Laporan kasus Depresi

44
Bagian Ilmu Psikiatri Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman GANGGUAN SUASANA PERASAAN (EPISODE DEPRESIF) DENGAN GEJALA PSIKOTIK oleh: Andreas Tedi S. Karo-Karo NIM. 0910015001 Pembimbing dr. H. Jaya Mu’alimin, Sp. KJ. M. Kes 0

description

Laporan kasus depresi berat

Transcript of Laporan kasus Depresi

Page 1: Laporan kasus Depresi

Bagian Ilmu Psikiatri Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

GANGGUAN SUASANA PERASAAN (EPISODE DEPRESIF) DENGAN

GEJALA PSIKOTIK

oleh:

Andreas Tedi S. Karo-Karo

NIM. 0910015001

Pembimbing

dr. H. Jaya Mu’alimin, Sp. KJ. M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2014

0

Page 2: Laporan kasus Depresi

KASUS PSIKIATRI

Dipresentasikan pada Kegiatan Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu

Kesehatan Jiwa. Pemeriksaan dilakukan pada Hari Rabu, 03 Desember 2014

pukul 11.00 WITA di Poliklinik. RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.

Sumber Anamnesa : autoanamnesa dan heteroanamnesa.

RIWAYAT PSIKIATRI

1.1 DATA UMUM

Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 29 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : Janda

Pendidikan : SD

Pekerjaan : -

Suku : Banjar

Alamat : Jl. Muara Langon RT 02 Muara Komam, Paser

Pasien datang berobat ke Poliklinik RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda

diantar oleh keluarga pasien.

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Tertawa sendiri

Riwayat perjalanan penyakit sekarang:

Autoanamnesis:

Pasien datang dengan keluhan merasa depresi karena anak perempuannya

meninggal serta pasien ditinggal oleh suami setelah anaknya meninggal.

Semenjak itu, pasien juga mengalami penurunan nafsu makan, pasien tidak

makan jika tidak ada menyuapi makan. Pasien juga merasa ada mendengar

0

Page 3: Laporan kasus Depresi

bisikan-bisikan, bisikan yang didengar pasien sangat ramai dan berasal dari

berbagai tempat. Pasien senang menonton tv terutama bila acara tv ada anak-

anak. Pasien juga mengaku bahwa anaknya sekarang sudah disurga dan

berkeinginan untuk memiliki anak lagi sebanyak 34 anak.

Heteroanamnesis:

Keluarga pasien mengeluhkan kalau pasien sering tertawa sendiri sejak

6 bulan terakhir. Pasien suka berbicara sendiri kemudian tiba-tiba tertawa

sendiri lalu menangis tanpa sebab yang jelas. Pasien sering berdiam diri

didepan kaca lalu menangis sendiri tanpa sebab yang jelas. Selain itu napsu

makan pasien juga sangat berkurang sejak 6 bulan yang lalu. Pasien sering

tidur dan bangun kembali karena terkejut dan hal ini berulang kali terjadi

sepanjang malam. Keluarga mengaku bahwa 6 bulan yang lalu anak perempuan

pasien meninggal saat berusia kurang dari 1 tahun dan pasien ditinggal kabur

oleh suami setelah anak pasien meninggal. Setelah kejadian tersebut, terjadi

perubahan drastis dalam kehidupan sehari-hari pasien, ditambah lagi setelah

anaknya meninggal, pasien ditinggal pergi oleh suaminya. Sejak saat itu, pasien

lebih sering berdiam di rumah. Dan tidak mau terlalu banyak berkomunikasi,

jika diajak bicara pasien hanya menjawab seperlunya saja. Pasien juga lebih

suka murung, atau menonton televisi jika acara yang disiarkan banyak

menampilkan anak-anak.

Riwayat Medis dan Psikiatrik Lain

o Gangguan Mental dan Emosi

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan mental dan emosi

o Gangguan Psikosomatik

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikosomatik.

o Kondisi Medis

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik

o Gangguan Neurologi

Pasien tidak memiliki riwayat gangguan neurologis

1

Page 4: Laporan kasus Depresi

Riwayat Kebiasaan

Riwayat mengonsumsi Napza (-)

Riwayat mengonsumsi alkohol (-)

Riwayat mengonsumsi obat-obat terlarang (-)

Riwayat merokok (-)

Gambaran kepribadian

Merupakan pribadi yang ramah

Faktor Pencetus

Diduga karena anak perempuan pasien meninggal dan pasien ditinggal

pergi oleh suami setelah anak meninggal.

