Laporan Kasus CKD

45
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LAPORAN KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE Presentasi Kasus Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam Periode 27 Oktober 2014 – 03 Januari 2015 Oleh: ETIKA TUNJUNG KENCANA 03010094 Pembimbing dr. Asep Syaiful Karim, SpPD 1

description

Laporan Kasus CKD

Transcript of Laporan Kasus CKD

Page 1: Laporan Kasus CKD

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LAPORAN KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Presentasi Kasus

Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi

Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam

Periode 27 Oktober 2014 – 03 Januari 2015

Oleh:

ETIKA TUNJUNG KENCANA

03010094

Pembimbing

dr. Asep Syaiful Karim, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

JAKARTA

2014

1

Page 2: Laporan Kasus CKD

DAFTAR ISI

Lembar Pesrsetujuan Pembimbing 1

Daftar Isi 2

BAB I

Laporan Kasus 3

BAB II

Tinjauan Pustaka 19

Daftar Pustaka 31

2

Page 3: Laporan Kasus CKD

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Pondok Bambu No. 67 RT/RW 01/03

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Pendidikan terakhir : SMA

Asuransi : BPJS

Tanggal masuk RS : 7 Desember 2014

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis di bangsal lantai 7 RSUD Budhi

Asih.

a. Keluhan Utama

Muntah sejak 5 hari SMRS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Pasien mengeluh mengalami muntah-muntah sejak 5 hari yang lalu sebelum

masuk rumah sakit, dengan frekuensi muntah 5-7 kali sehari dan disertai mual.

Muntah berupa sisa makanan dan air tanpa disertai darah. Terdapat nyeri ulu hati.

Pasien merasakan dirinya lemas. Pasien juga mengeluh demam sejak 4 hari yang

lalu, terus menerus, demam dirasakan pasien cukup tinggi tanpa disertai menggigil

tidak ada riwayat minum obat penurun panas ketika demam. Kepala dirasakan

nyeri dan pusing. Tidak ada riwayat sesak dan nyeri dada. Buang air kecil lancar,

Buang air besar lancar, sehari sekali konsistensi lunak.

c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi

obat captopril dan amlodipin. Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Riwayat

Penyakit Jantung (-), Riwayat Penyakit Stroke (-)

3

Page 4: Laporan Kasus CKD

d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Tidak ada keluarga yyang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

e. Riwayat Kebiasaan

Pasien sering mengkonsumsi makanan yang asin. Pasien mengaku jarang

berolahraga.

III. ANAMNESIS SISTEM

Kepala : Sakit kepala (-), pusing (+), jejas (-), leher kaku (-)

Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),

pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).

Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),

keluar cairan (-), darah (-).

Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-

pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).

Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi

(-), tidur mendengkur (-)

Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada

(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (+)

Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri

ulu hati (+), nafsu makan menurun (+), BB turun (-), BAB warna coklat.

Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)

Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),

keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit

memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih,

anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-).

Ekstremitas: Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas

(-), berkeringat (-), warna merah pada telapak tangan  (-)

Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-), kesemutan di

kaki (-), sakit sendi (-), bengkak (-) kedua kaki

Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi

tidak stabil (-)

4

Page 5: Laporan Kasus CKD

Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (+), gatal (-), bercak merah

kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Berat badan : 63 Kg

Tinggi badan : 160 cm

Status gizi : Baik

Tanda vital : Tekanan darah: 180/90mmHg

Nadi: 90 x/menit

Respirasi: 20x/menit

Suhu: 36.7 °C

STATUS GENERALIS

I. Kulit:

Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak

ada ruam dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi

Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikuler,

pustul maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian tubuh

yang lain.

Rambut : rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut

Turgor : baik

Suhu raba : hangat

II. Mata

Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris

Palpebra : normal, tidak ptosis, tidak lagoftalmus, tidak edema, tidak ada

perdarahan, tidak blefaritis, tidak xanthelasma

Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva : anemis +/+

Sklera : tidak ikterik

Pupil : bulat isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung +/+, reflex

cahaya tidak langsung +/+

Eksoftalmus : tidak ditemukan

Endoftalmus : tidak ditemukan

5

Page 6: Laporan Kasus CKD

III. Telinga

Inspeksi : Normotia, tidak hiperemis, tidak mikrotia, tidak cauliflower ear, liang

telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-, kotor -/-.

