Laporan Kasus HIE
-
Upload
meme-oencoe -
Category
Documents
-
view
548 -
download
124
Transcript of Laporan Kasus HIE
Laporan Kasus
HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)
DAN CAPUT SUCCEDANEUM
Oleh:
RAHMATUL KHAIRIYAH, S.Ked
NIM. 0808121383
Pembimbing:
dr. NAZARDI OYONG, SpA
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD ARIFIN ACHMADFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2014BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidens asfiksia di negara maju
1,1-2,4 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens dan prevalensi asfiksia di negara
berkembang kemungkinan lebih tinggi akibat keterbatasan fasilitas pelayanan
reproduksi dan sumber daya manusia. Untuk kepentingan klinis, asfiksia dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan terganggunya pertukaran gas yang
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia dengan asidosis metabolik yang
bermakna. Asfiksia bisa menyebabkan gangguan pada beberapa fungsi organ
salah satunya sistem saraf pusat yaitu berupa hypoxic ischaemic encephalopathy
(HIE).1
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting
kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP) yang berdampak pada
kematian atau kecacatan berupa cerebral palsy atau retardasi mental. Angka
kejadian HIE berkisar 0,3-1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum
berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum
berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal
berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada menit pertama terjadi
pada 2,8% bayi lahir hidup dan Apgar Score 5 pada menit ke 5 pada 0,3% bayi
lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa
neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental
permanent. 2
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan konsekuensi
fisiologis utama yang terjadi akibat keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya,
akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (WHO, 2008)3
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)
2.1.1 Definisi
Hypoxic ischaemic encephalopath (HIE) adalah suatu sindroma yang
ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena
adanya cedera pada otak akut yang disebabkan karena asfiksia. Hypoxic ischaemic
encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel
pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan
berupa cerebral palsy atau retardasi mental, sedangkan ensefalopati sendiri adalah
istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan
tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan. 2
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan konsekuensi
fisiologis utama yang terjadi akibat keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya,
akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (WHO, 2008) 3
2.1.2 Faktor resiko
Adapun beberapa faktor resiko terjadinya hipoksia pada bayi baru lahir,
yaitu :
Preeklampsia
Intrauterine growth restriction (IUGR)
Solusio plasenta
Anemia fetus
Postterm
Persalinan non-fisiologis
Malpresentasi termasuk vasaprevia
2.1.3 Etiologi
Asfiksia perinatal merupakan konsekuensi dari hipoksia intrapartum
dimana bayi membutuhkan resusitasi lebih lanjut dan berlanjut pada keadaan
ensefalopati hipoksik iskemik (HIE). Hypoxic ischemic enshefalophaty (HIE)
muncul pada 1-2 kasus pada setiap 1000 kelahiran. Bayi yang dilahirkan setelah
3
hipoksia intrapartum memiliki gambaran yang khas yaitu bayi menjadi bradikardi,
pucat, lemas, dan apnu, dan mengalami asidosis metabolik yang parah, yang telah
terakumulasi selama periode glikolisis anaerob. Keadaan ini memerlukan tindakan
resusitasi segera. (Meadow & Newell, 2002)5
2.1.4 Prevalensi
Angka kejadian HIE berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-negara maju,
sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di
Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Di Australia
(1995), Angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan
angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian
kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Lima belas hingga
20% bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik meninggal pada masa neonatal,
25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental
permanent.4
2.1.5 Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan dapat
mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga
menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti
asidosis reapiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan
berlangsung dalam suasana anaerobik sehingg menyebabkan asidosis metabolik. 6
Sehubungan dengan proses faal tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit diikuti dengan apneu
primer kira-kira satu menit di mana pada saat ini denyut jantung dan tekanan
darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit
selama beberapa menit, gasping akan melemah sehingga akhirnya timbul apneu
sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena setelah
pembersihan jalan nafas bayi akan segera bernafas dan menangis kuat.6
4
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada
asfiksia yang berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel saraf
pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi
hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berklangsung selama 15 menit. Manifestasi kerusakan sel otak dapat berupa HIE
yang terjadi setelah 24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti
kejang subtel, multifokal atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai
hari ketujuh.6
Teori lain mengatakan, beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia
total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan
metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal
dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus
arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung
dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara.
