LAPORAN KASUS Serosis
-
Upload
irma-aurora -
Category
Documents
-
view
85 -
download
9
Transcript of LAPORAN KASUS Serosis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi
Sirosis adalah penyakit hati yang ditandai dengan hilangnya pita-pita
jaringan fibrosa yang terjalin difus, yang membagi parenkim hati menjadi daerah
makronodular atau mikronodular (Dorland, 2002). Pengertian lain, sirosis ialah
keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi karena nekrosis
hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodular parenkim hati (Sudoyono,
2006).
B. Klasifikasi
Banyak macam klasifikasi yang dianjurkan oleh para sarjana diantaranya,
Sherlock secara morfologi membagi sirosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu : Makronoduler (ireguler, multilobuler, ukuran nodul > 3mm), Mikronoduler
(reguler, monolobuler, ukuran nodul < 3 mm), dan Kombinasi antara bentuk
makronoduler dan mikronoduler. Sedangkan Gall, membagi atas tiga, yaitu (1)
Sirosis postnekrotik atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis
toksik atau acute yellow, atrophy cirosis, yang terbentuk karena terjadi jaringan
nekrose, (2) nutrititional cirrhosis atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
sirosis alkoholik, laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirhosis terjadi sebagai
akibat kekuragan gizi terutama lipotropik. (3) sirosis post hepatic, sirosis yang
terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis(Hadi, 2002).
Secara Fungsional Sirosis terbagi menjadi dua jenis yaitu, Sirosis hati
kompensata sering disebut dengan laten sirosis hati, gejala kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening. Sirosis hati Dekompensata dikenal dengan active sirosis
hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema
dan ikterus (Sutadi, 2003).
1 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
C. Etiologi
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologi menjadi : 1). Alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatis (pasca
nekrosis), 3) biliaris , 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat
(Sudoyono, 2006). Di amerika, penyalahgunaan alkohol adalah penyebab
tersering sirosis. Dinegara lain ,infeksi virus (terutama oleh HBV dan HCV)
adalah penyebab tersering. Adapun penyebab lain mencakup obstruksi empedu
kronik, gangguan metabolik, gagal jantung kongestif kronik, dan sirosis biliar
primer (autoimun) (Mc Phee, 2010).
D. Epidemologi
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4 %). Dan
berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3 %. Di Indonesia data prevalensi
sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS.
Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien dari
seluruh pasien di bagian penyakit dalam (Sudoyono, 2006).
E. Patofisiologi
Tiga mekanisme patologik utaama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis
yaitu : 1) Kematian sel hati , 2) Regenerasi dan 3) Fibrosis progresif. Dalam
kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium (tipe
I,III, dan IV) disaluran porta dan sekitar vena sentralis dan kadang-kadang
diparenkim. Pada sirosis kolagen tipe I dan III serta lain matriks ektrasel
mengendap disemua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan
fenestrasinya, juga terjadi pada pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri
hepatika ke vena porta (Faradiska, 2011).
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan kerusakan nekrosis
meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini
2 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan
nodul sel hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan
berubah manjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah portal
yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran, dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran
daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi
peradangan dan necrosis pada sel duktules, sinusoid, retikuloendotel terjadi
fibrogenesis dan septa aktif jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi
irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal
dan parenkim hati sel limfosit T dan magrofag menghasilkan limfokin dan
monokin sebagai mediator fibrinogen, septa aktif ini berasal dari portal menyebar
ke parenkim hati (Faradiska, 2012).
F. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala sirosis
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi : perasaan mudah lelah dan
lemah, selera makan berkurang, perasaaan perut kembung, mual,berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Stadium lanjut (sirosis
dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hepar dan hipertensiportal, meliputi : hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,
pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna sepert teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Sudoyo,
2006).
Temuan Klinis
Spider angioma/ spider nevi/ spider telangektasis, suati lesi vesikuler yang
dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, dada
3 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
dan lengan atas. Terjadi karena peningkatan rasio estrandiol/testosterone bebas.
Eritem Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme estrogen. Perubahan kuku
Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku,
diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Jari gada ditemukan pada sirosis bilier.
Kontraktur Dupuyutren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme. Genikomastia secara histology
berupa proliferasi jaringan glandula mammae pada pria, kemungkinan akibat
peningkatan kadar aldosteron. Atrofi testis hipoginadisme menyebabkan
impotensi dan infertile. Hepatomegali, splenomegali, acites, fetor feotikum (bau
nafas peningkatan konsentrasi dimetil sulfide), Ikterus, dan asterixis bilateral.
