Laporan Pbl 1 Digest Belom Semua

30
KLARIFIKASI ISTILAH 1. LISINOPRIL Lisinopril adalah kelompok obat ACE inhibitor yang berfungsi mengobati hipertensi atau tekanan darah tinggi, dan untuk mengatasi penyakit gagal jantung. Secara tidak langsung, obat ini berguna mencegah stroke, serangan jantung, dan gangguan ginjal. Lisinopril juga dikonsumsi oleh mereka yang baru mengalami serangan jantung untuk mencegah komplikasi dari kondisi tersebut. Kelompok obat ACE inhibitor mencegah tubuh menghasilkan hormon yang dikenal dengan nama angiotensin II. Obat ini melakukannya dengan menghalangi unsur kimia bernama enzim pengubah angiotensin. Pembuluh darah akan rileks dan membantu mengurangi kadar air dalam darah yang dikembalikan oleh ginjal. Akibatnya, tekanan darah akan berkurang dan meningkatkan pasokan darah serta oksigen ke dalam jantung. Hipertensi biasanya tidak menyebabkan tubuh terasa sakit, tapi jika tidak ditangani, kondisi ini bisa melukai jantung dan merusak pembuluh darah. Komplikasi lainnya adalah serangan jantung dan stroke. Biasanya terdapat terlalu banyak cairan dalam pembuluh darah saat seseorang mengalami gagal jantung. Obat ini membantu mengurangi cairan yang berlebih. Obat ini memberikan efek perlindungan pada jantung dan memperlambat proses perkembangan gagal jantung. (Dubey, 2008) 2. CLOPIDOGREL Clopidogrel digunakan untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu mencegah terjadinya pembekuan darah di arteri. Penggunaan obat ini bertujuan mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke. Clopidogrel akan diberikan kepada orang berisiko tinggi dan yang baru terkena serangan jantung atau stroke. Contoh orang yang berisiko tinggi adalah penderita gangguan sirkulasi darah, sindrom koroner akut, atau fibrilasi atrium. Obat ini bisa dikonsumsi sendiri atau dengan aspirin dosis rendah, yang juga berfungsi untuk mencegah pembekuan darah. Meski sangat

description

oijij

Transcript of Laporan Pbl 1 Digest Belom Semua

KLARIFIKASI ISTILAH1. LISINOPRILLisinopril adalah kelompok obat ACE inhibitor yang berfungsi mengobati hipertensi atau tekanan darah tinggi, dan untuk mengatasi penyakit gagal jantung. Secara tidak langsung, obat ini berguna mencegah stroke, serangan jantung, dan gangguan ginjal. Lisinopril juga dikonsumsi oleh mereka yang baru mengalami serangan jantung untuk mencegah komplikasi dari kondisi tersebut.Kelompok obat ACE inhibitor mencegah tubuh menghasilkan hormon yang dikenal dengan nama angiotensin II. Obat ini melakukannya dengan menghalangi unsur kimia bernama enzim pengubah angiotensin. Pembuluh darah akan rileks dan membantu mengurangi kadar air dalam darah yang dikembalikan oleh ginjal. Akibatnya, tekanan darah akan berkurang dan meningkatkan pasokan darah serta oksigen ke dalam jantung.Hipertensi biasanya tidak menyebabkan tubuh terasa sakit, tapi jika tidak ditangani, kondisi ini bisa melukai jantung dan merusak pembuluh darah. Komplikasi lainnya adalah serangan jantung dan stroke.Biasanya terdapat terlalu banyak cairan dalam pembuluh darah saat seseorang mengalami gagal jantung. Obat ini membantu mengurangi cairan yang berlebih. Obat ini memberikan efek perlindungan pada jantung dan memperlambat proses perkembangan gagal jantung. (Dubey, 2008)2. CLOPIDOGRELClopidogrel digunakan untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu mencegah terjadinya pembekuan darah di arteri. Penggunaan obat ini bertujuan mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke.Clopidogrel akan diberikan kepada orang berisiko tinggi dan yang baru terkena serangan jantung atau stroke. Contoh orang yang berisiko tinggi adalah penderita gangguan sirkulasi darah, sindrom koroner akut, atau fibrilasi atrium.Obat ini bisa dikonsumsi sendiri atau dengan aspirin dosis rendah, yang juga berfungsi untuk mencegah pembekuan darah. Meski sangat efektif jika dikonsumsi secara bersamaan, namun memiliki risiko pendarahan lebih tinggi dan biasanya terjadi di usus. (Dubey, 2008)3. HYDROCHLOROTHIAZIDHydrochlorothiazide adalah thiazide diuretic yang membantu untuk mencegah tubuh anda dari kelebihan penyerapan garam yang dapat menyebabkan penumpukan cairanHydrochlorothiazide digunakan untuk mengobati fluid retention (edema) pada orang dengan gagal jantung kongestif, sirosis hati, atau gagal ginjal atau edema yang disebabkan oleh penggunaan steroid atau estrogen. Obat ini juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi)Hydrochlorothiazide juga digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak tercantum disini. (Dubey, 2008)