Riwayat perkawinan

Sudah bercerai

Riwayat sosial ekonomi

Berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat gangguan jiwa.

Riwayat religius

Pasien termasuk orang yang rajin beribadah.

Hubungan dengan keluarga dan lingkungan

Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga dan

lingkungannya.

2

Page 5: Laporan kasus Depresi

Genogram

Keterangan :

: laki- laki tanpa gangguan jiwa

: Perempuan dengan gangguan jiwa

: Perempuan tanpa gangguan jiwa

STATUS PRAESENS

a. Status Internus

Keadaan umum : Tenang, rapi

Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15

Tekanan darah : 110/70 mmhg

Frekuensi nadi : 72x/menit

Frekuensi nafas : 20x/menit

Sistem kardiovaskuler : tidak didapatkan kelainan

Sistem respiratorik : tidak didapatkan kelainan

Sistem gastrointestinal : tidak didapatkan kelainan

Sistem urogenital : tidak didapatkan kelainan

Kelainan khusus : tidak didapatkan kelainan

3

Page 6: Laporan kasus Depresi

Status Neurologikus

Panca indera : tidak didapatkan kelainan

Tanda meningeal : tidak dilakukan pemeriksaan

Tekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaan

Mata

Gerakan : normal

Pupil : isokor

Diplopia : tidak ditemukan

b. Status Psikiatrikus

Kesan umum : Rapi, tampak sakit ringan, gelisah (-)

Kontak : Verbal (+), visual (-)

Kesadaran : Compos mentis, atensi kurang, disorientasi tempat, memori kurang.

Emosi / afek : labil, afek sesuai

Proses berpikir : Cepat, inkoheren, waham (-)

Intelegensi : cukup

Persepsi : Halusinasi (+)

Psikomotor : Dalam batas normal

Kemauan : ADL mandiri

Diagnosis

Formulasi diagnosis

Seorang perempuan, usia 29 tahun, beragama Islam, status sudah

bercerai, pendidikan SD, tidak bekerja, tinggal di Paser. Datang

berobat ke Poliklinik RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda

diantar oleh keluarga, pada hari Rabu, 3 Desember 2014 pukul

11.00 WITA.

4

Page 7: Laporan kasus Depresi

Keluarga pasien mengeluhkan kalau pasien sering bericara dan

tertawa sendiri lalu menangis selama 6 bulan terakhir. Selain itu

juga pasien susah tidur dan sering terbangun saat malam hari..

Keluarga mengaku bahwa pasien kehilangan anak perempuannya

saat 6 bulan yang lalu. Setelah anaknya meninggal, suami pasien

kabur meninggalkan pasien.

Selama 6 bulan terakhir pasien sama sekali tidak banyak

melakukan aktivitas. Sejak saat itu, pasien lebih sering berdiam di

rumah. Disamping itu pasien juga mengalami penurunan nafsu

makan.

Akhir-akhir ini pasien semakin sulit diajak berkomunikasi. Pasien

juga lebih suka murung, atau menonton televise dan berdiam diri

didepan cermin..

Riwayat trauma (-), kejang (-), penyakit infeksi (-)

Riwayat mengkonsumsi Napza (-)

Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol (-)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 110/70 mmHg.

Pada pemeriksaan kardiovaskuler, respiratorik, gastrointestinal,

urogenital, dan neurologikus tidak didapatkan kelainan.

Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan kesadaran composmentis,

penampilan rapi, tampak sakit ringan, kontak visual(-) dan kontak

verbal (+), ditemukan disorientasi tempat, emosi labil, afek sesuai,

proses fikir cepat, inkoheren, waham (-), kehilangan minat (+),

konsentrasi baik (-), halusinasi auditorik (+), visual, kemauan dbn,

dan psikomotor dbn.

Diagnosis Multiaksial:

Aksis I : F32.2 Episode Depresif Sedang

Aksis II : Z 03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II

Aksis III : -

Aksis IV : Kehilangan anak, ditinggal suami

Aksis V : GAF 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

5

Page 8: Laporan kasus Depresi

A. Pengobatan

Psikofarmakolog i :

- Kalxetin 1 x 20mg

- Haloperidol 2 x 1mg

- Diazepam 1 x 5mg

B. Prognosis

Dubia ad bonam jika:

1. Pasien minum obat secara teratur

2. Pasien memiliki keinginan untuk sembuh disertai dukungan dan

kasih sayang keluarga.

