Laporan Kasus Besar Kulit
-
Upload
handriee-oka-diputera -
Category
Documents
-
view
78 -
download
2
Transcript of Laporan Kasus Besar Kulit
Laporan Kasus Besar Kulit
Dermatitis Kontak Iritan
Disusun Oleh:
Irawan Kantawijaya
406127013
Kepaniteraan Kulit dan Kelamin, RS Husada
8 April 2013 – 11 Mei 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Besar berjudul “Dermatitis Kontak Iritan”
”Tak ada gading yang tak retak”, begitu pula penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan kulit di RS Husada selama kepaniteraan 8 April – 11 Mei 2013.
Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan wacana-wacana yang berkaitan dengan Dermatitis Kontak Iritan serta gambar-gambar yang diambil dari situs internet.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Jakarta, 26 April 2013
Penulis,
Irawan Kantawijaya
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT : RS HUSADA
Nama : Irawan Kantawijaya
NIM : 406127103
Tanda Tangan
………………….
Dr. Pembimbing / Penguji :
Dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK
…………………
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 37 Tahun
Alamat : Jl. Pangeran Jayakarta, Jakarta Pusat
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Kawin
II. ANAMNESIA
Autoanamnesa dari pasien tanggal 24 April 2013, jam 14.00 WIB
Keluhan Utama : Gatal kemerahan di daerah ketiak kanan sudah berbulan-
bulan
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit RS Husada dengan keluhan gatal di daerah ketiak
kanan sudah beberapa bulan yang lalu. Gatal tersebut dirasakan hilang timbul dengan
waktu yang tidak tentu. Pasien menggaruk daerah yang gatal tersebut sampai
kemerahan.
Pasien mengaku daerah yang gatal tersebut bertambah luas. Dahulu pasien
memakai bedak Purol tetapi kemudian menggantinya dengan merk lain. Gatal tersebut
dirasakan sejak pasien sejak mengganti bedak tersebut.
Pasien mengaku sudah memakai salep Bactroban tetapi gatalnya dirasakan tidak
berkurang. Pasien menyangkal keluarganya ada yang sakit seperti ini. Pasien juga
menyangkal adanya penyakit seperti kencing manis, hipertensi dan alergi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami riwayat sakit seperti ini sebelumnya.
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sehat
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Tensi : 110/70 mmHg
Berat Badan : 85 kg
Tinggi Badan : 170 cm
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Skera Ikterik (-/-)
IV. STATUS DERMATOLOGI
Distribusi : Soliter
Lokasi : Pada regio axillaris dextra
Efloresensi : Makula kecoklatan diffuse dengan bentuk tidak teratur
dengan ukuran 7 cm x 5 cm.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien disarankan melakukan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan
darah (Hb, Leukosit, Diff) dan IgE Total.
VI. RESUME
Seorang laki-laki berumur 37 tahun, datang dengan keluhan gatal di bawah ketiak
kanan sejak beberapa bulan yang lalu. Gatal dirasakan hilang timbul tidak menentu dan
bertambah luas. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada. Pasien sudah
memberikan salep Bactroban.
Status Dermatologis
Distribusi : Soliter
Lokasi : Pada regio axillaris dextra
Efloresensi : Makula kecoklatan diffuse dengan bentuk tidak teratur
dengan ukuran 7 cm x 5 cm.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak Iritan
Diagnosis Banding : Dermatitis Kontak Alergi
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
i. Antiinflamasi + Moisturizer (Beprosalic+QV)
ii. Antihistamin (Talion tab 10 mg, 2 dd 1)
b. Non-medikamentosa
Pasien disarankan untuk mengurangi berat badan dan mengganti pakaian apabila
berkeringat.
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : Ad bonam
b. Ad Functionam : Ad bonam
c. Ad Kosmetikam : Ad bonam
d. Ad sanationam : Ad bonam
Analisis Kasus
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien laki-laki usia 37 tahun mengeluh gatal di
daerah bawah ketiak sejak beberapa bulan yang lalu. Daerah gatal tersebut digaruk oleh
pasien sampai berwarna kemerahan kemudian berubah menjadi hiperpigmentasi. Gatal
tersebut dirasakan pasien hilang timbul tidak menentu.
Dari status dermatologisnya didapatkan lesi yang merupakan tempat predileksi dari
dermatitis kontak iritan pada orang gemuk yaitu pada daerah ketiak karena adanya gesekan
dari tangan.
Pengobatan medikamentosa pada pasien ini diberikan secara topical dan sistemik.
Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengatasi simptomatiknya saja. Pengobatan
topical diberikan QV cream yang dicampur dengan salep Beprosalic. Salep Beprosalic
tersebut dicampur dengan QV cream karena Beprosalic mempunyai efek samping membuat
kulit menjadi kering sehingga perlu dicampur QV cream sebagai moisturizer. Selain itu
pasien diberikan talion juga sebagai antihistamin untuk mengurangi rasa gatalnya.
Prognosis dermatitis kontak iritan ini adalah bonam apabila ditangani dengan baik.
Tinjauan Pustaka
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit.
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2003).
I. Definisi
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit
terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.
II. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak
terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan
angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya
penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.
III. Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus
menerus atau berulang), adanya oklusi menyebabkan kulit permeable, demikian pula
gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit
di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun
dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih);
jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis
atopik.
IV. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan
iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus
membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat
(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen
dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF,
sehingga memperkuat perubahan vaskuler.
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-
CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2
yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak
dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh
karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga
mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.
V. Gejala Klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis
iritan kronik.
a. Dermatitis kontak iritan akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak
lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari
kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi
dan lamanya serta frekuensi kontak.
Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah
cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat
alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan
rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan
dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi
ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup
tinggi.
Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan menimbulkan
fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan kemerahan pada
kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu
pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering
dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun
efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilangnya dapat
terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan.
b. Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan
mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu
bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila
bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari,
berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan
terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka
dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa
kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah
kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian.
VI. Histopatologis
Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut (oleh
iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar
pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan
edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan
epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan
limfosit atau neutrofil.
VII. Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul
lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit
dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai
(Djuanda, 2003).
VIII. Diagnosis Banding
Faktor Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
Penyebab Iritan primer Alergen kontak (sensitizer)
Permulaan
Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua orang Orang yang alergik
Lesi Batas lebih jelas, eritema Batas tidak begitu jelas, eritema
Uji Tempel Sesudah di tempel 24 jam, bila iritan diangkat, reaksi akan berhenti.
Bila sudah 24 jam, bahan alergen diangkat, reaksi menetap, dan akhirnya akan berhenti juga.
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang yang kulitnya sangat peka.
IX. Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak
perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang
kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid
topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja
dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.
X. Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
c. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
d. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI
e. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
XI. Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan
baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat
disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada
DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors.Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. 7thed. New York: McGraw Hill; 2008.
3. Paul K Burton, Rachael Marris Jane, ABC dermatology. 5th ed. India : Willey Blackwell;
2009.
4. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3rd ed. Massachusetts: Blackwell
Science; 2002.
5. Gawkrodger, DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. 3rd ed. United Kingdom:
Elsevier Limited; 2003.