Laporan Kasus Pneumonia

65
Laporan Kasus RA-2 Pneumonia OLEH : - Iqbal Dermawan Nasution - Viona Vabella Tjiu - Andry Lukandy - Rani Lestari Banjarnahor - Lee Yi Ning PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

description

Lapkas Pneumonia

Transcript of Laporan Kasus Pneumonia

Page 1: Laporan Kasus Pneumonia

Laporan Kasus RA-2

Pneumonia

OLEH : - Iqbal Dermawan Nasution

- Viona Vabella Tjiu

- Andry Lukandy

- Rani Lestari Banjarnahor

- Lee Yi Ning

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2015

Page 2: Laporan Kasus Pneumonia

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

COW Pembimbing Pimpinan Sidang

(dr. Ricky Sanowara) (dr. Leny Sihotang, SpPD)

Page 3: Laporan Kasus Pneumonia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan kasus ini dengan judul “Pneumonia”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen

Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, dr. Leny Sihotang, SpPD dan juga dr. Ricky Sanowara yang telah

meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan

laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelsaikan laporan kasus tepat pada

waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih

banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan

kalimat maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi

yang diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang

selalu ada kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2015

Penulis

Page 4: Laporan Kasus Pneumonia

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................iv

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1

1.1.Latar Belakang..................................................................................1

1.2.Pneumonia.........................................................................................2

1.2.1. Definisi............................................................................2

1.2.2. Epidemiologi...................................................................2

1.2.3. Etiologi............................................................................3

1.2.4. Faktor Resiko .................................................................5

1.2.5. Klasifikasi ......................................................................7

1.2.6. Patogenesis......................................................................8

1.2.7. Penegakan Diagnosis......................................................10

1.2.8. Diagnosis Banding .........................................................13

1.2.9. Penatalaksanaan .............................................................14

1.2.10. Komplikasi......................................................................18

1.2.11. Prognosis.........................................................................18

BAB 2 STATUS ORANG SAKIT .....................................................................19

BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ..............................................25

BAB 4 DISKUSI KASUS .................................................................................30

BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 32

Page 5: Laporan Kasus Pneumonia

1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, baik di

negara berkembang maupun di negara maju. karena merupakan penyakit yang

menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di usia 5 tahun

(balita) juga pada lanjut usia. Kematian infeksi pneumonia terjadi lebih kurang 2

juta anak balita di Afrika dan Asia Tenggara.1

Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2011 terdapat 27,6 % kematian

bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori,

terutama pneumonia. Pada suatu penelitian di Amerika Serikat meneliti bahwa

pneumonia juga merupakan penyebab mortalitas yang tinggi pada lansia yang

menjalani perawatan di ICU (Intensive Care Unit) dimana dari 17,537 pasien

terdapat diantaranya 1,062 pasien meninggal akibat sepsis, 1,802 pasien

meninggal akibat pneumonia, 42 pasien meninggal akibat CLABSI (central-line-

associated bloodstream infection) dan 52 kasus pasien meninggal akibat VAP (

ventilator-associated pneumonia).1

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran

pernapasan bawah merupakan kasus infeksius penyebab kematian terbesar di

seluruh dunia (urutan ketiga dari penyebab kematian secara umum), dengan angka

kematian mencapai 3,5 juta setiap tahunnya2. Dari data SEAMIC Health Statistic

2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di

Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor

6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga

Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2

sebagai penyebab kematian di Indonesia.2

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa

hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan

kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia

diberikan antibiotika secara empiris.3

Page 6: Laporan Kasus Pneumonia

2

1.2. Pneumonia

1.2.1. Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa

alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.4

Secara umum, pneumonia dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni

pneumonia dirumah perawatan (pneumonia nosokomial) dan pneumonia yang

didapat di masyarakat (pneumonia komunitas).4

Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar

rumah sakit, sedangkan pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah

dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun ICU (intensive care

unit) tetapi tidak sedang memakai ventilator.4

1.2.2. Epidemiologi

Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan

yang tinggi di seluruh dunia. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran

napas bawah akut di parenkim baru dijumpai sekitar 15-20%.4

Kejadian Pneumonia nosokomial (PN) di ruang ICU lebih sering daripada

di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU,

dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.4

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa gangguan imunitas yang

jelas, namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.4

Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan

sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga pada pasien yang

menderita diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,

insufisiensi ginjal, keganasan, penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik.

Faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, DM,

Page 7: Laporan Kasus Pneumonia

3

keadaan imunodefisensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan

penurunan kesadaran; juga adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi,

trakeostomi, atau pemasangan ventilator.4

Di Amerika Serikat, pneumonia komunitas terjadi 12 kasus per 1000 orang

per tahunnya, namun insidensi meningkat sampai 12-18 kasus untuk pasien anak-

anak dibawah 4 tahun dan mencapai 20 kasus per 1000 orang untuk pasien diatas

60 tahun.5

Untuk pasien-pasien dengan rawatan ICU, sekitar 10% akan mengalami

pneumonia dari kebanyakan penelitian yang dilakukan, dimana ratio hazard

tertinggi adalah saat 5 hari pertama pemasangan ventilator.5

1.2.3 Etiologi

Etiologi pneumonia dapat bervariasi, yaitu dapat disebabkan bakteri, virus,

jamur, dan protozoa. Mikroorganisme tersering penyebab pneumonia adalah

bakteri.1,3

Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu1,4

a. Bakteri1. Typical organism

Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa : Streptococcus pneumoniae: merupakan bakteri anaerob fakultatif.

Bakteri patogen ini ditemukan pneumonia komunitas rawat inap di luar

ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat

inap di ICU sebanyak 33%.