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat
ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan
petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen.
Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia
otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi
hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat
akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan
skuama).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut
setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut
tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal
pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan
dengan bayi kurang bulan.4
5
2.1.6 Manifestasi klinis
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik
atau respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin
merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan
indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau
kerusakan SSP. Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan
mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat
lahir, biasanya terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan.
Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah
menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.
Hypocix ischemic enshefalophaty (HIE) merupakan sindroma dengan
manifestasi klinisnya mulai dari yang ringan sampai yang berat. Sarnat dan Sarnat
membagi HIE pada neonatus yang umur kehamilannya >36 minggu. American
Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi pembagian HIE
menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi aterm yang sampai sekarang masih
dipergunakan.7
Tabel 1. Pembagian HIE pada bayi aterm.7
Tanda klinis Stadium 1
(Ringan)
Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
Tingkat kesadaran Hyperalert/
irritable
Letargi Stupor, koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah sampai
bangkitan kejang
Burst suppression ke
isoelektrik
6
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari-minggu
Hasil Baik Bervariasi Meninggal, atau cacat
berat
(Dikutip dari Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17 th ed. Philadelphia, WB Saunders Co., 2004; 559-68)
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan
diagnosis HIE. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk memonitor fungsi
maupun kelainan organ sistemik dan cedera otak. Diantaranya :7
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan urin lengkap, produksi urin dan osmolaritas
Elektrolit
Analisa gas darah
Rontgen baby gram
EEG
Head CT-scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
2.1.8 Penatalaksanaan
Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu
mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai
resiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan sampai persalinan.
Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apneu dan atau
HIE :
a. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga
pCO2 dalam kadar yang fisiologis.
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Perfusi yang adekuat. Mempertahankan tekanan darah arterial dalam
batas normal sesuai dengan umur kehamilan dan beratnya. Jika terlalu
rendah akan menyebabkan iskemik, bila terlalu tinggi akan
7
menyebabkan perdarahan pada daerah germinal matrix dan
intraventrikular pada bayi preematur. Hindarilah hematokrit >65%
(hiperviskositas) yang dapat menyebabkan menurunnya cerebral blood
flow velocity dan timbul iskemik dan pendarahan dengan gejala-gejala
klinis neurologi kejang, letargi atau apneu.
d. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal. Diberikan
NaBic 4,2% dosis 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB. Penggunaan
bicarbonate mungkin menyebabkan hipercarbia dan asidosis
intraselular dan meningkatnya asam laktat.
e. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75-100 mg/dl.
f. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar normal. Hipokalsemia
adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai pada post asfiksia
neonatal dengan gejala kejang. Diberikan Ca glukonas 10% 200
mg/kgBB intravena atau 2 ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama
banyak diberikan secara intravena dalam waktu 5 menit.
g. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Fenobarbital adalah obat pilihan.
Dosis 20 mg/kgBB IV dalam 10-15 menit. Dosis intramuskular juga
dapat diberikan dengan dosis ditingkatkan 15% dari dosis IV. Jika
kejang hilang, berikan dosis rumatan 5 mg/kgBB/kali IV/IM tiap 12
jam. Jika masih kejang, berikan Fenobarbital ulangan 10 mg/kgBB
IV/IM, jika setelah 30 menit kejang tak berhenti dapat diulang 30
menit kemudian (maksimal 40 mg/kgBB).
h. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk mencegah
timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload dari cairan.
Retriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari. Hati-hati bayi
kemungkinan timbul SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Diuretic
Hormon).