ANALISIS + RUMUSAN MASALAH1. Anatomi Organ terkait (Duodenum fakhroh eahhhhh)LambungLambung atau gaster adalah organ yang terletak di peritoneum, regio epigastrium dan berbentuk seperti huruf J. terdiri dari 4 pars yaitu fundus, corpus, cardia, dan pylorus. Memiliki dua pintu, yaitu di orifisium kardia dan pylori. Memiliki 2 curvatura, yang sebelah dalam curvature minor, dan yang sebelah luar curvature major (Widjaja,2007).Gaster dibungkus oleh peritoneum viscerale, difiksasi oleh ligamentum gastrophrenicum, ligamentum gastrolienale, omentum majus dan omentum minus. Omentum minus mengikat curvature minor dengan hepar dan diapragma thorax, sedangkan omentum majus mengikat curvature major dengan colon transversum. Permukaan lambung berhubungan dengan difragma, lobus kiri dari hepar serta dinding anterior abdomen. Permukaan posterior berbatasan dengan aorta, pancreas, limpa, ginjal kiri, kelenjar supra renal serta mesokolon transversum (Harjadi,2007).

Gambar 1.1 Gaster (Harjadi, 2007)2. Fisiologi organ terkaitLambung atau gaster merupakan salh satu organ pencernaan yang berfungsi dalam mengolah makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia, sehingga kandungan dalam makanan dapat digunakan oleh tubuh manusia. Lambung memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah merupakan tempat penyimpanan makanan sementara sebelum disalurkan ke duodenum untuk kemudian diserap. Fungsi lain dari lambung yaitu mensekresikan asam klorida atau (HCl) serta enzim yang memulai pencernaan protein. Maka dari itu lambung merupakan tempat pertama yang memulai pencernaan protein. Makanan yang masuk ke dalam lambung kemudian mengalami proses pencernaan untuk dicampurkan dan dihaluskan secara kimiawi dengan HCl serta enzim, yang akhirnya akan menghasilkan kimus (Sherwood, 2002).Makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dicerna di lambung sebelum masuk ke dalam duodenum, untuk kemudian diserap oleh tubuh. Motilitas makanan yang masuk ke dalam lambung terbagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengisian lambung oleh makanan. Proses pengisian lambung ini dipengaruhi oleh platisitas otot lambung dan relaksasi reseptif. Plastisitas berhubungan dengan kemampuan otot polos untuk dapat mempertahankan ketegangan dalam panjang dan lebar. Relaksasi reseptif berhubungan dengan kondisi lambung yang dapat menerima makanan seiring dengan bertambahnya volume lambung (Sherwood, 2002).Fase kedua adalah penyimpanan lambung, dimana makanan yang sudah masuk ke dalam lambung akan disimpan sementara di dalam lambung. Hal ini terjadi karena kontraksi yang ada pada fundus dan korpus lambung tidak cukup kuat untuk mencampur makanan sehingga akan terjadi proses penyimpanan secara sementara di lambung. Kemudian apabila terjadi peristaltic lambung, yang akan membuat makanan menjadi tercampur dan terjadilah proses pencernaan secara kimiawi di lambung, ini merupakan fase pencampuran lambung. Pada saat antrum pylorus berkontraksi yang kemudian menyebabkan makanan tercampur, selain itu juga dapat menyebabkan gaya pendorongan untuk mengosongkan lambung. Dimana makanan akan dapat masuk ke dalam duodenum. Proses pengosongan lambung diatur oleh faktor-faktor yang ada di lambung dan duodenum. Seperti jumlah volume kimus, serta derajat keenceran kimus merupakan faktor lambung yang dapat mempengaruhi pengosongan lambung. Sementara faktor duodenum yang dapat mempengaruhi seperti adanya lemak, asam, hipertonisitas atau peregangan (Sherwood, 2002).Lambung juga merupakan organ yang dapat menghasilkan sekret, yaitu berupa getah lambung. Dalam lambung terdapat dua lapisan yang bertanggung jawab untuk sekresi lambung, yaitu mukosa oksitik dan daerah kelenjar pilorik. Pada mukosa oksitik terdapat tiga jenis sel sekretorik yang akan menghasilkan sekret lambung. Mukosa encer yang berfungsi sebagai proteksi dinding lambung yang dihasilkan oleh sel mukosa. Sementara itu chief cell mengeluarkan prekusor enzim pepsinogen, dan sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor instriksik (Sherwood, 2002).