Staphylococcus aureus: bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang

diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkinkan

infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi

awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat,

apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas,

yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Methicillin-resistant

S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam pemilihan

antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.

Page 8: Laporan Kasus Pneumonia

4

Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D

yang merupakan flora normal usus.

Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada

pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang dirawat di rumah

sakit, dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan

endotracheal tube.

Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah : Pseudomonas aeruginosa: bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki

bau yang sangat khas.

Klebsiella pneumonia: bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak

berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK

(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang

kuman ini.

Haemophilus influenza: bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul

atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi

yaitu encapsulated type B (HiB)

2. Atypical organismBakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp., chlamydia

sp. , Legionella sp.

b. VirusDisebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya

menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya

adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.

c. FungiInfeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur

opportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara.

Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus

neoformans.

Page 9: Laporan Kasus Pneumonia

5

1.2.4. Faktor resiko

1. Komorbiditas dan Pengobatan.

Penyakit kronis pada saluran nafas terutama penyakit paru obstruksi kronis

(PPOK) dan asthma meningkatkan resiko pneumonia sebanyak 3-4 kali lipat.

Terapi inhalasi dan terapi oksigen yang digunakan pada penyakit ini dapat

menyebabkan mukosa nadal dan orofaring yang kering sehingga meningkatkan

lesi infeksi, sulit menelan dan resiko aspirasi.Sebanyak 1/3-1/2 kasus pneumonia

didahului dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dan infeksi virus dengan

prognosis yang lebih buruk. Teknik diagnostik dan terapeutik pada saluran nafas

dapat menyebabkan kontaminasi, mengganggu penghalang aspirasin alami yaitu

epiglotis dan mendestruksi epitel saluran nafas sehingga menfasilitasi infeksi.6

Pasien refleks gastroesofagus dan ulkus gastroduodenum dengan resiko

pneumonia harus menghindari atau merendahkan dosis obat pengurangan asam

lambung terutama PPI karena pengurangan asam lambung yang berfungsi dalam

bakteriosidal dapat menfasilitasi kolonisasi patogen di saluran cerna atas dan

saluran nafas atas. Pasien HIV dan AIDS sering menderita pneumonia oleh kuman

pneumocystis jarovicii, Mycobakterium, Cytomegalovirus, Aspergillus dan

Toxoplasma gondii. Penyakit imunodefisiensi lain termasuk kanker terutama

leukemia dan Hodgkin’s limfoma, kemoterapi dan transplantasi organ. Pasien

dengan riwayat operasi misalnya operasi yang mengganggu mekanisme batuk,

splenektomi, aneurisme aorta abdomen juga beresiko.6,7

Efek imunosupresif kortikosteroid oral yang meningkatkan resiko dan

keparahan infeksi juga berhubungan dengan terjadinya pneumonia. Pasien yang

mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari terakhir juga beresiko karena

penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat meningkatkan resistensi bakteri

terhadap antibiotik dan mengganggu flora normal bakteri pada tubuh manusia.

Riwayat rawat inap mempunyai resiko pneumonia yang tinggi jika keadaan

kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita yang

sedang diintubasi, penderita stroke, pasien dengan disfagia atau posisi pasien yang

salah. Dementia juga menyebabkan disfagia dan sulit menelan sehingga dapat

terjadi pneumonia.6,7

Page 10: Laporan Kasus Pneumonia

6

2. Faktor Demografik dan Sosioekonomi

Resiko pneumonia meningkat dengan peningkatan usia terutama pada

umur lebih daripada 65 tahun oleh karena penurunan sistem pertahanan tubuh dan

munculnya penyakit lain. Belum terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan

dengan resiko pneumonia tetapi pada beberapa penelitian prognosis pneumonia

pada laki-laki 30% lebih burruk dibanding dnegan wanita. Hal ini mungkin

berhubungan dengan disparitas genetik.Lingkungan hidup yang terlalu ramai (>

10 orang dalam satu rumah) juga merupakan faktor resiko, misalnya di rumah

perawatan atau asrama karena lebih mudah terjadi penyebaran kuman antara satu

sama yang lain. Tingkat edukasi yang rendah disertai kebiasaan diet dan

kebersihan pribadi yang spesifik juga berpengaruh. Berat badan yang rendah lebih

beresiko terhadap pneumonia dibanding dengan berat badan normal karena sering

berhubungan dengan penyakit atau malnutrisi yang dapat menurunkan fungsi

imun tubuh.6,7

3. Faktor Kebiasaan Pribadi

Kebiasaan merokok dan polusi lingkungan merupakan faktor resiko

pneumonia. Kebiasaan merokok satu bungkus per hari dapat meningkatkan resiko

pneumonia sebanyak tiga kali lipat, begitu juga dengan mereka yang terkena asap

rokok secara kronis. Hal ini terjadi karena asap rokok dapat menyebabkan

kerusakan pada mukosilia yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan saluran

nafas dengan transportasi kuman patogenik keluar dari saluran nafas. Asap

beracun, industru dan polusi udara lain juga dapat merusakkan mukosilia tersebut.

Penggunaan narkoba dan alkoholismus juga berhubungan dengan pneumonia

karena bersifat sedatif yang dapat mengganggu refleks batuk dan transportasi

mukosiliar sehingga meningkatkan resiko kolonisasi kuman. Alkohol dapat

mengganggu efek makrofag yaitu sel darah putih yang berfungsi dalam destruksi

kuman. Penggunaan narkoba secara intravenous dapat menyebabkan penyebaran

kuman dari situs injeksi ke paru melalui pembuluh darah.6,7

1.2.5. Klasifikasi8,9

Page 11: Laporan Kasus Pneumonia

7

1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis

a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim

paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat

pada foto thoraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia.

b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72

jam atau lebih setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah

sakit mempunyai faktor resiko yang lebih termasuk ventilasi

mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas dan gangguan imun.

Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda misalnya

MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator

merupakan salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam

atau lebih setelah intubasi dan ventilasi mekanik.

c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh

aspirasi banda asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau

refluks dan muntah yang sering mengandungi bakteri anaerobik

sehingga sering menyebabkan bronkopneumonia.

d. Pneumonia pada penderita imunokompromis

2. Berdasarkan penyebab

a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi,

menggigil, batuk produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat

lobaris atau segmental. Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan

ekstraseluler misalnya S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.

b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa

menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang

difus dan leukositosis ringan. Penyebab biasanya mycoplasma

pneumonia dan chlamnydia pneumonia.

c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam,

batuk kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya

merupakan influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-

lain. Pneumonia jamur: aspergilus, histoplasma kapsulatum.

3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis

Page 12: Laporan Kasus Pneumonia

8

a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya

melibatkan satu lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus

pneumoniae dan klebsiella pneumoniae serta stafilokokus aureus,

streptokokus B hemolitik dan haemofilus influenza.

b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus

terminal di dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang

menyebabkan eksudasi purulen yang menyebar ke alveoli di

sekitarnya secara endobronkial sehingga menyebabkan konsolidasi

“patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau tua dan pada

kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk

streptokokus, stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.

c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial,

merupakan infeksi di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan

oleh virus atau bakteri atipikal. Ciri khasnya ada edema septa

alveolaris dan infiltrat mononuklear.

1.2.6. Patogenesis10,11

Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh, mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk

mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks

batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir dan keutuhan epitel bronkus

serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan

antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif /kualitatif

sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman yang ada

di suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari

sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis

kuman yang menginfeksi penderita yang akan menghasilkan gejala yang khas.

Ada beberapa cara mikroorganisme masuk ke saluran nafas yaitu (1)

inokulasi langsung misalnya pada intubasi trakea dan luka tembus yang mengenai

paru, (2) penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru

Page 13: Laporan Kasus Pneumonia

9

misalnya endokarditis, (3) inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman serta (4)

kolonisasi di permukaan mukosa akibat aspirasi sekret orofaring yang

mengandung kuman.

Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak

dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori

interalveolaris dan percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami

kongesti dan alveoli berisi cairan edema. Kuman berkembang biak tanpa

hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui

pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang telah

mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi

oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan

adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman

menjadi terhalang bahkan difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk

antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam

alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding

alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.

Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar,

alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang

terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi

luar, daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang

banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak

bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua gambaran

yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan

dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.

1.2.7. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian

terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat

Page 14: Laporan Kasus Pneumonia

10

penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme

penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik

yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh bentuk

kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit

yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.12

1. Anamnesis

Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan

factor infeksi:

a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik

(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob),

penurunan imunitas (kuman Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV,

Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).

b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus pneumoniae,

H. influenzae, M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia Nosokomial

(Staphylococcus aureus), Gram negative.

c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).

d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae);

perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae). 11

2. Pemeriksaan Fisik

Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis.

Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas

kuman dan tingkat berat penyakit.

a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia,

Streptococcus spp., Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan

myalgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif;

b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua/imunitas menurun akibat

kuman yang kurang patogen /oportunistik, misalnya Klebsiella,

Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.

Page 15: Laporan Kasus Pneumonia

11

c. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumoniaklasik bisa didapatkan berupa

demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang

pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada

pneumonia komunitas primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris,

atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai pada

pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru)

ataupun pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain

infeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada

pasien pneumonia nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpai

gangguan kesadaran oleh hipoksia.

d. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.11

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologis

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air

bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,

bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus,

virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh

virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah

atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien

yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di lobus atas sering

ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus

bawah dapat terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi

berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi

anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia

sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.

pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.

pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia

nekrotikans/supurativa , abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis

jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumoniae,dan kuman-kuman

anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan

Page 16: Laporan Kasus Pneumonia

12

foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi

sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan

abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada

dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.

Gambar 1.1 Tampak perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan

bagian atas13

b. Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit

normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada

infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orangtua, atau

lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia

pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan

keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11

Page 17: Laporan Kasus Pneumonia

13

c. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi

jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan

terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test,

dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN

yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan

pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi

selanjutnya.11

d. Pemeriksaan Khusus

Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik

bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan

untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien

pneumonia nosokomial/pneumonia komunitas yang dirawat nginap perlu

diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.11

1.2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:12

1.Tuberculosis Paru (TB)

Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis

adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk

lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan

gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu

makan dan penurunan berat badan.

2. Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak

sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang

tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan

pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan

mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume intercostal

Page 18: Laporan Kasus Pneumonia

14

space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru

yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

3. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan

jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.

Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi

pleura.

Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat

dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah

yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB

adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus

paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran

radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

1.2.9. Penatalaksanaan

a. Terapi Kausal

Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada

pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang

berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada

pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di

rumah sakit.11

Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan

pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau

fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40

tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme

atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae

yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke

derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk pneumonia komunitas yang

disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-

klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,

Page 19: Laporan Kasus Pneumonia

15

claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling

ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan

baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan

keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila

pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali

sehari selama 10-14 hari. Sedangkan pemilihan antibiotika untuk pneumonia

nosokomial memerlukan kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi

antibiotika baik in vitro maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang

dapat digunakan tidak heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah

sakit lain. Namun secara umum antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel

dibawah ini.13

Tabel 1.1 Antibiotika pada terapi Pneumonia13

Kondisi

KlinikPatogen Terapi

Dosis Anak

(mg/kg/hari)

Dosis

Dewasa

(dosis

total/hari)

Sebelumnya

sehat

Pneumococcus,

Mycoplasma

Pneumoniae

Eritromisin

Klaritromisin

Azitromisin

30-50

15

10 pada hari

1, diikuti 5

mg

selama 4

hari

1-2 g

0,5-1 g

Komorbiditas

(manula,

DM, gagal

ginjal, gagal

jantung,

keganasan)

S. pneumoniae,

Hemophilus

influenzae,

Moraxella

catarrhalis,

Mycoplasma,

Chlamydia

Cefuroksim

Cefotaksim

Ceftriakson

50-75

50-75

50-75

1-2 g

1-2 g

1-2 g

Page 20: Laporan Kasus Pneumonia

16

pneumoniae dan

Legionella

Aspirasi

Community

Hospital

Anaerob mulut

Anaerob mulut,

S.aureus, gram(-)

enterik

Ampicilin

Amoxicillin

Klindamisin

Klindamisin

+aminoglikosida

100-200

100-200

8-20

8-20

2-6 g

2-6 g

1,2-1,8 g

1,2-1,8 g

.

Nosokomial

Pneumonia

Ringan, Onset

<5 hari,

Risiko

rendah

K. pneumoniae,

P. aeruginosa,

Enterobacter

spp.

S. aureus,

Cefuroksim

Cefotaksim

Ceftriakson

Ampicilin-Sulbaktam

Tikarcilin-klav

Gatifloksasin

Levofloksasin

50-75

50-75

50-75

100-200

200-300

-

-

1-2 g.

1-2 g.

1-2 g

4-8 g

12 g

0,4 g

0,5-0,75

g

Pneumonia

berat**,

Onset > 5

hari, Risiko

Tinggi

K. pneumoniae,

P. aeruginosa,

Enterobacter

spp.

S. aureus,

Gentamicin/

Tobramicin

atau Ciprofloksasin )*

+

Ceftazidime atau

Cefepime atau

Tikarcilinklav/

Meronem/Aztreonam

7,5

-

150

100-150

4-6

mg/kg

0,5-1,5 g

2-6 g

2-4 g

Keterangan :

*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika

yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.

**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,

gagal ginjal.

b. Terapi Suportif

Page 21: Laporan Kasus Pneumonia

17

Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia

adalah sebagai berikut.11

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk,

khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish

mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi

tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,

dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat

pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,

termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini

tidak bermanfaat pada renjatan septik.

6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang

diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre

renal.

7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada

pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakan masker.konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan

kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu

dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan

FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti

napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

Page 22: Laporan Kasus Pneumonia

18

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama

didapatkan dari lemak (50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang

berlebihan.

1.2.12. Komplikasi11

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada

pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis,

endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema. Komplikasi

ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal jantung, emboli

paru/infark paru, dan infark miokard akut acute respiratory distress

syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia nosokomial.

1.2.11. Prognosis11

1. Pneumonia Komunitas

Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus

sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang

buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian

no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia sebesar

89%.

2. Pneumonia NosokomialAngka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70%

bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.

Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P.

Aeruginosa atau Acinobacter spp.

Page 23: Laporan Kasus Pneumonia

19

BAB 2

STATUS ORANG SAKIT

Nomor RM : 00.66.44.91

Tanggal Masuk: 18 September 2015 Dokter Ruangan:dr. Ferry

Jam: 15.00 WIB Dokter Chief of Ward:dr. Ricky Sanowara

Ruang: RA2 Dokter Penanggung Jawab Pasiendr. Henny Syahrini M.Ked (PD), SpPD

ANAMNESIS PRIBADI

NAMA : Miduk Ivan HutasoitUmur : 42 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiStatus Perkawinan : Belum Menikah Pekerjaan : WiraswastaSuku : Batak TobaAgama : Kristen ProtestanAlamat : Silait Lait

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan utama : Sesak Nafas

Telaah : - Hal ini dialami o.s sejak 1 bulan yang lalu, dan

memberat sejak 2 minggu ini. Sesak napas tidak

memberat saat o.s beraktifitas dan tidak berhubungan

dengan cuaca. Nyeri dada (-)

- Batuk (+), dahak (-), batuk darah (-)

- Keringat malam (-), penurunan berat badan (+) > 10 kg

dalam 2 bulan.

- Demam (-), mual (-), muntah (-).

- BAK dan BAB tidak disadari dan dikendalikan oleh

pasien.

Page 24: Laporan Kasus Pneumonia

20

- Kaki bengkak (-), nyeri (-), kaki tidak dapat

digerakkan sejak kecelakaan 15 tahun yang lalu.

Tetapi pasien dapat duduk, karena kecelakaan

- Riwayat darah tinggi (+) dengan tekanan darah

tertinggi >180mmHg. O.s tidak mengkonsumsi obat

antihipertensi. Riwayat penyakit gula disangkal.

- Riwayat merokok disangkal

- O.s pernah dirawat sebelumnya di RSUD Tarutung

selama 1 minggu, riwayat pemasangan kateter (+)

selama dirawat.