Tanda-tanda lain demam , batu pada vesika felea dan pembesaran kelenjar
parotitis (Sudoyono, 2006).
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis semetara dapat ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik
yang telah diuraikan. Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis
kerja, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
- Kadar Alkali Fosfatase
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari batas normal.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerotik
primer dan sirosis bilier
- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)
Konsentrasinya sama seperti alkali fosfatase pada penyakit hati.
Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati kronik , karena alcohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga menyebabkan bocornya GGT
dari Hepatosit.
- Bilirubin
Konsentarsinya dapat normal pada serosis kompensata, namun dapat
meningkat pada sirosis yang lanjut
- Albumin
4 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis
- Globulin
Konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat adanya perpindahan antigen
bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi immunoglobulin.
- Protrombin Time
Menunjungkan adanya gangguan disfungsi hati, sehingga pada sirosis akan
memanjang.
- Darah Rutin
sirosis hati juga dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan
leukopenia akibat adanya hipersplenisme (Wolf, 2009).
- Kadar ALT dan AST
Peningkatan abnormal enzim transaminase (AST dan ALT), pada
pemeriksaan rutin dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan atau
kerusakan hati akibat berbagai penyebab, temasuk sirosis. Namun
pemeriksaan ini tidak begitu bermakna untuk sirosis hati
- Sarkomer Hepatitis
- Autoantibodi
Autoantibodi (antinuclear antibody=ANA, anti smooth muscle
antibody=ASMA dan anti mitochondrial antibody=AMA) kadang-kadang
dapat ditemukan pada darah pasien hepatitis autoimun atau sirosis bilier
primer
- Analisa Cairan Asites
2. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi.
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis
tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila
ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika
ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah perdarahan pertama (Wolf, 2009).
3. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dan USG
5 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Dapat dipakai untuk evaluasi kemungkinan penyakit hati. Pada pemeriksaan
ini dapat ditemukan hepatomegali, nodul dalam hati, splenomegali, dan cairan
dalam abdomen, yang dapat menunjukkan sirosis hati. Kanker hati dapat
ditemukan dengan pemeriksaan CT Scan, MRI maupun USG abdomen (Wolf,
2009).
H. Komplikasi
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,
prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
1. Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi
testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
2. Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh
vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul
komplikasi dan berupa :
3. Asites
4. Ensefalopati
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Sindrom hepatorenal
7. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma) (Faradiska, 2012)
I. Penatalaksaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa simtomatis dan supportif,
yaitu :
a) Istirahat yang cukup
b) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya: cukup kalori,
protein 1 gr/kgBB/hari dan vitamin.
c) Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
6 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi
IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari (Pere Gines,2004) .
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk
jangka waktu 24-48 minggu.
- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa
kombinasi dengan RIB.
- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3
juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati (Pere Gines,2004).
d) Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
Asites dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas
- istirahat
- diet rendah garam
- Diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg
setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,
maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan
dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid (Sudoyono, 2006).
- Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan
pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah
parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5- 10
liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8
gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat
7 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada
Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit
< 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
(Friedman SL,2003)
e) Spontaneous bacterial peritonitis
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat.
Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi
umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Sindroma ini
dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan, pengenalan
secara dini setiap penyakit seperti gangguan elektrolit, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol
tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asidosis intra seluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan
dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada
pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati
yang diikuti dengan perbaikan dan fungís ginjal (Wolf DC, 2009).
f) Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien
stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu:
o Untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-
obatan, evaluasi darah
o Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,
Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
8 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
o Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon
Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/Ligasi atau Oesophageal
Transection(Wolf DC. 2009).
g) Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit
hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah
sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis
hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic (Guadalupe G.T. 2007)
J. Prognosis
Dubia ad malam tergantung etiologi, beratnya kerusakan hati , komplikasi
dan penyakit lain yang menyertai.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
9 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Pekerjaan : Tani
Suku : Jawa
No. RM : 38-85-74
Alamat : Desa Watambenua, Konawe Selatan
Ruangan : Asoka Non Bedah Kamar 5, RSUB Prov. Sultra
Tgl Masuk RS : 20-02-2013
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien mengeluh perut membesar
Anamnesis Terpimpin :
Perut membesar dirasakan satu bulan yang lalu, semakin hari semakin membesar,
perut terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan, pasien merasa sulit
untuk bangkit dari tempat tidur akibat perut membesar. Pasien juga mengeluh
malas makan . Mual (+), muntah (+) berwarna hitam, SUH (+), batuk (-) nyeri
dada (-) sesak (+), demam (+), sakit kepala (+), pusing (+) dan tegang leher (+).
BAB: tidak lancar, warna merah , BAK : lancar, warna seperti teh tua, Riwayat
minum alcohol (-), riwayat konsumsi obat-obatan (-), riwayat enam bulan lalu
mengalami sakit kuning, dan nyeri perut kanan atas, riwayat sebelumnya BAB
seperti dempul.
C. STATUS PRESENT
- Sakit berat
- Keadaan gizi : Kurang
TB : 162 cm
BB : 55 kg
IMT : 16,97
- Kesadaran Composmentis
D. STATUS VITAL
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 37,3 0C
E. PEMERIKSAAN FISIS
10 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
1. Kepala :
- Ekspresi : Normal
- Muka Simetris : Simetris
- Deformitas : (-)
- Rambut : Beruban, mudah rontok
2. Mata :
- Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
- Kelopak mata : Normal, tidak ditemukan kelainan
- Konjungtiva : Pucat (+)
- Sklera : Ikterus (+)
- Kornea : Reflex cahaya (+)/(+).
- Pupil : Isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.
3. Hidung :
- Perdarahan : (-)
4. Telinga :
- Tophi : (-)
- Pendengaran : normal
- Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)
5. Mulut :
- Oral ulcer : (-)
- Gigi geligi : Caries (+)
- Gusi : Perdarahan (-)
- Tonsil : T1/T1, dalam batas normal.
- Pharynx : Hiperemis (-)
6. Leher :
- Kelenjar getah bening : Tanpa pembesaran
- Kelenjar gondok : Tanpa pembesaran
- JVP : Normal
- Pembuluh darah : Pulsasi (+), dilatasi (-)
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Tumor : Tidak ditemukan
11 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
7. Thoraks :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Spider Nevi (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Paru kiri dan kanan (sonor),
- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
8. Jantung:
- Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
- Bunyi tambahan : (-).
9. Abdomen:
- Inspeksi : Perut membesar,distensi, venektasi (+) ,Caput Medusa (+)
- Auskultasi : Peristaltik tidak terdengar
- Palpasi : Tidak teraba hepar dan limpa akibat perut yang membesar
- Perkusi : Sifting dullness (+), Puddle sign (+), asites (+)
10. Punggung :
- Inspeksi : Tidak ada kelainan
- Nyeri ketok : Negative (-)
- Auskultasi : Normal
- Gerakan : Sulit bergerak karena acites
11. Ekstremitas:
- Akral dingin , Pitting Edema (+)/(+) di daerah ekstremitas inferior
- Eritema Palmaris
- Kekuatan : 4/4 atas dan 4/4 bawah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
WBC
Lymph#
Mid#
Gran#
7,5 x 103 ul
1,1 x 103 ul
0,4 x 103 ul
6,0 x 103 ul
4,0 – 10,0
0,8 – 4,0
0,1 – 1,2
2,0 – 7,0
12 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Lymph%
Mid%
Gran%
HGB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
RDW-SD
PLT
MPV
PDW
PCT
BBS
14,2 %
5,8 %
80,0 %
6,8 g/dl
2,77 x 106 ul
23,8%
86,2 fL
24,5 po
28,5 g/dl
22,2%
64,4 fl
161 x 103 ul
9,2 fl
14,6
0,148
60 mm /jam
20,0 – 40,0
3,0 – 14,0
50,0 – 70,0
11,0 – 16,0
3,50 – 5,50
37,0 – 54,0
80,0 – 100,0
27,0 – 34,0
32,0 - 36,0
11,0 – 16,0
35,0 – 56,0
100 – 300
6,5 – 12,0
9,0 – 17,0
0,108 – 0,282
G. Diagnosa Sementara
Sirosis hepatis e.c hepatitis
Asites e.c Sirosis hepatis
Asites e.c hepatoma
H. Terapi
Tindakan UGD
R/
Inf. RL 20 tpm
Cefotaxime 1 gram / 12 jam
Ranitidin 1 ampul / 12 jam
B1 B2 B12 3x1
13 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
I. Resume
Malaise (+), Hematemesis (+), Melena(+), , Haematuri (+), Hepatitis (+),
IMT 16,97 (kurus), Ikterik (+), Anemis (+), Spider nevi (+),Sifting dullness
(+), Puddle sign (+), asites (+), venektasi (+), Caput medusa(+), Eritema
Palmaris (+) Pitting Edema (+)/(+) ekstremitas inferior. Pemeriksaaan
Laboratorium Lymph% 14,2 % (L), HGB 6,8 g/dl (L), RBC 2,77 x 106 ul (L),
HCT 23,8 %, MCH 24,5 pg (L), MCHC 28,5 g/dl (L).
J. Follow Up
Nama : Tn. K No. RM
Umur : 68 tahun Jenis Kel: ♂ Tanggal : 21/2/2013
Tanggal/jam Perjalanan penyakit Permintaan dokter dan
pengelolaan tindakan
21/02/2013
11.45
- TD: 100/80
- N : 70 x/i
- S : 37, 2
- P : 22 x/i
Perawatan hari 1
- Konjungtiva Pucat (+)
- Ikterik (+)
- Perut membesar
- Sesak (+)
- Nyeri perut (+)
- Mual (+),
- Muntah (+) semalam warna hitam
- BAK tidak lancar, warna teh pekat
- BAB tadi pagi, warna Merah agak
kehitaman
- Lingkar perut 90 cm
R/
Inf. RL 20 tpm
Pasang kateter
Furozemid 1 ampul/ 12 jam
Spironolakton 200 mg 1-0-1
Propanolol 1x 10 mg
21/02/2013
19.30
- TD: 70/40
- N : 92 x/i
- S : 37
- P : 30 x/i
- Konjungtiva Pucat (+)
- Ikterik (+)
- Sesak (+)
- Nyeri perut (+)
- Mual (+),
- Muntah (+) warna merah
- BAK warna teh pekat
R/
Inf. RL 28 tpm
O2 kanul 3-4 liter/menit
Pasang kateter
Terapi lanjut
14 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
- BAB warna merah
- Lingkar perut 90 cm
- Kateter tidak dapat terpasang
disebabkan obstruksi
22/02/2013
07.13
- TD: 60/40
- N : 60 x/i
- S : 36,3
- P : 24 x/i
Perawatan hari ke-2
- Konjungtiva Pucat (+)
- Ikterik (+)
- Sesak (+)
- Nyeri perut (+)
- Mual (+),
- Muntah (+) warna merah
- BAK warna teh pekat
- BAB warna merah
- Lingkar perut 92 cm
R/
Inf. RL 30 tpm
O2 kanul 3-4 liter/menit
Terapi lanjut
22/02/2013
11.45
- T: tidak
teratur
- N : tidak
teraba
- P : apneu
Pasien dilaporkan apneu, pupil midriasis
total, keluar darah segar dari mulut dan
rectal, pasien dinyatakan meninggal
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien ini masuk RSUB pada tanggal 20 februari 2013, dengan keluhan
perut membesar dirasakan satu minggu yang lalu, semakin hari semakin
membesar, perut terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan, pasien
merasa sulit untuk bangkit dari tempat tidur akibat perut membesar gejala ini
dikenal dengan Asites. Menurut hirlan tahun 2006, asites merupakan penimbunan
15 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
cairan abnormal di rongga peritoneum, asites dapat disebabkan oleh banyak
penyakit salah satu diantaranya sirosis hepatis . Pada sirosis hepatik, asites
disebabkan oleh hipartensi portal dan hipoalbunemia. Hipertensi portal terjadi
akibat dari resistensi vaskular intrahepatik ( Sudoyono, 2006).
Pasien juga mengeluh mual dan muntah berwarna hitam, dikenal dengan
hematemesis. Buang air besar tidak lancar, warna merah yang dikenal dengan
melena. Hematemesis dan melena terjadi akibat aliran darah yang melalui hati
terhambat secara progresif, sehingga tekanan vena portae hepatica meningkat.
Sebagai respon terhadap peningkatan vena portae, terjadi pembesaran pembuluh
darah yang beranastomosis dengan vena portae, misalnya pembuluh darah di
permukaan usus dan esophagus bagian bawah yang dikenal varises esophagus,
adapula pada pembuluh darah hemoroid yang dikenal dengan varises hemoroid
(McPhee,2010).
Adanya peningkatan kadar bilirubin dimana didapatkan pasien mengeluh
buang air kecil lancar, warna seperti teh pekat dan didapatkan pada sclera pasien
tampak ikterik. hal ini timbul karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap
normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik,
maka terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konyugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli empedu intrahepatik yang mengalami
obstruksi. Jadi akan terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek dan direk. Hal ini
Sehingga menyebabkan bilirubin konjugasi (direk) bebas didalam darah sehingga
dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin pada mukosa kulit dan mata dan
diurine, sedangkan pada tinja akan tampak pucat akibat tidak adanya bilirubin di
dalam feses sebelumnya pasien enam bulan lalu pernah berak seperti dempul
(Hadi, 2002).
Riwayat penyakit sebelumnnya pasien pernah mengalami sakit kuning enam
bulan lalu, dan nyeri perut kanan atas. Berdasarkan etiologinya salah satu
penyebab sirosis hepatis adalah adanya infeksi virus hepatitis (terutama oleh HBV
16 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
dan HCV) (Mc Phee, 2010). Hal ini bisa dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
antibody virus hepatitis. Pasien mengalami sesak napas( pernapasan 22x/menit)
hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan volume rongga abdomen akibat dari
asites yang menyababkan organ di abdomen terdesak keatas yang menyebabkan
paru-paru terdesak. Selain itu didapatkan pula pasien mengeluh demam (Suhu :
37,3 0C) subfebril ini di indikasikan adanya infeksi terjadi pada pasien ini hal ini
dikuatkan dengan pemeriksaaan laboratorium % Granulosit meningkat 80 %, ini
membuktikan adanya proses peradangan didalam tubuh pasien. Pada pasien
kelainan hati dengan asites dan penurunan jumlah kadar albumin memungkinkan
terjadinya infeksi bakteri pathogen (McPhee, 2010).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien juga mengalami anemia hal ini
dibuktikan pada konjungtiva palpebra inferior tampak pucat dan pada
pemeriksaan laboratorium darah HGB 6,8 g/dl (L), RBC 2,77 x 106 ul (L), MCH
24,5 pg (L), MCHC 28,5 g/dl (L) jenis anemia adalah hipokromik mikrositer.
Anemi ini timbul akibat dari penyakit kronis yang telah dialami sejak lama. Selain
itu, ditemukan juga Spider angioma/ spider nevi/ spider telangektasis, suatu lesi
vesikuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan
di bahu, dada dan lengan atas. Terjadi karena peningkatan rasio
estrandiol/testosterone bebas. Selain itu, didapatkan pula caput medusa didaerah
abdomen akibat dari adanya pelebaran vena di abdomen yang disebabkan oleh
bendungan pada vena porta. (Sudoyono, 2006).
Pada daerah ekstremitas didapatkan Eritem Palmaris, warna merah segar
pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan
metabolisme estrogen. Pitting Edema (+)/(+) ekstremitas inferior ini timbul
akibat dari adanya hipertensi porta yang menyebabkan terjadinya bendungan vena
didaerah ekstremitas inferior sehingga menyebabkan tekanan osmotic pelasma
meningkat dan menyebabkan edema didaerah peritibial (Hadi, 2002).
Dari gejala, tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang penulis temukan,
penulis membuat diagnosis sementara bahwa pasien ini menderita asites et causa
sirosis hepatis dekompensata. Untuk memperkuat diagnosis sementara, maka pada
17 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
perencanaan pemeriksaan diperlukan pemeriksaan USG Abdomen,Endoscopy
Pemeriksaan Fungsi Hati , kadar albumin dan globulin dan Urine Lengkap.
Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis.
Terapi non farmakologisnya adalah istirahat dan diet hati. Sementara terapi
farmakologisnya Inf. RL 20 tpm, Propanolol 2x10 mg, Furozemid 1 ampul/ 12 jam
Spironolakton 200 mg 1-0-1 dan Pasang kateter. Pemberian cairan ditujukan
untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh. Sedangkan pemberian
diuretic (furozemid dan spironolakton) bertujuan untuk meningkatkan fungsi
diuresis untuk memobilisasi cairan edema pada pasien asites, agar terjadi
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga cairan ekstraseluler kembali
menjadi normal. Sedangkan penggunaan propanolol (β 2- bloker) mempunyai
fungsi dapat menurunkan curah jantung dan aliran darah ke hepar. Fungsi ini
ditujukan untuk menurunkan hipertensi portal di hepar pada pasien asites
(Setiawati, 2007).
Pada perawatan hari pertama (21-2-2013) pasien mengeluh konjungtiva
pucat (+), Ikterik (+), Perut membesar , Sesak (+), Nyeri perut (+), Mual (+),
Muntah (+) warna hitam, BAK tidak lancar, warna teh pekat, dan BAB tadi pagi,
warna merah agak kehitaman. Tekanan darah : 100/80, Nadi : 70 x/I, Suhu : 37,
2, pernapasan : 22 x/I. dilakukan pemberian infuse RL 20 tpm, Injeksi furozemid
1 ampul/ 12 jam spironolakton 200 mg pagi dan malam, dan propanolol 1x 10 mg.
Pada hari kedua(22-2-2013, jam 07.13) perawatan pasien mengalami sesak, mual
dan muntah berwarna merah ini menujukkan semakin memberatnya penyakit dari
pasien dimana varises esophagus dan hemoroid telah pecah, didapatkan pula
tekanan darah 60/40 mmHg, nadi: 60 x/I, suhu : 36,3 pernapasan : 24 x/I disertai
penurunan kesadaran. Pukul 11.45 pasien dilaporkan tekanan darah tidak teratur,
nadi tidak teraba dan pernapasan apnue, pupil midriasis total, keluar darah segar
dari mulut dan rectal, pasien dinyatakan meninggal. Ini disebabkan pendarahan
daerah peritoneal semakin memberat dan jantung tidak dapat mengkopensasi di
tambah lagi adanya kegagalan fungsi hati sehingga aliran darah keorgan penting
tidak dapat tersuplai menyebabkan otak mengalami kematian dan jantung berhenti
berdetak dan paru tidak dapat mengembang (gagal napas).
18 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini, pasien masuk dengan gejala perut membesar asites ,
hematemesis, melena, hematuri, riwayat hepatitis 6 bulan lalu , dengan
pemeriksaan fisis tekanan darah 110/80 mmHg , nadi 80x/menit, pernapasan
22x/menit, suhu 37,3 0C. dengan IMT 16,97 (kurus), Ikterik (+), Anemis (+),
19 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Spider nevi (+),Sifting dullness (+), puddle sign (+) venektasi (+), caput
medusa(+), eritema palmaris (+) pitting edema (+)/(+) ekstremitas inferior.
Pemeriksaaan Laboratorium lympositosis, dan anemia normositik hipokromik
karena penyakit kronik.
Dari gejala, tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan,
diagnosis sementara pasien ini menderita sirosis hepatis dekompensata. Untuk
memperkuat diagnosis sementara, maka pada perencanaan pemeriksaan
diperlukan pemeriksaan fungsi hati , USG abdomen dan endoskopi.
Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologis infuse RL 20 tpm,
Injeksi furozemid 1 ampul/ 12 jam spironolakton 200 mg pagi dan malam, dan
propanolol 1x 10 mg. Sebaiknya disarankan untuk memberikan terapi
nonfarmakologi yaitu istrahat dan diet hati. Pada kasus ini prognosis pada pasien
ini, quo ad vitam adalah dubia ad malam dan quo ad functionam-nya adalah malam.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Faradiska, F. 2012. Sirosis Hepatis. Refarat. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin : Makassar.
20 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu
Friedman .S.L. 2003. Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven
Guadalupe G.T et al. 2007. Prevention and Management of Gastroesophagal Varices
and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of
Gastroenterology. United States of America.
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Edisi ketujuh. Bandung : Penerbit PT. Alumni.
Harnawati. 2008. Sirosis Hepatis. [cited juli 2012] Available From :
URL:http://id.welcome to harna’s world
Mc Phee, G. 2010. Patofisiologi Penyakit. Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Pere Gines et al. 2004. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England
Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society.
Setiawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi : 5Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Sirosis Hati. Buku Ajar: Ilmu Penyakit dalam. Edisi Empat.
(Editor). Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Sutadi, S.M. 2003. Sirosis Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Sumatera Selatan : USU Digitalized Library.
Wolf DC. 2009 .Cirrhosis.eMedicine Specialities. Available from URL:
http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
21 Laporan Kasus Bagian – SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUB Prov. Sultra, FK Unhalu