3. Biokimiawi organ terkaitProses-proses biokimiawi pada sistem digestif terkait dengan proses pencernaan kimiawi serta absorbsi zat-zat gizi pada makanan. Proses pencernaan kimiawi merupakan suatu proses katabolisme yang memecah molekuk-molekul besar menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil dan dapat diserap tubuh. Proses ini dikatalis oleh suatu substansi katalisator alami tubuh, yaitu enzim. Enzim bekerja sebagai katalisator. Artinya, enzim akan mempercepat reaksi dengan menurunkan batas energi aktivasi untuk reaksi tertentu. Dan pada akhir reaksi, enzim ini akan diperoleh kembali secara utuh. Enzim-enzim pada pencernaan sebagian besar merupakan enzim-enzim hidrolitik. Enzim-enzim ini akan menghidrolisis ikatan pada gugus atau senyawa tertentu secara spesifik untuk memecah molekul tersebut menjadi substrat yang lebih kecil dan dapat diabsorbsi tubuh. a.KarbohidratKarbohidrat dapat diserap dan digunakan tubuh ketika telah terpecah sebagai monosakarida. Pada awalnya kita mengonsumsi karbohidrat sebagai polisakarida pada tepung-tepungan, pati (amylum). Polisakarida (amylum) ini akan dihidrolisis dengan enzim amylase menjadi oligosakarida. Oligosakarida kemudian akan dihidrolisis kembali pleh amylase pankreas hingga menjadi disakarida seperti maltosa, laktosa, ataupun sukrosa. Disakarida ini kemudian akan dihidrolisis kembali oleh enzim-enzim spesifik pada brush birder sel-sel intestinal agar menjadi glukosa. Maltosa akan dihidrolisis oleh maltase menjadi dua glukosa. Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa oleh laktase. Sementara sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh sukrase. Monosakarida ini kemudian akan diserap atau ditransport ke dalam sel epitek intestinal melalui transporter spesifik GLUT-5 dan SGLT-1. Gula-gula sederhana ini kemudian akan ditranspor ke kapiler intestinal melalui GLUT-2 untuk kemudian dialirkan dan digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel tubuh (Murray et al, 2012). Gambar 1.2 Biokimiawi Karbohidrat (Murray et al, 2012)b.LipidEnzim pencernaan merupakan enzim hidrolitik yang larut air. Agar dapat bekerja, senyawa target juga harus terlarut dalam air. Oleh karena itu, lemak yang tak larut air akan diemulsifikasi terlebih dahulu oleh garam empedu menjadi misel. Misel yang tercampur dalam air in kemudian akan dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi triasilgliserol/trigliserida. Triasilgliserol kemudian akan dihidrolisis kembali oleh lipase menjadi monoasilgliserol, asam lemak, dan gliserol yang lebih sederhana dan dapat diserap oleh sel-sel intestinal. Dalam sel intestinal, senyawa-senyawa tersebut akan disusun kembali menjadi triasilgliserol dan ditransport ke dalam pembuluh limfatik sebagai kilomikron (Murray et al, 2012).

Gambar 1.3 Asorbsi lemak (Murray et al, 2012)c.ProteinProtein atau polipeptida mulai dihidrolisis di lambung oleh pepsin yang telah diaktifkan oleh asam lambung. Hasil hidrolisis ini berupa oligopeptida yang kemudian akan mengalami hidrolisis lebih lanjut pada intestinum yang dikatalisis oleh berbagai enzim seperti trypsin, chemotrypsin, carboxypeptidase, dsb. Enzim-enzim ini bekerja spesifik pada gugus-gugus tertentu yang kemudian akan memberikan hasil berupa asam amino yang dapat diserap dan digunakan tubuh (Murray et al, 2012). Gambar 1.4 Proses pencernaan proteind.VitaminVitamin merupakan substansi organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil (mikronutrien). Terdapat dua jenis vitamin, yakni vitamin larut air (Vitamin B, C) dan vitamin larut lemak (Vitamin A, D, E, K). Vitamin akan diserap pada jejunum dan ileum. Vitamin-vitamin larut air akan diabsorbsi sel intestinal melalui transport aktif ataupun difusi terfasilitasi. Vitamin tertentu seperti B12 memerlukan senyawa spesifik berupa faktor intrinsik ataupun mineral tertentu agar dapat diserap tubuh. Sementara vitamin-vitamin larut lemak akan diserap bersamaan dengan absorbsi lemak (Murray et al, 2012).e.MineralMineral merupakan substansi anorganik yang dibutuhkan tubuh. Terdapat berbagai mineral yang dibutuhkan tubuh, mulai dari Fe, Ca, Zinc, Mg, S, P, dst. Masing-masing memiliki mekanisme absorbsi yang berbeda-beda. Beberapa mineral absorbsinya bergantung pada vitamin, misalnya Ca dan vitamin D. Namun secara umum, mineral diabsorbsi tubuh pada intestinum tenue dan beberapa pada colon (Murray et al, 2012).

4. Mekanisme DefekasiKolon merupakan salah satu organ sistem digestif yang berfungsi sebagai organ absorbsi dan penyimpanan feses. Kolon normalnya menerima sekitar 1500 mL massa dari usus halus. Jumlah ini kemudian akan direduksi menjadi 200 mL sebelum dikeluarkan menjadi feses (Martini et al, 2014).Sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus halus, oleh karena itu massa yang diterima kolon terdiri dari residu makanan yang tidak tercerna, komponen empedu yang tidak terserap, dan cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya. Hasil akhir dari proses inilah yang disebut feses (Sherwood, 2013).Berikut ini adalah faktor-faktor yang berperan dalam mekanisme defekasi:a.Kontraksi haustraKontraksi haustra merupakan motilitas utama kolon. Gerakan ini menyebabkan pengadukan isi kolon sehingga isi kolon terpanjan ke mukosa penyerapan. Kontraksi haustra dipicu oleh ritmisitas otonom sel-sel otot polos kolon. Hal ini jugalah yang membuat kolon memiliki penampakan berupa kantung-kantung haustra (Sherwood, 2013).

Gambar 1.5 Penampakan kantung-kantung haustra pada kolon (Sherwood, 2013)b.Mass movementMass movement adalah kontraksi peristaltik kuat yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Kontraksi ini berfungsi untuk mendorong massa dari kolon tranversum langsung ke sepanjang sisa kolon. Stimulus untuk kondisi ini adalah distensi gaster dan duodenum (Martini et al, 2014). Saat makanan memasuki lambung, terjadi refleks gastrokolon yang diperantarai dari lambung ke kolon melalui gastrin dan saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak orang, refleks ini paling jelas setelah sarapan dan sering diikuti keinginan buang air besar. Massa yang terdorong akhirnya akan memasuki rektum dan mengaktifkan refleks defekasi (Sherwood, 2013).c.Refleks defekasiMass movement menyebabkan rektum terisi feses. Distensi pada dinding rektum memicu munculnya refleks defekasi. Refleks ini terdiri atas dua feedback positif, yaitu refleks pendek dan refleks panjang (Martini et al, 2014).Refleks panjang menyebabkan terjadinya dua aksi. Aksi yang pertama dimediasi oleh saraf parasimpatis dan menyebabkan sfingter ani internal relaksasi. Hal ini menyebabkan feses yang telah terbentuk masuk ke kanalis anal. Aksi kedua adalah releks somatis yang menstimulasi kontraksi sfingter ani eksterna sehingga proses defekasi dapat diatur secara sadar (Martini et al, 2014).Kontraksi sfingter ani yang terus dipertahankan akan menyebabkan dinding rektum yang awalnya teregang perlahan melemas dan rasa ingin buang air besar akan menghilang sampai mass movement selanjutnya terjadi dan mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum. Rasa ingin buang air besar biasanya muncul saat tekanan di rektum mencapai 15 mmHg, namun saat tekanan mencapai 55 mmHg maka sfingter ani eksterna akan otomatis relaksasi dan menyebabkan terjadinya defekasi (Martini et al, 2014).Proses defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melilbatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga membantu proses pendorongan feses (Sherwood, 2013).