RPT : Hipertensi

RPO : Tidak jelas

ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas: + Edema: +Angina Pektoris: - Palpitasi: -

Lain-lain: -

Saluran Pernafasan Batuk-batuk: + Asma, bronkitis: -Dahak : - Lain-lain: -

Saluran Pencernaan Nafsu Makan: Biasa Penurunan BB: +Keluhan Menelan: - Keluhan Defekasi: -Keluhan Perut: - Nyeri tekan (-) - Benjolan (-)

Lain-lain: -

Saluran Urogenital Sakit BAK: - BAK tersendat: -Mengandung batu: - Keadaan urin: kuning

jernihHaid: - Lain-lain:-

Sendi dan Tulang Sakit Pinggang: - Keterbatasan Gerak: +Keluhan Persendian: - Lain-lain: -

Endokrin Haus/Polidipsi: - Gugup: -Poliuri: - Perubahan suara: -Polifagi: - Lain-lain: -

Page 25: Laporan Kasus Pneumonia

21

Saraf Pusat Sakit Kepala: - Hoyong: -Lain-lain: -

Darah dan Pembuluh Darah

Pucat: - Perdarahan: -Petechiae: - Purpura: -

Lain-lain: -

Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten: - Lain-lain: -

ANAMNESIS FAMILI: Tidak dijumpai keluarga dengan keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS:

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : CM Pancaran Wajah: LemahTekanan darah : 130/80 mmHg Sikap Paksa : +Nadi : 118 x/i, reg/irreg, t/v: cukup/cukup Refleks Fisiologis : +Pernafasan : 24 x/i Refleks Patologis : -Temperatur : 36.5°C

Anemia(-), Ikterus (-), Dispnu (+)Sianosis (-), Edema (+), Purpura (-)

Keadaan Gizi: Gizi normal Turgor Kulit: Baik/ Sedang / Jelek

BW = BB

TB−100x 100 %=55

65%

BW = 84,4%

IMT:20,20 Kesan: Normoweight

KEPALA:

Mata : konjungtiva palpepbra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil: isokor/unisokor,ukuran: 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+), kesan: dalam batas normal

Telinga: dalam batas normalHidung: dalam batas normalMulut : lidah : atrofi papila lidah (-)

gigi geligi : gusi berdarah (-), hiperplasia (-)tonsil/faring : hiperemia (-)

TB = 165 cm

BB = 55 kg

Page 26: Laporan Kasus Pneumonia

22

LEHER:

Struma membesar/ tidak membesar, tingkat: - , nodular / multi nodular / diffusePembesaran kelenjar limfa (-), lokasi: - , jumlah -, konsistensi -, mobilitas: -, nyeri tekan (-)Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2OKaku kuduk (-), lain-lain: -

THORAX DEPAN

InspeksiBentuk : Simetris fusiformisPergerakan : Ketinggalan bernapas dada kanan (+)

PalpasiNyeri tekan : Tidak ada nyeri tekanFremitus suara : Tidak dapat dilakukan pemeriksaanIktus : Tidak terlihat, teraba di ICS V LMCS

PerkusiParu

Batas Paru-Hati R/A : Tidak dapat dilakukan pemeriksaanPeranjakan : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

JantungBatas atas jantung : ICS II LMCSBatas kiri jantung : ICS V 1 cm medial LMCSBatas kanan jantung : ICS IV Linea Parasternal Dextra

AuskultasiParu

Suara pernafasan: Bronkial di lapangan paru tengah kanan dan menghilang dilapangan paru bawah kanan.Suara tambahan: Ronki (+) di lapangan tengah paru kanan.

JantungM1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)Desah diastolis (-), lain-lain: (-)HR: 118 x/menit, reg / irreg, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis, pergerakan nafas tertinggal di lapangan paru kanan

Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaanPerkusi : Sonor memendek, dilapangan paru kanan bawah.

Page 27: Laporan Kasus Pneumonia

23

Auskultasi : Sp: Bronkial di lapangan paru tengah kanan, menghilang di lapangan bawah paru kanan

St: Ronki (+), dilapangan tengah paru kanan

ABDOMEN

InspeksiBentuk : Simetris Gerakan Lambung/Usus : - Vena Kolateral : -Caput Medusae : -

PalpasiDinding Abdomen : soepel, H/L/R tidak terabaHATI

Pembesaran : -Permukaan : -Pinggir : -Nyeri tekan : -

LIMFAPembesaran : (-), Schuffner: (-), Haecket: (-)

GINJALBallotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain : -

UTERUS/OVARIUM : -

TUMOR : -

PerkusiPekak Hati : +Pekak Beralih : -

AuskultasiPeristaltik usus : NormoperistaltikLain-lain : -

PinggangNyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri / Kanan

INGUINAL : pembesaran kelenjar getah bening (-)/(-)

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaanPEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaanSpincter ani : Tidak dilakukan pemeriksaanLumen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 28: Laporan Kasus Pneumonia

24

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaanSarung tangan : Feses / Lendir / Darah

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas sendi : - Kiri KananLokasi : - Edema : + +Jari Tabuh : - Arteri Femoralis : + +Tremor Ujung Jari : - Arteri Tibialis Posterior : + +Telapak tangan sembab: - Arteri Dorsalis Pedis : + +Sianosis : - Refleks KPR : + +Eritema palmaris : - Refleks APR : Sdn sdnLain-lain : - Refleks Fisiologis : + +

Refleks Patologis : - -Lain-lain : - Kekuatan Motorik: 22222 22222

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Darah Kemih TinjaHb: 12,5 g/dLEritrosit: 4,16x106/mm3

Leukosit: 17,66x103/mm3

Trombosit: 230x103/mm3

Ht: 35,50%LED: 10,5 mm/jamHitung Jenis:Eosinofil: 0Basofil: 0,1Neutrofil:90,50 %Limfosit: 4,20 %Monosit:5,20 %

Warna: Kuning jernihProtein: -Reduksi: -Bilirubin: -Urobilinogen: -

Sedimen: Eritrosit: -Leukosit: -Epitel: -Cyst: -Silinder: -Bakteri : -

Warna: CoklatKonsistensi: LunakEritrosit: 0-1/LPBLeukosit: 0-1/LPBAmoeba/Kista: -

Telur CacingAscaris: -Ankylostoma: - T. Trichiura: - Kremi: -

RESUME

ANAMNESIS Keluhan Utama: Dyspnoe

Telaah :

Hal ini dialami o.s sejak 1 bulan yang lalu, dan

Page 29: Laporan Kasus Pneumonia

25

memberat sejak 2 minggu ini. Batuk (+), dahak (-),

batuk darah (-), Keringat malam (-), penurunan berat

badan (+) > 10 kg dalam 2 bulan. BAK dan BAB tidak

dapat disadari dan dikendalikan oleh pasien. Kaki

tidak dapat digerakkan sejak kecelakaan 15 tahun yang

lalu. Tetapi pasien dapat duduk. Riwayat darah tinggi

(+) dengan tekanan darah tertinggi >180mmHg. O.s

tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. Riwayat

penyakit gula disangkal. Riwayat merokok disangkal

O.s pernah dirawat sebelumnya di RSUD Tarutung,

riwayat pemasangan kateter (+) selama perawatan.

STATUS PRESENS

Keadaan Umum : Baik / Sedang/Buruk

Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat

Keadaan Gizi : Kurang/Normal/Berlebih

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum:Tekanan Darah : 130/80 mmHgDenyut Nadi : 118 x/i, reg/irreg, t/v: cukup/cukupPernapasan : 24 x/iTemperatur : 36.5°C

Thorax AnteriorInspeksi : simetris fusiformis, ketinggalan bernafas dada kananPalpasi: Tidak dilakukan pemeriksaanAuskultasi: Sp: Bronkial di lapangan paru tengah kanan dan menghilang di lapangan bawah paru kanan.St: Ronki (+) di lapangan tengah paru kanan.

Thorax PosteriorInspeksi: Simetris fusiformis, pergerakan nafas tertinggal di lapangan paru kananPalpasi: tidak dilakukan pemeriksaanPerkusi: Sonor memendek, dilapangan bawah paru kananAuskultasi: Sp: Bronkial di lapangan tengah paru

kanan dan menghilang di lapangan bawah paru kanan

St: Ronki (+) di lapangan tengah paru kanan.

Page 30: Laporan Kasus Pneumonia

26

EkstremitasKekuatan motorik :ESD / EID : 55555 / 22222ESS / EIS : 55555 / 22222

LABORATORIUM

RUTIN

Darah:Hb : 12,5 g/dlEritrosit: 4,16x106/mm3

Leukosit: 17,66x103/mm3

Trombosit: 30x103/mm3

Ht : 35,50%LED: 10,5 mm/jamKemih: Warna: Kuning jernihP / R / B / U = -/-/-/-Tinja : Warna: Coklat Konsistensi: Lunak

DIAGNOSIS BANDING

Pneumonia dd/TB paruTumor paru dd/Efusi pleura, Abses paru

DIAGNOSIS

SEMENTARA

Sepsis ec Pneumonia + Tumor Paru + hipertensi terkontrol + paraparesis ec Trauma medula spinalis

PENATALAKSANAAN

Tirah baring Diet MB rendah garam IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i mikro, O2 2-4 L via nasal

kanul Inj Ceftriaxone 2 gr / 12 jam / IV Valsartan 1x80 mg Drip Ciprofloxacin 400 mg/12 jam

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan1. Urinalisa 6. CT Scan Thorax2. Pemeriksaan BTA Sputum3. Foto thorax PA dan Lateral4. Kultur Darah5. EKG

Page 31: Laporan Kasus Pneumonia

27

Page 32: Laporan Kasus Pneumonia

25

BAB 3

FOLLOW-UP HARIAN DI RUANGAN

Tanggal S O AP

Terapi Anjuran20 September 2015

Sesak (+), Gelisah (+)

Sens : ApatisTD : 180/140 mmHgHR : 128 x/iRR : 52 x/iTemp : 37,1° C

Mata : konj.anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)T/H/M :dbnLeher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), trakea medialThorax : simetris, ketinggalan bernafas dada kanan, beda di lapangan bawah paru kanan, Suara pernafasan bronkial di lapangan tengah paru kanan, suara tambahan rhonkhi di lapangan bawah paru kananAbdomen : soepel, H/L/R ttb, peristaltik (+) normal, ballotement (-), tapping pain (-).Ekstremitas :Superior : edema -/-Inferior : edema -/-

Hasil lab (18 September 2015) : Darah Rutin :- Hb : 12,5%

- Penurunan kesadaran e.c sepsis e.c pneumonia dd/TB paru- Tumor paru-Hipertensi stage II- Paraparese ekstremitas bawah e.c trauma medulla spinalis

-Tirah Baring-Diet MB rendah garam-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I macro-Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV- Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam-Valsartan 1x80 mg p.o

-Kontrol Tekanan Darah per jam- Periksa AGDA ulang

Page 33: Laporan Kasus Pneumonia

26

- Eritrosit : 4,16x106/mm3

- Leukosit : 17,66x103/mm3

- Trombosit : 230x103/mm3

-Ht : 35,5%-RDW : 15,80%

Hitung jenis leukosit:-Neutrofil : 90,50%-Limfosit : 4,2%-Monosit : 5,2%-Eosinofil : 0,00%-Basofil : 0,100%-Neutrofil absolut : 15,98x103µL-Limfosit absolut : 0,75x103µL-Monosit absolut : 0,92x103µL-Eosinofil absolut : 0,00x103µL-Basofil absolut : 0,01x103µL

Kesan : Leukositosis

Faal Hemostasis :D-Dimer : 730 ng/mL

Analisa Gas Darah :-pH : 7,48-pCO2 : 29 mmHg-pO2 : 199 mmHg-HCO3 : 21,6 mmol/L-Total CO2 : 22,5 mmol/L- BE : - 1,1 mmol/L-Saturasi O2 : 99,5%

