pada infark Miokard Akut, dengan gagal jantung, Ace mengurangi angka

mortalitas pada jangka pendek dan panjang.

Obat-obatan lain yang mengurangi preload

Recombinant BNP (nesiritide) IV sebagai vasodilator kuat yang juga

mempunyai efek diuretic efektif dalam pengobatan edema paru kardiogenik. Obat

tersebut hanya dipakai pada pasien yang refrakter dan tidak direkomendasikan

pada keadaan ischemi atau miokard infark

Obat inotropic dan inodilator

Obat golongan simpatomimetik amine seperti Dopamin (2-5 ug/kgBB) dan

Dobutamin (2-10 ug/kgBB) adalah inotropik kuat, diberikan untuk edema paru

kardiogenik untuk memperbaiki kontraktilitas miokard, meningkatkan kardiak

output dan tekanan darah. Obat inodilator seperti milrinon merangsang kontraksi

miokard dan menurunkan tekanan perifer dan pulmonal. Obat ini hanya

diindikasinkan pada pasien edema paru kardiogenik dengan disfungsi ventrikel

kiri yang berat.

Digitalis

Digitalis bukan lagi merupakan obat utama pada edema paru dan jarang

digunakan. Digitalis hanya digunakan pasien dengan rapid atrial fibrilasi atau

atrial flutter untuk mengontrol ventricular rate.

Intra aortic balloon pulsation

IABP diindikasikan untuk edema paru kardiogenik yang refrakter, yang

disebabkan oleh Mitral regurgitasi akut atau rupture sentrum ventrikel, yang

dipersiapkan untuk operasi.

Cardiac resynchronization therapy

Pemasangan CRT diindikasikan pada kasus edema paru kardiogenik yang

refrakter, disebabkan adanya disinkronisasi denyut atrial dan ventrikel seperti

33

Page 34: makalah pencernaan

pada kasus LBBB, atrial fibrilasi.Dengan sinkronisasi denyut atrial dan ventrikel

diharapkan ada perbaikan cardiac output dan perfusi perifer.

Edema paru dapat juga terjadi karena pengeluaran cairan pleura yang

terlalu cepat pada penderita pleural effusion atau pengeluaran udara dengan

tekanan negative pada penderita pneumotoraks.Penurunan tekanan yang cepat

menyebabkan transudasi cairan kedalam paru sehingga terjadi hipotensi dan

oliguri.Pada kondisi ini diuretic dan obat vasodilator merupakan kontraindikasi,

sebaliknya diperlukan penambahan cairan intravaskuler dan bantuan respirasi

mekanik.

b. Edema Paru Non-Kardiogenik

1. High Attitude Pulmonary Edema (HAPE)

Adalah edema paru non-kardiogenik yang sering terjadi pada usia muda

yang mendaki dengan ketinggian lebih dari 2500 metertanpa adaptasi

terlebih dahulu. HAPE terjadi karena peningkatan tekanan arteri paru dan

resistensi vaskuler paru sebagai respon terhadap hipoksia.

Terapi HAPE adalah membawa pasien ke tempat yang lebih rendah

secepatnya (kurang dari 48 jam dan lebih rendah dari 2500 meter),

pemberian oksigen konsentrasi tinggi, bedrest serta membatasi asupan

cairan. Nifedipin dapat digunakan untuk pengobatan HAPE dan juga

profiklasis, tetapi hanya dipakai ketika O2 tidak tersedia atau membawa

pasien ke tempat yang lebih rendah tidak memungkinkan. HAPE

seringkali dapat dicegah dengan inhalasi salmaterol (beta adrenergik

agonist) terutama pada individu yang rentan. Penggunaan inhalasi nitric

oxide tersendiri atau kombinasi dengan O2 dapat mengurangi resistensi

paru dan memperbaiki oksigenasi pada penderita HAPE

2. Edema Paru Neurogenik

Manifestasi Klinis Edema Paru Kardiogenik

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan per- ubahan radiografi

(foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 sta- dium, meskipun kenyataannya secara

klinik sukar dideteksi dini.

1. Stadium 1.

34

Page 35: makalah pencernaan

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan

memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas

difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya

sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan

kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena ter-

bukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

2. Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru

menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa

interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di

jaringan kendor inter- sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,

terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula

terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal

ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga

membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial

diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit

perubahan saja.

3. Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Per- tukaran gas sangat

terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak

sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru

yang lain turun dengan nyata. Terjadi /right-to-left intrapulmonary shunt. /

Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat

dapat terjadi hiperkapnia dan /acute respiratory / /acidemia. /Pada keadaan

ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,

1988). Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya

akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang

dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan

kapiler paru normal, yang dapat dicegah de- ngan pemberian indomethacin

sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat /cyclooxygenase

/atau /cyclic nucleotide / /phosphodiesterase /akan mengurangi edema'

paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-

35

Page 36: makalah pencernaan

nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita

dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak

parunya normal; hal ini mungkin dise- babkan lambatnya pembersihan

cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun

atau kemungkinat lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan

permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi

sekuncup yang rendah seperti pada /cardiogenic shock lung /(Ingram and

Brauhwald, 1986).

2.3.10 Patofisiologi

Aliran Cairan Paru

Gaya Starling mengatur aliran cairan paru dari ruang intravaskuler ke

akstravaskuler.gerakan cairan melintasi pembuluh darah ditentukan oleh

konduktansi pembuluh darah (Kf) dan gradient tekanan hidrostatik (Pmv-Pis) dan

osmotic (πmv-πis). Kecenderungan tekanan hidrostatik dalam vaskularisasi paru

(Pmv) untuk menyebabkan keluarnya aliran cairan dari pembuluh paru ke dalam

intertisium paru dilawan oleh tekanan hidrostatik ekstravaskuler (Pis) dan oleh

suatu fraksi perbedaan (σ) antara tekanan koloid osmotic (COP) di dalam

pembuluh darah (πmv) dan interstisium (πis). Tekanan akhir yang mendorong

cairan keluar dari paru adalah suatu nilai positif yang kecil dalam kondisi normal,

yang menyebabkan pergerakan cairan ke dalam intertisium paru dan dikeluarkan

oleh saluran limfatik paru lalu kembali ke sirkulasi. Jika aliran cairan paru

meningkat, akumulasi edema di dalam paru diatasi oleh peningkatan drainasi

limfatik, dengan peningkatan Pis sekecil peningkatan volume edema interstisial

dalam kompartemen interstisial yang kaku disekeliling pembuluh darah septal

meningkatkan tekanan hidrostatik dari -10mmHg menjadi nol (0), dengan

penurunan πis melalui pengenceran konsentrasi protein interstisial, sebaiknya

menggunakan cairab kristaloid. Walaupun factor – factor tersebut cenderung

menjaga paru tetap kering, factor – factor tersebut belum merupakan subjek

manipulasi terapi. Untuk Kf dan σ tertentu, determinan aliran edema yang menjadi

sasaran terapi adalah Pmv.

36

Page 37: makalah pencernaan

Interaksi Aliran Edema dan Mekanika Ventrikel

Tanpa adanya obstruksi vena pulmonalis atau katup mitral, tekanan akhir

diastolic ventrikel kiri menentukan tekanan vena pulmonalis dan atrium kiri serta

menetukan Pmv. Tekanan ini diperkirakan secara klinis dari tekanan anyaman

kapiler pulmonalis (PEWP;pulmonary Capillary Wedge Pressure) yang diukur

selama kateterisasi arteri pulmonalis.

Gangguan gaya Starling yang timbul pada edema paru pada gangguan

fungsi ventrikel kiri dapat dimengerti dengan mempelajari hubungan tekanan dan

volume. Jantung normal terisi selama fase diastolic da terdapat sedikit sedikit

peningkatan tekanan selama akomodasi volume yang besar karena kelenturan

ventrikel yang tinggi. Pada akhir diastolic ventrikel berkontraksi secara

isovolumetrik, dan tekanan intraventrikular naik, jika tekanan aortic terlewati,

terjadi pembukaan katup aortic, dan ejeksi dimulai. Ventrikel terus berkontraksi

sampai volume akhir sistolik, dan ditentukan oleh hubungan tekanan-volume

akhir sistolik, yang diduga sebagai fungsi status kontraktil miokardium.

Kemudian terkadi relaksasi, disertai penurunan tekanan, dan pengisian sistolik

diulangi. Peningkatan volume sirkulasi, seperti pada gagal ginjal akut atau infuse

intravena yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan volume dan tekanan

diastolic pada pasien dengan jantung yang nirmal. Seringkali gangguan fungsi

diastolikdari ventrikel kiri menyertai gangguan fungsi sistolik, seperti apa yang

ditemukan selama iskemia, infark, atau afterload yang berlebihan (hipertensi

malignan), atau pada kardiomiopati. Kemudian hubungan tekanan volume

bergeser ke kiri, dan diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mencapai volume

diastolik tertentu.

Karena itu, patofisiologi edema kardiogenik adalah gangguan fungsi

diastolic yang menimbulkan peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel,

peningkatan Pmv, dan peningkatan aliran cairaan paru yang menyebabkan edema

paru jika jika kapasitas limfatik dilampaui. Sedah tentu, πmv dapat juga

mempengaruhi aliran cairan, terutama jika lambat, seperti pada sindroma nefrotik,

kegagalan hati, atau malnutrisi parah lainnya; tetapi perubahan πmv mempunyai

pengaruh kecil pada kejadiaan dan terapi edema “tekanan tinggi” karena koefisien

refleksi normal, σ, adalah 0,6 sampai 0,7. Depresi fungsi sistolik menimbulkan

37

Page 38: makalah pencernaan

penurunan isi sekuncup, penurunan curah jantung, dan aliran darah yang tidak

adekuat ke jaringan perifer. Edema “tekanan tinggi” ini terlihat pada iskemia dan

infark miokardium, hipertensi malignan, regurgitasi mitral (kendatipun pada

gangguan fungsi katup ini, tekanan sistolik ventrikel ditransmisikan ke

vaskularisasi paru), dan kardiomiopati. Kejadian lain adalah obstruksi saluran

pernapasan bagian atas seperti pada epiglottis, benda asing, atau gantung diri.

Pada kasus ini, penurunan nyata dari tekanan pleura selama usahainspirasi

menyebabkan peningkatan tekanan transmural ventrikel kiri dan secara efektif

menimbulkan afterloading ventrikel untuk meningkatkan volume akhir sistolik

ventrikel kiri yang pada gilirannya diikuti peningkatan volume dan tekanan akhir

diastolic ventrikel kiri yang serupa dengan perubahan pada hipertensi malignan.

Kontraksi isovolume kembali berlangsung, tetapi jika fungsi ventrikel kiri

mengalami depresi, seperti seringkali terjadi pada edema paru kardiogenik, ejeksi

sekarang berlangsung ke kurva volume tekanan akhir sistolik yang mengalami

depresi, dengan akibat penurunan isi sekuncup (stroke volume)

Edema Paru Non-Kardiogenik

Sebaliknya, edema “tekanan rendah”. atau sering disebut sebagai

kebocoran kapiler paru atau fase eksudatif dari sindroma gawat pernapasan,

timbul jika kerusakan alveolar difus berkaitan dengan peningkatan permeabilitas

terhadap air (Kf) dan rusaknya integritas kapiler sebagai suatu membrane

semipermeabel terhadap bahan osmotic serum (sebagian besar protein). Σ

cenderung kearah nol (yaitu makromolekul yang secara bebas melintas ke dalam

interstisium. Jika tidak diimbangi, maka gradient tekanan hidrostatik interstisial

intravascular normal dapat mendorong aliran cairan yang cukup untuk

menimbulkan edema yang parah. Situasi terjadinya proses ini adalah aspirasi

asam, sepsis, trauma dengan syok, cedera inhalasi, pneumonia, reinflasi paru

setelah atelektasis yang lama, dan pancreatitis. Harus diingat bahwa sebagian

besar penelitian terhadap pasien dengan edema paru tekanan rendah mencakup

banyak pasien tanpa proses pencetus yang dapat diidentifikasi.

38

Page 39: makalah pencernaan

Kelompok pasien yang tiidak begitu karakteristik adalah pasien dengan

edema paru setelah cedera system saraf pusat, yang disebut sebagai edema paru

neurogenik (NPE.Neurogebic Pulmonary Edema). Walaupun sejumlah observasi

klinis dan hewan menunjukan adanya kelainan sirkulasi dini yang menimbulkan

peningkatan tekanan hidrostatik sementara yang dapat merusak vaskularisasi

pulmonal sedemikian rupa sehingga menimbulkan defek permeabilitas, observasi

lain menunjukan bahwa sindroma kebocoran kapiler dapat timbul tanpa perubahan

vascular terkait, kendatipun perantara proses ini tidak jelas.

Pertimbangan mekanisme patofisiologis dalam NPE menekankan

pemikiran artificial edema tekanan tinggi atatu rendah yang “murni”. Kami

menganggap bahwa bahwa faktor utama yang dapat diatur untuk mengubah aliran

cairan paru pada semua jenis edema Pmv; tujuan terapi adalah menghindari

intervensi yang meningkatkan Pmv dan menerapkan terapi untuk menurunkan

Pmv tanpa mengorbankan transport oksigen sistemik.

Mekanika Pernapasan dan Shunt pada Edema

Tanpa memandang penyebabnya, pengaruh dari edema interstisial dan

alveolar adalah menurunkan volume dan elastisitas paru. Serentak dengan efek

mekanis ini, shunt intrapulmonal dengan hipoksemia timbul sebagai akibat darah

vena campuran yang melintasi unit paru yang dibanjiri tanpa terjadinya pertukaran

gas. Tekanan saluran pernapasan proksimal (pawo) dipetakan terhadap volume

paru yang dinyatakan sebagai persen kapasitas paru total (TLC). Pada system

mekanik pernapasan yang normal, inflasi paru terjadi dengan dinaikkannya Pawo

di sepanjang kurva tekanan-volume representative, elastisitas ditunjukan oleh

kecuraman kurva ΔV/ΔP. Pembanjiran dan kolap unit paru pada edema

menurunkan volume gas toraks pada Pawo=0 (penurunan kapasitas residual), dan

dengan berlangsungnya inflasi paru, Pawo harus lebih besar untuk setiap volume

tertentu karena lebih sedikit ruang udara yang ada untuk akomodasi volume

inflasi. Dengan demikian, elastisitas sangat menurun.

39

Page 40: makalah pencernaan

DAFTAR PUSTAKA

1. http : // www.emedicine.com/ped/topic 158.htm

2. Simon, G. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum.

Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga, 1981 : 275

3. http : // www.medicastore.com/med/detail

4. SEMA FK-UNAIR, SIE BURSA. KUMPULAN KULIAH RADIOLOGI I.

Surabaya : LAB/UPF Radiologi RSUD dr. Soetomo : 20-21.

5. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 1287

6. Palmer, P.E.S. Petunjuk Membaca Foto Untuk Doker Umum. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 45-50

40

Page 41: makalah pencernaan

41