Gambar 1.6 Mekanisme defekasi (Martini et al, 2014)

5. Klasifikasi tipe-tipe feces

Gambar 1.7 Tipe-tipe feces (Heaton, 1997)

6. Faktor yang menyebabkan perbedaan warna fecesAIDA

7. Pengaruh konsumsi obat dengan warna feces kehitamanClopidogrel merupakan salah satu obet antiplatelet yang bertujuan mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke. Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Clopidogrel sendiri bekerja denga menurunkan ADP sehingga menghambat agregasi platelet. Salah satu efek samping dari Clopidogrel adalah menyebabkan perdarahan pada gastrointestinal. Perdarahan pada gastrointestinal dapat menyebabkan feses menjadi berwarna hitam (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

8. Hubungan Hipertensi dan Stroke dengan tinja berwarna hitamFeses yang berwarna kehitaman dikenal pula dengan sebutan melena. Tinja atau feses yang berwarna kehitaman merupakan salah satu tanda yang menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Melena merupakan tanda khusus adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Sementara perdaarahan saluran cerna bagian bawah biasanya ditandai dengan adanya hematoskezia, atau feses dengan warna darah segar (Djumhana, 2011).Perdarahan pada saluran cerna bagian atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah hipertensi. Dimana pada pasien hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah, sehingga aliran darah yang disalurkan pada tubuh manusia akan meningkat/cepat. Apabila tekanan darah yang ada pada pembuluh darah tinggi dapat berisiko untuk terjadinya perdarahan. Hipertensi juga dapat menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu hipertensi juga dapat memperparah atherosclerosis, oleh karena itu pasien hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat anti platelet (Prasanti, 2013).Namun penggunaan obat-obat antiplatelet dapat menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat. Selain itu salah satu obat antiplatelet memiliki efek samping mengakibatkan perdarahan, sehingga berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna (Prasanti, 2013). Selain obat antiplatelet, obat stroke juga dapat menyababkan efek samping perdarahan. Oleh karena itu pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat konsumsi obat stroke pada pasien yang mengalami perdarahan (Djumhana, 2011).

9. Hubungan keluhan tidak nyaman di perut dengan keluhan utamanya

Pada sistem pencernaan, rasa sakit atau tidak nyaman di perut sering disebut sebagai dispepsia. Dispepsia adalah sindrom yang meliputi rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh. Definisi yang lebih ringkas dan sering dipakai adalah definisi dari Rome II tahun 2000, yaitu dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (Djojoningrat, 2014).Beberapa etiologi dispepsia adalah sebagai berikut (Djojoningrat, 2014):a.Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: peptic ulcer, gastritis, tumor, infeksi H. pylorib.Obat-obatan: NSAID, aspirin, digitalis, dan lain-lainc.Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem billier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronikd.Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit jantung koronere.Dispepsia fungsional atau dispepsia non-ulkus Gambar 1.8 Alur diagnosis dispepsia (Djojoningrat, 2014)

10. Perbedaan perdarahan saluran cerna atas dan bawahGambaran Umum Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir. (Djojoningrat, 2006)

11. Etiologi dan Tanda Gejala GastritisAIDA DAN THEAAA

12. Patofisiologi gastritisPatofisiologi Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price & Wilson, 2005). Patofisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier. (Dermawan, 2010)

13. Penatalaksanaan Gastritisa. Gastritis Akut Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum dan bila korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi.(Suzzane, 2002) Penatalaksanaanya jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2. Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah. (Sjamsuhidajat, 2004)b. Gastritis kronik Penatalaksanaan medis pada pasien gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres. Sedangkan menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi. (Suzzane, 2002)

14. Komplikasi GastritisKomplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik. b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia. (Mansjoer, 2001) INI KOK KOMPLIKASI?? KAN DISURUHNYA PROGNOSIS. TAU AH SURAM -_________-

15. Etiologi dan Tanda Gejala Peptic UlcerPenyebab paling sering terjadinya ulkus peptik adalah :1.Infeksi Helicobacter PyloriSebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan pepsin ketika Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan mekanisme penyembuhan.Hipersekresi asam adalah mekanisme patogenik yang utama pada tingkat Hypersecretoryseperti Zollinger-Ellison syndrome (ZES). Infeksi Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastritis kronik yang menginfeksi semua individu, kemudian akan berkembang menjadi PUD (sekitar 20%), kanker gastrik (kurang dari 1%) dan MALT.Semua kasus ulkus duodenum serta 2/3 dari kasus tukak lambung diperkirakan berhubungan dengan Helicobacter pylori. Lokasi ulkus berkaitan dengan sejumlah factor etiologi. Ulkus lambung ringan dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung bagian antral.Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke orang melalui tiga jalur yaitu fecal oral,oral-oral dan iatrogenic. Transmisi fecal-oral dapat terjadi secara langsung dengan menginfeksi seseorang dan tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan atau minuman akibat tangan yang tidak bersih setelah menyentuh fecal. Transmisi oral-oral merupakan rute karena Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut. Transmisi secara iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti endoskopi.2.Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs)Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu obat yang sering diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas. Angka kejadian yang sangat besar akibat penggunaan NSAIDs (termasuk aspirin) jangka panjang berupa gangguan saluran GI. Menggunakan NSAIDs dan infeksi Helicobacter pylori adalah faktor risiko independen untuk penyakit tukak lambung. Resiko adalah 5 sampai 20 kali lebih tinggi pada orang yang menggunakan NSAIDs dibandingkan dengan yang tidak menggunakan.Secara ktahap s, 3-4,5% kejadian ulkus peptikum pada pasien yang mengalami arthritiskarena penggunaan NSAIDs dan 1,5% diantaranya berkembang serius menjadi komplikasi (perdarahan saluran cerna, perforasi dan obstruksi ).2 Berikut golongan obat NSAIDs Non Selektif yang dapat menyebabkan ulkus peptikum:

Gambar 1.9 Golongan obatNSAIDs Non Selektif yang menyebabkan Ulkus Peptikum.

Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi terjadi ulkus disaluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat meningkat pada pasien yang punya riwayat pernah mengalami ulkus dan perdarahan GI. Kejadian ulkus dan komplikasi nyaberhubungan dengan penggunaan dosis NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah misalnya dosis aspirin 81-325mg/hari untuk kardio protektif dapat menginduksi ulkus

Gambar 2.0 Faktors risiko ulkus

3.Stres psikologisStress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya PUD yang kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan antara penyebab dan akibat terjadinya PUD. Kemungkinan emosional pada stress yang memicu perilaku untuk merokok dan menggunakan NSAID, sehingga hal ini yang dapat menyebabkan ulkus.Bagaimana stress dapat menyebabkan PUD kemungkinan dipengaruhi banyak faktor.4. Kebiasaan MerokokKemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga dapatmenginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan lambung,penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu refluks duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin (PG).Meskipun merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi efeknya tidak konsisten. Merokok dapat menyebabkan seeorang lebih mudah terinfeksi HP.5. Faktor Diet dan Penyakit LainKedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti, beberapa minuman seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir, dan susu dapat menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Kafein dapat menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI bagian atas, tapi tidak ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol dapat menyebabkan ulkus. Pasien dengan penyakit kronik seperti cystic fibrosis,pancreatitis kronik, coronary artery disease dapat meningkatkan ulkus pada duodenal. (Joseph, 2008)

16. Patofisiologi Peptic UlcerFaktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus peptik adalah penggunaan obat-obat NSAID, infeksi Helicobacter pylori, stress, komponen psikogenik, merokok. Helicobacter pylori dapat menyebabkan terjadinya gastritis serta penurunan fungsi dari barrier (mukus, HCO3, sel epitel). Penurunan dari fungsi barrier dikarenakan H.pylori yang dapat menhasilkan ureasea yang dapat menghambat prostaglandin sehingga menurunnya produksi mukus (Silbernagl dan Lang, 2000).Sementara penggunaan NSAID dan merokok juga akan mengakibatkan hal yang sama. Sehingga yang ketika terjadi penurunan fungsi barrier, dan juga peningkatan HCl dan pepsinogen karena faktor psikologis atau tumor gaster yang kemudian dapat merusak epitel yang kemudian menyebabkan luka yang akhirnya terbentuklah ulkus (Silbernagl dan Lang, 2000).

Gambar 2.1 Patofisiologi Peptic Ulcer (Silbernagl dan Lang, 2000).

17. Penatalaksanaan Peptic Ulcer Aidaaaaaaaaaa

18. Prognosis Peptic Ulcera. Terapi medikamentosa saja memberi kesembuhan > 85 %b. Jika tidak diterapi, penyakit ulkus dapat menimbulkan obstruksi saluran keluarlambung sebagai akibat peradangan kronis dan jaringan parutc. Terdapat risiko transformasi maligna pada ulkus lambung (Misnadiarly, 2009)

19. Etiologi dan Tanda Gejala Perdarahan Saluran Cerna Bagian AtasPenyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia adalah karena pecahnya varises esophagus dengan rata rata 45-50% seluruh perdarahan saluran cerna bagian atas.1. Perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :- Kelainan esophagus : varises , esophagitis, keganasan- Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum, keganasan- Penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia- Penyakit sistemik : uremia- Pemakaian obat yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid, alkohol(Sylvia A. Price, 2006)Tanda dan gejala perdarahan saluran cerna bagian atas adalah sebagai berikut : 1. Muntah darah (Hematemesis)Adalah muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rectal yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal.2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (Melena)Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran bagian atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi Karena darah tercemar oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.3. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit4. Pirosis (Nyeri uluhati) Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.5. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik). (Sylfia A. Price, 2006)

