Kasus DKA Kulit

34
BAB II DASAR TEORI 1. Definisi Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004). 2. Etiologi dan Predisposisi Etiologi Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2005). Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), 1

description

kasus

Transcript of Kasus DKA Kulit

Page 1: Kasus DKA Kulit

BAB II

DASAR TEORI

1. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004).

2. Etiologi dan Predisposisi

Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling

sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000

Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul

dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan

luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2005).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari

tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami

sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya

poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung

urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl

cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam),

potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),

formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),

mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin

(cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

Predisposisi

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.

Misalnya antara lain:

Faktor eksternal (Djuanda, 2011):

o Potensi sensitisasi allergen

o Dosis per unit area

1

Page 2: Kasus DKA Kulit

o Luas daerah yang terkena

o Lama pajanan

o Oklusi

o Suhu dan kelembaban lingkungan

o Vehikulum

o pH

Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):

1. Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.

2. Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.

3. Genetik

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya

mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel

(Thysen, 2009).

4. Status higinie dan gizi

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain

yang masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan.

Sebagai contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun

apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka

potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya.

Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan

perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi

individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang 2

Page 3: Kasus DKA Kulit

menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan

integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).

5. Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara

berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang

sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana.

Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang

lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai

hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel

dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara

khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang

berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit

yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya

sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin

(Price, 2005).

Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase

elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan

melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien, IFNγ,

dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut.

Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas

khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas

setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan-

bulan bahkan beberapa tahun (Price, 2005).

Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan

penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang

relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika

mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema.

Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan

3

Page 4: Kasus DKA Kulit

dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki

rambut terutama kelopak mata (Price, 2005).

Skema Patogenesis DKA

4

Kontak Dengan Alergen secara Berulang

Alergen kecil dan larut dalam lemak disebut

hapten

IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-7, MHC I dan II

Sel langerhans keluarkan sitokinMenembus lapisan

corneum

Sitokin akan memproliferasi sel T

dan menjadi lebih banyak dan memiliki

sel T memori

Difagosit oleh sel Langerhans dengan

pinositosis

Sitokin akan keluar dari getah bening

Hapten + HLA-DR

Beredar ke seluruh tubuh

Membentuk antigen

Individu tersensitisasi

Fase Sensitisasi (I)

2-3 minggu

Dikenalkan ke limfosit T melalui CD4

Page 5: Kasus DKA Kulit

5

Fase Elitisasi (II)

24-48 jam

Pajanan ulang

Sel T memori

Aktivasi sitokin inflamasi lebih kompleks

Respons klinis DKA

Proliferasi dan ekspansi sel T di kulit

Faktor kemotaktik, PGE2 dan OGD2, dan leukotrien B4 (LTB4) dan eiksanoid

menarik → neutrofil, monosit ke dermis

IFN – γ → keratinosit → LFA -1, IL-1, TNF-α

Eikosanoid (dari sel mast dan keratinosit Molekul larut (komplemen

dan klinin) → ke epidermis dan dermis

Dilatasi vaskuler dan peningkatan

permeabilitas vaskuler

Page 6: Kasus DKA Kulit

6. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesa

Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat

dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal

(Sularsito, 2010).

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan

kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa

hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu

ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat

pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari

anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang

pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang

diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,

riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya

(Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada

beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).

Demografi dan riwayat

pekerjaan

Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status

pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,

paparan berulang dari alergen yang didapat saat

kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam

keluarga

Faktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit

sebelumnya

Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-

obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang

spesifik

Onset, lokasi, pengobatan

6

Page 7: Kasus DKA Kulit

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi

dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan

penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel

2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam

tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya

dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk

melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen

(Sularsito, 2010).

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).

Lokasi Kemungkinan Penyebab

Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya

memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan

mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu

semen, dan tanaman.

NamaKetiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada

di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,

alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai

kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep

mata.

Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata,

obat topikal, gagang telepon.

Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat

warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis,

7

Page 8: Kasus DKA Kulit

busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau

pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita, alergen yang berada di tangan,

parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum

dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema,

papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada

beberapa gambar berikut :

1. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena

alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi

kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular).

Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada

lokasi kontak langsung.

2. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.

Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

3. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis

kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca

mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar

dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya.

Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang

terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin

menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah

pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada

telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi

terhadap bahan plastik

8

Page 9: Kasus DKA Kulit

4. Badan. Dermatitis kontak di badandapatdisebabkanolehtekstil,

zatwarnakancinglogam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen,

bahanpelembutataupewangipakaian. Dermatitis

kontakpadaperutkarenapasienalergipadakaretdari celananya.

Terlihatadanyaeritema yang berbatastegassesuaidengandaerah yang

terkenaalergen.

5. Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,

pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,

deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi

pada cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

6. Paha dantungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh

tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,

sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena

Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami skuama,

krusta

9

Page 10: Kasus DKA Kulit

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,

dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis

banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).

Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan

untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi

(Sularsito, 2010).

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya

kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung

digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin

dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta

gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut

dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak

mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen,

hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila

pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,

maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut

10

Page 11: Kasus DKA Kulit

yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan

pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn

chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat

bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5

sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena

iritasi (Sularsito, 2010).

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien Berbagai hal berikut

ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel (Sularsito, 2010):

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut

atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi

positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya

semakin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian

kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel

dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau

dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi

negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil

tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua

dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel

menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil

negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48

jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji

tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita

yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria

type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi

11

Page 12: Kasus DKA Kulit

anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur

khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel

dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,

agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.

Hasilnya dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010):

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu

setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.

Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara

respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak

lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah

96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk

melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi

(Sularsito, 2010).

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.

Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik

biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,

berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe

crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi

tipe decrescendo) (Sularsito, 2010).

12

Page 13: Kasus DKA Kulit

Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010).:

1. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan

cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.

2. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal

tidak perlu diikutsertakan.

3. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi

primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.

4. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.

5. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih

baik biopsi lebih dari satu.

6. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan

subkutis.

7. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya

formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya

mati.

8. Lalu dikirim ke laboratorium

9. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE).

Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.

10. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan

11. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal

jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum

dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Gold Standard Diagnosis

Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu

dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di

punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan

pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya

tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia

murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,

13

Page 14: Kasus DKA Kulit

lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini

yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat

memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila

menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus

berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak

diketahui (Sularsito, 2010).

8. Penatalaksanaan

Non medikamentosa

1. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta

tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi (Morgan, dkk,

2009)

2. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

3. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang

bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)

4. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,

aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi

Medikamentosa

Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-

4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali

untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal

Sistemik

1. Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2. Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin

atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7

hari

Topikal

14

Page 15: Kasus DKA Kulit

1. Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

9. Pencegahan

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sumantri,

dkk, 2005). :

1. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

2. Menghindari substansi allergen

3. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

4. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak

ada sabun bilas dengan air

5. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

6. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian

lain

7. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

8. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang

berisiko terhadap paparan allergen

10. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya

dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan

dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik,

dermatitis numularisatau psoriasia) (Vorvick, 2011; Sularsito, 2007). Faktor lain

yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin

dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di

lingkungan penderita(Djuanda, 2005).

15

Page 16: Kasus DKA Kulit

11. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri

terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.

Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong

kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi

bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet)

dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut

neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).

16

Page 17: Kasus DKA Kulit

BAB III

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.

2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa

bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga

disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh

potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut

dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti

edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit

kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak

jelas.

4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji

tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil

positif.

5. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta

nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk

mengurangi reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid,

mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk

mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk

nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.

17

Page 18: Kasus DKA Kulit

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI

Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis: an

update. Tersedia dalam :

http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/

contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf.

Diakses pada tanggal 22 November 2012

Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.

Jakarta: FK UI

Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik

Edisi 2. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi ke 5. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Jakarta : FKUI.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak.

Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM

Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact

Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy

Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,

University of Copenhagen .

18

Page 19: Kasus DKA Kulit

BAB IV

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Duwet RT 04, Sine, Ngawi

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. Keluhan Utama

Gatal di pergelangan tangan kiri

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh gatal di pergelangan tangan kiri sejak 3 jam setelah

masuk rumah sakit. Saat itu pasien baru saja dipasang infus dan diplester di

pergelangan tangan kiri. Setelah diplester, beberapa jam kemudian pasien merasa

gatal di pergelangan tangan kiri. Pasien kemudian menghubungi perawat dan

meminta plester dilepas karena tidak tahan dengan rasa gatal. Saat plester dibuka,

di pergelangan tangan pasien muncul plenting-plenting kecil dan kemerahan di

kulit bekas plester. Dalam hitungan beberapa jam, plenting menjadi semakin besar

dan kemerahan di kulit berbentuk persegi (seperti plester) semakin menebal.

