referensi serosis hepatis

22
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hipoglikemia 1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. 6 2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut 7 3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. 6 Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. 7 2.2. Anatomi Hepar

description

serosis hepatis

Transcript of referensi serosis hepatis

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hipoglikemia 1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.6 2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut 73. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. 6Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.72.2. Anatomi HeparHepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.8

Gambar 1. Anatomi hepar (dikutip dari kepustakaan 8)Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular.9 Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh-prmbuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.8

Gambar 2 . Pembuluh darah pada hepar 10Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang.8Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya.8 Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.8

Gambar 3 . Histologi hepar11 2.3. Fisiologi HeparHepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah12 : Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai berikut : Menyimpan glikogen dalam jumlah besar Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa Glukoneogenesis Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidratHepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain : Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang lain Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein Sintesis lemak dari protein dan karbohidratHepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah sebagai berikut : Deaminasi asam amino Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh Pembentukan protein plasma Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam aminoDiantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara normal Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah. Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini disebut sirosis hepatis, Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal. 12 2.4. PATOFISIOLOGISirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :131. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan lobulus.1. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).1. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.13

2.5. Gejala dan Tanda Serosis Hepatis141. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler). 2. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. 3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. 4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.5. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. 6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

2.6. KlasifikasiBerdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 4,151. MikronodularYaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3 mm.1. MakronodularYaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3 mm.1. Campuran Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : 4,151. Sirosis Hepatis KompensataSering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.2. Sirosis Hepatis DekompensataDikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.

2.7. Diagnosis1. Gambaran Klinik Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 : perasaan mudah lelah dan lemah selera makan berkurang perasaaan perut kembung Mual berat badan menurun pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi4 : hilangnya rambut badan gangguan tidur demam tidak begitu tinggi adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.2. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain4 : 1. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis1. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. 1. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. 1. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)1. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.1. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis1. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.1. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :1. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta1. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

2.8. Komplikasi41. Varises EsofagusSaluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam).2. Peritonitis bacterial spontanCairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.3. Sindrom hepatorenalKerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.4. Ensefalopati hepatikumIntoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).5. Karsinoma hepatoselularTumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena.2.9. PenatalaksanaanEtiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati. 1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi : Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat kolagenik Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulanUntuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian. 1. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata Asites Tirah baring Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari) Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan pemberian albumin. Peritonitis Bakterial SpontanDiberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu. Varises Esofagus Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol) Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi Ensefalopati Hepatik Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang Sindrom HepatorenalSampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.

2.10. PrognosisPrognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturut-turut 100%,80%, dan 45%.4 Gambar 4. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh (dikutip dari kepustakaan 13)