20. Patofisiologi Perdarahan Saluran Cerna Bagian AtasTHEAAAAAAAAAA

21. Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian AtasMempertahankan saluran nafas paten dan restorasi volume intravascular adalah tujuan tata laksana awal. Infus kristaloid awal, sampai 30 mL/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif atau yang crossmatched jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama EGD meliputi injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan sementara untuk bertahan. (Dubey S., 2008)

22. Etiologi dan Tanda Gejala AVMPenyebab pasti terjadinya AVM tidak dapat diketahui secara pasti. Umumnya, AVM disebabkan oleh kelainan kongenital/bawaan yang terjadi pada masa embrio sehingga seseorang lahir dengan kelainan tersebut. Tetapi, penyakit ini tidak diturunkan secara herediter (tidak ada diteruskan ke anak ataupun mendapatkannya secara genetis dari faktor keturunan). (Sylvia A. Price, 2006)Tanda dan gejala dari AVM otak meliputi:1. Kejang2. Seperti mendengar suara mendesing3. Sakit kepala4. Kelemahan progresif atau mati rasaKetika terjadi pendarahan dalam otak, tanda-tanda dan gejalanya mirip dengan stroke, antara lain:1. Mendadak sakit kepala2. Kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan3. Penurunan penglihatan4. Kesulitan berbicara5. Ketidakmampuan untuk memahami orang lain(Sylvia A. Price, 2006)

23. Patofisiologi AVMArteriovenosus malformation ( AVM) dapat muncul sebagai suatu lesi kongenital ataupun bawaan ( acquired). Terdapat beberapa teori tentang patogenesis dan patofisiologi dari AVM. Salah satunya adalah bahwa AVM muncul ketika terdapat kombinasi stimulus angiogenik dengan deplesi endoglin. Endoglin merupakan salah satu reseptor aksesorius TGF-. Endoglin diyakini merupakan suatu biomarker untuk angiogenesis dan neovaskularisasi (pembentukan pembuluh darah baru). Kurang atau bahkan tak adanya endoglin akan mengakibatkan proliferasi sel endotel yang tak sempurna dan menghambat proses remodelling vaskular. Hal inilah yang dapat mengakibatkan terbentuknya AVM (Mahmoud et al, 2010).AVM tersusun atas belitan kompleks arteri dan vena yang terhubung oleh satu atau lebih fistula. Kumpulan vaskular tersebut dinamakan nidus. Nidus tidak memiliki capillary bed, dan feeding arteries bermuara langsung pada vena. Arteri pada AVM memiliki lapisan muskularis yang krang sempurna. Vena seringkali terdilatasi akibat tingginya aliran darah yang diterima melalui fistula (Wensheimer et al, 2009).AVM pada sistem gastrointestinal dapat berada pada usus halus ataupun caecum dan colon ascenden. AVM pada lokasi-lokasi ini dapat pula dikarenakan atherosklerosis ataupun valvular heart disease lain (Dimakakos & Kotsis, 2007).Acquired defects pada AVM dapat dikarenakan adanya luka tusuk (penetrating injuries), seringkali akibat prosedur diagnostik atau terapi penyakit-penyakit seperti tumor, atherosklerosis, ataupun aneurysmal disease (Dimakakos & Kotsis, 2007).Arteriovenosus malformation akan mengakibatkan aliran darah pada organ tersebut menjadi terganggu. Gangguan ini dapat mengakibatkan gangguan pasokan nutrisi dan oksigen yang kemudian mengakibatkan adanya iskemia jaringan. Hal ini kemudaan dapat mengakibatkan munculnya berbagai gejala, tergantung lokasi AVM tersebut. Pada organ-organ visceral, iskemia dapat menyababkan munculnya rasa sakit serta gangguan fungsi organ yang terkena. Pada otak ataupun medulla spinalis, adanya iskemia akibat AVM dapat mengakibatkan adanya gangguan neurologik seperti sakit kepala, pusing, kejang, dsb (Dimakakos & Kotsis, 2007).AVM merupakan gabungan kompleks pembuluh-pembuluh darah yang terbentuk dengan kurang sempurna. Hal ini menyebabkan AVM rentan terhadap adanya perdarahan (hemorrhaging). Apabila pada GI tract, misalnya. Adanya AVM pada lapisan submukosa GI tract beresiko mengakibatkan adanya GIT bleeding yang kemudian akan memunculkan gejala seperti melena, hematoemesis, maupun hematochezia (Abraham, 2014).