6

Page 9: Laporan kasus Depresi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai.

Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan,

maupun jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi lebih banyak

mengenai perempuan daripada laki-laki dengan rasio 1 : 2.

Depresi bisa menyebabkan hipertensi, gangguan jantung bahkan diabetes.

Seseorang yang mengalami depresi bisa mengalami kehilangan minat untuk

beraktivitas, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, penurunan konsentrasi,

penurunan berat badan yang signifikan, ketidakberdayaan, keputusasaan, maupun

perasaan bersalah yang berlebihan.

Depresi merupakan suatu penyakit yang heterogen yang telah digolongkan

dan diklasifikasikan dengan berbagai macam cara. Depresi mayor dan distimia

merupakan sindroma depresi murni, dimana gangguan bipolar dan gangguan

siklotimik menandakan depresi yang diasosiasikan dengan mania.

Depresi dapat diobati dengan farmakoterapi, psikoterapi, atau kombinasi

keduanya, tergantung pada keparahan penyakit. Terapi electroconvulsive (ECT)

dapat digunakan untuk pasien-pasien refrakter terhadap pengobatan lainnya.

Pemilihan antidepresan obat didasarkan pada potensi efek samping. Frekuensi

pemantauan harus bergantung pada keparahan penyakit, terapi, dan keadaan sosial

yang mendukung.

A. Gambaran Umum Depresi

Depresi merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak ditemukan. Di

tiap waktu tertentu, kira-kira 5-6% populasi dalam keadaan depresi (prevalensi

sewaktu) dan diperkirakan 10 % pernah depresi selama kehidupannya ( prevalensi

sepanjang umur). Simtom depresi tidak menyolok dan sering tidak diketahui baik

oleh pasien ataupun dokter. Pasien dengan keluhan yang tidak jelas, yang

melawan penjelasan sebagai manifestasi penyakit somatik dan yang mereka sebut

“neurotik” harus dicurigai sebagai penderita depresi.

Depresi adalah gangguan heterogen yang mempunyai tanda dan

klasifikasi. Menurut American Psychiatric Association’s Diagnostic and

0

Page 10: Laporan kasus Depresi

Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) edisi keempat (1994), beberapa

diagnosis gangguan afektif dapat terjadi. Depresi utama dan distimia (minor)

adalah sindrom depresi murni sedangkan gangguan bipolar dan gangguan

cyclothymic menunjukkan depresi yang ada hubungannya dengan mania.

Penggolongan sederhana didasarkan pada asal adalah : (1) depresi “reaktif” atau

“sekunder”, terjadi sebagai respons atas rangsangan nyata seperti sedih, sakit, dan

lain-lain; (2) depresi “endogen”, merupakan gangguan biokimia berdasarkan

genetik dengan tanda tidak mampu menghadapi stres biasa (kira-kira 25%); dan

(3) depresi yang ada hubungan dengan penyakit afektif bipolar (manik-depresif,

kira-kira 10-15%). Tabel 30-1 menunjukkan bagaimana ketiga kelompok itu

dibedakan.

Sebelum ditemukan obat antidepresan, pasien depresi psikiatrik diobati

hanya dengan terapi elektrokonvulsi. Obat-obat ini bukan stimulan SSP dan

sesungguhnya merupakan kontraindikasi untuk depresi organik atau depresi SSP

yang disebabkan obat. Penelitian tentang cara kerja antidepresi sebagian besar

diarahkan pada efeknya pada berbagai neurotransmiter amin dalam otak.

Sebuah usaha intensif untuk memformulasikan panduan untuk mengatasi

deperesi dilakukan dengan publikasi antar disiplin pada Depression Guideline

Panel (1993) dan sekarang diperbaharui dalam farmakoterapi yang terbaru

(Mulrow et al, 1999). Pengobatan farmakologis dianjurkan, meskipun diketahui

terdapat masih ada peranan terapi elektrokonvulsi untuk dedlusi atau bentuk-

bentuk depresi yang berat yang mengancam hidup. Selain penelitian intensif,

mekanisme kerja berbagai pengobatan farmakologis masih belum dimengerti,

meskipun kebayakan dari pengobatan tersebut dipercaya memiliki pengaruh pada

dua neurotrasmiter monoamine; serotonin; dan norepinephrine.