Palpasi : Nyeri tarik tragus -/-, nyeri tekan tragus -/-

IV. Hidung

Bagian luar : normal, tidak ada deformitas, tidak ada nafas cuping hidung, tidak

sianosis

Septum : di tengah, simetris

Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi

Cavum nasi : tidak ada perdarahan, tidak kotor, tidak ada sekret

V. Mulut dan tenggorok

Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering

Gigi-geligi : oral hygiene cukup

Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis

Lidah : normoglosia, tidak tremor

Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis, kripti tidak melebar tidak ada

detritus

Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

VI. Leher

Bendungan vena : tidak ada bendungan vena

Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris

Trakea : di tengah

VII. Kelenjar getah bening

Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher

Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

VIII. Thorax

Paru-paru

Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal

Palpasi : gerak simetris, vocal fremitus simetris pada kedua hemithorax

Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI

pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas

paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axillaris anterior sinistra.

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

6

Page 7: Laporan Kasus CKD

Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, 3 cm medial linea

midklavikularis sinistra

Perkusi :

Batas jantung kanan : ICS IV, linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V , linea aksilaris anterior sinistra

Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I, II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

IX. Abdomen

Inspeksi : abdomen datar, tidak ada sagging of the flanks, tidak buncit, tidak

smiling umbilicus

Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+)

epigastrium, nyeri lepas (-), ballottement (-)

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

Auskultasi : bising usus positif, normal

X. Ekstremitas

Tidak tampak deformitas, akral teraba hangat pada keempat ekstremitas, edema di

ekstremitas (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium di UGD tanggal 07 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin 2

Leukosit 6.9 ribu/μl 3.6 – 11

Eritrosit 2.1 juta/μl 3.8 – 5.2

Hemoglobin 6.2 g/dL 11.7 – 15.5

Hematokrit 18 % 35 – 47

Trombosit 241 ribu/μl 150 – 440

MCV 90.0 fL 80 – 100

7

Page 8: Laporan Kasus CKD

MCH 30.0 pg 26 – 34

MCHC 33.4 g/dL 32 – 36

RDW 14.0 % < 14

KIMIA KLINIK

HATI

SGOT 18 mU/dl <33

SGPT 32 mU/dl <50

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Sewaktu 175 mg/dl <110

GINJAL

Ureum 156 mg/dl 13 - 43

Kreatinin 13.30 mg/dl <1.1

ELEKTROLIT

ELEKTROLIT SERUM

Natrium (Na) 142 mmol/l 135 – 155

Kalium (K) 6.8 mmol/l 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) 112 mmol/l 98 - 109

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 8 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

KIMIA KLINIK

ANALISA GAS DARAH

pH 7.38 7.35 – 7.45

pCO2 22 mmHg 35 – 45

PO2 128 mmHg 80 – 100

Bikarbonat (HCO3) 13 mmol/L 21 – 28

Total CO2 14 mmol/L 23 – 27

Saturasi O2 99 % 95 – 100

Kelebihan Basa (BE) -9.9 mEq/L -2.5 – 2.5

ELEKTROLIT

ELEKTROLIT SERUM

Natrium (Na) 141 mmol/l 135 – 155

8

Page 9: Laporan Kasus CKD

Kalium (K) 7.5 mmol/l 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) 110 mmol/l 98 - 109

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin 2

Leukosit 7.6 ribu/μl 3.6 – 11

Eritrosit 2.5 juta/μl 3.8 – 5.2

Hemoglobin 7.2 g/dL 11.7 – 15.5

Hematokrit 23 % 35 – 47

Trombosit 189 ribu/μl 150 – 440

MCV 90.8 fL 80 – 100

MCH 28.6 pg 26 – 34

MCHC 31.5 g/dL 32 – 36

RDW 12.6 % < 14

KIMIA KLINIK

ANALISA GAS DARAH

pH 7.39 7.35 – 7.45

pCO2 20 mmHg 35 – 45

PO2 145 mmHg 80 – 100

Bikarbonat (HCO3) 13 mmol/L 21 – 28

Total CO2 13 mmol/L 23 – 27

Saturasi O2 99 % 95 – 100

Kelebihan Basa (BE) -10.5 mEq/L -2.5 – 2.5

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUANNILAI

NORMAL

URINALISIS

Urine Lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Agak keruh Jernih

Glukosa Trace Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

9

Page 10: Laporan Kasus CKD

Keton Negatif Negatif

pH 5.5 4.6 – 8

Berat Jenis 1.025 1.005 – 1.030

Albumin Urine 3+ Negatif

Urobilinogen 0.2 E.U. /dl 0.1 – 1

Nitrit Negatif Negatif

Darah 2+ Negatif

Esterase Lekosit Negatif Negatif

Sedimen Urine :