2.1.9 Prognosis
Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh
total, cacat atau meninggal dunia. Di Amerika Serikat angka kematian bayi secara
8
keseluruhan pada bayi dengan HIE ringan sampai berat adalah 12,5%, di RS
Dr.Soetomo angka kematian 18,85%. Pada stadium ringan pada umumnya
sembuh total, pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila
gejalanya tetap ada lebih dari 5-7 hari.
Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai
prognosis. Prognosisnya jelek apabila :7
Asfiksia berat yang berkepanjangan (Apgar score = 3 pada umur 20
menit)
HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia,
sisanya timbul gejala sisa yang berat
Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan
kelainan multiorgan
Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat
dipulangkan, 50% akan timbul epilepsy
Adanya oliguri persisten (produksi urine <1 ml/kgBB/jam selama 36 jam)
Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir.
Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat
Adanya kelainan CT scan yang berupa pendarahan yang berat,
periventrikuler leukomalasi (PVL) atau nekrosis
Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.
2.2 CAPUT SUCCEDANEUM
2.2.1 Definisi
Caput succedaneum merupakan benjolan yang membulat yang disebabkan
kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum membuka penuh yang akan
meghilang dalam waktu satu sampai dua hari. Caput succedaneum ini ditemukan
biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan.
Pada bagian tersebut udem sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh
darah. Caput tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang
setelah 2-3 hari (Sarwono, 2002).9
2.2.2 Etiologi
9
Caput succedaneum timbul kepala janin mendapatkan tekanan dari serviks
setelah selaput ketuban pecah. Caput succedaneum dapat terjadi pada saat
persalinan normal karena disebabkan oleh sebagai berikut :8
Tekanan yang kuat dan lama pada kepala bayi (partus lama, vacum
ekstraksi)
Dapat terjadi bilamana ketuban sudah pecah, his kuat, anak hidup dan
presentasi kepala
2.2.3 Tanda dan gejala
Menurut Pilliteri (2002), tanda dan gejala caput adalah :8
Adanya udem di kepala
Pada perabaan teraba lembut dan lunak
Udem melampaui sela-sela tulang dan tengkorak
Biasanya menghilang dalam 2-3 hari
Tabel 2. Perbedaan Caput succedaneum dengan Cephalhaematoma
Caput succedaneum Cephalhaematoma
Sudah ada pada waktu lahir
Lunak, ada lekukan bila ditekan Pembengkakan yang merata Terletak di atas sutura dan
melewatinya Letaknya bisa berubah, mencari
tempat yang terendah Terbesar pada waktu lahir dan
segera mulai mengecil dan hilang dalam beberapa jam
Mungkin belum timbul untuk beberapa jam
Lunak, tidak ada lekukan Berbatas tegas Terbatas pada satu tulang, tidak
melewati sutura Letaknya tetap di tempat semula Timbul setelah beberapa jam,
bertambah besar untuk beberapa lama dan baru hilang setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
10
Gambar 1. Perbedaan caput succedaneum dan cephalhaematoma
Gambar 2. Caput succedaneum dan Cephalhaematoma
2.2.4 Patofisiologi
Caput succedaneum timbul akibat tekanan keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe
disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravasa. Benjolan caput berisi
cairan serum dan sering bercampur sedikit darah, secara klinis benjolan
ditemukan di daerah presentasi lahir pada perabaan teraba benjolan lunak, batas
tidak tegas, bersifat udem terletak di luar periosteum hingga melampaui sutura.8
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada bayi dengan Caput succedaneum
adalah :8
11
Jangan terlalu sering menekan daerah benjolan
Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi
Pemberian ASI yang kuat, mengajarkan ibu cara menyusui anak dengan
posisi berbaring untuk mengurangi bayi agar tidak selalu diangkat
sehingga mencegah benjolan tidak meluas
Menjaga kebersihan atau mencegah infeksi pada area benjolan dan
sekitarnya dengan pengompresan air hangat
Memberikan edukasi kepada orangtua agar tidak perlu khawatir terhadap
benjolan tersebut karena akan hilang dalam 2-3 hari
Bayi dirawat seperti pada perawatan bayi normal
Observasi keadaan umum bayi
12
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama /No.MR : By. NA /83 63 07
Umur : 30 menit
Jenis kelamin : Laki-laki
Ayah/ibu : NA
Suku : Melayu
Alamat : Kampar
Tanggal masuk : 8 Desember 2013
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Neonatus usia 30 menit pindahan dari VK IGD RSUD AA dengan
masalah utama merintih.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Neonatus lahir pada tanggal 8 Desember 2013 di VK IGD RSUD AA
secara spontan dengan ekstraksi vacum atas indikasi fetal distress dan kala
II memanjang, nilai APGAR 1/3, resusitasi dilakukan sampai VTP.
Keadaan setelah lahir bayi merintih, letargi (+), sesak (+), retraksi (+),
akral hangat. Injeksi neo-k (+), salep mata (+), sisa ketuban hijau kental.
IMD (-), belum diberi ASI/susu formula, BAB (+), BAK (-), kuning (-),
kejang (-).
Kemudian bayi dipindahkan ke instalasi neonatus dengan menggunakan
inkubator dan oksigen nasal. Setelah diterima di instalasi neonatus
didapatkan neonatus sesak (+), merintih (+), tampak lemah dan kejang (+).
Riwayat kehamilan:
Ibu ANC ke bidan sebanyak 4 kali. Dengan diagnosis kehamilan
G2P1A0H1 gravid aterm? + ketuban pecah 7 jam 30 menit + kala II memanjang +
13
JHTIU + letak memanjang presentasi kepala + fetal distress. Usia kehamilan tidak
diketahui karena lupa HPHT, USG tidak pernah. Selama hamil ibu tidak pernah
mengalami demam, DM (-), dan hipertensi (-). Riwayat merokok (-), alkohol (-),
jamu (-)
Riwayat persalinan:
Sejak tanggal 7 Desember 2013 pukul 23.00 WIB, ibu sudah mengeluhkan
nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari, keluar lendir campur darah (+), keluar
air-air yang banyak dari kemaluan (-). Lalu tanggal 8 Desember 2013 pukul
05.30 WIB, keluar air-air yang banyak dari kemaluan, dibawa ke bidan dan
dilakukan VT sebanyak 4 kali didapatkan pembukaan 6 cm. Ibu dipimpin
mengedan tetapi tidak ada tanda-tanda kemajuan persalinan. Pukul 13.00 WIB,
ibu dirujuk ke RSUD AA. Saat tiba di RSUD AA, ibu disarankan operasi karena
terjadi gawat janin, dilakukan VT pembukaan 8 cm. 30 menit kemudian
pembukaan lengkap, DJJ meningkat (162 dpm), langsung dilakukan ekstraksi
vacum.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
Tampak kulit kemerahan, tonus otot lemah, gerakan lemah, merintih, akral
dingin, sesak (+), kesadaran letargi.
Tanda-tanda vital :
FJ : 150 x/menit
FN : 69 x/menit
T : 37,2 0C
Ukuran pertumbuhan :
BBL : 3500 gram LD : 31 cm
BBM : 3420 gram LP : 30 cm
PB : 49 cm LILA : 12 cm
LK : 35 cm
14
Sistem saraf pusat :
Warna kulit kemerahan, aktifitas bayi mengantuk, kesadaran letargi, pupil
isokhor 1mm/1mm, reflek cahaya +/+, kejang (+).
Kepala dan wajah :
Fontanella datar, sutura normal, langit-langit normal, sianosis sentral (-),
caput (+) konsistensi lembek.
Sistem respiratorius :
FN : 69 x/menit, bernafas dengan upaya keras, merintih, nafas cuping
hidung (+), retraksi (+), gerakan dada simetris, skor Down = 6 (gawat
nafas)
Sistem kardiovaskuler:
FJ : 150 x/menit, bunyi jantung normal, murmur (-), denyut perifer kuat,
CRT<2 detik
Sistem GIT :
Warna dinding abdomen kemerahan, organomegali (-), venektasi (-),
distensi (-), bising usus normal, anus paten
Genitalia :
Laki-laki, kelainan kongenital (-)
Ekstremitas :
Akral dingin, jejas persalinan (-), bentuk simetris, CTEV (-), tulang
punggung normal, kelainan kongenital (-), Ballard score 39, TM (39-40
minggu).
HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS
Neonatus lahir secara spontan dengan ekstraksi vacum atas indikasi fetal
distress dan kala II memanjang
Lahir merintih, nilai APGAR 1/3, resusitasi dilakukan sampai VTP, sisa
ketuban hijau kental
Setelah diterima di instalasi neonatus didapatkan neonatus sesak (+),
merintih (+), tampak lemah dan kejang.
Riwayat ibu : Ibu ANC ke bidan sebanyak 4 kali. Dengan diagnosis
kehamilan G2P1A0H1 gravid aterm? + ketuban pecah 7 jam 30 menit +
15
kala II memanjang + JHTIU + letak memanjang presentasi kepala + fetal
distress. Usia kehamilan tidak diketahui karena lupa HPHT, USG tidak
pernah.
HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
Tampak kulit kemerahan, tonus otot lemah, gerakan lemah, merintih, akral
dingin, sesak (+), kesadaran letargi.
Tanda-tanda vital :
FN : 69 x/menit
Sistem saraf pusat :
Warna kulit kemerahan, aktifitas bayi mengantuk, kesadaran letargi,
kejang (+)
Kepala dan wajah :
Caput (+) konsistensi lembek.
Sistem respiratorius :
FN : 69 x/menit, bernafas dengan upaya keras, merintih, nafas cuping
hidung (+), retraksi (+), gerakan dada simetris, skor Down = 6 (gawat
nafas)
Ekstremitas :
Akral dingin, Ballard score 39, TM (39-40 minggu).
DIAGNOSIS KERJA
NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput
succedaneum
PENATALAKSANAAN
Rawat NICU
Jaga kehangatan (inkubator)
Jaga airway (BCPAP) 7/30
IVFD D 10% 10 cc/jam
Inj. Fenobarbital 20 mg/kgBB, IV (5 mg)
16
ASI 8x5 cc
Antibiotik Pipertazol 2x50 mg
FFP-cryo
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah perifer lengkap (DPL)
Analisa Gas Darah (AGD)
Elektrolit
SM + kultur
Ro Baby gram
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Darah rutin
Hb : 14,7 g/dl
Hematokrit : 42,9 %
Leukosit : 19.300/mm3
Trombosit : 146.000/mm3
Kimia darah
GDS : 64 mg/dl
Analisa gas darah
pH : 7,24 (N = 7,35-7,45)
pCO2 : 31,6 mmHg (N = 35-45)
pO2 : 153,9 mmHg (N = 80-100)
HCO3- : 17,1 mmol/l (N = 22-26)
BE : -7,3 mmol/l (N = -2 sampai +2)
Sat O2 : 98,8 % (N = 95-98%)
17
Elektrolit
Na+ : 132 mmol/l (N = 135-145)
K+ : 5,87 mmol/l (N = 3,5-5,5)
Ca+ : 1,13 mmol/l (N = 4-5)
Rontgen Baby gram
Kesan : cor & pulmo dalam batas normal
Follow up
Tanggal Subjektif Objektif Diagnosis Terapi
9 Desember 2013
Kejang (-), sesak (+)
Usia gestasi: 1 hariLama rawat : 2 hariBBM : 3420 gramBBS: 3455 gramKu: tampak sakit sedangKesadaran : letargiTtv :Nadi : 120 x/menit nafas : 62 x/menit T : 36,0 0C
Lab:GDS : 81 mg/dlCRP non reaktif <0,8 mg/dl
NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
Rawat NICU Jaga kehangatan
(rawat inkubator) BCPAP : 5/21, saturasi
> 90% IVFD D10 % 11,4 cc/
jam Minum 8 x 10 cc Pipertazol 2 x 200 mg Gentamisin 18 mg/36
jam Neurotam 2x400 mg Sibital 2x30 mg FFP1, cryo1
10 Desember
Kejang (-), sesak (-)
Usia gestasi: 2 hariLama rawat : 3 hari
NCB (38-40 minggu) SMK
