LAPORAN KASUS Serosis

33
BAB I PENDAHULUAN A. Defenisi Sirosis adalah penyakit hati yang ditandai dengan hilangnya pita-pita jaringan fibrosa yang terjalin difus, yang membagi parenkim hati menjadi daerah makronodular atau mikronodular (Dorland, 2002). Pengertian lain, sirosis ialah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi karena nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodular parenkim hati (Sudoyono, 2006). B. Klasifikasi Banyak macam klasifikasi yang dianjurkan oleh para sarjana diantaranya, Sherlock secara morfologi membagi sirosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu : Makronoduler (ireguler, multilobuler, ukuran nodul > 3mm), Mikronoduler (reguler, monolobuler, ukuran nodul < 3 mm), dan Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler. Sedangkan Gall, membagi atas tiga, yaitu (1) Sirosis postnekrotik atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau acute yellow, atrophy cirosis, yang terbentuk karena terjadi 1 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Transcript of LAPORAN KASUS Serosis

Page 1: LAPORAN KASUS Serosis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Defenisi

Sirosis adalah penyakit hati yang ditandai dengan hilangnya pita-pita

jaringan fibrosa yang terjalin difus, yang membagi parenkim hati menjadi daerah

makronodular atau mikronodular (Dorland, 2002). Pengertian lain, sirosis ialah

keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang

berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi karena nekrosis

hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,

distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodular parenkim hati (Sudoyono,

2006).

B. Klasifikasi

Banyak macam klasifikasi yang dianjurkan oleh para sarjana diantaranya,

Sherlock secara morfologi membagi sirosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul,

yaitu : Makronoduler (ireguler, multilobuler, ukuran nodul > 3mm), Mikronoduler

(reguler, monolobuler, ukuran nodul < 3 mm), dan Kombinasi antara bentuk

makronoduler dan mikronoduler. Sedangkan Gall, membagi atas tiga, yaitu (1)

Sirosis postnekrotik atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis

toksik atau acute yellow, atrophy cirosis, yang terbentuk karena terjadi jaringan

nekrose, (2) nutrititional cirrhosis atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,

sirosis alkoholik, laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirhosis terjadi sebagai

akibat kekuragan gizi terutama lipotropik. (3) sirosis post hepatic, sirosis yang

terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis(Hadi, 2002).

Secara Fungsional Sirosis terbagi menjadi dua jenis yaitu, Sirosis hati

kompensata sering disebut dengan laten sirosis hati, gejala kompensata ini belum

terlihat gejala-gejala yang nyata biasanya stadium ini ditemukan pada saat

pemeriksaan screening. Sirosis hati Dekompensata dikenal dengan active sirosis

hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema

dan ikterus (Sutadi, 2003).

1 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 2: LAPORAN KASUS Serosis

C. Etiologi

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologi menjadi : 1). Alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatis (pasca

nekrosis), 3) biliaris , 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat

(Sudoyono, 2006). Di amerika, penyalahgunaan alkohol adalah penyebab

tersering sirosis. Dinegara lain ,infeksi virus (terutama oleh HBV dan HCV)

adalah penyebab tersering. Adapun penyebab lain mencakup obstruksi empedu

kronik, gangguan metabolik, gagal jantung kongestif kronik, dan sirosis biliar

primer (autoimun) (Mc Phee, 2010).

D. Epidemologi

Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000

penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun

infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan

mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4 %). Dan

berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3 %. Di Indonesia data prevalensi

sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS.

Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang

dirawat di bagian penyakit dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam

kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien dari

seluruh pasien di bagian penyakit dalam (Sudoyono, 2006).

E. Patofisiologi

Tiga mekanisme patologik utaama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis

yaitu : 1) Kematian sel hati , 2) Regenerasi dan 3) Fibrosis progresif. Dalam

kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium (tipe

I,III, dan IV) disaluran porta dan sekitar vena sentralis dan kadang-kadang

diparenkim. Pada sirosis kolagen tipe I dan III serta lain matriks ektrasel

mengendap disemua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan

fenestrasinya, juga terjadi pada pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri

hepatika ke vena porta (Faradiska, 2011).

Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan kerusakan nekrosis

meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini

2 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 3: LAPORAN KASUS Serosis

memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan

nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan

berubah manjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah portal

yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran, dan

ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran

daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi

peradangan dan necrosis pada sel duktules, sinusoid, retikuloendotel terjadi

fibrogenesis dan septa aktif jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi

irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal

dan parenkim hati sel limfosit T dan magrofag menghasilkan limfokin dan

monokin sebagai mediator fibrinogen, septa aktif ini berasal dari portal menyebar

ke parenkim hati (Faradiska, 2012).

F. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala sirosis

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan

pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan

penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi : perasaan mudah lelah dan

lemah, selera makan berkurang, perasaaan perut kembung, mual,berat badan

menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Stadium lanjut (sirosis

dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi

kegagalan hepar dan hipertensiportal, meliputi : hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,

pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih

berwarna sepert teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,

meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Sudoyo,

2006).

Temuan Klinis

Spider angioma/ spider nevi/ spider telangektasis, suati lesi vesikuler yang

dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, dada

3 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 4: LAPORAN KASUS Serosis

dan lengan atas. Terjadi karena peningkatan rasio estrandiol/testosterone bebas.

Eritem Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme estrogen. Perubahan kuku

Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku,

diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Jari gada ditemukan pada sirosis bilier.

Kontraktur Dupuyutren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme. Genikomastia secara histology

berupa proliferasi jaringan glandula mammae pada pria, kemungkinan akibat

peningkatan kadar aldosteron. Atrofi testis hipoginadisme menyebabkan

impotensi dan infertile. Hepatomegali, splenomegali, acites, fetor feotikum (bau

nafas peningkatan konsentrasi dimetil sulfide), Ikterus, dan asterixis bilateral.

Tanda-tanda lain demam , batu pada vesika felea dan pembesaran kelenjar

parotitis (Sudoyono, 2006).

G. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis semetara dapat ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik

yang telah diuraikan. Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis

kerja, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

- Kadar Alkali Fosfatase

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari batas normal.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerotik

primer dan sirosis bilier

- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)

Konsentrasinya sama seperti alkali fosfatase pada penyakit hati.

Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati kronik , karena alcohol selain

menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga menyebabkan bocornya GGT

dari Hepatosit.

- Bilirubin

Konsentarsinya dapat normal pada serosis kompensata, namun dapat

meningkat pada sirosis yang lanjut

- Albumin

4 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 5: LAPORAN KASUS Serosis

Sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan

perburukan sirosis

- Globulin

Konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat adanya perpindahan antigen

bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi

produksi immunoglobulin.

- Protrombin Time

Menunjungkan adanya gangguan disfungsi hati, sehingga pada sirosis akan

memanjang.

- Darah Rutin

sirosis hati juga dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan

leukopenia akibat adanya hipersplenisme (Wolf, 2009).

- Kadar ALT dan AST

Peningkatan abnormal enzim transaminase (AST dan ALT), pada

pemeriksaan rutin dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan atau

kerusakan hati akibat berbagai penyebab, temasuk sirosis. Namun

pemeriksaan ini tidak begitu bermakna untuk sirosis hati

- Sarkomer Hepatitis

- Autoantibodi

Autoantibodi (antinuclear antibody=ANA, anti smooth muscle

antibody=ASMA dan anti mitochondrial antibody=AMA) kadang-kadang

dapat ditemukan pada darah pasien hepatitis autoimun atau sirosis bilier

primer

- Analisa Cairan Asites

2. Pemeriksaan endoskopi

Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi.

Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis

tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila

ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika

ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk

mencegah perdarahan pertama (Wolf, 2009).

3. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dan USG

5 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 6: LAPORAN KASUS Serosis

Dapat dipakai untuk evaluasi kemungkinan penyakit hati. Pada pemeriksaan

ini dapat ditemukan hepatomegali, nodul dalam hati, splenomegali, dan cairan

dalam abdomen, yang dapat menunjukkan sirosis hati. Kanker hati dapat

ditemukan dengan pemeriksaan CT Scan, MRI maupun USG abdomen (Wolf,

2009).

H. Komplikasi

Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,

prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :

1. Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi

testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.

2. Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh

vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.

Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul

komplikasi dan berupa :

3. Asites

4. Ensefalopati

5. Peritonitis bakterial spontan

6. Sindrom hepatorenal

7. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma) (Faradiska, 2012)

I. Penatalaksaan

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa simtomatis dan supportif,

yaitu :

a) Istirahat yang cukup

b) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya: cukup kalori,

protein 1 gr/kgBB/hari dan vitamin.

c) Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan

interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian

pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan

6 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 7: LAPORAN KASUS Serosis

pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi

IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari (Pere Gines,2004) .

- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit

3xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk

jangka waktu 24-48 minggu.

- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan

dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa

kombinasi dengan RIB.

- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3

juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan

jaringan hati (Pere Gines,2004).

d) Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti

Asites dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas

- istirahat

- diet rendah garam

- Diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan

pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg

setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic

adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,

maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan

dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,

apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita

kombinasikan dengan furosemid (Sudoyono, 2006).

- Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan

pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah

parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5- 10

liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8

gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat

7 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 8: LAPORAN KASUS Serosis

menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada

Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit

< 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

(Friedman SL,2003)

e) Spontaneous bacterial peritonitis

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.

Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat.

Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi

umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Sindroma ini

dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan, pengenalan

secara dini setiap penyakit seperti gangguan elektrolit, perdarahan dan infeksi.

Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : ritriksi cairan,garam,

potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol

tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asidosis intra seluler. Diuretik

dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan

dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada

pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati

yang diikuti dengan perbaikan dan fungís ginjal (Wolf DC, 2009).

f) Hepatorenal syndrome

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.

Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien

stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu:

o Untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-

obatan, evaluasi darah

o Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,

Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

8 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 9: LAPORAN KASUS Serosis

o Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon

Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/Ligasi atau Oesophageal

Transection(Wolf DC. 2009).

g) Ensefalophaty hepatic

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit

hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah

sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis

hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro

intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic (Guadalupe G.T. 2007)

J. Prognosis

Dubia ad malam tergantung etiologi, beratnya kerusakan hati , komplikasi

dan penyakit lain yang menyertai.

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K

Umur : 68 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

9 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 10: LAPORAN KASUS Serosis

Pekerjaan : Tani

Suku : Jawa

No. RM : 38-85-74

Alamat : Desa Watambenua, Konawe Selatan

Ruangan : Asoka Non Bedah Kamar 5, RSUB Prov. Sultra

Tgl Masuk RS : 20-02-2013

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pasien mengeluh perut membesar

Anamnesis Terpimpin :

Perut membesar dirasakan satu bulan yang lalu, semakin hari semakin membesar,

perut terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan, pasien merasa sulit

untuk bangkit dari tempat tidur akibat perut membesar. Pasien juga mengeluh

malas makan . Mual (+), muntah (+) berwarna hitam, SUH (+), batuk (-) nyeri

dada (-) sesak (+), demam (+), sakit kepala (+), pusing (+) dan tegang leher (+).

BAB: tidak lancar, warna merah , BAK : lancar, warna seperti teh tua, Riwayat

minum alcohol (-), riwayat konsumsi obat-obatan (-), riwayat enam bulan lalu

mengalami sakit kuning, dan nyeri perut kanan atas, riwayat sebelumnya BAB

seperti dempul.

C. STATUS PRESENT

- Sakit berat

- Keadaan gizi : Kurang

TB : 162 cm

BB : 55 kg

IMT : 16,97

- Kesadaran Composmentis

D. STATUS VITAL

- Tekanan Darah : 110/80 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- Pernapasan : 22x/menit

- Suhu : 37,3 0C

E. PEMERIKSAAN FISIS

10 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 11: LAPORAN KASUS Serosis

1. Kepala :

- Ekspresi : Normal

- Muka Simetris : Simetris

- Deformitas : (-)

- Rambut : Beruban, mudah rontok

2. Mata :

- Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)

- Kelopak mata : Normal, tidak ditemukan kelainan

- Konjungtiva : Pucat (+)

- Sklera : Ikterus (+)

- Kornea : Reflex cahaya (+)/(+).

- Pupil : Isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

3. Hidung :

- Perdarahan : (-)

4. Telinga :

- Tophi : (-)

- Pendengaran : normal

- Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

5. Mulut :

- Oral ulcer : (-)

- Gigi geligi : Caries (+)

- Gusi : Perdarahan (-)

- Tonsil : T1/T1, dalam batas normal.

- Pharynx : Hiperemis (-)

6. Leher :

- Kelenjar getah bening : Tanpa pembesaran

- Kelenjar gondok : Tanpa pembesaran

- JVP : Normal

- Pembuluh darah : Pulsasi (+), dilatasi (-)

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Tumor : Tidak ditemukan

11 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 12: LAPORAN KASUS Serosis

7. Thoraks :

- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Spider Nevi (+)

- Palpasi : Nyeri tekan (-)

- Perkusi : Paru kiri dan kanan (sonor),

- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler

8. Jantung:

- Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler

- Bunyi tambahan : (-).

9. Abdomen:

- Inspeksi : Perut membesar,distensi, venektasi (+) ,Caput Medusa (+)

- Auskultasi : Peristaltik tidak terdengar

- Palpasi : Tidak teraba hepar dan limpa akibat perut yang membesar

- Perkusi : Sifting dullness (+), Puddle sign (+), asites (+)

10. Punggung :

- Inspeksi : Tidak ada kelainan

- Nyeri ketok : Negative (-)

- Auskultasi : Normal

- Gerakan : Sulit bergerak karena acites

11. Ekstremitas:

- Akral dingin , Pitting Edema (+)/(+) di daerah ekstremitas inferior

- Eritema Palmaris

- Kekuatan : 4/4 atas dan 4/4 bawah

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Rutin

WBC

Lymph#

Mid#

Gran#

7,5 x 103 ul

1,1 x 103 ul

0,4 x 103 ul

6,0 x 103 ul

4,0 – 10,0

0,8 – 4,0

0,1 – 1,2

2,0 – 7,0

12 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 13: LAPORAN KASUS Serosis

Lymph%

Mid%

Gran%

HGB

RBC

HCT

MCV

MCH

MCHC

RDW-CV

RDW-SD

PLT

MPV

PDW

PCT

BBS

14,2 %

5,8 %

80,0 %

6,8 g/dl

2,77 x 106 ul

23,8%

86,2 fL

24,5 po

28,5 g/dl

22,2%

64,4 fl

161 x 103 ul

9,2 fl

14,6

0,148

60 mm /jam

20,0 – 40,0

3,0 – 14,0

50,0 – 70,0

11,0 – 16,0

3,50 – 5,50

37,0 – 54,0

80,0 – 100,0

27,0 – 34,0

32,0 - 36,0

11,0 – 16,0

35,0 – 56,0

100 – 300

6,5 – 12,0

9,0 – 17,0

0,108 – 0,282

G. Diagnosa Sementara

Sirosis hepatis e.c hepatitis

Asites e.c Sirosis hepatis

Asites e.c hepatoma

H. Terapi

Tindakan UGD

R/

Inf. RL 20 tpm

Cefotaxime 1 gram / 12 jam

Ranitidin 1 ampul / 12 jam

B1 B2 B12 3x1

13 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 14: LAPORAN KASUS Serosis

I. Resume

Malaise (+), Hematemesis (+), Melena(+), , Haematuri (+), Hepatitis (+),

IMT 16,97 (kurus), Ikterik (+), Anemis (+), Spider nevi (+),Sifting dullness

(+), Puddle sign (+), asites (+), venektasi (+), Caput medusa(+), Eritema

Palmaris (+) Pitting Edema (+)/(+) ekstremitas inferior. Pemeriksaaan

Laboratorium Lymph% 14,2 % (L), HGB 6,8 g/dl (L), RBC 2,77 x 106 ul (L),

HCT 23,8 %, MCH 24,5 pg (L), MCHC 28,5 g/dl (L).

