Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

67
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.........................................................1 BAB I..............................................................2 PENDAHULUAN........................................................2 1.1. Latar Belakang.............................................. 2 1.2. Tujuan Pembelajaran.........................................2 1.3. Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya...................3 1.4. Laporan Seven Jumps.........................................3 BAB II.............................................................6 PEMBAHASAN.........................................................6 1. Bagaimana anatomi leher?......................................6 Jawab:........................................................... 6 2. Apa saja etiologi pembesaran KGB / Limfadenopati ?............7 3. Apa Keadaan yang dapat menyebabkan benjolan di leher?.........8 4. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB?......................10 5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?.................................................. 12 6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan pada leher?.................................13 7. Jelaskan DD 1 Limfodenitis TB.............................19 8. Jelaskan DD 2 Limfoma Maligna.............................22 9. Jelaskan DD 3 Kanker tiroid...............................32 BAB III...........................................................46 PENUTUP...........................................................46 3.1. Simpulan................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA....................................................47

description

benjolan pada leher

Transcript of Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Page 1: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................1

BAB I....................................................................................................................................................2

PENDAHULUAN................................................................................................................................2

1.1. Latar Belakang....................................................................................................................2

1.2. Tujuan Pembelajaran..........................................................................................................2

1.3. Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya........................................................................3

1.4. Laporan Seven Jumps.........................................................................................................3

BAB II..................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN...................................................................................................................................6

1. Bagaimana anatomi leher?......................................................................................................6

Jawab:..............................................................................................................................................6

2. Apa saja etiologi pembesaran KGB / Limfadenopati ?.........................................................7

3. Apa Keadaan yang dapat menyebabkan benjolan di leher?................................................8

4. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB?.................................................................10

5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?..........12

6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan pada leher?.....................................................................................................................................13

7. Jelaskan DD 1 Limfodenitis TB.......................................................................................19

8. Jelaskan DD 2 Limfoma Maligna....................................................................................22

9. Jelaskan DD 3 Kanker tiroid...........................................................................................32

BAB III...............................................................................................................................................46

PENUTUP..........................................................................................................................................46

3.1. Simpulan..................................................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................47

Page 2: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPada Semester 5 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakata, kami mendapatkan mata kuliah sistem

Onkologi. Dalam modul ketiga pada Sistem Onkologi kami mempelajari konsep dasar

penyakit-penyakit sehingga seseorang dapat terjadi benjolan pada leher.

Ada berbagai alasan mengapa seseorang dengan benjolan pada leher datang berobat.

Karena apabila terdapat benjolan pada leher dan itu terasa sakit maka itu menjadi masalah

besar bagi kebanyakan orang.

Dalam PBL modul ketiga ini yaitu mengenai benjolan pada leher. Kelompok kami

mengharapkan agar pembaca dapat lebih mengerti menjelaskan semua aspek tentang

penyakit infeksi, yaitu dasar anatomi, histology dan fisiologi dari infeksi, patomekanisme

terjadinya infeksi, mikroba penyebab infeksi, kelainan sel, jaringan, dan cairan tubuh

akibat infeksi, dasar pertahanan tubuh terhadap infeksi, serta cara penularan dan

pencegahan infeksi.

1.2. Tujuan Pembelajarana. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memperoleh

pembelajaran tentang anatomi, histologi dan fisiologi, KGB dan hubungan dengan

infeksi dan neoplasma.

b. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat

1. Menjelaskan anatomi dan KGB leher, thyroid, dan anatomi jaringan leher.

2. Menjelaskan Fisiologi KGB dan thyroid

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 2

Page 3: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

3. Menjelaskan diagnose banding benjolan pada leher

4. Menjelaskan faktor risiko terjadinya karsinoma tiroid

5. Menjelaskan pembagian karsinoma tiroid

6. Menjelaskan TNM dan stadium karsinoma tiroid

7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan dalam penanganan

benjolan leher

1.3. Kegiatan yang Dilakukan dan KeluarannyaPada saat melakukan PBL, kelompok kami berdiskusi bersama untuk mempelajari

kasus-kasus yang ada di skenario. Kami melakukan pembelajaran dengan mengikuti tujuh

langkah (seven jumps) utuk dapat menyelesaikan masalah yang kami dapatkan.

1.4. Laporan Seven JumpsKelompok kami telah melakukan diskusi pada pertemuan pertama dan kami telah

menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah kami

dapatkan :

LANGKAH 1 (Clarify Unfamiliar)

Skenario 1

Perempuan 27 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan ada benjolan di leher

kiri, berkelompok. Benjolan ini dirasakan agak sakit terutama bila ditekan. Riwayat sakit tb

paru dan batuk-batuk lama disangkal.

Kalimat sulit

- Tidak ada

Kata / kalimat kunci

- Perempuan 27 tahun

- Ada bejolan di leher kiri, bergerombol

- Dirasakan sakit saat ditekan

- Riwayat TB dan batuk kronik disangkal

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 3

Page 4: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

LANGKAH 2 ( Define Problem )

Pertanyaan:

1. Bagaimana anatomi leher?

2. Apa saja etiologi pembesaran KGB?

3. Apa perbedaan benjolan berkelompok dengan yang tidak berkelompok?

4. Apa saja faktor risiko pembesaran KGB?

5. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB?

6. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan pada

leher?

8. Apa DD pada skenario?

9. Bagaimana tatalaksana pada skenario?

10. Bagaimana prognosis, preventif, dan komplikasi pada skenario?

LANGKAH 3 ( Brainstorme Possible)

Pada saat diskusi kami telah melakukan brain storming dengan cara menjawab pertanyan-

pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa pertanyaan yang

telah didapat dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.

LANGKAH 4 (Mind Mapping)

LANGKAH 5 ( Sasaran pembelajaran / Learning Objectif)

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 4

Page 5: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

a. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )

b. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )

LANGKAH 6 ( Belajar Mandiri )

Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar

ilmiah, mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan

pemahaman dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya

akan dipersentasikan dan disajikan untuk dibahas bersama.

LANGKAH 7 ( Pembahasan )

Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada pertemuan kedua dan

kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.

Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada

saat belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 5

Page 6: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

BAB II

PEMBAHASANNama : Tito Syahjihad

NIM : 2012730114

1. Bagaimana anatomi leher?

Jawab:

Gambaran umum Leher

Leher adalah area transisional di antara cranium di superior dan clavicular di inferior.leher berkerja sebagai saluran utama bagi struktur struktur yang berjalan di antaranya .selain itu , beberapa oragn penting dengan fungsi unik terletak disini : misalnya ,larynx dan tiroid serta gladnula parathyroid

Tulang leher

Skleton leher di bentuk oleh vertreba cervicalis ,os hyoideum ,manubrium sterni ,dan clavicular .tulang tulang tersebut merupakan bagian skleton aksial kecuali clavicula,yang merupakan bagian skleton apendikular superior.