24. Tatalaksana AVMPenatalaksanaan pada kasus malformasi arteri vena adalah sebagai berikut :1.EndoskopiEndoskopi Thermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah banyak digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa elektrokoagulasi bdapat berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula kolon, meskipun terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy ini juga dapat memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan. Sebaliknya, angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan endoskopik. Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari pasien dengan perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang juga dapat terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk pasien dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy. Pendarahan dapat terjadi pada 1% sampai 2% pasien setelah polypectomy dan mungkin terjadi hingga 2 minggu setelah polypectomy dimana terapi endoskopik dianjurkan.2.AngiographicAngiography dipakai sebagai metode perioperatif, terutama pada pasien-pasien dengan risiko gangguan vascular, sementara menunggu terapi bedah definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari pembuluh darah mesentrika yang langsung menuju ke lokasi sumber perdarahan yang akan dilanjutkan dengan pemberian vasokontriktor intra-arteri dengan vasopressin yang dapat menghentikan perdarahan sekitar 80 % kasus. Perdarahan berulang mungkin terjadi jika terapi tidak dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada metode ini adalah iskemi miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan hiponatremia. Transarterial vasopressin tidak boleh digunakan pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular lainnya. Peran utama dari terapi ini adalah untuk mengehentikan perdarahan sebagai terapi darurat sebelum bedah definitif. Embolisasi transkateter pendarahan massive dapat juga dilakukan pada pasien yang tidak mempunyai cukup biaya untuk menjalani operasi. Embolisasi dari gelatin spons atau microcoils dapat menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan angiodysplasias dan divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan dan sepsis yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon sehingg aterjadi infark kolon.3.PembedahanIndikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya pasien dengan perdarahan yang terus menerus berlangsung dan berulang, tidak sembuh dengan tindakan non operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC, perlu transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan indikasi colectomy pada perdarahan akut. (Sjamsuhidayat, 2004)

25. Prognosis AVMIdentifikasi letak pendarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber pendarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati (Sjamsuhidayat, 2004).

DAFTAR PUSTAKAAAAAA

Abraham, Neena S. 2014. Gastrointestinal Bleeding in Cardiac Patients : Epidemiology and Evolving Clinical Paradigms. Curr Opin Gastroenterol. 30(6):609-614.Dermawan, D & Tutik Rahayuningsih. 2010.Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Pencernaan.Yogyakarta : Gosyen PublishingDimakakos, P. B & T. E Kotsis. 2007. Arteriovenosus Malformation dalam : Liapis, Christos D., Klaus Balzer, Fabrizio Benedetti-Valentini, Jos Fernandes e Fernandes.2007. European Manual of Medicine : Vascular Surgery. New York : Springer-VerlagBerlin HeidelbergDjojoningrat, D. 2006. Dispepsia Fungsional. Dalam: Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIDjojoningrat, Dharmika. 2014. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal dalam Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna PublishingDjumhana, A. 2011. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS dr Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran.Dubey, S. and Adebajo, A.O., 2008. Historical and Current Perspectives on Management of Osteoarthritis and Rheumatoid Arthritis. In: Reid, D.M. and Miller, C.G., Clinical Trials in Rheumatoid Arthritis and Osteoarthritis. Springer Science + Business Media.Harjadi W. 2007. Anatomi Abdomen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCHeaton, K W & Lewis, S J. 1997. Stool from scale as a useful guide to intestinal trnsit time. Scandinavian Journal of Gastroenterology.Joseph DiPiro,Robert L.Talbert,Gary Yee,Gary Matzke,Barbara Wells,L.Michael Posey et al.Pharmacotherapy: A Phatophysiology Approach.7th ed. Columbus: McGraw-Hill Company;2008.Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Martini et al. 2014. Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th Ed. US: Pearson Education Limited.Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau maag),Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.Murray, Robert K., Darryl K. Granner, Peter a. Mayes, Victor W. Rodwell. 2012. Harpers Illustrated Biochemistry 29th edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGCSherwood, L. 2002. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. EGC : Jakarta.Silbernagl, S. dan F. Lang. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart : New York.Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGCSylvia A.Price,Lorraine M.Wilson.Patofisiologi : Konsep Ktahap s Proses-Proses Penyakit 1st ed.Jakarta: EGC; 2005.Prasanti, D.I. 2013. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Studi Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner dengan Terapi Antipletelet. Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro : Semarang.Weinsheimer S, Kim H, Pawlikowska L, Chen Y, Lawton MT, Sidney S, et al. EPHB4 gene polymorphisms and risk of intracranial hemorrhage in patients with brain arteriovenous malformations. Circ Cardiovasc Genet. Oct 2009;2(5):476-82.