Rawat NICU Jaga kehangatan
18
2013 BBM : 3420 gramBBS: 3460 gramKu: tampak sakit sedangTtv :Nadi : 120 x/menit nafas : 58 x/menit T : 36,5 0C
BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
(rawat inkubator) BCPAP : 4/21, saturasi
> 90% IVFD D10 % 5,8 cc/
jam Minum 8 x 20 cc Pipertazol 2 x 200 mg Gentamisin 18 mg/36
jam Neurotam 2x400 mg Sibital stop FFP2
11 Desember
2013
Stabil Usia gestasi: 3 hariLama rawat : 4 hariBBM : 3420 gramBBS: 3590 gramKu: baikTtv :Nadi : 120 x/menit nafas : 58 x/menit T : 36,5 0C
NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
Pindah SCN I Jaga kehangatan
(rawat box) O2 dihentikan IVFD D10 % 5,8 cc/
jam Minum 8 x 20 cc Pipertazol 2 x 200 mg Gentamisin 18 mg/36
jam Neurotam 2x400 mg Cryo2
12 Desember
2013
Stabil Usia gestasi: 4 hariLama rawat : 5 hariBBM : 3420 gramBBS: 3600 gramKu: baikTtv :Nadi : 132 x/menit nafas : 52 x/menit T : 36,6 0C
NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
Pindah SCN I Jaga kehangatan
(rawat box) O2 dihentikan IVFD D10 % 6 cc/ jam Minum 8 x 40 cc Pipertazol 2 x 200 mg Gentamisin 18 mg/36
jam Neurotam 2x400 mg FFP3
13 Desember
2013
Stabil Usia gestasi: 5 hariLama rawat : 6 hariBBM : 3420 gramBBS: 3895 gramKu: baikTtv :Nadi : 142 x/menit nafas : 50 x/menit T : 37,0 0C
NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3500 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
Pindah SCN II Jaga kehangatan
(rawat box) Minum 8 x 60 cc Obat dihentikan
14 Stabil Usia gestasi: 6 hari NCB (38-40 Pindah SCN II
19
Desember 2013
Lama rawat : 7 hariBBM : 3420 gramBBS: 3875 gramKu: baikTtv :Nadi : 140 x/menit nafas : 50 x/menit T : 37,6 0C
minggu) SMK BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum
Jaga kehangatan (rawat box)
Minum 8 x 80 cc Obat dihentikan
Bayi boleh pulang
BAB IV
PEMBAHASAN
20
Neonatus usia 30 menit dengan diagnosis NCB (38-40 minggu) SMK
BBLC (3520 gram) + HIE grade II + caput succedaneum, diagnosis ini
berdasarkan klasifikasi neonatus menurut BATTAGLIA & LUBBCHENCO
(1967), dengan masa gestasi 38-40 minggu dan BBL 3500 gram, akan didiagnosis
Neonatus Cukup Bulan (NCB) – Sesuai Masa Kehamilan (SMK).
Penegakan diagnosis HIE pada pasien ini berdasarkan dari anamnesis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
keadaan setelah lahir bayi tidak langsung menangis dengan nilai APGAR score
1/3, resusitasi dilakukan sampai VTP, sisa ketuban hijau kental. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum bayi tampak letargi, tonus lemah, sesak (+)
dengan frekuensi nafas 69 kali/menit, merintih (+) dan akral dingin. Dari
pemeriksaan sistem saraf pusat didapatkan bayi kejang (+). Dari pemeriksaan
sistem respiratorius didapatkan skor Down 6 (gawat nafas). Sedangkan dari
pemeriksaan penunjang didapatkan asidosis metabolik dengan pH 7,24, HCO3-
17,1 mmol/l, BE -7,3 mmol.