Leukosit 2 – 3 /LBP <5

Eritrosit 6 – 8 /LBP <2

Epitel Positif /LBP Positif

Silinder Negatif /LPK Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Jamur Negatif /LBP Negatif

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 9 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin 2

Leukosit 8.5 ribu/μl 3.6 – 11

Eritrosit 3.0 juta/μl 3.8 – 5.2

Hemoglobin 8.6 g/dL 11.7 – 15.5

Hematokrit 29 % 35 – 47

Trombosit 207 ribu/μl 150 – 440

MCV 96.0 fL 80 – 100

MCH 28.3 pg 26 – 34

MCHC 29.5 g/dL 32 – 36

RDW 15.7 % < 14

10

Page 11: Laporan Kasus CKD

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin 2

Leukosit 7.8 ribu/μl 3.6 – 11

Eritrosit 3.7 juta/μl 3.8 – 5.2

Hemoglobin 10.8 g/dL 11.7 – 15.5

Hematokrit 32 % 35 – 47

Trombosit 166 ribu/μl 150 – 440

MCV 87.1 fL 80 – 100

MCH 29.3 pg 26 – 34

MCHC 33.6 g/dL 32 – 36

RDW 12.5 % < 14

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

KIMIA KLINIK

LEMAK

Kolesterol Total 282 mg/dl <200

Trigliserida 128 mg/dl <150

HDL Direk 54 mg/dl >=40

LDL Direk 202 mg/dl <100

GINJAL

Ureum 255 mg/dl 13 - 43

Kreatinin 13.97 mg/dl <1.1

Asam urat 9.9 mg/dl <5.7

ELEKTROLIT

ELEKTROLIT SERUM

Natrium (Na) 137 mmol/l 135 – 155

Kalium (K) 5.5 mmol/l 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) 103 mmol/l 98 - 109

11

Page 12: Laporan Kasus CKD

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

KIMIA KLINIK

ANALISA GAS DARAH

pH 7.39 7.35 – 7.45

pCO2 20 mmHg 35 – 45

PO2 145 mmHg 80 – 100

Bikarbonat (HCO3) 13 mmol/L 21 – 28

Total CO2 13 mmol/L 23 – 27

Saturasi O2 99 % 95 – 100

Kelebihan Basa (BE) -10.5 mEq/L -2.5 – 2.5

HATI

Albumin 3.7 g/dl 3.5 – 5.2

GINJAL

Ureum 263 mg/dl 13 - 43

Kreatinin 13.68 mg/dl <1.1

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

FAAL HEMOSTASIS

Waktu Perdarahan 2.30 menit 1 – 6

Waktu Pembekuan 11.00 menit 5 - 15

Protrombin Time (PT)

Kontrol 14.30 detik

Pasien 15.5 detik 12 - 17

Masa Tromboplastin (APTT)

Kontrol 33.1 detik

Pasien 34.1 detik 20 – 40

INR 1.07

Fibrinogen 401 mg/dl 200 – 400

D-dimer 0.7 mg/L < 0.3

IMUNOSEROLOGI

Anti HIV

12

Page 13: Laporan Kasus CKD

Screening/Rapid Test Non Reaktif Non Reaktif

HEPATITIS

HBsAg KualitatifNon Reaktif Non Reaktif

HEPATITIS C

Anti HCVNon Reaktif Non Reaktif

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 13 Desember 2014

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin 2

Leukosit 7.6 ribu/μl 3.6 – 11

Eritrosit 2.5 juta/μl 3.8 – 5.2

Hemoglobin 7.2 g/dL 11.7 – 15.5

Hematokrit 23 % 35 – 47

Trombosit 189 ribu/μl 150 – 440

MCV 90.8 fL 80 – 100

MCH 28.6 pg 26 – 34

MCHC 31.5 g/dL 32 – 36

RDW 12.6 % < 14

KIMIA KLINIK

ANALISA GAS DARAH

pH 7.39 7.35 – 7.45

pCO2 20 mmHg 35 – 45

PO2 145 mmHg 80 – 100

Bikarbonat (HCO3) 13 mmol/L 21 – 28

Total CO2 13 mmol/L 23 – 27

Saturasi O2 99 % 95 – 100

Kelebihan Basa (BE) -10.5 mEq/L -2.5 – 2.5

GINJAL

Ureum 216 mg/dl 13 - 43

Kreatinin 11.62 mg/dl <1.1

ELEKTROLIT

Kalsium (Ca) 6.2 mg/dl 8.4 – 10.2

13

Page 14: Laporan Kasus CKD

ELEKTROLIT SERUM

Natrium (Na) 126 mg/dl 135 – 155

Kalium (K) 4.4 mg/dl 3.6 – 5.5

Klorida (Cl) 97 mg/dl 98 - 109

Foto Ro Thorax

Kesan:

Jantung membesar, CTR >50 %

Edema pulmo

Hilus menebal

USG ABDOMEN

14

Page 15: Laporan Kasus CKD

Kesan:

Bilateral chronic kidney diseases

Hepar sesuai gambaran pada congestive heart failure

VI. RINGKASAN

15

Page 16: Laporan Kasus CKD

Seorang pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan muntah-muntah

sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi muntah 5-7 kali

sehari dan disertai mual. Muntah berupa sisa makanan dan air tanpa disertai darah.

Terdapat nyeri ulu hati. Pasien merasakan dirinya lemas. Pasien juga mengeluh

demam sejak 4 hari yang lalu, terus menerus, demam dirasakan pasien cukup tinggi.

Kepala dirasakan nyeri dan pusing. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan

mengkonsumsi obat captopril dan amlodipine. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tanda vital. Tekanan darah: 180/90mmH, nadi: 90 x/menit, respirasi: 20x/menit, suhu:

36.7 °C. Konjungtiva anemis (+/+), batas jantung kiri ICS V, linea aksilaris anterior.

Pada abdomen didaptkan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium

didaptkan Hb 6.2 g.dl, ureum 156 mg/dl, kreatinin 13.30 mg/dl, kalium 6.8 mg/d,

kalsium 6.2 mg/dl. AGD pH 7.38, pCO2 22 mmHg, pO2 128 mmHg, HCO3 13

mmol/L, Total CO2 14 mmol/L

VII. DAFTAR MASALAH

Chronic Kidney Diseases

Dispepsia

Hipertensi

Anemia

Kardiomegali

Hiperkalemia

Hipokalsemia

Asidosis metabolik

VIII. PENGKAJIAN MASALAH

Masalah yang didapat pada kasus ini antara lain:

1. CKD

Dari gejala yang didapat, seperti mual muntah disertai rasa lemas, lalu dari

pemeriksan fisik terdapat nyeri tekan abdomen, dan diperkuat pula dengan

pemeriksaan ureum creatinin yang tinggi yaitu ureum 156 mg/dl, kreatinin

13.30 mg/dl, hal ini membuktikan ada kerusakan di ginjal.

Jika menggunakan perhitungan LFG dengan rumus dibawah ini

16

Page 17: Laporan Kasus CKD

didapatkan hasil 5.25 yang diklasifikasikan sebagai CKD Stage V.

Penatalaksanaan pada pasien antara lain pemberian cairan infus renxamin

untuk nutrisi serta memperbaiki kerja ginjal dibarengi dengan monitor urin

(DC), pemberian spironolakton untuk diuretik. Pemberian aminoral untuk

mencegah defisiensi kalsium. Perencanaan tindakan untuk dilakukan

hemodialisa. Monitoring AGD, albumin, dan kalsium.

2. Gastritis dd/ Gastropati uremikum

Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, keadaan ini

bisa disebut gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari

meningkatnya kadar ureum dalam lebih dari nilai normal, seperti yang dapat

dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 156 mg/dl. Tapi

masih mungkin ini merupakan gastritis. Rencana diagnostic: endoskopi.

Tatalaksana: inj pumpicel, inj ondancetron, episan sirup

3. Hipertensi grade II

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 180/90 mmHg.

Tatalaksana untuk pasien adalah pemberian medika mentosa untuk

menurunkan TD. Terapi pilihan adalah kombinasi antara CCB (amlodipin),

ARB (candesartan), dan Beta-Blocker (bisoprolol).

4. Anemia

Hal ini dibuktikan dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan

dari hasil pemeriksaan fisik dengan hasil laboratorium darah yang

menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu kadar hemoglobin 6.2 gr/dl.

Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel darah

merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan defisiensi

pembentukan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap

eritropoietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup

sel darah merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa

hidup sel darah merah normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan

kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel itu sendiri. Tatalaksana:

transfusi PRC 300cc/hari.

17

Page 18: Laporan Kasus CKD

5. Kardiomegali

Pada foto rontgen thorax terdapat pembesaran jantung. Ini bisa diakibatkan

karena hipertensi yang sudah lama dimiliki pasien, jantung bekerja sangat

keras sehingga terjadi pembesaran (hipertrofi). Tatalaksana: turunkan tekanan

darah dan konsul kepada dokter spesialis jantung.

6. Hiperkalemia

Berdasarkan hasil laboratorium Kalium 6.8 mg/dl. Pada keadaan asidosis akut,

ion kalium dapat ikut terbawa dari ruangan intrasel ke ekstrasel, konsentrasi

ion kalium meningkat. Dan obat-obat golongan potassium sparing diuretik

seperti spironolakton dan triamterene menyebabkan penurunan sekresi kalium

melalui tubulus ginjal. Tatalaksana: pemberian kalitake untuk menurunkan

kadar kalium.

7. Hipokalsemia

Berdasarkan hasil laboratorium kalsium 6.2 mg/dl. Dengan adanya penurunan

fungsi GFR, terjadi peningkatan kadar fosfat serum menyebabkan sekresi

parathormon dari kelenjar paratiroid, namun demikian pada gagal ginjal, tubuh

tidak merespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon

akibatnya kalsium di tulang menurun. Tatalaksana: inj Ca Gluconas,

Aminoral, Cavit D3.

8. Asidosis metabolik

Terlihat pada pemeriksaan AGD, terdapat pH yang mendekati 7, pCO2 yang

rendah, dan bikarbonat yang rendah. Asidosis metabolik terjadi akibat ginjal

tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium

bikarbonat (HCO3). Tatalaksana: koreksi biknat.

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

18

Page 19: Laporan Kasus CKD

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik

ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya

bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan

penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi,

seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi

(penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2

Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,

diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2

GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)

memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada

anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun

penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4

GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens

kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih

berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah

mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama

diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar

bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5

World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes

mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga, termasuk negara

Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan

ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami

peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat

terjadi seperti batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik

dan glomerulonephritis yang pada akhirnya terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan

yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang

disebut sebagai Gagal Ginjal Kronik.6

19

Page 20: Laporan Kasus CKD

II. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat

penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau

lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6

III. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data pada

tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di

Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per

tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60

juta/tahun.6

World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes

mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga, termasuk negara

Asia Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan

20

Page 21: Laporan Kasus CKD

ginjal, sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami

peningkatan di era awal abad 21.11

IV. ETIOLOGI

Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara

lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di

Amerika Serikat.6

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat

penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6

Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi

obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.6

Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999) 6

Penyebab Insiden

Diabetes Melitus

- Tipe 1 (7%)- Tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar

Glomerulonefritis

Nefritis interstitialis

Kista dan penyakit bawaan lain

Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)

Neoplasma

Tidak diketahui

Penyakit lain

44%

27%

10%

4%

3%

2%

2%

4%

4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000 6

Penyebab Insiden

21

Page 22: Laporan Kasus CKD

Glomerulonefritis

Diabetes Melitus

Obstruksi dan Infeksi

Hipertensi

Sebab lain

46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

V. PATOFISIOLOGIPatofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron

yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth

factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan

kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh

penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6

Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan

insulin sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah.

Kelebihan gula darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose transporter

(GLUT), yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway,

hexoamine pathyway, Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat yang disebut

dengan advance glycation end-products (AGEs).11

Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan

intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik

meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai

hormon vasoaktif, seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.11

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh

Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga

dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,

22

Page 23: Laporan Kasus CKD

hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk

terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling

dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal

LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan

fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai

pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,

mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%,

pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan

tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan

sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun

infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah

15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan

terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi

ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6

VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,

dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault, yaitu:6

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease), yaitu :10

23

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – Umur) x Berat Badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*)

Page 24: Laporan Kasus CKD

Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)

SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 6

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

Gagal ginjal

≥ 90

60 – 89

30 – 59

15 – 29

≤ 15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008 8

1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK

2. Proteinuria:

a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih

b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih

(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)

3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:

a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)

24

LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318

Page 25: Laporan Kasus CKD

b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)

4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia

Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2, apabila

keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal

ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.

25

Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi 6

Penyakit Tipe Mayor (contoh)

Penyakit ginjal

diabetes

Penyakit ginjal non

diabetes

Penyakit pada

transplantasi

Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,

mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstisial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan

obat)

Penyakit kistik

(ginjal polikistik)

Rejeksi kronik

Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Page 26: Laporan Kasus CKD

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus dimulai

dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah

protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20 ug/menit,

disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati insipient.

Derajat albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin

dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (ACR). Tingginya

eksresi albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan

ginjal.11

Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi Albumin/ Protein dalam Urin

Kategori Kumpulan Urin 24 Jam (mg/24 hr)

Kumpulan Urin sewaktu (ug/min)

Urin sewaktu (ug/mg creat)

Normal <30 <30 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Albuminuria Klinis ≥ 300 ≥ 300 ≥ 300

Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:

Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai

pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.

Tahap ini masih ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I

ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi ginjal

akan normal kembali.

Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan struktur

ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah

latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa

26

Page 27: Laporan Kasus CKD

berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas

biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap

sepi (silent stage).

Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat

mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis

diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis

glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini

dapat bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali

glukosa dan tekanan darah yang ketat.

Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis

dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering meningkat

serta LFG yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes

tegak. Penyulit diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati,

gangguan profil lemak dan gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya

dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.

Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga pasien

menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialysis maupun cangkok.

Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang mengalami

mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun

sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk adanya nefropati

diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata.

Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan

tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi

penyakit ginjal tahap akhir.11

VIII. PENATALAKSANAAN

Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan selalu

dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor risiko

untuk progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor risiko lainnya adalah

konsumsi rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan pada umumnya sama dan

adalah juga merupakan tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas dimaksud.

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah.

27

Page 28: Laporan Kasus CKD

Di samping itu perlu pula dilakukan upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,

menurunkan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll,

juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskular. 6,8,11

a. Pengendalian Kadar Gula Darah

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien

telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah

progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada pasien DM Tipe 1

maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan

sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian

kadar HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl, post-prandial <180 mg/dl. 11

b. Pengendalian Tekanan Darah

Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang

besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular. Makin

rendah tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak panduan yang

menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan darah pada pasien

diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah <130/90 mmHg, akan tetapi bila

proteinuria lebih berat, >lgr/24 jam maka target perlu lebih rendah, yaitu <125/75 mmHg.

Harus diingat bahwa mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi

berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping, dan harga obat yang kadang sulit

dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah

yang ditargetkan, apapun jenis obat yang dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting

enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek

antiproteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal

pengobatan hipertensi pada pasien DM. 11

c. Pengaturan Diet

Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan dalam

judul ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah

protein sangat penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada pasien DM tipe 1

yang diberi diet mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan risiko

terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini

disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar

10% kebutuhan kalori, pada pasien dengan Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai

menurun maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin

28

Page 29: Laporan Kasus CKD

bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi

terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia.

Mengganti daging merah dengan daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi

albumin dalam urin sebanyak 46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL

kolesterol, dan apolipoprotein B. Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh dan tak jenuh

pada kedua jenis bahan makanan berbeda. Pasien DM sendiri cenderung mangalami keadaan

dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia

diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada pasien DM dan <70

mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.11

d. Penanganan Multifaktorial

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan bahwa

penanganan intensif secara multifactorial pada pasien DM tipe dengan mikroalbuminuria

menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi penanganan sesuai panduan

umum penanggulangan diabetes nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa terjadi penurunan

yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskular, termasuk strok yang fatal dan non-fatal.

Demikian pula kejadian spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih

rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target,

baik tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria serta juga disertai

pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin. Dalam kenyataannya pasien

dengan terapi intensif lebih banyak, mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian

juga dengan obat hipoglikemik oral dan insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih

banyak.11

IX. PROGNOSIS

Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,

kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,

bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya

GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,

sehingga penanganannya seringkali terlambat.6,9

29

Page 30: Laporan Kasus CKD

30

Page 31: Laporan Kasus CKD

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi

Indonesia. 2003: 13-22.

2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi

Ketiga. 2001(6): 531-4.

3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s Principles and

Internal Medicine. 16th edition. 2005(11): 1653-63.

4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798-

overview. 2014.

5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice

Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.

6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi

kelima. 2009(137): 1035-40.

7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney

International. 2005(67): 2089-2100.

8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney

Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care

Experience. 2008: 3-39.

9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a

KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011

Jul;80(1): 17-28.

10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of

Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,

Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.

11. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi

kelima. 2009(126): 534.

31