J. Follow Up

Nama : Tn. K No. RM

Umur : 68 tahun Jenis Kel: ♂ Tanggal : 21/2/2013

Tanggal/jam Perjalanan penyakit Permintaan dokter dan

pengelolaan tindakan

21/02/2013

11.45

- TD: 100/80

- N : 70 x/i

- S : 37, 2

- P : 22 x/i

Perawatan hari 1

- Konjungtiva Pucat (+)

- Ikterik (+)

- Perut membesar

- Sesak (+)

- Nyeri perut (+)

- Mual (+),

- Muntah (+) semalam warna hitam

- BAK tidak lancar, warna teh pekat

- BAB tadi pagi, warna Merah agak

kehitaman

- Lingkar perut 90 cm

R/

Inf. RL 20 tpm

Pasang kateter

Furozemid 1 ampul/ 12 jam

Spironolakton 200 mg 1-0-1

Propanolol 1x 10 mg

21/02/2013

19.30

- TD: 70/40

- N : 92 x/i

- S : 37

- P : 30 x/i

- Konjungtiva Pucat (+)

- Ikterik (+)

- Sesak (+)

- Nyeri perut (+)

- Mual (+),

- Muntah (+) warna merah

- BAK warna teh pekat

R/

Inf. RL 28 tpm

O2 kanul 3-4 liter/menit

Pasang kateter

Terapi lanjut

14 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 15: LAPORAN KASUS Serosis

- BAB warna merah

- Lingkar perut 90 cm

- Kateter tidak dapat terpasang

disebabkan obstruksi

22/02/2013

07.13

- TD: 60/40

- N : 60 x/i

- S : 36,3

- P : 24 x/i

Perawatan hari ke-2

- Konjungtiva Pucat (+)

- Ikterik (+)

- Sesak (+)

- Nyeri perut (+)

- Mual (+),

- Muntah (+) warna merah

- BAK warna teh pekat

- BAB warna merah

- Lingkar perut 92 cm

R/

Inf. RL 30 tpm

O2 kanul 3-4 liter/menit

Terapi lanjut

22/02/2013

11.45

- T: tidak

teratur

- N : tidak

teraba

- P : apneu

Pasien dilaporkan apneu, pupil midriasis

total, keluar darah segar dari mulut dan

rectal, pasien dinyatakan meninggal

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien ini masuk RSUB pada tanggal 20 februari 2013, dengan keluhan

perut membesar dirasakan satu minggu yang lalu, semakin hari semakin

membesar, perut terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan, pasien

merasa sulit untuk bangkit dari tempat tidur akibat perut membesar gejala ini

dikenal dengan Asites. Menurut hirlan tahun 2006, asites merupakan penimbunan

15 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 16: LAPORAN KASUS Serosis

cairan abnormal di rongga peritoneum, asites dapat disebabkan oleh banyak

penyakit salah satu diantaranya sirosis hepatis . Pada sirosis hepatik, asites

disebabkan oleh hipartensi portal dan hipoalbunemia. Hipertensi portal terjadi

akibat dari resistensi vaskular intrahepatik ( Sudoyono, 2006).

Pasien juga mengeluh mual dan muntah berwarna hitam, dikenal dengan

hematemesis. Buang air besar tidak lancar, warna merah yang dikenal dengan

melena. Hematemesis dan melena terjadi akibat aliran darah yang melalui hati

terhambat secara progresif, sehingga tekanan vena portae hepatica meningkat.

Sebagai respon terhadap peningkatan vena portae, terjadi pembesaran pembuluh

darah yang beranastomosis dengan vena portae, misalnya pembuluh darah di

permukaan usus dan esophagus bagian bawah yang dikenal varises esophagus,

adapula pada pembuluh darah hemoroid yang dikenal dengan varises hemoroid

(McPhee,2010).

Adanya peningkatan kadar bilirubin dimana didapatkan pasien mengeluh

buang air kecil lancar, warna seperti teh pekat dan didapatkan pada sclera pasien

tampak ikterik. hal ini timbul karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun

jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap

normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik,

maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin didalam hati. Selain itu juga

terjadi kesulitan dalam hal konyugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna

dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel

ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli empedu intrahepatik yang mengalami

obstruksi. Jadi akan terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek dan direk. Hal ini

Sehingga menyebabkan bilirubin konjugasi (direk) bebas didalam darah sehingga

dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin pada mukosa kulit dan mata dan

diurine, sedangkan pada tinja akan tampak pucat akibat tidak adanya bilirubin di

dalam feses sebelumnya pasien enam bulan lalu pernah berak seperti dempul

(Hadi, 2002).

Riwayat penyakit sebelumnnya pasien pernah mengalami sakit kuning enam

bulan lalu, dan nyeri perut kanan atas. Berdasarkan etiologinya salah satu

penyebab sirosis hepatis adalah adanya infeksi virus hepatitis (terutama oleh HBV

16 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 17: LAPORAN KASUS Serosis

dan HCV) (Mc Phee, 2010). Hal ini bisa dapat dibuktikan dengan pemeriksaan

antibody virus hepatitis. Pasien mengalami sesak napas( pernapasan 22x/menit)

hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan volume rongga abdomen akibat dari

asites yang menyababkan organ di abdomen terdesak keatas yang menyebabkan

paru-paru terdesak. Selain itu didapatkan pula pasien mengeluh demam (Suhu :

37,3 0C) subfebril ini di indikasikan adanya infeksi terjadi pada pasien ini hal ini

dikuatkan dengan pemeriksaaan laboratorium % Granulosit meningkat 80 %, ini

membuktikan adanya proses peradangan didalam tubuh pasien. Pada pasien

kelainan hati dengan asites dan penurunan jumlah kadar albumin memungkinkan

terjadinya infeksi bakteri pathogen (McPhee, 2010).

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien juga mengalami anemia hal ini

dibuktikan pada konjungtiva palpebra inferior tampak pucat dan pada

pemeriksaan laboratorium darah HGB 6,8 g/dl (L), RBC 2,77 x 106 ul (L), MCH

24,5 pg (L), MCHC 28,5 g/dl (L) jenis anemia adalah hipokromik mikrositer.

Anemi ini timbul akibat dari penyakit kronis yang telah dialami sejak lama. Selain

itu, ditemukan juga Spider angioma/ spider nevi/ spider telangektasis, suatu lesi

vesikuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan

di bahu, dada dan lengan atas. Terjadi karena peningkatan rasio

estrandiol/testosterone bebas. Selain itu, didapatkan pula caput medusa didaerah

abdomen akibat dari adanya pelebaran vena di abdomen yang disebabkan oleh

bendungan pada vena porta. (Sudoyono, 2006).

Pada daerah ekstremitas didapatkan Eritem Palmaris, warna merah segar

pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan

metabolisme estrogen. Pitting Edema (+)/(+) ekstremitas inferior ini timbul

akibat dari adanya hipertensi porta yang menyebabkan terjadinya bendungan vena

didaerah ekstremitas inferior sehingga menyebabkan tekanan osmotic pelasma

meningkat dan menyebabkan edema didaerah peritibial (Hadi, 2002).

Dari gejala, tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang penulis temukan,

penulis membuat diagnosis sementara bahwa pasien ini menderita asites et causa

sirosis hepatis dekompensata. Untuk memperkuat diagnosis sementara, maka pada

17 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 18: LAPORAN KASUS Serosis

perencanaan pemeriksaan diperlukan pemeriksaan USG Abdomen,Endoscopy

Pemeriksaan Fungsi Hati , kadar albumin dan globulin dan Urine Lengkap.

Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis.

Terapi non farmakologisnya adalah istirahat dan diet hati. Sementara terapi

farmakologisnya Inf. RL 20 tpm, Propanolol 2x10 mg, Furozemid 1 ampul/ 12 jam

Spironolakton 200 mg 1-0-1 dan Pasang kateter. Pemberian cairan ditujukan

untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh. Sedangkan pemberian

diuretic (furozemid dan spironolakton) bertujuan untuk meningkatkan fungsi

diuresis untuk memobilisasi cairan edema pada pasien asites, agar terjadi

keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga cairan ekstraseluler kembali

menjadi normal. Sedangkan penggunaan propanolol (β 2- bloker) mempunyai

fungsi dapat menurunkan curah jantung dan aliran darah ke hepar. Fungsi ini

ditujukan untuk menurunkan hipertensi portal di hepar pada pasien asites

(Setiawati, 2007).

Pada perawatan hari pertama (21-2-2013) pasien mengeluh konjungtiva

pucat (+), Ikterik (+), Perut membesar , Sesak (+), Nyeri perut (+), Mual (+),

Muntah (+) warna hitam, BAK tidak lancar, warna teh pekat, dan BAB tadi pagi,

warna merah agak kehitaman. Tekanan darah : 100/80, Nadi : 70 x/I, Suhu : 37,

2, pernapasan : 22 x/I. dilakukan pemberian infuse RL 20 tpm, Injeksi furozemid

1 ampul/ 12 jam spironolakton 200 mg pagi dan malam, dan propanolol 1x 10 mg.

Pada hari kedua(22-2-2013, jam 07.13) perawatan pasien mengalami sesak, mual

dan muntah berwarna merah ini menujukkan semakin memberatnya penyakit dari

pasien dimana varises esophagus dan hemoroid telah pecah, didapatkan pula

tekanan darah 60/40 mmHg, nadi: 60 x/I, suhu : 36,3 pernapasan : 24 x/I disertai

penurunan kesadaran. Pukul 11.45 pasien dilaporkan tekanan darah tidak teratur,

nadi tidak teraba dan pernapasan apnue, pupil midriasis total, keluar darah segar

dari mulut dan rectal, pasien dinyatakan meninggal. Ini disebabkan pendarahan

daerah peritoneal semakin memberat dan jantung tidak dapat mengkopensasi di

tambah lagi adanya kegagalan fungsi hati sehingga aliran darah keorgan penting

tidak dapat tersuplai menyebabkan otak mengalami kematian dan jantung berhenti

berdetak dan paru tidak dapat mengembang (gagal napas).

18 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 19: LAPORAN KASUS Serosis

BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien masuk dengan gejala perut membesar asites ,

hematemesis, melena, hematuri, riwayat hepatitis 6 bulan lalu , dengan

pemeriksaan fisis tekanan darah 110/80 mmHg , nadi 80x/menit, pernapasan

22x/menit, suhu 37,3 0C. dengan IMT 16,97 (kurus), Ikterik (+), Anemis (+),

19 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 20: LAPORAN KASUS Serosis

Spider nevi (+),Sifting dullness (+), puddle sign (+) venektasi (+), caput

medusa(+), eritema palmaris (+) pitting edema (+)/(+) ekstremitas inferior.

Pemeriksaaan Laboratorium lympositosis, dan anemia normositik hipokromik

karena penyakit kronik.

Dari gejala, tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan,

diagnosis sementara pasien ini menderita sirosis hepatis dekompensata. Untuk

memperkuat diagnosis sementara, maka pada perencanaan pemeriksaan

diperlukan pemeriksaan fungsi hati , USG abdomen dan endoskopi.

Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologis infuse RL 20 tpm,

Injeksi furozemid 1 ampul/ 12 jam spironolakton 200 mg pagi dan malam, dan

propanolol 1x 10 mg. Sebaiknya disarankan untuk memberikan terapi

nonfarmakologi yaitu istrahat dan diet hati. Pada kasus ini prognosis pada pasien

ini, quo ad vitam adalah dubia ad malam dan quo ad functionam-nya adalah malam.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Faradiska, F. 2012. Sirosis Hepatis. Refarat. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin : Makassar.

20 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu

Page 21: LAPORAN KASUS Serosis

Friedman .S.L. 2003. Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.

Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven

Guadalupe G.T et al. 2007. Prevention and Management of Gastroesophagal Varices

and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of

Gastroenterology. United States of America.

Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Edisi ketujuh. Bandung : Penerbit PT. Alumni.

Harnawati. 2008. Sirosis Hepatis. [cited juli 2012] Available From :

URL:http://id.welcome to harna’s world

Mc Phee, G. 2010. Patofisiologi Penyakit. Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Pere Gines et al. 2004. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England

Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society.

Setiawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi : 5Departemen Farmakologi dan

Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Sirosis Hati. Buku Ajar: Ilmu Penyakit dalam. Edisi Empat.

(Editor). Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Sutadi, S.M. 2003. Sirosis Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas

Sumatera Selatan : USU Digitalized Library.

Wolf DC. 2009 .Cirrhosis.eMedicine Specialities. Available from URL:

http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm

21 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu