Laporan Metastatic Bone Disease
Transcript of Laporan Metastatic Bone Disease
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
DI RS Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
ASUHAN KEFARMASIAN DI BAGIAN
LONTARA II BAWAH ORTHOPEDIK
METASTATIC BONE DISEASE (MBD)
ANDI SYAMSUL BAKHRI
N211 11 017
Disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program pendidikan profesi apoteker
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
DI RS Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
ASUHAN KEFARMASIAN DI BAGIAN
LONTARA II BAWAH ORTHOPEDIK
METASTATIC BONE DISEASE (MBD)
ANDI SYAMSUL BAKHRI
N211 11 017
MENYETUJUI :
Pembimbing PKP Farmasi Rumah Sakit
RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Dra. Hadijah Tahir, Apt. Sp.FRS NIP. 19670201 199302 2 002
MENGETAHUI :
Koordinator PKP Farmasi Rumah Sakit Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UNHAS Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S.,Apt. NIP.19500817 197903 1 003
Kepala Instalasi Farmasi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Drs. Jintan Ginting, Apt., M. Kes. NIP. 19631203 199603 1 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar pada periode Maret – April 2012 dengan baik dan lancar.
Laporan Praktek Kerja Profesi (PKP) ini disusun sebagai salah satu
syarat penyelesaian program studi Profesi Apoteker pada Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. dr. Kadir, PhD., Sp.THT-KL selaku Direktur Utama RS. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar
2. Ibu Dr. Elly Wahyudin, DEA selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si, Apt. selaku Ketua Program Pendidikan
Profesi Apoteker Universitas Hasanuddin.
4. Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt. selaku dosen Koordinator PKP
Farmasi Rumah Sakit Program Pendidikan Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin.
5. Bapak Drs. Jintan Ginting, Apt., M. Kes., selaku Kepala Instalasi
Farmasi di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
6. Ibu Dra. Hadijah Tahir, Apt., Sp.FRS selaku Pembimbing PKP Farmasi
Rumah Sakit di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
iv
7. Seluruh staf dan karyawan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, khususnya di bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar dan ruang perawatan Lontara II
bawah ortopedik.
8. Rekan-rekan peserta Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, Almamater Fakultas Farmasi Unhas, dan mahasiswa seprofesi
serta sejawat lainnya, Amin.
Makassar, April 2012
Penyusun
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ................................................................. 1
I.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ............................ 2
I.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker ........................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
II.1 Definisi .............................................................................. 4
II.2 Anatomi / Fisiologi ............................................................ 4
II.3 Etiologi .............................................................................. 4
II.4 Patofisiologi ...................................................................... 6
II.4.1 Faktor dalam Proses Metastasis ............................ 8
II.5 Diagnosa .......................................................................... 9
II.6 Penatalaksanaan ............................................................ .. 11
II.6.1 Non Farmakologi ..................................................... 10
II.6.2 Farmakologi ............................................................ 11
BAB III STUDI KASUS ....................................................................... 16
III.1 Profil Penderita ................................................................ 16
vi
III.2 Profil Penyakit ................................................................. 16
III.3 Data Klinik ....................................................................... 18
III.4 Data Laboratorium ........................................................... 20
III.5 Data Pemeriksaan Penunjang Lain ................................. 22
III.5.1 Hasil USG Abdomen ............................................. 22
III.5.2 Hasil Radiologi ...................................................... 22
III.5.3 Hasil MRI Thoracolumbal ...................................... 22
III.5.4 Hasil Patologi Anatomi .......................................... 22
III.5.5 Pemeriksaan Elektrolit .......................................... 23
III.5.6 Pemeriksaan Analisis Gas Darah .......................... 23
III.6 Profil Pengobatan ............................................................ 24
III.7 Analisa Rasionalitas ........................................................ 27
III.8 Farmakologi Obat ............................................................ 28
III.9 Assesment and Plan ....................................................... 44
III.10 Konseling ....................................................................... 49
III.11 Pembahasan ................................................................. 51
III.12 Rekomendasi ................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 58
LAMPIRAN .......................................................................................... 59
vii
DAFTAR TABEL
TABEL halaman
III.1 Data Hasil Pemeriksaan Klinik Pasien ........................................ 18
III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien ........................... 20
III.3 Hasil Pemeriksaan Nilai Elektrolit Pasien ................................... 23
III.4 Hasil Pemeriksaan Analisa Gas Darah Pasien ........................... 23
III.5 Data Profil Pengobatan Pasien ................................................... 24
III.6 Data Analisa Rasionalitas Penggunaan Obat Pasien ................. 28
III.7 Data Assesment and Plan Pengobatan Pasien .......................... 45
III.8 Pelayanan Informasi Obat Kepada Pasien ................................. 50
viii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR halaman
II.1 Skema Mekanisme Metastatis Tumor pada Tulang ..................... 9
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN halaman
1. Daftar Singkatan ........................................................................... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional dilaksanakan dengan tujuan tercapainya kemauan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan tersebut, maka diselenggarakan upaya-upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh dan terpadu melalui peningkatan
berbagai upaya, diantaranya perluasan dan pemerataan jangkauan
pelayanan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, termasuk tersedianya
obat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
aman, berkhasiat dengan memenuhi syarat yang ditetapkan, tersebar
merata, dan terjangkau oleh masyarakat luas.
Salah satu cara untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan
tersebut adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah
Sakit yang bertujuan untuk mengusahakan pelayanan yang luas bagi
setiap warga Negara. Rumah Sakit mengembangkan pelayanan farmasi
klinis dan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada pelayanan kepada
pasien (pharmaceutical care), membantu meminimalkan efek obat-obat
dengan sasaran meningkatkan kualitas hidup pasien.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Rumah Sakit yang
dilakukan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada
2
periode Maret – April 2012 diharapkan dapat menjadi sarana pelatihan
dan pendidikan bagi mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker dalam
memberikan pelayanan kefarmasian (farmasi klinik) secara profesional
serta dapat menjadi bekal bagi calon apoteker dalam rangka pengabdian
diri kepada masyarakat, terutama dalam bidang kesehatan.
Studi kasus yang dilakukan di RSWS adalah kasus dari pasien di
Unit Pelayanan dan Perawatan Lontara 2 Bawah - Orthopedi. Kegiatan
yang dilakukan adalah mewawancarai penderita secara langsung dan
mendata berdasarkan status medical record penderita yang difokuskan
pada penderita dengan kasus “Metastatic Bone Disease, Destruction
Vertebrae Thoracal IX”. Penyakit metastasis tulang ini merupakan
penyakit sekunder atau komplikasi dari penyakit kanker sebelumnya yang
mengalami metastatis ke organ lain. Penatalaksanaan yang dilakukan
adalah pembedahan, radiasi, kemoterapi, dan pain control. Untuk itu perlu
penatalaksanaan yang tepat untuk menghindari metastatis penyakit ke
organ lain serta meningkatkan taraf hidup pasien.
I.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, antara lain bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit.
3
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di Rumah
Sakit.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit.
I.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker
Dengan mengikuti PKPA di Rumah Sakit, maka calon apoteker
akan memperoleh manfaat antara lain :
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di
Rumah Sakit.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Rumah Sakit.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
profesional.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi
Penyakit tulang yang umumnya disingkat MBD (Metastatic Bone
Disease) ini adalah penyebaran sel-sel kanker dari tumor melalui aliran
darah hingga ke tulang. Hal ini menyebabkan rasa sakit, keretakan
tulang, dan akibat-akibat klinis lainnya. Insiden rasa sakit pada tulang atau
Metastatic bone pain (MBP) terjadi pada sekitar dua pertiga dari pasien
MBD. MBD umumnya dikaitkan dengan kanker payudara, kanker prostate,
kanker paru, kanker ginjal dan kanker tiroid (1).
II.2 Anatomi / Fisiologi
Tulang adalah organ individu terdiri dari banyak jaringan termasuk
tulang, jaringan tulang rawan , jaringan lemak, jaringan ikat, jaringan
hematopoietik, saraf dan pembuluh. Kerangka manusia terdiri dari 206
tulang dan dibagi menjadi kerangka aksial yang mencakup tengkorak,
hyoid, tulang dada, tulang rusuk dan tulang belakang dan kerangka perifer
yang mencakup tulang-tulang pinggang dan panggul. Kerangka acral
merupakan bagian dari perangkat kerangka dan terdiri dari tulang tangan
dan kaki. Pembentukan tulang dan fungsi melibatkan koordinasi kompleks
antara jenis sel. Selain itu, tulang adalah struktur dinamis yang terus-
menerus direnovasi selama hidup sebagai respon tubuh (2).
5
Tulang dikelompokkan menurut bentuk dan ukuran tulang
berbentuk kubus (yaitu, tulang karpal dan tarsal), tulang pipih (tulang
tengkorak, tulang pangkal paha) dan tulang tubular. Yang terakhir ini lebih
lanjut dibagi lagi menjadi tulang tubular panjang (yaitu, humerus, radius,
ulna, tulang paha, tibia, fibula) dan tulang tubular pendek (yaitu tulang
metakarpal dan metatarsal). Selain itu, tulang diklasifikasikan sesuai
dengan cara perkembangan embriologi. Dengan demikian, tulang
membran terbentuk proses de novo dari jaringan ikat (osifikasi
intramembranous) sedangkan tulang enchondral dibentuk oleh osifikasi
enchondral di mana sel-sel mesenchymal dibedakan berdiferensiasi
menjadi kondrosit dan membentuk kartilaginosa anlage yang kemudian
akan digantikan oleh tulang (2).
Osifikasi Enchondral tulang panjang membentuk pelat
pertumbuhan yang membagi tulang ke daerah anatomi berbeda. Epifisis
adalah wilayah tulang terletak dari pertumbuhan pelat pada permukaan
sendi. Wilayah di sisi lain dari pelat pertumbuhan disebut metahysis,
sedangkan tulang di wilayah tengah di antara dua metaphyses disebut
diaphysis. Metaphysis ini dibedakan dari diaphysis karena vaskularisasi
yang lebih tinggi dan proporsi yang lebih tinggi dari tulang cancellous (2).
II.3 Etiologi
Skeleton, setelah paru-paru dan hati, adalah tempat yang paling
umum ketiga penyakit metastasis, dan penyakit metastatik merupakan
keganasan yang paling umum dari tulang. Setengah dari hampir 1,4 juta
6
kasus kanker baru didiagnosa setiap tahun melibatkan tumor yang sering
bermetastasis ke tulang. Kanker prostat, payudara, paru-paru, ginjal, dan
tiroid sebanyak 80% mengalami metastase ke tulang. Kecenderungan
untuk kerangka aksial terlihat dimana mungkin karena penyebaran ke
aliran darah di vena Batson di pleksus. Secara keseluruhan, tempat yang
paling umum dari metastasis tulang adalah tulang belakang, panggul,
tulang rusuk, tengkorak, dan femur proksimal. Pada akral (yaitu, distal)
mengalami metastasis ke tangan dan kaki terjadi, biasanya paling sering
berasal dari paru-paru primer (3).
II.4 Patofisiologi
Tulang biasanya mengalami renovasi terus-menerus dalam respon
terhadap stres mekanik melalui interaksi dinamis dan diatur osteoklas dan
osteoblas bergantian resorbing dan memperbaiki tulang berturut-turut, dan
mineralisasi tulang matriks mengandung faktor pertumbuhan banyak yang
dilepaskan selama proses ini. Re-modeling tulang dimulai dengan aktivasi
osteoklas oleh peristiwa lokal, termasuk pelepasan interleukin-1 (IL-1),
menyebabkan resorpsi tulang dan melepas faktor pertumbuhan lainnya.
Faktor-faktor ini, termasuk mengubah faktor pertumbuhan-beta (TGF-β)
dan insulin seperti faktor pertumbuhan II (IGF-II), meningkatkan proliferasi
dan diferensiasi osteoblas, yang kemudian membentuk tulang baru di
lokasi resorpsi, dengan demikian mempertahankan integritas tulang dan
memperkuat tulang (4).
7
Metastasis tulang dimulai ketika sel-sel tumor primer melepaskan
diri dari tempat awal mula tumor dengan membentuk pembuluh darah
baru (angiogenesis) dan menyerang pembuluh darah tersebut. Sel-sel
tumor kemudian membentuk agregat dan akhirnya melekat pada sel
endotel pembuluh darah kapiler yang jauh dari tulang. Selanjutnya, sel-sel
melepaskan diri ke sirkulasi, menginvasi stroma sumsum, dan akhirnya
melekat pada permukaan endosteal tulang (yaitu, pada antarmuka tulang
dan sumsum) dan mengalami proliferasi (4).
Selain faktor pertumbuhan banyak hadir dalam matriks tulang
termineralisasi, sumsum tulang terdiri dari sel induk hematopoietik, sel
stroma, dan sel kekebalan yang melepaskan sejumlah sitokin dan faktor
pertumbuhan. Ini kemudian menginduksi pertumbuhan tumor sel yang
telah bermigrasi ke tulang. Setelah sel tumor telah dikolonisasi dalam
matriks tulang, mereka mengeluarkan sejumlah besar faktor pertumbuhan
larut yang merangsang aktivitas osteoklas dan / atau osteoblas dan
mengganggu re-modeling tulang yang normal. Aktivasi osteoklas dan
resorpsi tulang menyebabkan pelepasan lebih lanjut dari tulang yang
diturunkan dari faktor pertumbuhan yang meningkatkan kelangsungan
hidup dan proliferasi sel tumor. Akibatnya, homeostasis normal dari tulang
terganggu dan kemudian terjadi resorpsi tulang yang berlebihan (4).
8
II.4.1 Faktor dalam Proses Metastatis
Tumor sel dari kanker payudara dan prostat bentuk koloni kanker
metastasis pada tulang lebih mudah daripada yang dilakukan sel tumor
dari jenis kanker lainnya, menunjukkan bahwa mereka mengekspresikan
fenotipe yang membantu dalam proses metastasis. Berbagai faktor telah
terlibat dalam proses metastasis, termasuk enzim proteolitik, Cell
Adhesion Molecules (CAMs), dan faktor pertumbuhan. Enzim proteolitik
yang diperlukan untuk sel tumor untuk melepaskan dari tempat utama
mereka, menyerang sekitarnya jaringan lunak, masuk dan keluar dari
pembuluh darah, dan mendegradasi matriks tulang. Matriks
metalloproteinase (MMP) telah terlibat dalam resorpsi tulang dan
perkembangan tumor (4).
CAMs, seperti integrin, memainkan peran penting dalam invasi
tumor, metastasis, dan proliferasi. Kehilangan CAMs di tempat utama
memfasilitasi pelepasan sel kanker dari tumor primer. Demikian pula,
peningkatan ekspresi CAMs di lokasi metastasis mungkin diperlukan bagi
sel untuk menangkap dan melekat pada matriks ekstraseluler. Integrin,
yang paling berlimpah dari CAMs, terlibat dalam angiogenesis dan yang
diperlukan untuk osteoklas-mediated resorpsi tulang (4).
9
Gambar II.1 Skema mekanisme metastatis tumor pada tulang Sumber : Pathophysiology of Bone Metastases: How This Knowledge May Lead to
Therapeutic Intervention, Allan Lipton, MD
II.5 Diagnosa
Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik
konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering
dikenai lesi-lesi metastatik yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal.
Sangat jarang lesi megenai sebelah distal siku atau lutut. Bila ada lesi
pada bagian tersebut harus difikirkan kemungkinan mieloma yang multipel
(morbus Kahler) (5).
Gambaran radiologik dari metastasis tulang kadang-kadang bisa
memberi petunjuk dari mana asal tumor. Sebagian besar proses
metastasis memberikan gambaran "lytik" yaitu bayangan "radiolusen"
pada tulang. Sedangkan gambaran "blastik" adalah apabila kita temukan
lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Keadaan yang
10
Iebih jarang ini kita temukan pada metastasis dari tumor primer : prostat,
payudara, lebih jarang pada karsinoma kolon, paru, pankreas (5).
Skeletal Scintigraphy (penatahan tulang) adalah metoda lain untuk
memeriksa tulang. Pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan
radiografi, berdasarkan pada adanya pembentukan tulang baru (bone
turnover) dan aliran darah regional, sehingga adanya proses metastasis
pada tulang yang dini sekalipun dapat cepat terdeteksi (5).
II.6 Penatalaksanaan
II.6.1 Terapi Non-Farmakologi (5,6)
Terapi non-farmakologi disini merupakan terapi untuk mengontrol
nyeri (pain control) yang dialami pada pasien. Penatalaksanaan ini akan
membantu obat (terapi farmakologi) bekerja lebih baik, tetapi tidak boleh
digunakan sebagai pengganti obat. Terapi non-farmakalogi untuk nyeri
antara lain :
1. Hipnosis atau pengalih perhatian terapi, yang bertindak melalui
korteks pre-frontal untuk menurunkan persepsi / sensasi rasa sakit.
2. Akupunktur dapat bekerja dengan menyebabkan pelepasan opioid
endogen.
3. Menggunakan suhu untuk memfasilitasi kontrol nyeri dengan
kemasan atau bantalan pemanas.
4. Stimulasi fisik (pijat, tekanan, dan getaran) dari otot atau saraf
dapat memfasilitasi relaksasi dan meredakan sakit kejang otot atau
kontraksi.
11
5. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS): Sebuah arus
listrik ringan diterapkan pada kulit di tempat rasa sakit.
II.6.2 Terapi Farmakologi
1. Radioterapi
Radioterapi berperan penting dalam pengobatan pasien kanker
dengan keluhan karena metastase tulang. Dalam literatur, ada banyak
bukti tentang efektivitas untuk mengobati nyeri tulang, untuk mendorong
remineralisasi untuk memperkuat tulang stabil, dan untuk mengobati
keluhan neurologis karena saraf atau kompresi sumsum tulang belakang
(2).
Aturan umum dalam paliatif adalah bahwa pengobatan harus
singkat dan efektif untuk umur sisa pasien, sebaiknya non-invasif, dan
tidak harus menyebabkan efek samping berat dan panjang. Untuk
meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dari pasien haruslah
menjadi tujuan dari setiap pengobatan paliatif (2).
Tindakan radioterapi merupakan pengobatan lokal yang sangat
efektif untuk menghilangkan rasa nyeri. Dari sejumlah penderita tumor
ganas dengan metastasis pada tulang yang mendapat radiasi pada lesi di
tulangnya, 90% dari penderita tersebut menunjukkan perbaikan subyektif
yang bermakna yaitu berupa hilangnya perasaan nyeri (7).
Radioterapi merupakan alternatif lain bila operasi tidak mungkin
dilaksanakan, baik oleh karena lokalisasi yang tak memungkinkan
ataupun karena kontraindikasi medik. Sulit untuk melakukan tindakan
12
segera pada ancaman fraktur tulang belakang, dalam hal ini radioterapi
cito merupakan indikasi yang kuat sehingga keadaan lebih lanjut akibat
lesi lintang bisa dihindarkan (7).
2. Biofosfonat
Tulang adalah situs yang paling umum untuk metastasis jauh dari
tumor padat, dan interaksi antara kanker dan tulang meningkat osteoklas-
mediated resorpsi tulang. Oleh karena itu, bifosfonat yang muncul sebagai
komponen penting dari perawatan untuk pasien dengan malignan lanjutan
yang melibatkan tulang. Bifosfonat mengikat erat pada permukaan tulang.
Selama resorpsi tulang, obat ini dicerna oleh osteoklas, dimana mereka
bertindak sebagai analog stabil substrat terfosforilasi, menghambat lebih
lanjut penyerapan tulang atau menginduksi apoptosis. Generasi berturut-
turut dari bifosfonat, masing-masing dengan meningkatkan aktivitas
antiresorptif, telah diperkenalkan dalam praktek klinis. Selain manfaat
yang ditetapkan bifosfonat dalam pengaturan kanker stadium lanjut, bukti
yang muncul menunjukkan bahwa agen ini memiliki efek antitumor dan
efektif mencegah osteoporosis pada pasien yang menerima terapi
sitotoksik atau hormonal untuk kanker tahap awal (2).
3. Pembedahan
Telah terbukti bahwa tindakan-tindakan di atas bisa emperpanjang
kehidupan penderita-penderita tumor ganas dengan metastasis. Ortopedi
dan bedah tulang belakang dapat memberikan paliatif signifikan untuk
pasien dengan gejala yang timbul karena keterlibatan metastasis tulang.
13
Sekalipun demikian alangkah baiknya apabila usaha kita untuk
memperpanjang hidup penderita tidak melupakan kualitas hidupnya.
Adanya fraktur yang patologis atau paraplegia jelas tidak menguntungkan
penderita. Seandainya fraktur telah terjadi maka kita harus memilih antara
tindakan konservatif dan pembedahan dengan segala untung ruginya (7).
4. Kemoterapi
Dalam hal keganasan tulang adalah salah satu yang paling sering
terkena organ. Penyakit tulang metastatik dikaitkan dengan morbiditas
yang signifikan dan komplikasi yang parah dan telah menjadi kualitas
yang semakin penting dari masalah kehidupan. Empat modalitas
pengobatan utama yang saat ini digunakan untuk pengelolaan metastase
tulang adalah pengobatan medis (termasuk kemoterapi, bifosfonat, dan
terapi hormon), radioterapi, radiofarmasi dan pembedahan. Di kasus
perawatan di atas yang baik digunakan secara berurutan atau bersamaan,
tergantung pada luas dan lokasi metastasis, gejala yang berhubungan,
status kinerja dan prognosis pasien (7).
Kemoterapi mempunyai peranan yang terbatas dalam
penanggulangan metastase tumor ganas ke tulang. Dari seluruh tumor
ganas yang sering beranak sebar di tulang maka karsinoma payudara
merupakan jenis yang paling responsif terhadap pengobatan kemoterapi.
Kombinasi kemoterapi telah menunjukkan untuk menjadi pengobatan
yang efektif atas manajemen keseluruhan dari pasien dengan metastase
tulang, terutama untuk pasien dengan kanker payudara, prostat dan paru-
14
paru. Hasil terapi dan tingkat respons yang meskipun terbatas dalam
resisten-kemoterapi tumor seperti kanker paru-paru sel non-kecil dan
melanoma (7).
5. Pain Control
Telah dikemukakan di atas bahwa nyeri merupakan salah satu
keadaan yang paling dirasakan penderita- penderita tersebut. Maka
selama tindakan –tindakan yang telah disebutkan belum memberikan
hasil, diperlukan medikamentosa untuk mengatasi perasaan nyeri ini (7).
Pengobatan harus diberikan secara teratur, melalui mulut jika
mungkin, dan harus mengikuti 'tangga analgesik' yang diterima tiga
langkah. Pendekatan ini sering digambarkan sebagai pengobatan melalui
mulut, oleh waktu, dan dengan tangga. Regular dosis ketimbang
pengobatan sebagai tujuan diperlukan untuk mencegah nyeri kembali
muncul dan untuk meminimalkan harapan rasa sakit. Tangga analgesik
terdiri dari 3 tahap, pengobatan awal pada langkah 1 dan maju ke langkah
3 jika sakit tidak terkendali atau meningkat. Tiga tahapan itu adalah
sebagai berikut :
1) Analgesik non-opioid seperti aspirin, NSAID lainnya, atau
parasetamol, juga dapat diberikan jika diperlukan untuk mengatasi
rasa sakit tertentu atau gejala terkait
2) Analgesik opioid seperti kodein, dihydrocodeine, atau tramadol
ditambah analgesik non-opioid.
15
3) Analgesik opioid kuat seperti morfin oral; analgesik non-opioid juga
bisa diberikan.
Menggabungkan analgesik dengan tindakan farmakologi yang
berbeda dapat menghasilkan efek aditif atau sinergis pada pasien. Untuk
itu hanya satu jenis analgesik dari masing-masing kelompok (non-opioid,
kurang kuat opioid, opioid kuat) yang dapat digunakan pada saat yang
sama (8).
16
BAB III
STUDI KASUS
III.1 Profil Penderita
Nama : Tn. K
Umur : 63 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : -
Alamat : Jalan Maccini Raya Lr. Merdeka II
Cara Bayar : Jamkesmas
No. RM : 534xxx
Masuk RS : 12 Februari 2012
Keluar RS : 12 April 2012
III.2 Profil Penyakit
Keluhan Utama : Nyeri dan tidak bisa menggerakkan kedua
kaki (Paraplegia)
Riwayat Penyakit : Penurun BB (+) dalam 4 bulan terakhir
SMRS dengan jumlah tidak diketahui,
riwayat trauma (-), riwayat batuk disangkal,
riwayat minum obat 6 bulan disangkal,
riwayat batuk darah (-)
Riwayat Penyerta : -
17
Autoanamnesis : Tidak bisa menggerakkan kedua kaki /
tungkai bawah yang dialami sejak 2
minggu terakahir, awalnya pasien
merasakan nyeri pada tulang belakang
sejak 2 bulan lalu, dirasakan makin
memberat sampai 1 bulan lalu pasien
mulai merasakan kelemahan pada kedua
tungkai, saat ini pasien tidak bisa sama
sekali menggerakkannya dan merasakan
kesemutan
Diagnosa awal : Dekstruksi vertebrae thoracal IX due to
metastasis bone disease (MBD)
Diagnosa akhir : Metastase malignant tumor pada vertebrae
18
III.3 Data Klinik
Berdasarkan pemeriksaan dokter terhadap pasien, maka diperoleh hasil perubahan klinik pasien seperti pada Tabel III.1
Tabel III.1 Data Hasil Pemeriksaan Klinik Pasien
Lanjutan Tabel III.1 Data Hasil Pemeriksaan Klinik Pasien
Data Klinik
Tanggal Pengamatan
Februari 2012
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Tekanan Darah (mmHg)
120/
70
110/
70 - - - - - - - - - - - - - - - -
Suhu (˚C) 36.5 36.7 36.2 36.5 36.4 36.5 36.5 36.6 36.3 36.3 36.3 36.6 36.6 36.4 36.4 36.8 37.1 -
Denyut Nadi (x/i) 83 82 - - - - - - - - - - - - - - - -
Lemah √ √ √ √ √ √ √
≠ gerak tungkai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Data Klinik
Tanggal Pengamatan
Maret 2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tekanan Darah (mmHg) - 120/
80 -
120/
80 - - - - - - - - - - - - - - - -
Suhu (˚C) 36.3 37.1 36.3 36.4 36.8 37.0 37.0 36.9 37.3 37.5 37.2 36.8 36.8 36.8 36.4 36.2 36.4 36.2 36.2 36.2
Lemah √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - - - - -
≠ gerak tungkai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
19
Lanjutan Tabel III.1 Data Hasil Pemeriksaan Klinik Pasien
Lanjutan Tabel III.1 Data Hasil Pemeriksaan Klinik Pasien
Data Klinik
Tanggal Pengamatan
April 2012
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
Tekanan Darah (mmHg) - - - - - - - - - - -
Suhu (˚C) 36.8 36.8 37.2 37.4 37.8 37.2 36.8 36.6 37.4 37.2
Denyut Nadi (x/i) - - - - - - - - - - -
Lemah - - - - - - - - √ √ √
≠ gerak tungkai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan : √ = ada gejala
- = tidak ada gejala
Data Klinik
Tanggal Pengamatan
Maret 2012
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Tekanan Darah (mmHg) - - - - - - - - - - -
Suhu (˚C) 36.2 36.2 38.8 38.4 38.7 38.2 37.4 37.6 37.2 26.8 37.2
Denyut Nadi (x/i) - - - - - - - - - - -
Lemah - - - - - - - - - - -
≠ gerak tungkai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
20
III.4 Data Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan spesimen darah, maka diperoleh data seperti pada III.2.
Tabel III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Pemeriksaan Nilai Normal
Tanggal Pemeriksaan
BULAN MARET – APRIL 2012
12/02 10/03 26/03 28/03 30/03 01/04 04/04 07/04
WBC 4,0 – 10,0 (103/µl) 14.03 15.5 15.20 14.40 24.19 10.18
RBC 4,0 – 6,0 (106/µl) 3.04 3.07 3.14 3.44 2.92 3.29
HGB 12,0 – 16,0 (g/dL) 9.4 9.2 9.4 10.6 8.7 10.0
HCT 37,0 – 48,0 (%) 27.4 26.5 28.6 32.1 27.1 30.3
MCV 80,0 – 97,0 (fL) 90.1 86 91.1 93.3 92.8 92.1
MCH 26,5 – 33,5 30.9 29.9 29.9 30.8 29.8 30.4
MCHC 31,5 – 35,0 (g/dL) 34.3 34.6 32.9 33.0 32.1 33.0
PLT 150 – 400 (103/µl) 248 274 415 437 360 94
RDW-SD 37,0 – 54,0 (fL) 43.5 45.1 49.0 47.2 45.3
RDW-CV 10,0 – 15,0 (%) 13.6 14.7 15.3 14.7 14.2
PDW 10,0 – 18,0 (fL) 9.1 12.2 8.9 7.2 8.5 8.5
MPV 6,50 – 11,0 (fL) 9.0 7.6 8.9 7.8 8.5 8.7
P-LCR 13,0 – 43,0 (%) 17.6 15.8 9.5 13.2 16.6
PCT 0,15 – 0,50 (%) 0.22 0.37 0.34 0.31 0.08
21
Lanjutan Tabel III.2 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
NEUT 52,0 – 75,0 (103/µl) 66.4 10.63 10.55 4.77 7.25
LYMPH 20,0 – 40,0 (103/µl) 4.7 2.53 2.08 0.90 1.53
MONO 2,00 – 8,00 (103/µl) 2.6 1.23 1.00 1.44 0.86
EOS 1,00 – 3,00 (103/µl) 0.78 0.73 0.07 0.50
BASO 0,00 – 0,10 (103/µl) 0.03 0.04 0.07 0.04
Glukosa Sewaktu (GDS) 140 – 200 mg/dL 126
Ureum 10 – 50 mg/dL 36 14
Kreatinin L<1,3 ; P<1,1 mg/dL 0.6 0.4
SGOT <38 µ/l 55 52
SGPT <41 µ/l 30 17
Fe (Besi) L(59 -148) ; P(37- 148) µg/dL 34
Albumin 3,5 – 5,0 g/dL 2.6 2.5 2.4 2.6
Kolesterol Total 200 mg/dL 136
Kolesterol HDL L>55 ; P>65 mg/dL 12
Kolesterol LDL <130 mg/dL 40
Trigliserida 200 mg/dL 148
Asam Urat L(3,4-7,0 ; P(2,4-5,7) mg/dL 4.0
Waktu bekuan 4 – 10 menit 8
Waktu pendarahan 1 – 7 menit 2
PT 10 – 14 detik 12.8
HbsAg Negatif Positif
22
III.5 Data Pemeriksaan Penunjung Lain
Disamping dilakukan pemeriksaan spesimen darah, juga dilakukan
pemeriksaan penunjang lain, seperti pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan
USG abdomen, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan MRI toracolumbal,
pemeriksaan patologi anatomi, dan pemeriksaan analisa gas darah.
III.5.1 Hasil USG Abdomen ( Tanggal 21 Februari 2012)
Kesan : - Massa intrahepatik, suspek metastatis ke hepar
- Efusi pleura kiri
III.5.2 Hasil Radiologi (Tanggal 02 Maret 2012)
Kesan : - Suspek metastasis pada hepar
- Efusi pluera bilateral
- Suspek primary bone tumor CV thorakal IX
- Kista tiroid kiri
III.5.3 Hasil MRI Thoracolumbal (Tanggal 09 Maret 2012)
Kesan : Fraktur kompressi dan dekstruksi CV T9 disertai tanda-
tanda fraktur pada CV T8 dan T10 dengan paravertebral
abses yang sudah mendesak dan infiltrasi ke spinal cord
yang menyebabkan stenosis totalis canalis
III.5.4 Hasil Patologi Anatomi (Tanggal 02 April 2012)
Kesimpulan : Metastase malignant tumor pada vertebrae
23
III.5.5 Pemeriksaan Elektrolit
Tabel III.3 Hasil Pemeriksaan Nilai Elektrolit Pasien
Pemeriksaan Nilai Normal Waktu Pemeriksaan Maret 2012
10/03 30/03
Natrium 135 – 145 mmol/L 132 131
Kalium 3.5 – 5.1 mmol/L 4.4 3.9
Klorida 97 – 111 mmol/L 100 102
III.5.6 Pemeriksaan Analisa Gas Darah (OPTI CCA) (16 Maret 2012)
Tabel III.4 Hasil Pemeriksaan Analisa Gas Darah Pasien
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
pH 7,35 – 7,45 7.45
P O2 80,0 – 100 mmHg 82.7
P CO2 35,0 – 45,0 mmHg 38.2
S O2 95 – 98% 96.2
HCO3 22 – 25 mmol/l 26 vol%
ct O2 - 18.5
ct CO2 - 22.8 mmol/l
BE -2 s/d +2 mmol/l 2.1
24
III.6 Profil Pengobatan
Berdasarkan gejala penyakit dan kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit diintervensi dengan diberikan
pengobatan seperti pada Tabel III.5
Tabel III.5 Data Profil Pengobatan Pasien
Lanjutan Tabel III.5 Data Profil Pengobatan Pasien
Nama Obat Dosis Aturan Pakai
Tanggal Pemberian Obat
BULAN MARET 2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
IVFD RL 3,1 g / 1000 ml 20 tpm
Ketorolak Inj. 1 ampul (10 mg/ml) iv / 8 jam
Ranitidin Inj. 1 ampul (25 mg/ml) iv / 8 jam
Cernevit Inj. 1 vial 1 vial / hari
Vitamin C Tab. 1 tablet (500 mg) 1 x 1 sehari
Nama Obat Dosis Aturan Pakai
Tanggal Pemberian Obat
BULAN FEBRUARI 2012
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
IVFD RL 3,1 g / 1000 ml 20 tpm
Ketorolak Inj. 1 ampul (10 mg/ml) iv / 8 jam
Ranitidin Inj. 1 ampul (25 mg/ml) iv / 8 jam
25
Lanjutan Tabel III.5 Data Profil Pengobatan Pasien
Nama Obat Dosis Aturan Pakai
Tanggal Pemberian Obat
BULAN MARET 2012
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
IVFD RL 3,1 g / 1000 ml 20 tpm
O P
E R
A S
I
Ketorolak Inj. 1 ampul (10 mg/ml) iv / 8 jam
Ranitidin Inj. 1 ampul (25 mg/ml) iv / 8 jam
Cernevit Inj. 1 vial 1 vial / hari
Vitamin C Tab. 1 tablet (500 mg) 1 x 1 sehari
Ceftazidine Inj. 1 g iv / 12 jam
IVFD NaCl 0.9% 9 g / 1000 ml 16 tpm
Transfusi PRC 1 Bag -
Transfusi albumin 25 % 1 botol / hari
Paracetamol Tab. 500 mg 1 tab / hari
Coctail Infus
Adona, as.traneksamat,
Vit. C, Vit. K, Disinon
dalam RL
-
Farmadol Tab. 500 mg 1 tab / hari
26
Lanjutan Tabel III.5 Data Profil Pengobatan Pasien
Keterangan : Diberikan
Nama Obat Dosis Aturan Pakai
Tanggal Pemberian Obat
BULAN APRIL 2012
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
IVFD RL 3,1 g / 1000 ml 20 tpm
Ketorolak Inj. 1 ampul (10 mg/ml) iv / 8 jam Diberikan bila nyeri
Ranitidin Inj. 1 ampul (25 mg/ml) iv / 8 jam
Cernevit Inj. 1 vial 1 vial / hari
Vitamin C Tab. 1 tablet (500 mg) 1 x 1 sehari
Ceftazidine Inj. 1 g iv / 12 jam
27
III.7 Analisa Rasionalitas
Berdasarkan data profil pengobatan pasien, dibuat analisis
rasionalitas tentang pemakaian obat pasien, seperti yang tertera pada
Tabel III.6
Tabel III.6 Data Analisa Rasionalitas Penggunaan Obat Pasien
No Nama Obat
Rasionalitas
Indikasi Obat Dosis Aturan
Pakai Penderita
Cara
Pemberian
Lama
Pemberian
1 IVFD RL R R R R R R R
2 Ketorolak R R R R R R IR
3 Ranitidin R R R R R R R
4 Cernevit R R R R R R R
5 Vitamin C R R R R R R R
6 Ceftazidine R R R R R R R
7 IVFD NaCl 0.9% R R R R R R IR
8 Transfusi PRC R R R R R R IR
9 Transfusi albumin R R R R R R IR
10 Paracetamol tab R R IR R IR R R
11 Coctail R R R R R R R
Keterangan : R = Rasional IR = Irrasional
28
III.8 Farmakologi Obat
1. IVFD RL
a. Komposisi
Na laktat 3,1 gram, NaCl 6 gram, KCl 0,3 gram, CaCl2 0,2 gram, air
untuk injeksi ad 1000 ml.
b. Indikasi
Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi
c. Mekanisme Kerja
Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik, klorida meruapakan anion utama dalam darah,
kalium merupakan kation terpenting di intraseluler berfungsi untuk
saraf dan otot. Dengan adanya bikarbonat RL sangat baik digunakan
untuk diare (asidosis metabolik), demam dengue syok, dan syok
perdarahan.
d. Dosis dan Aturan Pakai
Infus IV dosis sesuai dengan kondisi pasien
e. Efek Samping
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau flebitis
yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
f. Kontraindikasi
Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis
29
2. Ketorolak
a. Komposisi
Tiap ml mengandung: ketorolak 10 mg; 30 mg
b. Farmakodinamik
Ketorolac trometamol merupakan senyawa antiinflamasi nonsteroid
(AINS) bekerja pada jalur siklooksigenase, dengan aktivitas analgesik
yang kuat, secara perifer maupun sentral, disamping itu memiliki efek
antiinflamasi dan antipiretik
c. Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral ketorolac ± 80-100%, T-max adalah 30-60 menit
setelah pemberian oral atau parenteral. Metabolisme mempengaruhi
kecepatan absorbsi, namun tidak mempengaruhi jumlah yang
diabsorbsi. Ketorolac dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui
ginjal. Waktu paru eliminasi terminal rata-rata (t½β) ketorolac sekitar 5
jam. Pada pasien dengan sirosis alkohol terlihat adanya sedikit
peningkatan t½β dan Tmax
d. Indikasi
Ketorolaac diindikasikan untuk pelaksanaan nyeri akut yang berat
jangka pendek (≤5 hari) yang memerlukan analgesik setingkat opioid
e. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap ketorolac, penderita ulkus peptikum, penderita
dengan gangguan ginjal berat, proses persalinan, ibu menyusui,
pasien yang mendapat obat AINS lainnya dan probenesid
30
f. Dosis
Lama pemakaian ketorolac IV dan IM secara keseluruhan tidak boleh
lebih dari 5 hari. Injeksi bolus iv diberikan dalam waktu minimal 15
detik. Pemberian IM dilakukan perlahan. Untuk penatalaksanaan nyeri
jangka pendek dosis awal yang dianjurkan adalah 30 mg atau 60 mg
secara IM, kemudian bila perlu terapi dapat dilanjutkan dengan dosis
15 mg atau 30 mg setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis maksimal
sehari 120 mg, tetapi bila dibutuhkan dapat diberikan dosis sampai
150 mg pada hari pertama
g. Perhatian
Pemberian ketorolac pada penderita penyakit jantung, gagal ginjal
akut atau kondisi lainnya yang berhubungan dengan retensi cairan
haruslah berhati-hati, tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-
anak dibawah usia 16 tahun
h. Efek samping
Insiden efek samping meningkat sebanding dengan peningkatan dosis
ketorolac. Komplikasi berat akibat terapi ketorolac seperti ulkus,
pendarahan dan perforasi saluran cerna, pendarahan pasca operasi,
gagal ginjal akut, reaksi anafilaksis
i. Interaksi Obat
Komplikasi ketorolac dan AINS lainnya tidak dianjurkan karena
berpotensi memperberat efek samping yang timbul
31
3. Ranitidin
1. Komposisi
Ranitidin 2 ml/mg injeksi
2. Farmakologi
Ranitidin menghambat kerja histamin pada receptor - H2 secara
kompetitif, serta menghambat sekresi asam lambung. Kadar dalam
serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan
sekresi asam lambung adalah 36-94 mg/ml. kadar tersebut bertahan
selama 6-8 jam
3. Indikasi
Tukak lambung dan usus 12 jari. Hipersekresi patologik sehubungan
dengan sindrom Zollinger-Ellison
4. Dosis
Dosis yang biasa digunakan adalah 150 mg 2 kali sehari. Dosis
penunjang dapat diberikan 150 mg pada malam hari. Untuk sindrom
Zollinger-Ellison: 150 mg, 3 kali sehari, dosis dapat bertambah
menjadi 900 mg. Dosis pada gangguan fungsi ginjal: bila bersihan
kreatinin (50 ml/menit): 150 mg tiap 24 jam, bila perlu tiap 12 jam.
Karena ranitidin ikut terdialisis, maka waktu pemberian harus
disesuaikan sehingga bertepatan dengan akhir hemodiálisis.
5. Peringatan dan perhatian
Dosis dikurangi untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Hati-
hati pada penderita dengan gangguan gungsi hati. Keamanan dan
32
keefektifan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti.
Pengobatan penunjang akan mencegah kambuhnya ulkus tetapi tidak
mengubah jalannya penyakit sekalipun pengobatan dihentikan.
Keamanan pada penggunaan jangka panjang belum diketahui
sepenuhnya, untuk itu pengobatan harus dihentikan secara berkala.
6. Efek samping
Diare, nyeri otot, pusing, dan timbul ruam kulit, konstipasi, penurunan
jumlah sel darah putih dan platelet (pada beberapa penderita), sedikit
peningkatan kadar serum kreatinin (pada beberapa penderita),
beberapa kasus (jarang) reaksi hipersensitivitas (bronkospasme,
demam, ruam, urtikaria, eosinofilia)
7. Kontraindikasi
Penderita gangguan fungsi ginjal, wanita hamil dan menyusui
8. Interaksi obat
Hasil penelitian terhadap 8 penderita yang diberikan ranitidine
menunjukkan perbedaan dengan simetidine, ranitidine tidak
menghambat fungsi oksidasi obat pada mikrosom hepar terhadap 5
penderita normal yang diberikan dosis warfarin harian secara
subterapetik.
4. Cernevit
a. Komposisi
Tiap vial mengandang retinol 3.5 iu, kolekalsiferol 220 iu, α-tokoferol
11.2 iu, asam askorbat 125 iu, kokarboksilase tetrahidrat 5.8 mg,
33
tiamin, 3.510 mg, riboflavin sodium fosfat dihidrat 5.67 mg, piridoksin
HCl 5.5 mg, sianokobalamin 0.006 mg, asam folat 0.414 mg,
dexpantenol 16.15 mg, biotin 0.069 mg, nikotinamid 46 mg, glisin 250
mg, asam glikoholik 140 mg, soya lesitin 140 mg, NaOH 112.5 mg.
b. Indikasi
Vitamin parenteral untuk dewasa dan anak-anak > 11 tahun yang
tidak mungkin atau tidak cukup diberikan secara oral.
c. Dosis
Dewasa dan anak-anak > 11 tahun 1 vial / hari. Untuk luka bakar berat
dapat diberikan 2 – 3 x dosis harian
d. Peringatan dan perhatian
Pasien yang sudah dapat vitamin A dari sumber lain, hamil, laksasi.
Bolus IV mengakibatkan peningkatan SGPT ringan pada pasien
enterokolitis aktif, gangguan ginjal.
e. Efek samping
Ruam kulit, eritema, gatal, sakit kepala, pusing, kaku otot, cemas,
diplopia, urtikaria, udem periorbital dan digital, kemerahan, rasa
terbakar pada kulit.
f. Kontraindikasi
Hipervitaminosis atau hipersensitiftas terhapat vitamin B1 (tiamin)
g. Interaksi obat
Dosis obat diketahui dapat dipengaruhi oleh asam folat dan piridoksin,
misalnya fenitoin dan phenobarbital. Piridoksin dapat mengurangi efek
34
levodopa. Beberapa obat diketahui mempengaruhi konsentrasi serum
vitamin. Asam folat telah dilaporkan tidak stabil dengan adanya
kalsium glukonat. Bisulfites telah dilaporkan mempengaruhi stabilitas
vitamin A, tiamin, dan asam askorbat.
5. Vitamin C
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 500 mg asam askorbat
b. Indikasi
Vitamin C sangat dianjurkan untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit kudis. Gejala defisiensi ringan mungkin termasuk tulang yang
rusak dan perkembangan gigi, radang gusi, perdarahan gusi, dan gigi
longgar. Keadaan demam, penyakit kronis, dan infeksi (pneumonia,
batuk rejan, tuberkulosis, difteri, sinusitis, demam rematik, dll)
meningkatkan kebutuhan asam askorbat. Gangguan hemovascular,
luka bakar, patah tulang dan penyembuhan luka diindikasikan untuk
peningkatan asupan harian.
c. Dosis
Untuk meningkatkan penyembuhan luka, dosis 300 sampai 500 mg
sehari selama seminggu atau sepuluh hari pada pasca operasi dan
sebelum operasi umumnya dianggap memadai, meskipun dalam
jumlah jauh lebih besar telah direkomendasikan. Pada perawatan luka
bakar, dosis diatur pada sejauh mana cedera jaringan. Untuk luka
bakar parah, dosis harian 1 sampai 2 g direkomendasikan. Dalam
35
kondisi lain dimana kebutuhan akan vitamin C meningkat, tiga sampai
lima kali per hari yang optimal tampaknya memadai.
d. Kontraindikasi
Hiperoksaluria
e. Interaksi obat
Bukti terbatas menunjukkan bahwa asam askorbat (vitamin c) dapat
mempengaruhi intensitas dan durasi aksi dari bishydroxycoumarin.
6. Ceftazidime
a. Komposisi
Tiap vial mengandung 1 gram ceftazidime pentahidrat
b. Indikasi
Ceftazidime diindikasikan untuk pengobatan pasien dengan infeksi
yang disebabkan oleh strain rentan organisme yang ditunjuk dalam
penyakit berikut :
Tulang dan Gabungan Infeksi yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella Sp., Enterobacter Sp., dan
Staphylococcus aureus (methicillin-rentan strain).
Infeksi Saluran Kemih, baik yang rumit dan tidak rumit, yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter Sp.,
Proteus Sp., termasuk Proteus mirabilis dan indole-positif Proteus,
Klebsiella Sp., dan Escherichia coli.
Infeksi Saluran Pernapasan Bawah, termasuk pneumonia, yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan lain
36
Pseudomonas Sp., Haemophilus influenzae, termasuk strain yang
resisten ampisilin, Klebsiella Sp., Enterobacter Sp., Proteus
mirabilis, Escherichia coli, Serratia Sp., Citrobacter Sp.,
Streptococcus pneumoniae, dan Staphylococcus aureus
(methicillin-rentan strain).
c. Dosis
Dosis lazim dewasa adalah 1 gram secara intravena atau
intramuskuler setiap 8 sampai 12 jam. Infeksi gabungan dan tulang
direkomendasikan 2 gram IV setiap 12 jam.
d. Peringatan dan perhatian
Riwayat penyakit GI, terutama kolitis, pada pemakaian jangka panjang
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan kandida dan
enterokokus. Reaksi hipersensitif silang pada pasien yang alergi pada
penisilin, gangguan ginjal, hamil, dan laksasi.
e. Efek samping
Flebitis atau tromboflebitis pada pemberian IV. Ruam makulopapular
atau urtikaria, demam. Peningkatan sementara kadar ureum dan
kreatinin serum. Sindroma Steven Johnson, eritema multiform,
nefropati toksik, gangguan fungsi hati, kolestatis, anemia aplastik.
f. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap ceftazidime atau antibiotik golongan
sefalosporin.
37
g. Interaksi obat
Nefrotoksisitas telah dilaporkan setelah pemberian sefalosporin seiring
penggunaan dengan antibiotik aminoglikosida atau diuretik kuat
seperti furosemid. Kloramfenikol telah terbukti antagonis dengan
antibiotik betalaktam termasuk ceftazidime.
7. IVFD NaCl 0.9%
a. Komposisi
Setiap 1000 ml larutan mengandung 9 g NaCl (NaCl 0,9%)
Setiap 1000 ml larutan mengandung 30 g NaCL (NaCl 3%)
b. Indikasi
Natrium merupakan komponen utama dari kation-kation ekstrasel dan
penentu dari tekanan osmotik plasma darah, klorida merupakan anion
utama di dalam plasma darah, pada keadaan dehidrasi isotonik
(kehilangan cairan tubuh), pada muntah-muntah, dimana klorida
banyak keluar dari tubuh diperlukan larutan pengganti seperti normal
saline (larutan NaCl).
c. Mekanisme Kerja
Merupakan garam yang berperan penting dalam memelihara tekanan
osmosis darah dan jaringan.
d. Dosis dan Aturan Pakai
Infus iv 2,5ml/kg BB/jam atau 60 tetes/70 kg BB/menit atau 180 ml/70
kg BB/jam atau disesuaikan dengan kondisi penderita.
38
e. Efek Samping
Reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau pemberiannya
termasuk timbulnya panas, infeksi pada tempat penyuntikan,
thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi.
f. Kontra Indikasi
Hipernatremia, asidosis, hipokalemia
8. Paracetamol
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung paracetamol 500 mg
b. Indikasi
Parasetamol digunakan sebagai antipiretik/analgesik, terutama bagi
pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk
mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid
dan sakit pada otot. Menurunkan demam pada influenza dan setelah
vaksinasi.
c. Mekanisme Kerja
Merupakan derivat para amino fenol yang dapat mengurangi atau
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Efek antiinflamasinya
sangat lemah. Efek menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat
d. Dosis dan Aturan Pakai
Dewasa atau >12 tahun : sehari 3-4x 1 tablet
39
e. Efek Samping
Tak jarang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan
darah. Penggunaan kronis dan dosis yang besar dapat menyebabkan
kerusakan fungsi hati.
f. Kontraindikasi
Kerusakan fungsi hati dan hipersensitivitas
g. Interaksi Obat
Resiko toksisitas parasetamol dapat meningkat pada pasien yang
mendapat obat hepatotoksik atau obat yang menginduksi enzim
mikrosoma hati.
h. Profil Farmakokinetik
Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secar rektal lebih
lambat. Plasma t½ nya 1 – 4 jam, dalam plasma 25% terikat protein
plasma.
9. Transfusi Albumin (25%)
a. Komposisi
Tiap 1 botol infus mengandung 25 gram albumin
b. Indikasi
Terapi darurat pada syok, karena luka bakar, trauma pembedahan
dan infeksi dengan kondisi hipoalbuminemia
c. Dosis dan Aturan Pakai
Dosis bersifat individual
40
d. Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas, mual, muntah, peningkatan salivasi,
menggigil, reaksi febril
e. Perhatian
Rendahnya cadangan jantung atau tanpa defisiensi albumin,
hipertensi anak, hamil
f. Kontra Indikasi
Anemia berat atau gagal jantung
10. Asam Traneksamat
a. Komposisi
Setiap ml larutan steril IV mengandung 100 mg asam traneksamat dan
water for injection hingga 1 ml.
b. Indikasi
Untuk fibrinolitis local seperti epistaksis, prostatektomi,
konisasiserviks, Edema angio neurotik herediter. Perdarahan
abnormal sesudah operasi. Perdarahan sesudah operasi gigi pada
penderita hemofilia.
c. Dosis
Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara intravena atau
intramuskular, dibagi dalam 1-2 dosis. Pada waktu atau setelah
operasi,bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (10-50
mL) dengan cara infus intravena.
41
Asam Tranexamat 100mg injeksi:
2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau
intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah
operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan cara infus intravena.
d. Peringatan dan perhatian
Insufisiensi ginjal, hematuria karena gangguan pada parenkim renal,
hamil dan laksasi
e. Efek samping
Penderita dengan riwayat tromboembolitik, hipersensitif
11. Adona
a. Komposisi
Setiap ml ampul mengandung 5 mg karbasokrom natrium sulfonat
b. Indikasi
Kecenderungan terjadi perdarahan, karena menurunnya resistensi
kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Perdarahan dari kulit,
membran mukosa dan internal, perdarahan sekitar mata, perdarahan
nefrotik dan metroragia. Perdarahan abnormal selama dan setelah
pembedahan karena menurunnyan resistensi kapiler.
c. Dosis
Dewasa 30-90 mg/hari terbagi dalam 3 dosis atau 1 ampul (2ml)
SK/IM dosis tunggal harian atau 1 amp (5ml) sampai 2 amp (10ml)
secara IV/IV drip. Dosis dapat ditingkatkan atau dikurangi, tergantung
usia dan beratnya gejala.
42
d. Efek samping
Kadang-kadang; kehilangan nafsu makan, rasa tak nyaman pada
lambung (oral), reaksi hipersensitifitas
e. Interaksi Obat
Mengakibatkan hasil positif pada tes urobilinogen urin
12. Vitamin K
a. Komposisi
Setiap ml ampul mengandung 10 mg menadione HCl
b. Indikasi
Mencegah dan mengobati perdarahan pada neonatus, ekstraksi gigi,
hipoprotrombinemia
c. Dosis
Drag : 1 drag 3x sehari, injeksi : 5-10 mg dosis tunggal IM.
d. Interaksi Obat
Vitamin K dapat menurunkan efektifitas dari warfarin bila digunakan
secara bersamaan
13. Dicynone
a. Komposisi
Setiap ml ampul mengandung 125 mg ethamsylate
b. Indikasi
Hemostatik – anti-hemorhagik
43
c. Dosis
Sebelum operasi 1 tab 3x sehari, 2-3 jam sebelum operasi. 1 jam
sebelum operasi 2 ampul IV atau IM. Selama operasi IV/IM bila
diperlukan atau 4 ampul dalam cairan infus. Darurat, untuk efek
segera 2 ampul IV dan 2 ampul IM. Setelah operasi selama 4 hari, 2
ampul IV/IM pagi dan sore atau 3 tablet sehari dalam 3 dosis. Anak ½
dosis dewasa. Pencegahan atau pengobatan perdarahan kapiler
darurat 2 ampul 3x sehari IM/IV. Pencegahan dan terapi 1 tablet 3x
sehari, anak ½ dosis dewasa
d. Efek samping
Kadang mual, sakit kepala, ruam kulit, hipotensi setelah pemberian IV
44
III.9 Assesment and Plan
Berdasarkan analisis rasionalitas pengobatan pasien, maka dapat diperoleh data rekomendasi pengobatan
(assesment and plan) yang dapat dilihat pada tabel III.7
Tabel III.7 Data Assesment and Plan Pengobatan Pasien
Problem Medik Terapi DRPs Rekomendasi Monitoring
Demam Paracetamol
Pengaturan dosis
obat yang
dimetabolisme dihati
pada pasien dengan
fungsi hati abnormal
Penggunaan Child Pugh Score dalam
penentuan dosis obat yang dimetabolisme
secara besar dihati pada pasien yang
memiliki fungsi hati yang abnormal
Kadar albumin,
bilirubin, PT,
ascites,
encephalopaty
hepatic
Tidak tepat penderita
Paracetamol dapat menambah kerusakan
hati pada pasien sehingga dapat diganti
dengan sediaan ibuprofen atau sistenol Demam pada
pasein
Penggunaan anti-piretik dapat pula dihindari
karena temperatur tubuh hingga 41°C relatif
45
Lanjutan Tabel III.7 Data Assasment and Plan Pengobatan Pasien
tidak berbahaya kecuali pada anak kecil dan
ibu hamil sehingga penatalaksanaanya dapat
dikompres dengan air hangat kuku
Nyeri Ketorolak Lama pengobatan
Durasi maksimum penggunaan ketorolak
melalui terapi parenteral selama 2 hari dan
untuk penggunaan oral selama 7 hari
Nyeri pada
pasien,
hipersensitif
penggunaan
celecoxib, kadar
albumin, total
bilirubin, PT,
asites, hepatik
ensefalopati
Penggunaan ketorolak secara IV digunakan
selama 2 hari kemudian dilanjutkan dengan
penggunaan NSAIDs Celecoxib secara oral
dengan pengaturan dosis 400 mg untuk hari
pertama kemudian diikuti dengan 200 mg 2 x
sehari
Celecoxib memiliki indikasi sebagai inhibitor
angiogenesis pada sel kanker
Mencantumkan skor nyeri pada status pasien
sehingga dapat diketahui penggunakan
analgetik yang tepat bagi pasien (non-opioid,
opioid, opioid kuat)
46
Lanjutan Tabel III.7 Data Assasment and Plan Pengobatan Pasien
Hiponatremia IVFD NaCl 0.9% Waktu pengobatan
dan lama pengobatan
Pemberian NaCl 0.9% mestinya telah
diberikan sejak hasil lab. keluar yang
menyatakan pasien mengalami hiponatremia
( tanggal 10 Maret 2012 dan 30 Maret 2012)
Kadar natrium
pada pasien
RBC Transfusi PRC Lama pengobatan
Transfusi PRC terlalu cepat dihentikan
sementara nilai RBC pasien masih tidak
normal. Untuk itu perlu ditambah kembali
pemberiannya WBC, RBC,
HGB
Dapat pula diberikan SF untuk membantu
meningkatkan RBC dan HGB pasien
Albumin Transfusi albumin Lama pengobatan
Penggunaan albumin terlalu singkat (24-25
Maret 2012) sementara kadar albumin pasien
masih rendah hingga tanggal 01 April 2012 Kadar albumin
pasien Sebagai alternatif dapat diberikan VIP
albumin / Pujimin® kapsul untuk membantu
meningkatkan kadar albumin pasien
47
Lanjutan Tabel III.7 Data Assasment and Plan Pengobatan Pasien
Demam Paracetamol Tidak tepat penderita
Paracetamol dapat menambah kerusakan
hati pada pasien sehingga dapat diganti
dengan sediaan ibuprofen atau sistenol
Suhu pasien Penggunaan anti-piretik dapat pula dihindari
karena temperatur tubuh hingga 41°C relatif
tidak berbahaya kecuali pada anak kecil dan
ibu hamil sehingga penatalaksanaanya dapat
dikompres dengan air hangat atau minum air
Hepatitis - Ada indikasi, tidak
ada terapi
Pasien mengidapat penyakit hepatitis B
sehingga perlunya penanganan terhadap
kondisi pasien tersebut dengan pemberian
obat antivirus hepatitis HbsAg
Pasien sebaiknya ditempatkan dalam ruang
isolasi
Kerusakan hati - Ada indikasi, tidak
ada terapi
Pemberian hepatoprotektor pada pasien
seperti curcuma atau HP Pro SGOT, SGPT
48
Lanjutan Tabel III.7 Data Assasment and Plan Pengobatan Pasien
Lemah - Ada indikasi, tidak
ada terapi
Melakukan pemeriksaan glukosa darah
lengkap pada pasien (GDS, GDP, GD2PP,
HbA1c) Kondisi pasien,
glukosa darah
Pemberian vitamin seperti Neurodex
Infeksi Ceftazidime Kultur antibiotik Sebaiknya kultur dilakukan lebih awal
sehingga diketahui penggunaan antibiotik
yang sesuai pada penderita
Kultur antibiotik
49
III.10 Konseling
INSTALASI FARMASI RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PELAYANAN FARMASI KLINIK, PIO DAN MUTU
FORM PEMBERIAN KONSELING OBAT
Nama : Tn. K Ruang Perawatan : Lontara II Bawah - Orthopedi
No. RM : 534xxx Alamat : Jl. Maccini Raya Lr. Merdeka 2
Jenis Kelamin : laki-laki MRS : 12 Februari 2012
BB : - Diagnosa : Metastatis Bone Disease (MBD)
Tabel III.8 Pelayanan Informasi Obat Kepada Pasien
No Tanggal Konseling Masalah / Keluhan Konseling yang Diberikan
1 Kamis, 05 April 2012
Pasein mengalami nyeri pada tulang belakangnya yang kadang-kadang tidak tertahankan
Pasien menanyakan penyebab terjadinya penyakit yang dideritanya
Penyakit hati pasien pasien sering meminum minuman beralkohol (Ballo)
Nyeri yang dirasakan pasien akibat adanya kerusakan pada tulang belakang (kanker)
Untuk menanggulangi nyeri pasien mulanya melakukan mika-miki (miring kanan – miring kiri) sambil dielus-elus bagian yang nyeri, apabila masih tak tertahankan baru diberikan obat penghilang rasa nyeri
50
Lanjutan Tabel III.8 Pelayanan Informasi Obat Kepada Pasien
Pasien disuruh untuk berhenti meminum minuman beralkohol karena akan menambah kerusakkan hati pasien (Hepatitis B)
Penyebab penyakit biasanya karena penderita sebelumnya mengidap kanker lainnya sehingga menyebar ke tulang atau karena adanya fraktur pada tulang sehingga dapat menyebabkan penyakit tersebut. Namun pasien menyangkal semuanya sehingga penyabab dari penyakit tidak dapat diketahui (Menurut referensi bahwa 10% dari kasus metastatis bone disease ini tidak diketahui penyebabnya.
51
III.11 Pembahasan
Pasien dengan inisial nama Tn. K ini merupakan seorang laki-laki
berumur 63 tahun, masuk ke rumah sakit pada 12 Februari 2012 jam
11.55 WITA dengan keluhan utama Nyeri dan tidak bisa menggerakkan
kedua kaki (Paraplegia). Pasien mengalami penurunan berat badan
selama 4 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit dengan jumlah yang
tidak diketahui. Pasien tidak menggerakkan kedua kakinya sejak 2 minggu
terakhir sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasakan nyeri
pada tulang belakang dan merasakan semakin memberat hingga pasien
merasa lemah pada kedua kakinya. Pasien masuk rumah sakit dengan
diagnosa masuk dekstruksi vertebrae thoracal IX due to metastasis bone
disease (MBD) dan hasil laboratorium patologik memberi kesimpulan
(diagnosa akhir) pasien menderita metastase malignant tumor pada
vertebrae.
Pasien diberikan obat sejak awal masuk tanggal 12 Februari 2012
hingga 29 Februari 2012 adalah IVFD RL, ketorolak, dan ranitidin.
Ketorolak disini digunakan untuk menekan rasa nyeri pada pasien
sedangkan ranitidin digunakan untuk anti mual dan muntah serta
mencegah efek samping dari penggunaan obat AINS yaitu gangguan
pada pembentukan mukosa lambung yang dapat menyebabkan tukak
lambung. Penggunaan ketorolak yang terlalu lama (dari awal masuk
hingga keluar) dapat menyebkan perdarahan pada saluran gastrointestinal
serta memperparah perdarahan pada pasien. Penggunaan ketorolak
52
secara intravena direkomendasikan selama 2 hari dan untuk oral
digunakan selama 7 hari (8). Untuk itu lama penggunaan ketorolak disini
irrasional dimana untuk penanggulangan nyeri pada kanker digunakan
sistem analgetik ladder yaitu pemberian analgetik sesuai dengan tingkatan
/ skor nyeri pada pasien (8). Untuk pasien dengan metastatis dapat
digunakan analgetik selekoksib yang memiliki efek sebagai penghambat
enzim siklooksigenasi-2 yang dapat menghambat mediator nyeri tanpa
menghambat pembentukan mukosa lambung (9). Selain itu, selekoksib
diketahui dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru
(angiogenesis) pada sel kanker sehingga dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker dan mencegah metastatis ke organ lain.
Penentuan skor nyeri pasien dilakukan oleh anastesi dimana nyeri ringan
diberi skor dibawah 4, nyeri sedang dengan skor 4-7, dan nyeri berat
dengan skor 7-10. Dengan adanya skor nyeri yang tercantum pada status
pasien maka dapat memudahkan pemberian analgetik pada pasien untuk
mengontrol nyeri pada pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium 12 Februari 2012 dimana pada
pemeriksaan HbsAg pasien positif (+) yang menandakan bahwa pasien
mengalami hepatitis B. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi hati pada
pasien sudah tidak normal. Pasien tidak mendapatkan terapi obat antivirus
untuk penyakit hepatitis pasien. Selain itu untuk penderita hepatitis B
biasanya ditempatkan pada ruang isolasi untuk mencegah adanya
kontaminasi pada lingkungan sekitarnya. Namun pasien tidak
53
ditempatkan pada ruang isolasi dikarenakan tidak adanya tempat atau
ruang tersebut.
Pasien dioperasi pada tanggal 22 Maret 2012 dimana pasca
operasi pasien mengalami demam selama 4 hari. Pasien kemudian
diberikan parasetamol 1 tablet selama 3 hari dengan dosis 500 mg.
Pemberian parasetamol disini dikategorikan irrasional dikarenakan kondisi
pasien yang memiliki fungsi hati yang abnormal sehingga parasetamol
yang dimetabolisme dihati dalam bentuk N-asetil para-amino
benzokuinonimina dapat menambah kerusakan fungsi hati pasien. Untuk
penatalaksanaanya dapat diberikan ibuprofen atau sistenol yang tidak
merusak fungsi hati. Selain itu untuk penanggulan antipiretik biasanya
dilakukan terapi non-farmakologi dengan cara dikompres dengan air
hangat suam-suam kuku disertai dengan minum air dimana proses
tersebut dapat membantu menurunkan suhu pasien. Kemudian dari dosis
yang digunakan yaitu 500 mg dikatakan irrasional dikarenakan melihat
kondisi fungsi hati pasien yang abnormal sedangkan obat yang digunakan
(parasetamol) dimetabolisme secara besar di hati maka perlu dilakukan
penurunan dosis. Untuk mengetahui fungsi hati dan jumlah dosis yang
diturunkan maka digunakan tabel Child-Pugh Score dengan monitoring
kadar albumin, bilirubin, prothrombin time, asites, dan hepatic
ensefalopatik (12).
Pasien diberikan multivitamin cernevit mulai tanggal 04 Maret 2012
dan penggunaannya terakhir pada tanggal 18 Maret 2012. Pemberian
54
vitamin ini dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin pasien yang
tidak mungkin atau tidak cukup diberikan secara oral. Selain itu pasien
juga diberikan Vitamin C 500 mg mulai tanggal 8 Maret 2012 selama 11
hari. Pemberian vitamin ini dimaksudkan untuk mencegah gejala defisiensi
ringan pada penderita dengan adanya kerusakan pada tulang.
Pada pemeriksaan elektrolit, pasein mengalami penurunan kadar
natrium dalam jumlah kecil pada 2 kali pemeriksaan (tanggal 10 dan 30
Maret 2012). Pasien kemudian diberikan infus NaCl 0.9% untuk
membantu menaikkan kadar natrium pasien. Namun penggunaan NacL
0.9% disini terlalu cepat yaitu 2 hari sedangkan hasil pemeriksaan kembali
kadar elektrolit pasien menunjukkan kadar natrium pasien menurun dari
hasil pemeriksaan sebelumnya. Untuk itu perlunya pemberian NaCl 0.9%
hingga kadar elektrolit pasien kembali meningkat dan apabila terlalu
rendah dapat digunakan NaCl 3%.
Pemberian antibiotik pada pasien dimulai setelah pasien selesai
dilakukan operasi yaitu pada tanggal 22 Maret 2012. Antibiotik yang
diberikan adalah ceftazidime dimana diberikan hingga hasil kultur
antibiotic tersehadat sensitifitas pasien keluar. Sebaiknya untuk
pemeriksaan kultur disini dilakukan lebih awal untuk dapat mengetahui
antibiotik yang tepat yang dapat digunakan oleh pasien. Sejauh ini
penggunaan ceftazidime irasional dikarenakan hasil laboratorium kadar
white blood cells pasien menunjukkan bahwa infeksi pasien dapat teratasi.
55
Ini dapat dilihat dari kadar WBC pasien tanggal 07 April 2012 yaitu 10.18
(normal : 4-10).
Kadar sel darah merah pasien selama 5 kali pemeriksaan
menunjukkan bahwa pasien kekurangan sel darah merah. Pasien
diberikan transfusi PRC (Packed Red Cells) pasca operasi selama 3 hari.
Namun, penggunaan dari PRC ini tidak mempengaruhi secara signifikan
kadar sel darah merah pasien. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena
adanya pengaruh kerusakan pada tempat produksi sel darah merah
tersebut yang terletak di sumsum tulang belakang dimana pasien terkena
metastatis tulang belakang. Oleh karena itu, upaya pemberian transfusi
PRC akan tidak berarti terhadap peningkatan kadar sel darah merah
pasien. Untuk itu perlunya mengatasi terlebih dahulu masalah metastatis
yang terjadi pada vertebrae pasien sehingga tempat produksi sel darah
merah dapat kembali normal.
Selain kadar red blood cells, pasien juga mengalami
hipoalbuminumia dimana kadar albumin pasien selama 4 kali pemeriksaan
berada dibawah angka 2.6 g/dL. Pasien kemudian diberikan transfusi
albumin 25% dengan tujuan untuk meningkatkan kadar albumin penderita.
Pemberian albumin ini dilakukan selama 2 hari yaitu pada tanggal 24-25
Maret 2012. Penggunaan yang terlalu singkat dimana kadar albumin
pasien masih dibawah nilai normal ini mengindikasikan penggunaan
transfusi albumin dikatan irrasional. Namun perlunya dipertimbangkan
bahwa fungsi hati pada pasien yang abnormal sehingga dapat
56
mengganggu proses pembentukan albumin di hati merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan kadar albumin pasien yang masih rendah.
Untuk itu perlunya pula pemberian hepatoprotektor untuk memperbaiki
atau menjaga fungsi hati dari pasien. Hepatoprotektor yang dapat
diberikan adalah curcuma atau HP Pro.
Pasien juga sering merasa lemah sedangkan terapi tidak diberikan.
Adanya indikasi bahwa kadar glukosa pasien yang rendah yang dapat
menyebabkan pasien sering merasa lemah. Hal ini dapat ditunjukkan dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Maret 2012 dimana kadar
glukosa darah sewaktu pasien dibawah nilai normal yaitu 126 mg/dL.
Untuk itu, agar menegakkan hasilnya perlunya dilakukan pemerikasaan
glukosa darah secara lengkap yang meliputi glukosa darah sewaktu,
glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam PP, dan HbA1c.
III.12 Rekomendasi
a. PKPA
Untuk ditindaklanjuti penambahan durasi PKPA sehingga proses
kegiatan PKPA tidak terlalu dipadatkan. Selain itu dengan waktu yang
relatif singkat mahasiswa tidak dapat masuk ke tiap-tiap depo / apotek
yang berada di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Selanjutnya dapat
disediakan pembimbing disetiap ruang perawatan yang dapat
mendampingi mahasiswa sehingga proses diskusi dapat berjalan dengan
lebih maksimal. Selain itu, perlunya penjelasan terhadap format laporan
yang diberikan sehingga memudahkan dalam penyusunannya.
57
b. Penulis Resep
Untuk ditindaklanjuti perlunya hubungan kerja sama profesi yang
baik antara tenaga kesehatan, melakukan kunjungan ke pasien tidak
hanya sekali dalam sehari untuk melihat perkembangan kondisi pasien,
dan melakukan home care pasca pasien dirawat.
c. Petugas Kesehatan (Perawat)
Untuk ditindaklanjuti melakukan pencatatan skor nyeri pada status
pasien dan melakukan home care pada pasien.
d. Pasien
Untuk ditindaklanjuti pasien dapat melakukan pola hidup yang lebih
sehat untuk memperbaiki kualitas hidup menjadi lebih baik dan melakukan
komunikasi segera ke tenaga medis bila mengalami gangguan kesehatan
lebih lanjut secara koperatif.
e. Farmasi
Untuk ditindaklanjuti perlunya pengontrolan penggunaan obat-
obatan diruang perawatan, pemberian informasi obat, konseling,
monitoring efek samping secara berkelanjutan pada pasien sehingga
pelayanan farmasi klinik di rumah sakit dapat berjalan lebih optimal
dengan tujuan safety patient serta melakukan pelayanan home care pada
pasien.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Scutellari et al. 2003. Metastatic bone disease: Strategies for
Imaging. Minerva Med.; 94(2):77-90 2. Kardamakis, Dimitrios, Vassilios Vassiliou, Edward Chow. 2009.
Bone Metastases : A Translational and Clinical Approach. Springer Science + Business Media B.V
3. Jacofsky, David J. et al. 2004. Metastatic Disease to Bone. Clinical
Review Article : Hospital Physician 4. Lipton, Allan. 2004. Pathophysiology of Bone Metastases: How
This Knowledge May Lead to Therapeutic Intervention. BioLink Communications, Inc.
5. The British Pain Society's. 2010. Cancer Pain Management.
London 6. Pain Management. [book on internet]. 2012. [accessed 15 April
2012]. Pg 1. Available from: http://www.mdanderson.org/patient-and-cancer-information/cancer-information/cancer-topics/dealing-with-cancer-treatment/pain-management/index.html
7. Susworo. Penyebaran Tumor Ganas di Tulang : Apek Diagnostik
dan Terapi. Jakara : Universitas Indonesia 8. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale 36th The Complete drug
Reference. UK: Pharmaceutical Press 9. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting : khasiat,
penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi kelima. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. 2002.
10. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). ISO : Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 46 – 2011 s/d 2012. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan. 2010
11. Pramudianto, Arlina dan Evaria. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Singapore: UBM Medica Asia Pte. Ltd
12. Bauer, Larry. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics 2nd edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.
59
LAMPIRAN
1. Daftar Singkatan
PKPA : Program Kerja Profesi Apoteker
MBD : Metastatis Bone Disease
TGF- β : Transforming Growth Factor Beta
IGF-II : Insulin Like Growth Factor II
CAMs : Cell Adhesion Molecules
MMP : Matriks Metalloproteinase
DRPs : Drug Related Problems
WBC : White Blood Cell
RBC : Red Blood Cell
HCT : Hematocrit
HGB : Hemoglobin
MCV : Mean Corpuscular Volume
MCH : Mean Corpuscular Haemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobi Concentration
PLT : Plateleates
RDW : Red Blood Distribution Width
PDW : Plateleates Blood Distribution Width
P-LCR : Polymerase Chain Reaction
PCT : Procalcition
60
EOS : Eosinofil
NEUT : Neutrofil
BASO : Basofil
MONO : Monosiodium
CKMB : Creatin kinase label M dan B
CK : Creatin Kinase
GDS : Glukosa Darah Sewaktu
GDP : Gula Darah Puasa
GD2PP : Gula Darah 2 Jam Post Prandial
HDL : High Density Lipoprotein
LDL : Low Density Lipoprotein
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
HBsAg : Hepatitis B Surface Antigen