Hal ini menunjukkan bahwa bayi mengalami aksifisia neonatorum yakni
suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan.
Berdasarkan The National Neonatal Perinatal Database (NNPD) di India dan
kesepakatan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
menggunakan nilai Apgar 4-6 pada menit pertama sebagai asfiksia sedang dan
nilai Apgar 0-3 pada menit pertama sebagai asfiksia berat. Sedangkan berdasarkan
American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of Obstetrician
and Gynecologyst (ACOG) menetapkan kriteria asfiksia, yaitu: asidosis metabolik
atau asidosis campuran dengan pH<7,00 pada arteri umbilikalis, nilai Apgar 0–3
pada menit kelima atau lebih, manifestasi neurologi segera pada periode perinatal
(termasuk kejang, hipotonus, koma atau ensefalopati hipoksia iskemia), serta ada
bukti disfungsi multiorgan pada periode neonatal.
Berdasarkan literatur, asfiksia bisa menyebabkan gangguan pada beberapa
fungsi organ salah satunya sistem saraf pusat yaitu berupa hypoxic ischaemic
encephalopathy (HIE). Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) terjadi akibat
keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya, akan tetapi kelainan ini tidak dapat
21
diketahui dengan segera. (WHO, 2008). Untuk menetapkan derajat HIE pada
pasien berdasarkan tabel berikut :
Tanda klinis Stadium 1
(Ringan)
Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
Tingkat kesadaran Hyperalert/
irritable
Letargi Stupor, koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah sampai
bangkitan kejang
Burst suppression ke
isoelektrik
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari-minggu
Hasil Baik Bervariasi Meninggal, atau cacat
berat
Banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya HIE pada bayi ini.
Diantaranya persalinan nonfisiologis dan keadaan hipoksia janin yang memicu
timbulnya asfiksia neonatorum. Dari anamnesis didapatkan diagnosis ibu
G2P1A0H1 gravid aterm? + ketuban pecah 7 jam 30 menit + kala II memanjang +
JHTIU + letak memanjang presentasi kepala + fetal distress. Dari riwayat
persalinan didapatkan bayi lahir secara ekstraksi vacum dan setelah lahir sisa
ketuban hijau kental.
Pada usia 30 menit neonatus dipindahkan ke instalasi neonatus dengan
menggunakan inkubator dan oksigen nasal, dan dari pemeriksaan fisik di instalasi
neonatus didapatkan neonatus sesak (+), merintih (+), retraksi (+), dan dilakukan
tindakan pada bayi berupa bayi dihangatkan di infant warmer, memasang saturasi
22
dan didapatkan saturasi oksigen bayi 80% tanpa menggunakan O2, bayi segera
dipasang BCPAP 7/30 dan setelah dipasang BCPAP, saturasi meningkat menjadi
90%, kemudian dipasang IVFD D10 %, bayi dipasang OGT , dilakukan
pengambilan darah dan dilakukan pemeriksaan SM, AGD dan GDS. Setelah bayi
stabil kemudian bayi dimasukkan ke inkubator, bayi dipuasakan/Nothing Per
Oral dan direncanaka Ro baby gram
Berdasarkan hal di atas resusitasi awal pada bayi ini sudah tepat, yaitu:
Jaga kehangatan dengan meletakkan bayi pada infant warmer
Jaga airway
Oksigenisasi yakni bayi diberikan BCPAP, terapi oksigen pada bayi ini
sudah benar karena didapatkan tanda-tanda gangguan nafas pada bayi
(skor Down 6).
Untuk stabilisasi pada pasien ini sudah benar dimana sesuai dengan
STABLE: Sugar, pada pasien ini dilakukan pemeriksaan GDS dan didapatkan
hasil : 64 mg/dl, Temperature, Airway dan Blood pressure bayi sudah stabil, dan
untuk Lab work pada pasien sudah benar dimana diperiksa septik marker, analisa
gas darah, dimana indikasi pemeriksaan septik marker pada pasien ini yaitu
terdapat faktor risiko berupa sisa ketuban hijau kental saat lahir.
Setelah dilakukan pemeriksaan elektrolit, pada pasien ini ditemukan
adanya hiponatremi, hiperkalemi dan hipokalsemi. Ini menunjukan bahwa
metabolik pasien terganggu. Literatur menyatakan bahwa didapatkan satu atau
lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus asfiksia perinatal, salah
satunya kelainan metabolik yaitu dapat berupa asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi,
hiponatremi dan syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH).
Gangguan elektrolit ini terjadi akibat proses hipoksik-iskemik yang menyebabkan
pompa ion terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ di
intraseluler, K+, glutamate dan aspartat di ekstraseluler. Oleh karena itu, pada
pasien ini diberikan transfusi FFP dan cryo. Berdasarkan literatur, salah satu
indikasi pemberian FFP adalah pada bayi dengan hipoksia yang mengalami
gangguan organ dan metabolik.
Untuk terapi pada pasien ini diberikan Pipertazol 2x50 mg. Pemberian
antibiotik pada pasien ini sudah benar dan sudah sesuai dengan indikasi dimana
23
indikasi pemberian antibiotik pada bayi baru lahir adalah ada tanda infeksi secara
klinis dan terdapat faktor risiko, pada pasien ini didapatkan faktor risiko mayor
berupa ketuban hijau kental.
Berdasarkan riwayat persalinan, ibu didiagnosa dengan G2P1A0H1 gravid
aterm? + ketuban pecah 7 jam 30 menit + kala II memanjang + JHTIU + letak
memanjang presentasi kepala + fetal distress. Hal ini merupakan salah satu
etiologi terbentuknya caput succedaneum pada pasien ini. Selain itu, proses
persalinan dengan cara ekstraksi vacum meningkatkan resiko terbentuknya caput
pada kepala bayi. Menurut literatur, caput succedaneum timbul saat kepala janin
mendapatkan tekanan dari serviks setelah selaput ketuban pecah. Caput
succedaneum dapat terjadi pada saat persalinan normal karena disebabkan oleh
sebagai berikut :
Tekanan yang kuat dan lama pada kepala bayi (partus lama, vacum
ekstraksi)
Dapat terjadi dimana ketuban sudah pecah, his kuat, anak hidup dan
presentasi kepala
Pada follow up pasien mengalami perbaikan secara klinis. Pasien dirawat
di NICU selama 2 hari, lalu pindah ke SCN I dan dirawat selama 2 hari dan
akhirnya turun box ke SCN II dan juga dirawat selama 2 hari. Didapatkan hasil
Ro baby gram pasien dalam batas normal dan akhirnya pasien diperbolehkan
pulang. Berdasarkan literatur, prognosis pada bayi dengan HIE stadium II
24
(sedang) 80% normal, sedangkan 20% timbul kelainan bila gejalanya tetap ada
lebih dari 5-7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. K Alhadar A, Amir I, dkk. Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang
Dari Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir. Sari
Pediatri IDAI. 2010;12(3) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-3-9.pdf
2. Erny, Saharso D, Sudiatmika I. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty. SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo Surabaya. Buletin
IKA. 2002; 7 www .pediatrik.com
3. Lestari E. Asfiksia Neonatorum. Sari Pediatri IDAI. 2012;14(1):36-9
4. Budi B. Ensefalopati Hipoksik Iskemik. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya; 2010
5. Rina D. Hubungan antara kala I dan II lama persalinan dengan kejadian
asfiksia neonatorum. [skripsi]. Medan : Universitas Sumatra Utara; 2011.
6. Setiabudiawan B. Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya; 2011
7. Tri Utomo M, Etika R, dkk. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal.
Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo. Surabaya; Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. 2006
8. Indriasari N. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Caput
Succedaneum Di RSU Assalam Gemolong. Program Studi Diploma III
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta;
2012
9. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan (Jejas persalinan). Jakarta : P.T Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002
26