Fascia cervicalis

Struktur struktur di leher di kelilingi oleh lapisan jaringan subkutan dan di bagi bagi oleh lapisan lapisan fascia cervicalis

-jaringan subkutan cervical dan platysma

Jaringan subkutan leher :adalah suatu lapisan jaringan ikat berlemak yang terletak di antara dermis kulit dan fascia investiens pada fascia cervicalis profunda .jaringan tersebut biasanya lebih tipis daripada jaringan region lain, terutama di anterior .jaringan mengandung saraf kulit ,pembuluh darah ,dan pembuluh limfatik , nodi limpatic superfacialis dan banyak lemak

Otot otot leher

Otot sternokleidomastoid berasal dari klavikula dan tersisip pada tengkorak, sehingga meregangkan leher ketika otot-otot ini berkontraksi bersama-sama. Jika salah satu kontraksi sternokleidomastoid sementara yang lain rileks, maka yang akan menghasilkan menekuk kepala ke arah bahu dan mengubah wajah dalam arah yang berlawanan.Di sisi posterior, otot-otot splenius memperpanjang leher dan membantu untuk mempertahankan postur tegak. Otot-otot ini melekat pada vertebra dan tengkorak.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 6

Page 7: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Sheila Sarasanti

NIM : 2013730099

2. Apa saja etiologi pembesaran KGB / Limfadenopati ? Jawab:

a. Infeksi virus : Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola,

Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human

Immunodeficiency Virus (HIV).

b. Infeksi bakteri : Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta

hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan

dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian.

c. Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga

dapat menyebabkan limfadenopati.

d. Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati

dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun.

e. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan

isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,

cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida,

sulindac). Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.

f. Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti

setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 7

Page 8: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Paramitha Ayu Triavini

NIM : 2013730082

3. Apa Keadaan yang dapat menyebabkan benjolan di leher? Jawab:

Beberapa keadaan yang menyebabkan benjolan di leher.

Secara umum, benjolan di daerah leher dapat disebabkan oleh 4 kelainan, yaitu :

1. Kelainan kongenital2. Infeksi3. Neoplasma4. Trauma

Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini, benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan bagian atas, namun ada pula di tengah-tengah bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil dan bisa juga hampir sebesar bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antar lain adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus thyroglosus.

a. Hygroma colli Merupakan kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe, biasanya muncul sejak lahir dan mungkin bertambah besar dengan bertambahnya usia bahkan bisa sampai seukuran bola tenis atau lebih. Benjolan ini biasanya agak lunak.

b. Kista ductus thyroglosusBenjolannya umumnya di garis tengah leher diantara bawah dagu sampai kelenjar thyroid atau kelenjar gondok. Pada jenis kelainan ini bisa muncul pada masa kanak-kanak atau setelah usia dewasa.

c. Kista branchialSama seperti kista ductus thyroglosus yang juga berisi cairan. Letaknya paling sering dijumpai pada bagian samping leher.

InfeksiInfeksi pada bagian leher dapat berupa infeksi akut maupun infeksi kronik. Biasanya

infeksi akut disertai adanya gejala demam, rasa nyeri dan adanya warna kemerahan pada benjolan tersebut. Infeksi kronis atau menahun yang paling sering ditemukan adalah benjolan akibat penyakit TBC kelenjar. Pada TBC kelenjar, benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 8

Page 9: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

dapat juga beberapa buah benjolan dan paling sering terletak di leher bagian samping kiri atau kanan bahkan kadang kanan kiri sekaligus.

Neoplasma/kanker daerah leher bisa dibedakan menjadi 2 macam menurut asal pertumbuhannya, yaitu :

1. Kanker/neoplasma yang pertumbuhannya memang berasal dari daerah leher itu sendiri, misalnya kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak yang berasal dari otot dan jaringan lunak lainnya di leher.

2. Kanker yang terjadi akibat metastasis dari kanker induk di daerah lain, contohnya kanker nasofaring, kanker daerah kepala, kanker rongga mulut yang jika bermetastasis akan menyebabkan benjolan di leher samping atas sedikit dibawah telinga kiri atau kanan.

Trauma

Trauma di daerah leher biasa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan darah atau hematom dan membentuk benjolas seperti tumor. Biasanya benjolan akibat trauma akan memberikan rasa nyeri bila ditekan.

Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di leher. Ada juga kelainan yang berada di kelenjar gondok yang disebabkan kekurangan yodium terutama pada daerah endemis gondok.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 9

Page 10: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Tian Tiffani

NIM : 2013730111

4. Bagaimana patomekanisme pembesaran KGB? Jawab:

Ada banyak factor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti

trauma, infeksi, hormon, neoplsma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan

caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu di tekankan adalah

tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.

Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sisitemik seperti limfoma dan TBC.

Hampir semua struktur yang ada di leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar

tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain

seperti lemak, otot dan tulang.

Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang

di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang

terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek kerja imunitas tubuh

yang bermanifestasi pada pembengkkan kelenjar getah bening.

Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai

mekanisme infeksi, hanya saja trauma yang tidak di sertai infeksi sekunder pada umumnya

tidak menyebabakan pembesaran kelenjar getah bening.

Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka

otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama

mast sel dan basofil akan mengalami granulasian mengeluarkan mediator radang berupa

histamine, serortonin, bradikinin, sitokinberupa IL-2,IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator

radang ini terutama histamine akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan

permeabilitas venula serta pelebaran intra endothelia juntion. Hal ini mengakibatkan cairan

yang ada dalam pembuluh darah keluar kejaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada

daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran

kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan

tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agar infeksi usitu

sendiri berupaya untuk menghanurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bias mendapatkan

nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 10

Page 11: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami

kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidakmenyebarke organ tubuh lain.

Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel

limfoid, tulang mau kelenjar secara umum hamper sama. Awalnya terjadi dysplasia dan

metaplasia pada sel matur akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel tidak lagi

sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti

peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini

berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan

pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar

tiroid- adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe – limfoma maupun

akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

Timbulnya benjol unilateral dikarenakan sel yang abnormal berdiferensiasi di sisi

sinistra dan tidak bilateral. Sel berdiferensiasi dan membentuk angiogenesis tumor.

Proliferasi sel tumor akan membentuk masa yang dapat menekan jaringan sekitarnya.

Jaringan yang tertekan akan menjadi atrofik. Tumor di leher dapat menekan trachea dan bias

mengganggu pernafasan.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 11

Page 12: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Saiffeddine Saleh Awad A

NIM : 2013730096

5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?

Jawab:

Anamnesis tambahan dan pemeriksaan tambahan•      Benjolan–     Lokasi (pertama x, tempat lain)–     Sifat benjolan: batas, konsistensi, warna, ulcus, dapat digerakkan/tidak–     Nyeri•      Keluhan lain–     BB menurun•      Sejak kapan, bagaimana sifatnya•      Nafsu makan menurun/meningkat/normal–     Pengaruh mens ada/tidak–     Gangguan pernapasan, saat makan, pendengaran–     Demam–     gejala penyerta lainnya•      Riwayat medis: radiasi, pil KB,•      Riwayat kebiasaan hidup: rokok, alkohol, ikan asin•      Riwayat keluarga

Pemeriksaan Fisis Tambahan•      InspeksiBenjolan•      Lokasi•      Sifat benjolan: ukuran, warna, ulcus•      Menelan: ikut gerakan / tidak•        Palpasi1. Benjolan: batas, permukaan, konsistensi, mudah digerakkan/tidak,2. Kelenjar limfe leher: submental, submandibular, jugularis, asesorius, supra dan infraklavikular3. Kelenjar limfe aksilla dan inguinal.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 12

Page 13: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Azizah Khairina

NIM : 2013730019

6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan

benjolan pada leher?

Jawab:

Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Kelenjar

A. Pemeriksaan radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi tuberculosis. Lokasi lesi tuberculosis biasanya di daerah apeks paru

(segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga

mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.

Tubekrulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama

gambaran radiologis. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai

pneumonia, mikosis, karsinoma bronkus atau metastasis. Gambaran kavitas sering

diartikan sebagai abses paru.

B. Darah

Hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru

mulai akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis

pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai

meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran

normositik normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun.

Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.

C. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA, diagnosis tuberculosis dapat dipastikan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah

untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk tidak produktif.