Pasien juga merasa gatal terus bertambah dan merasa perih.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu dan Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien belum pernah merasakan sakit serupa. Pasien mengaku dalam

pekerjaan sehari-hari tidak memiliki kontak dengan bahan-bahan karet/lateks.

Riwayat asma, riwayat biduran, dan riwayat sering pilek sebelumnya disangkal.

Pasien dirawat di RS dengan Diabetes Mellitus dan dalam pengobatan dokter

spesialis penyakit dalam.

19

Page 20: Kasus DKA Kulit

V. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Compos Mentis

Tekanan Darah : 140/90

Nadi : 82 x/menit

Napas : 20 x/menit

Status Dermatologis:

Ujud Kelainan Kulit: Di pergelangan tangan kiri terdapat plak eritem, vesikel, dan

bula mulitipel, berbatas tegas, tersusun berkelompok (konfluen) dimana sebagian

telah mengalami erosi.

VI. Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

Hemoglobin : 13,0 mg/dl

Hematokrit : 34,7 mg/dl

Angka Leukosit : 5,3 x 10³

Angka Trombosit : 190.000

GDS : 264 mg/dl

SGOT : 17

SGPT : 14

Ureum : 14,3

Kreatinin : 0,84

Usulan Pemeriksaan Penunjang:

1. Patch TestDigunakan Uji Tempel atau Patch Test untuk memastikan penyebab peradangan adalah kontak dengan alergen

2. Pemeriksaan Histopatologis

20

Page 21: Kasus DKA Kulit

VII. Diagnosis Banding

Dermatitis Kontak Alergika Lateks Dermatitis Kontak Iritan Akut Lateks

VIII. Diagnosis Kerja

Dermatitis Kontak Alergika Lateks

IX. Penatalaksanaan

Non medikamentosa

1. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta

tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi (Morgan, dkk,

2009)

2. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

3. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang

bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)

4. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,

aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi

Medikamentosa

Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-

4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali

untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal

Sistemik

1. Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2. Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin

atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7

hari

21

Page 22: Kasus DKA Kulit

Topikal

6. Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

X. Pencegahan

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sumantri,

dkk, 2005). :

1. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

2. Menghindari substansi alergen

3. Mengganti semua pakaian yang terkena alergen

4. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak

ada sabun bilas dengan air

5. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen

6. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian

lain

7. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen

8. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang

berisiko terhadap paparan allergen

22

Page 23: Kasus DKA Kulit

BAB V

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien adalah seorang wanita, 45 tahun, pekerjaan ibu

rumah tangga dengan keluhan gatal di pergelangan tangan kiri. Pasien mengalami

keluhan sejak 3 jam setelah masuk rumah sakit setelah kontak dengan plester.

Saat plester dibukan, di pergel pergelangan tangan pasien muncul plenting-

plenting kecil dan kemerahan di kulit bekas plester. Dalam hitungan beberapa

jam, plenting menjadi semakin besar dan kemerahan di kulit berbentuk persegi

(seperti plester) semakin menebal. Pasien juga merasa gatal terus bertambah dan

merasa perih. Riwayat mengalami alergi saat kontak dengan lateks disangkal oleh

pasien.

Dari hasil pemeriksaan Ujud Kelainan Kulit (UKK) ditemukan di

pergelangan tangan kiri terdapat plak eritem, vesikel, dan bula multipel berbatas

tegas, tersusun berkelompok dimana sebagian telah mengalami erosi. Adapun

keadaan umum dan vital sign pada pasien ini dalam keadaan baik. Sedangkan dari

pemeriksaan penunjang sebagian besar dalam keadaan normal terkecuali gula

darah sewaktu pasien yang meningkat, karena pasien dirawat dengan diagnosis

Diabetes Mellitus oleh dokter spesialis penyakit dalam.

Di dalam kasus ini cukup sulit untuk menegakkan diagnosis apakah pasien

ini merupakan pasien dermatitis kontak alergika atau dermatitis kontak iritan. Hal

ini karena gejala yang timbul termasuk gejala akut yang segera timbul setelah

paparan. Akan tetapi, kontak dengan lateks, umumnya merupakan kontak yang

bersifat imunologis dimana melibatkan fase sensitisasi dan elisitasi. Perlu

pemeriksaan penunjang seperti tes tempel atau patch test unutk menegakkan

diagnosis dermatitis kontak alergika secara pasti.

23