1

Page 11: Laporan kasus Depresi

Patogenesis Depresi Mayor : Hipotesis Amine

Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan

serotonin (5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan

oleh rendahnya kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada

beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin

menyatakan bahwa rendahnya neurotransmiter serotonin (5-HT) otak

menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan

mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan

peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.

Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan

klasik trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan

menghambat momoamin oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Ini didukung oleh

bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian

obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik

yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI

(Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter

oleh enzim monoamin oksidase.

2

Page 12: Laporan kasus Depresi

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang

menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas

neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau

kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan

gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan

pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini

dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin

Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan

menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat

dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki

gejala-gejala depresi.

Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme

otak di lobus frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas

fundamental ritmik sirkadian pada pasien-pasien depresi.

Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ III diagnosis depresi dapat ditegakkan atas dasar adanya :

A. Gejala utama :

1. Suasana perasaan yang depresi / sedih atau murung

2. Kehilangan minat dan kegembiraan

3. Berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan

mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.

B. Gejala tambahan :

1. Konsentrasi dan perhatian berkurang

2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna

4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

6. Gangguan tidur

7. Nafsu makan berkurang

3

Page 13: Laporan kasus Depresi

Derajat Depresi

Depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :

1. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga

gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan

yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu. Dan

tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.

2. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari

tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya empat)

gejala tambahan.

3. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurang-

kurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya harus

berintensitas berat.

Penilaian berat ringannya depresi diukur dengan :

1. Hamilton Depression Rating Scale (HDRS): suatu skala pengukuran

depresi terdiri dari 21 items pernyataan dengan fokus primer pada

gejala somatik dan penilaian dilakukan oleh pemeriksa.

2. Beck’s Depression Inventory (BDI): suatu skala pengukuran depresi

terdiri dari 21 items pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun

dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat depresinya

sendiri.

3. Zung Self Depression Scale: suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat

dan penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien sendiri.

4

Page 14: Laporan kasus Depresi

Pemilihan Obat

Obat antidepresan kemungkinan merupakan obat yang paling sesuai bagi

pasien yang memiliki karakteristik vegetative yang jelas, termasuk retardasi

psikomotor, gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan penurunan berat badan

serta penurunan libido.

Trisiklik dan agen-agen generasi kedua dan ketiga yang lain sangat

berbeda dalam tingkatan efek sedasi (yang tertinggi adalah amitriptyline,

doxepine, trazodone, dan mirtazapine; yang terendah protriptyline) dan efek

antimuskarinik yang dihasilkan (yang tertinggi adalah amitriptyline dan

doxepine). SSRI pada umumnya tidak memiliki efek sedative dan terhitung kecil

kemungkinannya untuk disalahgunakan hingga overdosis.

Inhibitor MAO membantu pasien yang dideskripsikan sebagai depresi

atipikal dalam membantu identifikasi diri. Pasien depresi yang menunjukkan

kecemasan, tanda-tanda fobia, dan hipokondriasis adalah salah satu dari mereka

yang menunjukkan respon baik tehadap jenis obat ini.

Beberapa dokter menggunakan lithium, sebuah agen antimanik, sebagai

terapi primer bagi depresi. Bagaimanapun sebagian doktertelah menemukan

bahwa kombinasi lithium dengan antidepresan memberikan hasil yang lebih baik

dari pemberian antidepresan saja. Penggunaan potensial lithium adalah untuk

mencegah pasien mengalami depresi lagi.

A. Penggolongan Anti Depresan

1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan

noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.

Efek samping :

Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls

jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi

aritmia berbahaya.

Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan

menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,

5

Page 15: Laporan kasus Depresi

tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat

berlebihan.

Sedasi

Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan

akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita

lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual.

Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis

dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan.

Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan

kulit

Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat

timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur,

serta nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :

a) Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai

maksimum 250-300 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard akut

Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat

penekan SSP

Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular,

hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

b) Klomipramin

Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum

dosis 250 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan

MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut

sempit.

Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat

neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari

noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan

SSP, alkohol.

6

Page 16: Laporan kasus Depresi

Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,

kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik,

penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif,

antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,

gangguan untuk mengemudi.

c) Amitriptilin

Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis

maksimum 150-300 mg sehari.

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif

sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.

Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,

bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau

analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk

gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek

antihipertensi

Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal

menurun,

glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui,

epilepsi.

d) Lithium karbonat

Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum

tidur malam.

Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.

Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam

, metildopa,

tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.

Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,

influenza, gastroentritis.

2. Antidepresan Generasi ke-2

Mekanisme kerja :

SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini

menghambat resorpsi dari serotonin.

7

Page 17: Laporan kasus Depresi

NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat

ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin

dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini

lebih efektif daripada SSRI.

Efek samping :

Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri

kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan

yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme

terlambat.

Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan

menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan

koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-

obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau

triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3

minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin

(metisergida, propanolol).

Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang

atau sama sekali tidak ada.

Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :

a) Fluoxetin

Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari

dalam dosis

tunggal atau terbagi.

Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang

berat, penggunaan bersama MAO.

Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP,

anti depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan

protein plasma.

Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan

hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

b) Sertralin

Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.

8

Page 18: Laporan kasus Depresi

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.

Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.

Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil,

menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan

mesin.

c) Citalopram

Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.

Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.

Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.

Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan

bunuh diri.

d) Fluvoxamine

Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam

hari, maksimum dosis 300 mg.

Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.

Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian

terapi MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan

epilepsi, hamil dan laktasi.

e) Mianserin

Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari

Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.

Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh

diberikan dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.

Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,

diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.

f) Mirtazapin

Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.

Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari

alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.

Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati,

ginjal, jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau

gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia,

9

Page 19: Laporan kasus Depresi

hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan

mesin.

g) Venlafaxine

Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-

250 mg 1x/hari.

Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak

< 18 tahun.

Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.

Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal

atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah

jika penderita mendapat

3. Antidepresan MAO.

Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)

Farmakologi

Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang

terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin

biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI

menghambat sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan

konsentrasi amin endogen.

Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.

Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam

sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas

deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B

memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin

dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim

ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI

hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk

melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).

Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan

merupakan inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu

untuk mengembalikan metabolism amin normal setelah penghentian obat.

Hasil studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik

10

Page 20: Laporan kasus Depresi

menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergic

dan serotoninergik.

Farmakokinetik

Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI

tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin

dan fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam.

Tetapi, inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.

Metabolisme/ekskresi – metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,

isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi

terutama melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu

setelah penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO

kembali dalam 3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan

isokarboksazid dieksresi melalui urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.

Populasi khusus – “asetilator lambat”: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin

dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis standar

Indikasi

Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi

atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap

terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.

11

Page 21: Laporan kasus Depresi

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif;

riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah;

gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit

kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait

dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin;

bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan;

senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain

dengan kandungan tiramin tinggi.

Peringatan

Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan

depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan

depresinya dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh

diri (suicidality), atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan

dengan pemakaian antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya

pengurangan jumlah obat secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa

antidepresan berperan dalam menginduksi memburuknya depresi dan

kemunculan suicidality pada penderita tertentu. Antidepresan meningkatkan

risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality)

dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita

gangguan depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.

Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah;

tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau

berkondisi lemah atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau

serebrovaskular, atau pemberian bersama obat-obatan atau makanan tertentu.

Karakteristik gejala krisis dapat berupa: sakit kepala pada daerah oksipital

(belakang) yang dapat menjalar ke daerah frontal (depan), palpitasi (tidak

beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher, nausea, muntah, berkeringat

(terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia.

Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada.

Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan

peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi

jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah, melainkan

12

Page 22: Laporan kasus Depresi

penderita harus sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi, hentikan segera

penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah.

Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda

sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa

adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek

hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan pendinginan eksternal.

Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan

makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan

dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein

yang telah disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat

menyebabkan krisis hipertensif pada penderita yang menggunakan MAOI. Juga

peringatkan penderita untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta

obat- obatan yang mengandung amin simpatomimetik selama terapi dengan

MAOI. Instruksikan kepada penderita untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam

bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera adanya sakit kepala

atau gejala lainnya yang tidak biasa,

Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri,

tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau

terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk

melakukan penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit.

Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu

SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang

terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom

disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk

agitasi hebat, yang meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah

terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai

menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus

ada selang 2 minggu diantara pergantian.

Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum

mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera

setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma,

hipereksitabilitas, hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis,

kemerahan kulit, kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian.

13

Page 23: Laporan kasus Depresi

Beri selang paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya

antidepresan trisiklik.

Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah, dan

kelemahan. Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak jarang

terjadi. Tanda dan gejala penghentian dapat bervariasi mulai dari mimpi buruk

dengan agitasi sampai psikosis yang jelas dan konvulsi.

14

Page 24: Laporan kasus Depresi

15

Page 25: Laporan kasus Depresi

16

Page 26: Laporan kasus Depresi

17

Page 27: Laporan kasus Depresi

Pemilihan Obat

Hal ini tergantung padatoleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian

efek samping terhadap kondisi pasien (usia, jenis penyakit tertentu, jenis depresi).

Mengingat efek sampingnya, untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan

sedangyang dating berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum,

pemelihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan :

Step 1 = Golongan SSRI (fluoxetin, Sertralin, etc.)

Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, ect.)

Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, ect.)

Golongan “atypical” (Trazodone, ect.)

Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)

Pertama-tama mengunakana golongan SSRI yang efek sampingnya sangat

minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, biasa digunakan pada berbagai

kondisi medik), spectrum efek anti-depresi luas, gejela putus obat sangat minimal,

serat “lethal dose” yang tinggi (>6000mg) sehingga relative aman.

Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup

(sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik,

yang spectrum anti depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relative lebih

berat.

Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum anti-

depresi lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan Trisiklik,

yang terringan adalah golongan MAOI Reversible.

Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI

membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period” guna

mencegah timbulnya “Serotonin Malignant Syndrome”

18

Page 28: Laporan kasus Depresi

BAB III

PEMBAHASAN

 

a. Anamnesis

Diagnosis Episode Depresi menurut PPDGJ-III

Teori Fakta

Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang,

dan berat) :

- afek depresi

- kehilangan minat dan kegembiraan

-berkurangnya energy yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktifitas

Gejala lainnya :

a. konsentrasi dan perhatian berkurang

b. harga diri dan kepercayaan berkurang

c. gagasan ttng rasa bersalah & tdk berguna

d. pandangan masa depan yg suram &

pesimistis

e. gagasan/perbuatan membahayakan diri

f. tidur terganggu

g. nafsu makan berkurang

Diperlukan masa sekurang-kurangnya 2

minggu untuk penegakan diagnosis, akan

tetapi periode lebih pendek dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya

dan berlangsung cepat

Terlihat afek depresi pada

wajah pasien

Pasien telah kehilangan

minat melakukan aktivitas

apapun

Aktifitasnya juga sangat

menurun & terbatas sebagaian

besar hanya dirumah saja

Konsentrasi berkurang

Mengalami gangguan tidur

Pasien juga mengalami

penurunan nafsu makan

Hal ini telah dialami pasien

lebih dari 2 minggu (sekitar 6

bulan setelah pasien

kehilangan anak)

19

Page 29: Laporan kasus Depresi

F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala Psikotik

Pedoman diagnostik

Teori Fakta

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria F32.2

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.

Memenuhi

Memenuhi

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara heteroanamnesa, sebagian besar

gejala-gejala yang dialami oleh pasien mencakup gejala dalam pedoman

diagnosti episode depresif sedang menurut PPDGJ-III

Penatalaksanaan

Teori Fakta

a. Farmakoterapi Gangguan tidur

- Golongan Sedatif

b. Farmakoterapi depresi

- SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)

- Trisiklik- Tetrasiklik- MAOI- Atypical.

c. Anti psikotik

d. Psikoterapi

- Terapi kognitif-perilaku

- Terapi suportif

a. Farmakoterapi

BenzodiazepinDiazepam 1 x

5mg

b. SSRI Kalxetin(fluoxetine) 1

x 20mg

c. Haloperidol 2 x 1mg

d. dukungan dan kasih sayang

keluarga

e.

20

Page 30: Laporan kasus Depresi

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ganguan depresi merupakan salah satu gangguan mood. Pasien dalam

kondisi mood terdepresi memperlhatka kehilangan energy dan minat, merasa

bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh

diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktifitas,

kemampuan kognitf, bicara, dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktifitas

seksual, dan ritme biologic yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan

hendaya interpersonal, social dan fungsi pekerjaan.

0

Page 31: Laporan kasus Depresi

DAFTAR PUSTAKA

Willy F.Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa , Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya.

Maslim, R. 2002. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta : PT Nuh Jaya.

1