Dalam hal ini dianjurkan saru hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien diminta

minum aor sebanyak + 2 liter dan diajarkan melalukan reflex batuk. Dapat juga

dengan memberikan obat-obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan

garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 13

Page 14: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL

(bronchoalevolar lange). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan

lambung.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3

batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman

dalam 1 ml sputum.

D. Tes tuberculin

Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin

P.P.D. (Purified Protein Deriative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate

strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2

T.U (first strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative, berarti

tuberculosis dapat disingkirkan.

Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau

pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan

Mycobacteria pathogen lainnya.

Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara

antibodi selular dengan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan

antibodi selular dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral,

makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang dihasilkan.

Baisanya hampir seluruh pasien tuberculosis menunjukkan reaksi mantoux yang

positif (99,8%).

Pemeriksaan Penunjang Limfoma Maligna

A. Limfoma Non Hodgkin

a. Laboratorium

Rutin

- Hematologi:

1. Darah perifer lengkap

2. Gambaran darah tepi

- Urinalisis: urin lengkap

- Kimia klinik

1. SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat

2. Alkali fosfatase

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 14

Page 15: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

3. Gula darah puasa dan 2 jam pp

4. Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P

Khusus

- Gamma GT

- Kolinesterase

- LDH/fraksi

- Serum protein elektroforesis

- Imuno elektroforase

- Tes coombs

- B2 mikroglobulin

b. Biopsi

Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representative, superficial, dan

perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superficial yang representative, maka tidak perlu

biopsy intra abdominal atau intratorakal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

histopatologi dan sitologi. Tidak diperlukan penentuan stadium laparotomi. Specimen

kelenjar diperiksa:

- Rutin

- Histopatologi

- Khusus

- Immunoglobulin permukaan

- Histo/sitokimia

c. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina iliaka dengan

hasil specimen sepanjang 2 cm.

d. Radiologi

- Rutin:

Foto toraks PA dan lateral

CT Scan seluruh abdomen (atas dan bawah)

- Khusus

CT Scan toraks

USG Abdomen

Limfografi, limfosintigrafi

e. Konsultasi THT: Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau foto

saluran cerna atas dengan kontras.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 15

Page 16: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

f. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika dilakukan

punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping pemeriksaan

rutin lainnya.

g. Immunophenotyping: parafin panel: CD 20, CD 3.

B. Limfoma Hodgkin

a. Pemeriksaan darah:

Anemi, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, pada flow cytometry dapat

terdeteksi limfosit abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi.

Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan

dengan keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya

ikterus kolestatik dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati.

Dpat terjadi obstruksi biliaris ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah

bening porta hepatis.

Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat diakibatkan

obstruksi ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemia dapat memperberat

fungsi ginjal. Sindroma nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi

pada limfoma Hodgkin. Hiperurisemia merupakan manifestasi peningkatan turn-

over akibat limfoma. Hiperkalsemia dapat disebabkan sekunder karena produksi

limfotoksin (osteoclast activating factor) oleh jaringan limfoma. Kadar LDH darah

yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor dan turn-over.

b. Biopsi sumsum tulang

Dilakukan pada stadium lanjut untuk keperluan staging. Keterlibatan sumsum

tulang pada limfoma Hodgkin sulit didiagnosis dengan aspirasi sumsum tulang.

c. Radiologis

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfadenopati hiliar dan mediastinal,

efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat

menyebabkan efusi chyolus (seperti susu).

USG abdomen kurang sensitive dalam mendiagnosis adanya limfadenopati.

Pemeriksaan CT Scan toraks untuk mendeteksi abnormalitas parenkim paru dan

mediastinal sedangkan CT Scan abdomen member jawaban limfodenopati

retroperitoneal, mesenteric, portal, hepatosplenomegali, atau lesi di ginjal.

Pemeriksaan Penunjang Karsinoma Tiroid

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 16

Page 17: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

1. Pemeriksaan Serologi

Terutama mencakup pemeriksaan fungsi tiroid, kadar kalsitonin serum, dll. Semua

pasien dengan tumor tiroid harus diperiksa fungsi tiroid, termasuk TSH, T4, T3

serum, dll. Sebagian terbesar pasien kanker tiroid memiliki fungsi tiroid yang normal.

Bila pasien dengan tumor tiroid memiliki kadar kalsitonin serum meninggi, dapat

didiagnosis sebagai karsinoma medular tiroid. Pasien dengan riwayat keluarga

karsinoma medular tiroid atau riwayat keluarga tumor endokrin multiple, harus

diperiksa kadar kalsitonin serum basal dan dalam kondisi stress, untuk memastikan

apakah menderita karsinoma medular tiroid.

2. Pemeriksaan USG

Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara yang cukup sensitif

untuk memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid, dapat menunjukkan ada tidaknya

tumor, sifatnya padat atau kistik, ada tidaknya kalsifikasi, dll. Akurasi pemeriksaan

bergantung pada keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat

mengetahui situasi aliran darah di dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu

dalam diagnosis banding lesi jinak atau ganas.

3. Pemeriksaan radioisotop

Sebagian besar karsinoma tiroid memiliki fungsi mengambil iodium, tampak sebagai

nodul hangat. Jika terdapat perubahan kistik, maka seluruhnya atau sebagian tampak

sebagai nodul dingin. Pemeriksaan ini belakangan secara bertahap digantikan oleh

USG dan CT.

4. Pemeriksaan sinar X

Termasuk foto trakea anteroposterior dan lateral, foto barium esophagus, foto toraks,

dll. Foto AP dan lateral trakea dapat menunjukkan kalsifikasi dalam tumor tiroid,

kondisi desakan, pergeseran posisi, dan penyempitan trakea, serta bayangan jaringan

lunak prevertebral, juga dapat menunjukkan kondisi batas inferior tumor berekstensi

ke posterior sternum dan mediastinum. Pemeriksaan esophagus menelan barium dapat

mengetahui adanya desakan, infiltrasi ke esophagus. Rontgen toraks dapat

mengetahui kondisi mediastinum dan kedua paru.

5. Pemeriksaan CT

Dapat menunjukkan lokasi, jumlah tumor, ada tidaknya kalsifikasi, kondisi struktur

internalnya, keteraturan batasnya, dll. sangat membantu dalam diagnosis lokasi tumor

tiroid. Karsinoma tiroid pada CT tampak sebagai bayangan jaringan lunak tidak

beraturan dan/atau berlobulasi, kebanyakan berdensitas heterogen, batas tidak tegas,

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 17

Page 18: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

dapat kalsifikasi, pasca kontras menunjukkan penyengatan tak beraturan. Hasil

pencitraan CT lebih baik pada lesi karsinoma tiroid yang lebih besar, tapi dalam hal

diagnosis lokalisasi lesi tiroid yang lebih kecil relatif sulit.

6. Pemeriksaan MRI

Dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal, dengan lapisan multiple,

sangat baik dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan hubungannya dengan

organ, vascular dan jaringan sekitarnya.

7. Pemeriksaan PET

Dalam diagnosis lesi tiroid jinak atau ganas memiliki akurasi relatif tinggi, tapi ini

bukan cara diagnosis pasti, biayanya relative sangat tinggi, dewasa ini masih sulit

dimasyarakatkan.

8. Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus (FNAC)

Merupakan cara diagnosis sifat yang tersering dipakai pra-operasi untuk nodul tiroid

dewasa ini, kelebihannya adalah aman, praktis, murah dan akurasinya relatif tinggi.

Karena sel karsinoma papilar memiliki ciri morfologi yang relative spesifik, akurasi

pemeriksaan ini dalam diagnosis karsinoma papilar relatif tinggi, mencapai 90%

lebih. Untuk nodul tiroid yang lebih kecil dan berlokasi lebih dalam, untuk kasus yang

sulit ditentukan lokasinya dari permukaan tubuh, dapat dilakukan FNAC atau biopsy

di bawah panduan USG, untuk meningkatkan akurasi diagnosis. Untuk kasus dengan

pembesaran kelenjar limfe leher, dapat dilakukan biopsy terhadap kelenjar limfe leher

atau pemeriksaan potong beku.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 18

Page 19: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Raisa Sevenry Suha

NIM : 2013730086

7. Jelaskan DD 1 Limfodenitis TB

Jawab:

LIMFADENITIS TB

Limfadenitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih kelenjar getah bening, yang

biasanya menjadi bengkak dan lunak.Limfadenitis tuberkulosis, suatu peradangan pada satu

atau lebih kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkulosis di luar paru.

Epidemiologi:

Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB

tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta),

Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010).

Depkes, 2007 : survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB

sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernapasan dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.

Limfadenitis Tuberkulosis sering terjadi pada wanita daripada pria (1,2:1)

Micobacterium tuberculosis , Micobacterium bovine

Patomekanisme :

Melalui dua cara

TB pulmonary primer

Mycobacterium masuk melalui inhalasi dan bacteremia, tempat penyebaran utamanya

adalah di daerah mediastinal, para trachea lympnode.Memalui jalur lymphatic

menyebar ke cervical node

Infeksi Primer Tonsil

St. awal keterlibatan lymp node superficial, multipikasi progresif dari basil tuberkel,

onset hipersensitifitas tipe lambat terjadi Hiperemia& swelling, nekrosis, & kaseosa

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 19

Page 20: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

pd sentral node. Infeksi perinodal, progresive swelling & bersatu dengan nodus lain

sehingga terlihat berkelompok. sentral pembesaran massa menjadi lunak & kaseosa,

material ruptur dan menembus ke jaringan sekitarnya / memasuki kulit dengan

formasi sinus (scroful derma)

Gejala klinis :

• Batuk

• Napsu makan menurun

• Berat badan menurun

• Muncul benjolan-benjolan pada leher yang terlihat mengelompok dan nyeri

• Kelenjar dileher membengkak bahkan menyebar kebagian lainnya. Hal tersebut

terjadi karena adanya peradangan pada kelenjar getah bening akibat bakteri TBC

Diagnosis:

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan

radiologis, biopsi aspirasi dan kultur.

Pemeriksaan mikrobiologi :

1. pemeriksaan mikroskopi : pewarnaan Zeihl-Neelsen.

2. spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari biopsi aspirasi : dapat memastikan

adanya basil mikrobakterium pada spesimen, diperlikan minimal 10.000 basil TB agar

pewarnaan dapat positif dan diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil

kultur.

Tes tuberkulin :

- Mantoux test dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang

spesifik untuk antigen mikobakterium pada pasien.

Tes sitologi :

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 20

Page 21: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

dapat diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe untuk menegakkan

diagnosis limfadenitis tuberkulosis sekita 78%-99%

Pemeriksaan Radiologis :

- foto toraks : dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan tb paru

- USG kelenjar : dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau

multipel hipoekhoik. Dapat juga membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi

TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia)

CT scan : adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, derajat

homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan

subkutan mengarahkan pada limfadenitis tuberkulosis

MRI : didapatkan massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens

Pemeriksaan Penunjang:

Secara konvensional pemeriksaan TB kelenjar dengna metode Biopsi kelenjar terlihat

gambaran sitopatologisnya ditemukan histiosit histiosit dari tipe epiteloid membentuk

kelompok kohesif & multinucleat giant cell tipe langhans.Cromatin inti bergranul h

alus dan pucat, sitoplasma pucat dan tepi tidak jelas.Kemudian dengan Pendekatan

molekuler, deteksi DNA dengan PCR.Melalui pendekatan serologis untuk deteksi

antigen antibodi terhadap kuman dan deteksi respon humoral dan selular.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 21

Page 22: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Suci Apriani Umar

NIM : 2012730104

8. Jelaskan DD 2 Limfoma Maligna

Jawab:

I. EPIDEMIOLOGI

Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik

di organ lainnya.Tumor ini terbagi menjadi 2 golongan besar yaitu limfoma Hodgkin (HL)

dan limfoma non-Hodgkin (NHL).Sel ganas pada LH berasal dari sel retikulum dengan

gambaran histologist yang dianggap khas adalah sel reed-sternberg atau variasinya yang

disebut sel Hodgkin limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini

diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel-sel ganas tadi.Di

Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru penyakit hodgkin setiap tahunnya atau sekitar 1%

dari seluruh tumor ganas di tahun yang sama. Di negara berkembang terdapat peningkatan

mencolok insiden pria yang menderita HL jenis campuran dan HL jenis deplesi limfosit.

Insiden HL memiliki dua puncak usia yaitu usia 20-30 tahun dan usia diatas 50 tahun1,2.

Limfoma limfoblastik terutama pada remaja pria dan dewasa muda.Limfoma burkitt terutama

pada anak dan dewasa muda.

Sel LNH adalah kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B,

limfosit T dan kadang berasal dari sel Natural Killer yang berada dalam saluran limfe. Pada

LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan

terbentuknya tumor. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus

baru dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Pada tahun 1997 LNH dilaporkan sebagai

penyebab kematian akibat kanker utama pada usia 20-39 tahun. Insiden LNH tahun 1996 di

Amerika menurut National Cancer Institute adalah 15,5 per 100.000. Insiden LNH ini

meningkat seiring bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 22

Page 23: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

LNH menempati urutan kelima saat ini d Amerika, sedangkan di Indonesia sendiri LNH

bersama LH dan leukemia menempati urutan keenam tersering.2

II. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari Limfoma Maligna masih belum diketahui dengan

jelas.Walaupun demikian bukti epidemiologi, histologi merupakan faktor infeksi terutama

infeksi virus diduga memiliki peranan penting sebagai etiologi. Limfoma hodgkin memiliki

kaitan jelas dengan infeksi virus Epstein-Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden

Hodgkin Limfoma agak meningkat dibandingkan masyarakat umum.Infeksi virus dan

regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NonHodgkin Limfoma, bahkan

kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan

dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian, hal ini disebabkan

karena paparan herbisida dan pelarut organik.1,2

III. PATOLOGI

Pemeriksaan histopatologi merupakan dasar utama diagnosis pasti limfoma, biopsi

kelenjar limfe sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma.

a. Limfoma Hodgkin

Limfoma Hodgkin adalah gangguan yang terutama mengenai jaringan

limfoid.Limfoma ini hampir selalu berasal dari satu nodus atau satu rangkaian kelenjar

getah bening dan biasanya menyebar ke kelenjar di sekitarnya. Limfoma hodgkin ditandai

secara morfologis dengan adanya sel raksasa neoplastik khas yang disebut sel reed-

sternberg (RS). Karakteristik histologi utama limfoma ini adalah sel tumor berinti tunggal,

intinya banyak atau berinti sepasang simetris (sel reed-sternberg) yang tersebar sporadik,

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 23

Page 24: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif nonneoplastik, termauk limfosit, sel

plasma, granulosit eosinofilik.1,6

Klasifikasi Rye membagi limfoma Hodgkin mejadi 4 jenis, yaitu predominan

limfositik (LP), Nodular Sklerosis (NS), sel campuran (MC), depresi limfositik (LD).

Sedangkan sistem klsifikasi menurut WHO, limfoma Hodgkin dibagi menjadi Hodgkin

limfoma jenis predominan limfosit nodular dan klasik, Nodular Sklerosis, jenis klasik sarat

limfosit, sel campuran, depresi limfositik.1,7

b. Limfoma Non-Hodgkin

Formulasi kerja limfoma non-hodgkin merupakan sistem klasifikasi limfoma yang

didasarkan pada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik

sitologik sel tumor) dan sifat progresivitas biologic (tingkat keganasan rendah, sedang,

tinggi), bermanfaat dalam memprediksi survival pasien.1

Tabel. Formulasi kerja Limfoma Non-Hodgkin (NHL)1

Keganasan rendah A. Limfoma jenis sel kecil

B. Limfoma jenis predominan sel belah kecil

folikular

C. Limfoma jenis campuran

Keganasan sedang D. Limfoma jenis sel besar folikular

E. Limfoma jenis predominan sel belah kecil

difus

F. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel

belah kecil difus.

G. Limfoma jenis sel besar difus

Keganasan tinggi H. Limfoma jenis imunoblastik

I. Limfoma jenis limfoblastik (inti berkelok atau

tidak berkelok)

J. Limfoma jens sel kecil tak belah (burkitt atau

non-burkitt)

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 24

Page 25: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Klasifikasi menurut WHO, neoplasia jaringan Limfoid Non-Hodgkin dibagi menjadi 2

golongan besar yitu neoplasia sel B, neoplasia sel T dan NK.6

IV. GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis limfoma maligna bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas

dalam tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam

perjalanan penyakit mengalami invasi, kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan

manifestasi berbeda.(1)

a. Limfadenopati

Tampakgejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial, kelenjar limfe

bagian leher, aksila, inguinal, dan yang mengenai kelenjar limfe mandibula.Pembesaran

kelenjar limfe sering kali asimetri, konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium

dini idak saling melekat, pembesaran kelenjar limfe profunda, dapat menimbulkan tanda

invasi dan kompresi setempat.

Bila kelenjar limfe mediastinum yang terkena maka dapat timbul sindrom kompresi

ediastinum invasi paru, atelektasis, dan hidrothoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal yag

terkena (paraaorta dan mesenterium) dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa

abdomen, gangguan BAB an BAK, hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna

(submukosa) terkena dapat timbul nyeri abdomen, diarre, massa abdomen, ileus,

hematokezia, perforasi intestna dan sindrom malabsorpsi. Bila tonsil dan jaringan limfatik

yang terkena maka akan terjadi pembesaran tonsil dan gangguan napas.

b. Kelainan Limpa

Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul spleenomegali,

hipersplenisme.

c. Kelainan Hepar

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 25

Page 26: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati.Sebagian pasien

dapat menderita ikterik obstruksi akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan

empedu intraheatik.

d. Kelainan Skeletal

Kelainan tulang rangka paling sering ditemukan pada vertebra torakal dan lumbal,

lalu costa dan cranium.

e. Destruksi Kulit

Kelainan kulit spesifik adalah invasi kulit limfoma maligna tampil bervariasi,

adakalanya berupa eritroderma maligna.Non spesifikhanya trasformasi dari dermatitis

biasa, gejalanya berupa pruritus, herpes zoster.

f. Kelainan Sistem Neural

Biasanya ditemukan paralisis neural, sefalgia, dan peningkatan tekanan intrakranial.

g. Gejala Sistemik

- Demam, dapat berupa demam irregular, atau demam rekuren priodik spesifik

- Keringat malam hari

- Penurunan berat badan dalam setengah tahun berat badan turun 10% tanpa penyebab

spesifik.

Limfoma memilki gejala relatif yang khas, berupa demam tinggi 38oC tanpa sebab

jelas, keringat malam hari, dan penurunan berat badan 10% dalam waktu 6 bulan, terdapat

salah satu dari 3 gejala itu disebut memiliki gejala B(sesuai uraian pembagian stadium).1,2

Perbedaan klinis antara limfoma hodgkin dan non-hodgkin.6

Limfoma Hodgkin Limfoma non-hodgkin

Lebih sering terlokalisasi ke satu

kelompok kelenjar getah bening

Lebih sering mengenai banyak

kelenjar perifer

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 26

Page 27: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

aksial (servikalis, mediastinum,

paraaorta)

Penyebaran teratur ke jaringan

sekitar

Penyebaran nonkontagiosa

Kelenjar mesenterium dan cincin

weldeyer di faring jarang terkena

Kelenjar mesenterium dan cincin

weldeyer di faring sering terkena

Jarang mengenai sistem diluar

kelenjar getah bening

sering mengenai sistem diluar

kelenjar getah bening

V. PERUBAHAN HEMATOLOGIK

Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, peyebab anemia

sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi.Granulosit sering

meningkat sehingga timbul leukositosis.Limfosit sering menurun terutama stadium

lanjut.Apusan sumsum tulang sering menunjukan hiperproliferasi granulosit, disertai

peningkatan histiosit sehingga menyerupa gambaran sumsum tulang infeksius. Biopsy

sumsum tulang dapat menemukan sel reed-strenberg pada infiltrasi fokal atau difus sumsum

tulang.6

Pada limfoma nonhodgkin sering disertai anemia, penyebabnya dapat nultifaktor,

seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah

dan gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta akibat komsumsi kronis radioterapi dan

kemoterapi menyebabkan depresi hemopoiesis atau eritropoiesis inefektif dan factor lainnya.

Sebagian kasus sel abnormal dapat muncul di darah tepi sehingga timbul gambaran

leukemia.6

VI. DIAGNOSIS

Untuk memastikan diagnosis prosedur pemeriksaan lengkap mencakup berikut ini: 1,2,8

- Anamnesis mengenai keluhan pembesaran kelenjar dan keluhan sistemik demam ≥38

0C, penurunan berat badan dalam 6 bulan lebih dar 10% tanpa etiologi lain yang

menjelaskan, keringat malam hari.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 27

Page 28: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

- Pemeriksaan fisik dengan mencari adanya pembesaran kelenjar getah bening diseluruh

tubuh, cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering pada LNH.

- Biopsy kelenjar getah bening untuk menentukan apakah LH atau LNH. Biopsi

dilakukan pada 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial, dan perifer.

- Pemeriksaan radiologi meliputi foto toraks PA/lateral bertujuan untuk melihat kelenjar

limfe di daerah hilus paru, medastinum, mamaria interna dan ada tidaknya invasi ke

paru. Pemeriksaan CT-scan, USG, MRI abdomen dapat menemukan lesi rongga

abdominal, tomografi mediastinum, limfografi kedua tungkai bawah.

- Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, darah perifer lengkap,

gambaran darah tepi, tes faal hati termasuk alkali fosfatase protein, SGOT, SGPT,

albumin, Gula darah. Tes faal ginjal (urin lengkap), asam urat. Namun semua

pemeriksaan ini tidak spesifik.

VII. KLASIFIKASI STADIUM

Stadium klinis limfoma hodgkin dan non-hodgkin menurut Ann Arbor1,2, 6,8

Stadium Distribusi Penyakit

I Keterlibatan satu regio kelenjar getah bening (I)atau terkenanya

satu organ atau jaringan ekstralimfatik (IE).

II Keterlibatan dua atau lebih regio kelenjar getah bening di sisi

diafragma yang sama saja (II) atau dengan keterlibatan organ

atau jaringan ekstralimfatik didekatnya(IIE).

III Keterlibatan regio kelenjar getah bening di kedua sisi

diafragma (III), yang mungkin mencakup limpa (IIIS), tempat

atau organ ekstralimfatik di sekitar secara terbatas (IIIE)atau

keduanya(IIIES).

IV Fokus (multipel)keterlibatan satu atau lebih organ atau jaringan

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 28

Page 29: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

ekstralimfatik dengan atau tanpa keterlibatan limfatik.

Ket: A Tanpa gejalaB Dengan gejala: demam, penurunan BB, keringat malam hariX Bulky disease (pembesaran mediatinum >1/3, adanya massa kelenjar dengan diameter maksimum 1)E Keterlibatan satu organ ekstranodal yang contiguous terhadap regio kelenjar getah bening

Dikutip dari http://www.lymphomation.org/images/stages_fav.jpg

VIII. TERAPI

Pengobatan LH adalah radioterapi ditambah kemoterapi, tergantung dari staging dan

faktor risiko.

a. Penyakit hodkin stadium I dan IIA dapat diobati dengan henya pemberian

radioterapi. Dosis sebesar 4000 rad mampu menghancurkan jaringan hodgkin

kelenjar getah bening pada sekitar 80% pasien tersebut. Radioterapi

meliputiExtended Field Radiotherapy (EFRT), Involved field Radiotherapy (IFRT),

DAN radioterapi (RT) pada limfoma residual. Faktor risiko untuk terapi menurut

German hodgkin lymphoma study Group (GHSG) meliputi:2,9

- Massa mediatinal yang besar

- Ekstranodal

- Peningkatan laju endap darah, ≥50 untuk tanpa gejala atau ≥30 untuk dengan

gejala.

- Tiga atau lebih regio yang terkena

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 29

Page 30: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

b. Kemoterapi digunakan untuk stadium III-IV dan juga pasien- pasien stadium I, II

yang mempunyai penyakit dengan massa besar, gejala-gejala tipe B, dan telah

mengalami relaps setelah radioterapi awal. Dalam guideline yang dikeluarkan oleh

National comprehensive Cancer Network (2004) kemoterapi yang

direkomendasikan adalah kombinasi Adriamycin, bleomisin, vinblastin, dakarbazin

(ABVD) dan kemoterapi yang lebih intensif seperti stanford V yang juga

menggunakan radioterapi pada tempat-tempat dengan massa besar, sedang diteliti

untuk pasien yang menderita penyakit lanjut atau relaps. Terapi lain yang masih

diteliti adalah imunoterapi dengan antibodi monoklonal anti CD 20, imunotoksin

anti CD25, bispesifik monoklonal antibodi.2,9

Tabel. Kemoterapi banyak gen untuk limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin.10

MOPP Mekloretamin, Onkovin, Prokarbazin, Prednison

C-MOPP Siklofosfamid, Mekloretamin, Onkovin, Prokarbazin, Prednison

COP Siklofosfamid, Onkovin, Prednison

CHOP Siklofosfamid, Hidroksidaunorubisin Onkovin, Prednison

BACOP bleomisin, Adriamycin, Siklofosfamid, Onkovin, Prednison

ABVD Adriamycin, bleomisin, vinblastin, dakarbazin

a. PROGNOSTIK

LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: indolent lymphoma dan Agresif

Lymphoma. indolent lymphoma memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median

survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Agresif

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 30

Page 31: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Lymphoma memiliki perjalan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan

secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif.2

Internasional Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien

dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi. Terdapat 5 faktor yang

mempengaruhi prognosis yaitu usia, serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan

jumlah lokasi ekstra nodular.2

Ada tujuh faktor risiko independen untuk memprediksi masa bebas progresi penyakit

FFR (Freedom From Progression) yaitu jenis kelamin, usia > 45 tahun, stadium IV, Hb<10gr

%, leukosit >15000/mm3, limfosit <600/ mm3, serum albumin <4 gr %. Pasien tanpa faktor

risiko FFP 84% , dengan satu faktor risiko 77% , dengan dua faktor risiko 67%, tiga faktor

risiko 60%, empat faktor risiko 51%, lima faktor risiko atau lebih 42%.2

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 31

Page 32: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Eva widya Putri

NIM : 2013730032

9. Jelaskan DD 3 Kanker tiroid

Jawab:

Karsinoma Tiroid

Karsinoma tiroid jarang terjadi, dilaporkan hanya 1,5% dari keganasan seluruh tubuh.

Biasanya menunjukkan keganasan sistem endokrin. Kebanyakan karsinoma tiroid merupakan

lesi well differentiated. Subtipe mayor karsinoma tiroid yang sering ditemukan yaitu :

• Karsinoma papiler (75%-85% kasus)

• Karsinoma folikular (10%-29% kasus)

• Karsinoma meduler (5% kasus)

• Karsinoma anaplastik (<5% kasus)2,3

Selain daripada karsinoma, keganasan lain yang dapat dijumpai pada tiroid antara lain

limfoma malignan dan metastasis tumor yang tersering berasal dari ginjal, paru, payudara dan

melanoma malignan

Epidemiologi

Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh di negara-

negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan

tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per

100.000 populasi. American Cancer Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru

muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan

kematian. Di Amerika Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari

seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita

dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa muda dan

usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.2,18 Karsinoma tiroid merupakan

jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 32

Page 33: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

endokrin.18 Diantara tumor-tumor epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh

lebih banyak ditemukan daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel

folikular merupakan keganasan yang berkembang secara perlahan dengan 10 year survival

lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan keganasan-keganasan non epitelial lain jarang ditemukan

Etiologi

Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa penelitian,

dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu genetik dan

lingkungan. Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik dan

hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada karsinoma folikular

radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma ini. Faktor yang berperan pada

karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat ini belum diketahui karsinogen yang

menjadi penyebab berkembangnya karsinoma meduler dan anaplastik. Diperkirakan

karsinoma anaplastik tiroid berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik

(papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar

Gambaran Klinis

Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran tiroid atau

dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak diketahui, kebanyakan

penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting oleh karena lesi-lesi malignan

dapat ditemukan pada usia yang sangat muda hingga yang sangat tua. Meskipun demikian,

hal yang penting diketahui adalah telah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah

pertumbuhannya lambat, cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan

diagnostik yang signifikan karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit

sekali yang menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang

berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga sebagai

hemorrhage. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri

diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan acute

hemorrhage, tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hűrtle (jarang) dan

tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala yang

berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu.

Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan

pada oesofagus dan trakea

Pemeriksaan

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 33

Page 34: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Pemeriksaan Fisik

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat

tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda,

memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak dan ganas tiroid belum

ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker)

dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma

tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat

dipergunakan sebagai tumor marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun

pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah

tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.

Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic

Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi saat ini digunakan untuk

mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis

neoplasma malignan apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc pertechnetate atau I 3IJ pada

nodul metastasis servikal atau demarcated nodul tiroid ”cold” kabur dipertimbangkan positif.

Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun

demikian beberapa lesi benign juga mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi

malignan.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50 tahun dan merupakan

metode utama yang digunakan untuk diagnosis preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi

aspirasi jarum halus memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma tiroid

dan membantu dalam penanganan reseksi pembedahan selanjutnya serta mengidentifikasi

lesi-lesi non neoplastik yang dapat ditangani secara konservatif. Biopsi aspirasi jarum halus

merupakan test yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak

publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini. Akan tetapi,

walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah dan sering tanpa komplikasi,

biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yaitu :

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 34

Page 35: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

• Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk memberikan diagnosis banding nodul

pada hypercellular goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan. Keterbatasan ini

menyebabkan ahli sitologi sering mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan

mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk diagnosis yang lebih obyektif.

• Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu (1,3-17%) yang akhirnya akan

menyebabkan kegagalan penanganan neoplasma malignan.

• Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu diagnosis disebabkan karena

material inadekuat (2-31%) sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah penderita

yang menjalani lobectomy meningkat untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat.

Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul

dominan pada multinodul goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul

tiroid yang dapat diraba dan angka ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada

pemeriksaan otopsi (>60%).

Klasifikasi Diagnosis Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Kategori Sitologi

THY 1 Bahan tidak cukup ((Insufficient material)

THY 2 Jinak (nodul goiter)

( Benign (nodular goitre)

THY 3 Curiga suatu neoplasma

(Suspicious of neoplasm (follicular))

THY 4 Curiga keganasan

(papilari/meduler/anaplastik)

(Suspicious of malignancy

(papillary/medullary/anaplastic))

THY 5 Positif ganas

(Definite malignancy)27

Tabel 1. Klasifikasi diagnosis sitologi biopsi aspirasi jarum halus

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 35

Page 36: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Tipe Sitologi Lesi Neoplastik Tiroid

Karsinoma Papiler dan Varian

Aspirat dari karsinoma papiler biasanya kaya akan sel, dapat berupa sebaran, tersusun

dalam beberapa struktur seperti anastomosing papillary fragment, struktur folikular atau

dalam monolayered sheet, umumnya tidak dijumpai koloid. Diagnosis dari karsinoma ini

berdasarkan dengan dijumpainya kelompokan papiler kompleks yang dapat dilihat di bawah

mikroskop dengan pembesaran kecil. Calsified psammoma bodies dapat ditemukan. Harus

diingat bahwa struktur kalsifikasi yang menyerupai psammoma bodies juga terkadang

ditemukan pada tiroid normal, tiroiditis kronis dan terkadang pada beberapa tipe tumor. Sel-

sel tumor mirip dengan sel-sel folikular normal tetapi ukurannya lebih besar. Sitoplasma

basofilik dan opaque, biasanya ditemukan vakuola. Abnormalitas nukleus merupakan tanda

yang penting dari karsinoma papiler. Nukleus sel-sel kanker lebih besar daripada sel-sel

folikular. Gambaran nukleus berupa opaque ground glass dengan kromatin nukleus terdorong

ke pinggir dan nukleoli kecil berada di tengah. Karakteristik dan juga memiliki nilai

diagnostik adalah ditemukannya intracytoplasmic nuclear inclusion berbatas tegas yang

dapat dilihat dengan pewarnaan Diff-Quik atau Papanicolaou merupakan patognomonik

untuk karsinoma papiler meskipun tidak ditemukan struktur papiler. Gambaran nukleus lain

yaitu adanya lipatan dan celah berisi granul-granul halus. Multinucleated giant cell dari tipe

foreign body sangat sering ditemukan di dalam smear karsinoma papiler. Giant cell

berdampingan dengan fragmen monolayer atau papiler sel-sel tumor

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 36

Page 37: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Gambar 1. Karsinoma papiler tiroid. A. Multilayered, susunan papiler kompleks sel-sel

folikular merupakan diagnostik dari karsinoma papiler (MGG, 20x). B. Sheet sel-sel folikular

menunjukkan pembesaran nukleus dan intranuclear cytoplasmic inclusion (Diff-Quik stain).

(Dikutip dari: A. Koleksi pribadi Prof.Dr.HM.Nadjib D. Lbs,Sp.PA(K), B. Koss Leopold G.

Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck

Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).

Varian dari karsinoma papiler terdiri dari :

• Cystic papillary carcinoma

• Follicular variant of papillary carcinoma

• Tall-cell variant of papillary carcinoma

• Columnar cell variant of papillary carcinoma

• Warthin’s like variant of papillary carcinoma

• Diffuse sclerosing variant of papillary carcinoma in childhood

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 37

Page 38: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

• Oxyphilic variant of papillary carcinoma7,10

Bentuk lain yang sangat jarang dari karsinoma papiler antara lain micropapillary,

macrofollicular, carcinoma with nodular fasciitis-like stroma dan clear cell.

Karsinoma Folikular

Umumnya aspirat karsinoma folikular adalah selular dan memiliki populasi sel sel

yang banyak dengan sedikit atau tidak adanya koloid. Sel-sel tersusun di dalam kelompokan-

kelompokan dan strukturnya berupa folikel. Adakalanya, sel-sel ini mirip dengan sitologi

adenoma folikular. Pada well-differentiated follicular carcinoma, sel atipik minimal, di mana

kesannya secara umum diduga benign.

Gambar 2. Karsinoma Folikular. Agregat sel-sel folikular dengan nukleus besar dan

intranuclear cytoplasmic inclusion kecil. Koloid sedikit. (Diff-Quik stain). (Dikutip dari:

Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid,

Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).

Nukleus atipik dapat dijumpai dengan ukuran bervariasi dan hiperkromatin. Nukleus

yang pucat dan intracytoplasmic inclusion kecil jarang ditemukan. Dikarakteristikkan dengan

dijumpainya nukleolus besar dan prominen di dalam selsel Folikular

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 38

Page 39: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Gambar 3. Karsinoma Folikular. Kelompokan sel-sel folikular menunjukkan keberagaman

ukuran nukleus (MGG, 40x). (Dikutip dari: Koleksi pribadi Prof.Dr.H.M.Nadjib D. Lbs,

Sp.PA(K))

Gambar 4. Karsinoma Folikular. Sel-sel tumor menunjukkan nukleolus yang prominen di

dalam nukleus besar. (Dikutip dari: Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its

histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph

Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).

Secara garis besar kriteria diagnosis karsinoma folikular adalah sebagai berikut:

• Selular, biasanya smear banyak darah

• Banyak kelompokan sel-sel epitelial berukuran sama yang tersebar pada smear

• Agregat sel syncitial, nukleus banyak dan overlapping

• Mikrofolikel dan rosette

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 39

Page 40: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

• Sedikit atau tidak ada koloid

Sel-selnya multilayered ukuran bervariasi, populasi sel uniform, kelompokan

mikroasinar dengan lumen sentral mengandung tetesan koloid mempresentasikan

mikrofolikel. Mikrofolikel adalah karakteristik neoplasma folikular tetapi dapat juga

ditemukan secara fokal pada goiter multinodular. Pola trabekular ditunjukkan dengan adanya

agregat-agregat berbaris dan elongated dari sel-sel epitelial yang melekat pada stroma

vaskular dan menyerupai struktur papiler. Pembuluh darah kecil dengan sel-sel epitelial yang

berdekatan dapat ditemukan pada beberapa tipe neoplasma folikular.

Karsinoma Meduler

Smear biasanya selular dan sel-sel malignan tersebar. Mengandung sel-sel epitelial

besar dengan sitoplasma ireguler yang banyak, tetapi sering kali berbentuk triangular dan

besar, hiperkromatik, nukleus eksentrik disertai dengan nukleoli yang prominen. Pada

beberapa kasus, sel-sel mirip dengan sel plasma (sel plasmasitoid) tetapi ukurannya lebih

besar. Smear juga mengandung sebaran giant cell dengan nukleus besar dan hiperkromatik.

Sitoplasma dari sel malignan bergranul pudar di dalam material yang difiksasi, sedangkan di

dalam air-dried May Grűnwald Giemsa berwarna merah terang. Granul merefleksikan

aktifitas endokrin, sering berupa sekresi calcitonin yang dapat dilihat dengan mikroskop

elektron atau imunositokimia. Varian dari tumor mengandung sel-sel spindel, elongated atau

sel-sel malignan kecil mirip dengan sel-sel carcinoid. Pola sel-sel yang kecil sering

disalahdiagnosiskan dengan limfoma malignan, sedangkan sel-sel spindel

disalahdiagnosiskan dengan sarkoma atau metastasis karsinoma renal. Substansi amorf

(amiloid) merupakan komponen karakteristik karsinoma meduler tiroid.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 40

Page 41: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Gambar 5. Karsinoma meduler tiroid. A. Sitoplasma bergranul. B. Sel-sel malignan hampir

menyerupai sel-sel plasma (MGG). (Dikutip dari: Koss Leopold G. Koss’ diagnostic cytology

and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than

Lymph Nodes. 5th ed.

Philadelphia. 2006).

Karsinoma Anaplastik

Dijumpai dua bentuk karsinoma anaplastik yaitu karsinoma spindel dan giant cell dan small-

cell-type carcinoma. Smear aspirat dari anaplastic giant cell carcinoma biasanya

mengandung materi nekrotik, debris selular, sel inflamasi terutama granulosit dan polimorf

besar, sering dijumpai multinucleated cell dengan inti besar bizarre dan nukleoli yang sangat

prominen. Pada small-cel anaplastic carcinoma, aspirat mengandung sel-sel malignan

dengan inti bulat atau oval dan sitoplasma sedikit. Sangat sulit dibedakan dengan limfoma

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 41

Page 42: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

malignan meskipun dilihat dengan pemeriksaan histopatologi. Untuk membedakan antara

kedua tumor ini digunakan flow cytometry atau imunositokimia.

Gambar 6. Karsinoma anaplastik tiroid. A. Tumor dengan multinucleated giant cells besar. B.

Karsinoma anaplastik tiroid dengan nukleus kecil multipel (Diff-Quik). (Dikutip dari: Koss

Leopold G. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid,

Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).

Staging Karsinoma Tiroid

Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM :

T (Tumor primer)

• Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

• T0 Tidak didapat tumor primer

• T1 Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid

• T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm, masih terbatas pada

tiroid

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 42

Page 43: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

• T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid, atau tumor dengan

ukuran berapa saja dengan perluasan ekstratiroid minimal (misal perluasan ke sternohyoid

muscle atau perithyroid soft tissue)

• T4a Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul tiroid hingga

menginvasi subcutaneous soft tissue, larynx, trachea, esophagus, atau recurrent laryngeal

nerve

• T4b Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid atau pembululuh

darah mediastinum Seluruh tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4

• T4a Karsinoma anaplastik intratiroid – surgically resectable

• T4b Karsinoma anaplastik ekstratiroid – surgically unresectable

N (Kelenjar getah bening regional)

• Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

• N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

• N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional

• N1a Metastasis ke level VI kelenjar getah bening ( pretracheal, paratracheal, dan

relaryngeal/Delphian)

• N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau mediastinum

posterior

M (Metastasis jauh)

• Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai

• M0 Tidak terdapat metastasis jauh

• M1 Terdapat metastasis jauh

Prognosis

Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan untuk pasien

muda lebih dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan folikular tidak berhubungan

dengan prognosis, tetapi invasi vaskular dan nuklear atypia mungkin merupakan tanda-tanda

prognostik yang berlawanan. Sedangkan pada tall-cell variant dan columnar cell variant

prognostiknya sangat jelek oleh karena memiliki behavior yang sangat agresif. Karsinoma

folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler. Prognosis bergantung pada invasi jauh dan

staging. Secara langsung berhubungan dengan ukuran tumor (<1,0cm mempunyai prognosis

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 43

Page 44: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

yang baik). Lebih dari setengah penderita meninggal dunia dalam 10 tahun tetapi hal ini

bervariasi tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah, kapsul tumor, atau

jaringan sekitarnya. Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis bergantung pada

usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan metastasis

jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan terhadap ukuran tumor yang

besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 44

Page 45: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Hansa Eka Pertiwi

NIM : 2012730044

10. Jelaskan penatalaksanaan pada kasus diskenario!

Jawab:

OAT Dosis Harian Mg/kg BB/ hari

Dosis 2x/ minggu Mg/KgBB/ hari

Dosis 3x/ minggu Mg/KgBB/hari

Isoniazid (INH) 5-15 max 300 mg 15-40 max 900 mg 15-40 max 900 mgRifampisin 10-20 max 600 mg 10-20 max 600 mg 15-20 max 600 mgPirazinamid 15-40 max 2 g 50-70 max 4 g 15-20 max 3 gEtambutol 15-25 max 2,5 g 50 max 1,5 g 15-25 max 2,5 gStreptomisin 15-40 max 1 g 25-40max 1,5 g 25-40 max 1,5 g

Isoniazid

Isoniazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini juga diberikan melalui intramuscular dan intravena. Obat ini mempunyai tingkat pengikatan pada protein yang sangat rendah (10%), dan waktu paruhnya adalah 1-4 jam. Isoniazid dimetabolisme oleh hati dan 50 % dari obat ini diekskresikan tanpa mengalami perubahan ke dalam urin. Isoniazid menghambat sintesis dinding sel dari basil tuberkulose.

Rifampisin

Rifampisin aktif terhadap kuman gram-positif dan kuman gram negative. Efek samping tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut. Semua OAT diminum malam sebelum tidur.

Pirazinamid

Resorpsinya cepat dan hampir sempurna; kadar maksimal dalam plasma sudah daicapai dalam 1-2 jam. PP-nya k.l 50%, plasma-t stngah nya 9-10 jam. Efek sampingnya yang sering kali terjadi dan berbahaya adalah kerusakan hati dengan icterus. Pengobatan harus segera dihentikan bila ada tanda-tanda kerusakan hati.

Etambutol

Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan demam

Streptomisin

Gangguan penglihatan berupa Neuritis

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 45

Page 46: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

Nama : Fauzio N. Khaira

NIM : 2012730037

11. Bagaimana prognosis, preventif, dan komplikasi pada skenario? Jawaban:

PROGNOSIS

• Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia

PREVENTIF

• Menerapkan pola hidup sehat, makan makan bernutrisi dan gizi yg baik

• Olahraga teratur

• Istirahat yg cukup

• Intinya sehat

KOMPLIKASI

• Penyebaran langsung melalui kel limfe >> servikal, inguinal, aksial

• Penyebaran melalui darah >> paru, otak, tulang

• Pembentukan abses

• Sepsis

• Fistula

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 46

Page 47: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan Jadi, simpulan yang didapatkan pada Modul 3 – Benjolan pada leher ini adalah telah

didapatkan beberapa DD yaitu limfoma, limfodenitis dan kanker tiroid. Tapi kelompok kami

lebih mengarah ke TB Kelenjar karena manifestasi klinis yang terdapat diskenario sangat

mendekati dengan penyakit tersebut.

Tetapi untuk lebih memastikan lagi, selain pasien telah di anamnesis pasien juga

harus melakukan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang sesuai sehingga

dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 47

Page 48: Laporan Pbl Sistem Onkologi Modul 3

DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaja, Karnen Garna & Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi VI

Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2, FKUI

Buku Ajar Penyakit THT BOIES Edisi 6, EGC

FKUI. Limfoma maligna. Dalam: Wan Desen, penyunting. Buku Ajar Onkologi Klinik ed.2.

Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008. h. 547-63.

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Isselbacher, dkk. 2014. Horrison “Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam” ed 13 vol 4.

Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit, alih bahasa

Peter Anugrah, edisi 4. Jakarta. EGC. 1999

Reksodiputro A.H., sumantri R. dan Irawan C. Limfoma Non-Hodgkin dan Penyakit

Hodgkin. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi 5-jilid II. Jakarta:Interna Publishing. 2009. h 1251-65.

Snell RS. Anatomi Klinik. ed 6. Jakarta: EGC, 2006. h. 21

Sherwood L.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. ed 2. Jakarta: EGC, 2007. hal. 323.

Modul 3 – Benjolan Pada Leher | 48