Page 34: Laporan Kasus Pneumonia

27

Kesan : Alkalosis Respiratorik

KGD ad random : 129,10 mg/dL

Fungsi Ginjal :-Ureum : 53,6 mg/dL-Kreatinin : 0,67 mg/dL

Elektrolit :-Natrium : 133 mEq/L-Kalium : 3,5 mEq/L- Klorida : 101 mEq/L

Hasil pemeriksaan foto thorax :-rongga lusen di lapangan bawah paru kanan dengan air fluid level (+)-perselubungan inhomogen di perihiler hingga lapangan bawah paru kanan-ukuran jantung membesar (CTR 61%)

Kesimpulan : -Cavitating tumor dd/ abses paru kanan, hydropneumothorax-Pneumonia-Cardiomegali

21 September 2015

Sesak (+),Batuk (+), Demam (-), Susah

Sens : CMTD : 140/80 mmHgHR : 108 x/iRR : 30 x/i

-Sepsis e.c pneumonia dd/TB paru- Tumor

-Tirah Baring-Diet MB rendah garam-IVFD NaCl

- CT Scan Thorax- Cek Darah

Page 35: Laporan Kasus Pneumonia

28

tidur (+) Temp : 36,5°CMata : konj.anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)T/H/M :dbnLeher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), trakea medialThorax : simetris, ketinggalan bernafas dada kanan, beda di lapangan bawah paru kanan, Suara pernafasan bronkial di lapangan tengah paru kanan, suara tambahan rhonkhi di lapangan bawah paru kananAbdomen : soepel, H/L/R ttb, peristaltik (+) normal, ballotement (-), tapping pain (-).Ekstremitas :Superior : edema -/-Inferior : edema -/-

Hasil Analisa Gas Darah :-pH : 7,5-pCO2 : 24 mmHg-pO2 : 193 mmHg-HCO3 : 18,7 mmol/L-Total CO2 : 19,4 mmol/L- BE : - 2,8 mmol/L-Saturasi O2 : 100%

Kesan : Alkalosis Respiratorik

paru- Hipertensi stage I- Paraparese ekstremitas bawah e.c trauma medulla spinalis

0,9% 20 gtt/i macro-Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV-Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam-Valsartan 1x80 mg p.o

rutin ulang

Page 36: Laporan Kasus Pneumonia

29

22 September 2015

Sesak (+), Batuk (+), Susah tidur (+)

Sens : CMTD : 130/90 mmHgHR : 90 x/iRR : 30 x/iTemp : 36,5°C

Mata : konj.anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)T/H/M :dbnLeher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), trakea medialThorax : simetris, ketinggalan bernafas dada kanan, beda di lapangan bawah paru kanan, Suara pernafasan bronkial di lapangan tengah paru kanan, suara tambahan rhonkhi di lapangan bawah paru kananAbdomen : soepel, H/L/R ttb, peristaltik (+) normal, ballotement (-), tapping pain (-).Ekstremitas : Superior : edema -/-Inferior : edema -/-

Hasil lab (22 September 2015) : Darah Rutin :- Hb : 11,6%- Eritrosit : 3,9x106/mm3

- Leukosit : 14,61x103/mm3

- Trombosit : 189x103/mm3

-Ht : 34,4%-RDW : 17,1%

-Sepsis e.c. pneumonia dd/TB Paru-Suspek tumor paru- Hipertensi terkontrol-Paraparese ekstremitas bawah e.c trauma medulla spinalis

-Tirah Baring-Diet MB rendah garam-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i macro-Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV-Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam-Valsartan 1x80 mg p.o

- Konsul PAI

Page 37: Laporan Kasus Pneumonia

30

Hitung jenis leukosit:-Neutrofil : 78,3%-Limfosit : 9,9%-Monosit : 9,9%-Eosinofil : 1,7%-Basofil : 0,200%-Neutrofil absolut : 11,43x103µL-Limfosit absolut : 1,45x103µL-Monosit absolut : 1,45x103µL-Eosinofil absolut : 0,25x103µL-Basofil absolut : 0,03x103µL

Kesan : Anemia normokrom normositerLeukositosis

KGD puasa : 69 mg/dL

Elektrolit :-Natrium : 137 mEq/L-Kalium : 3,2 mEq/L- Klorida : 103 mEq/L

Procalcitonin : 13,4 ng/mL

23 September 2015

Sesak mulai berkurang, Batuk (+) Demam (-)

Sens : CMTD : 130/70 mmHgHR : 92 x/iRR : 28 x/iTemp : 36,5°C

Mata : konj.anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)

- Sepsis e.c. pneumonia dd/TB Paru-Tumor paru- Hipertensi terkontrol-Paraparese ekstremitas

-Tirah Baring-Diet MB rendah garam-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i macro-Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV

-Cek sputum- CekProcalcitonin ulang

Page 38: Laporan Kasus Pneumonia

31

T/H/M :dbnLeher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), trakea medialThorax : simetris, ketinggalan bernafas dada kanan, beda di lapangan bawah paru kanan, Suara pernafasan bronkial di lapangan tengah paru kanan, suara tambahan rhonkhi di lapangan bawah paru kananAbdomen : soepel, H/L/R ttb, peristaltik (+) normal, ballotement (-), tapping pain (-).Ekstremitas :Superior : edema -/-Inferior : edema -/-

bawah e.c trauma medulla spinalis

-Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam-Valsartan 1x80 mg p.o

24 September 2015

Sesak mulai berkurang, Batuk (+) Demam (-)

Sens : CMTD : 130/80 mmHgHR : 90 x/iRR : 28 x/iTemp : 36,9°CMata : konj.anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)T/H/M :dbnLeher : TVJ R-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), trakea medialThorax : simetris, ketinggalan bernafas dada kanan, beda di lapangan bawah paru kanan, Suara pernafasan bronkial

- Pneumonia dd/TB Paru-Tumor paru- Hipertensi terkontrol-Paraparese ekstremitas bawah e.c trauma medulla spinalis

-Tirah Baring-Diet MB rendah garam-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i macro-Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV-Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam-Valsartan 1x80 mg p.o

Page 39: Laporan Kasus Pneumonia

32

di lapangan tengah paru kanan, suara tambahan rhonkhi di lapangan bawah paru kananAbdomen : soepel, H/L/R ttb, peristaltik (+) normal, ballotement (-), tapping pain (-).Ekstremitas :Superior : edema -/-Inferior : edema -/-

Hasil lab : Darah Rutin :- Hb : 11,0%- Eritrosit : 3,66x106/mm3

- Leukosit : 22,14x103/mm3

- Trombosit : 265x103/mm3

-Ht : 33%-RDW : 17,0%

Hitung jenis leukosit:-Neutrofil : 85,3%-Limfosit : 7,1%-Monosit : 6,3%-Eosinofil : 1,2%-Basofil : 0,100%-Neutrofil absolut : 18,89x103µL-Limfosit absolut : 1,53x103µL-Monosit absolut : 1,39x103µL-Eosinofil absolut : 0,26x103µL-Basofil absolut : 0,02x103µL

Kesan : Anemia normokrom

Page 40: Laporan Kasus Pneumonia

33

normositerLeukositosis

Hasil Analisa Gas Darah :-pH : 7,5-pCO2 : 31 mmHg-pO2 : 204 mmHg-HCO3 : 26,5 mmol/L-Total CO2 : 27,5 mmol/L- BE : - 4,2 mmol/L-Saturasi O2 : 100%

Procalcitonin : 1,09 ng/mL

Page 41: Laporan Kasus Pneumonia

30

BAB 4

DISKUSI KASUS

Teori KasusGejala Klinis Pneumonia

- Sesak nafas- Batuk (non produktif maupun

produktif)- Demam

Pada pasien ini dijumpai - Sesak Nafas - Batuk yang non produktif

Pemeriksaan FisikBiasanya pada pasien pneumonia dijumpai adanya ketinggalan bernafas atau adanya retraksi dada, takipnu, suara pernafasan bronkial. Dapat dijumpai adanya suara tambahan berupa ronkhi di daerah paru yang terlibat.

Pada pasien ini dijumpaiadanya ketinggalan bernafas dada kanan, adanya takipnu, dan suara pernafasan bronkial. Dijumpai pula suara tambahan berupa ronkhi di lapangan tengah paru kanan.

Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan darah rutin, biasanya dijumpai adanya peningkatan jumlah sel darah putih yang menandakan adanya proses infeksi.Pada pemeriksaan radiologis, gambaran pneumonia dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram.

Pada pasien ini dijumpaiPada pemeriksaan darah rutin dijumpai adanya peningkatan jumlah seldarah putih (17.660/mm3).Pada pemeriksaan radiologis. Dijumpai adanya gambaran perselubungan inhomogen di daerah perihiler hingga lapangan bawah paru kanan.

PenatalaksanaanPenatalaksanaan kausal, yaitu dengan antibiotik. Biasanya pemberian antibiotik secara empiris tanpa faktor risiko multi drug resistance, yaitu pemberian antibiotik ceftriaxone, moksifloksasin, ciprofloksasin, levofloksasin, atau ampisilin dan ertapenem.

Pada pasien ini dijumpaipemberian antibiotik berupa pemberian ceftriaxone 2gram/12 jam/IV bersama dengan pemberian Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam.

Page 42: Laporan Kasus Pneumonia

31

BAB 5

KESIMPULAN

Bapak M, usia 42 tahun, mengalami sepsis etc pneumonia dan diberi tatalaksana berupa pemberian antibiotik ceftriaxone 2 gram/12 jam/IV + Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam.

Page 43: Laporan Kasus Pneumonia

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmawati, FA. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Paisen Sepsis di

ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang. Available from

http://eprints.undip.ac.id/44629/3/FIDA_AMALINA_22010110120027_B

AB2KTI.pdf (Accessed 24 September 2015)

2. Wunderick, RG et al. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New

England Journal of Medicine 370(6): 543-551.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti.

Available from http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-

pneumoniakom/pnkomuniti.pdf (accessed 24 September 2015)

4. Dahlan, F. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

5. Mandell, LA. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th

Edition. Volume I. USA: Mc-GrawHill.

6. Almirall, J., Bolibar, I. and Serra-Prat, M. (2015). Risk factors for community-

acquired pneumonia in adults: Recommendations for its prevention. Community

Acquir Infect, 2(2), p.32.

7. Harvey, S. (2012). Pneumonia. [online] University of Maryland Medical Center.

Available at: http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia

[Accessed 24 Apr. 2015].

8. Yudh Dev, S. (2012). Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia.

JAPI, 60, pp.7-9.

9. Newsmedical.net, (2011). pneumonia classification. [online] Available at:

http://www.newsmedical.net/health/PneumoniaClassification.aspx [Accessed 25

Sep. 2015].

10. Steven, S. (2010). community pneumonia. [online] Clevelandclinicmeded.com.

Available at:

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/

infectiousdisease/communityacquiredpneumonia/Default.htm [Accessed 25 Sep.

2015].

11. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed

5. Jakarta : Interna Publishing

Page 44: Laporan Kasus Pneumonia

33

12. Sjahriar Rasad. 2005. Radiologi Diagnostik ed 2. Jakarta: Badan Penerbit

FK UI

13. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI