Laporan Kasus Asma Fer
-
Upload
aqila-salsabilah -
Category
Documents
-
view
74 -
download
1
Transcript of Laporan Kasus Asma Fer
LAPORAN KASUS
ASMA BRONCHIAL
DISUSUN OLEH:
FERI IDHAM LAKSONO
2007730055
PUSKESMAS
KECAMATAN SETIABUDI
dr. Ika Dewi
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bapak Ahmad
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 43 tahun
Alamat : Jl. Madiun no. 15
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tgl.Kunjungan : 01 Maret 2011
II. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama : Sesak sejak 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang : sesak terutama pada pagi hari, sekitar jam 3
dini hari, sesak saat berjalan, naik tangga, dan
bekerrja. Pasien merasa serangan terjadi jika ia
capek dan kurang fit. Pada malam hari tidak
terbangun karena sesak, sesak jika mencium bau
tiner, cat, asap. Sesak disertai batuk (+), batuk
darah (-), keringat malam (-), demam (-), pilek
(-).
Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya pernah mengalami hal yang sama,
khususnya dalam kurun waktu 1 tahun ini.
Riwayat asma (+), Riwayat DM (-), Riwayat
Hipertensi disangkal. Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : asma (+) kakek, DM (-), penyakit jantung (-),
hipertensi (-), Alergi (-)
Riwayat Pengobatan : sebelumnya sudah minum obat warung, dan
sesak berkurang, namun pasien masih terasa
agak sesak.
Riwayat Psikososial : makan teratur, merokok (-), di tempat kerja
teman-teman merokok
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kasadaran : Compos mentis
Vital sign:
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Suhu : 36,50C
Frek. Nadi : 100 x/menit
Frek. Napas : 24 kali/ menit
Status Lokalis
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : Mukosa mulut kering, sianosis (-), lidah kotor (-)
Dada : Bentuk dada simetris, retraksi (+)
Paru- paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen : Tanda peradangan (-), distensi abdomen (-), bising usus
normal
Ekstremitas : Akral hangat
Kulit : Sianosis (-), edema (-), turgor baik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
APE = 200
V. DIAGNOSIS
Asma Bronchiale
VI. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
- Hindari faktor pencetus
- Istirahat
Medikamentosa
- Salbutamol 3 x 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
2.2. Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah
banyak penelitian oleh para ahli. Teori atau hypotensi mengenai penyebab seseorang
mengidap asma belum disepakati oleh para ahli didunia kesehatan. Namun demikian yang
dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernafasannya memiliki
sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap barbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity
= hipereaktivitas saluran nafas) seperti polusi udara (asap,debu,zat kimia), serbuk sari,
udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat
(misalnya :parfum) dan olahraga. Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat
dampak penderita mengalami infeksi saluran pernafasan atas ( ISPA) baik flu ataupun
sinusitis. Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya factor resiko yang
mendukung seseorang menderita penyakit asma, misalnya factor keturunan. Jika seorang
ibu atau ayah menderita penyakit asma, maka kemungkinan besar adanya penderita asma
dalam anggota keluarga tersebut
2.3 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
2.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan Etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b. Intrinsik / Idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
Sifat dari asma intrinsik:
Alergen pencetus sukar ditentukan
Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil
negatif
Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan
oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda
Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun
dan disebut juga late onset asma
Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali
menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak
dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik
Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48% polip hidung dan
sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
B. Berdasarkan Keparahan Penyakit
1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau
hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan
asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced
Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%.
2. Asma ringan (Persisten Ringan)
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1
bulan, PEF dan PEV1 > 80%.
3. Asma sedang (Persisten sedang)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma
malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja
cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%.
4. Asma parah (Persisten Berat)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering
terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.
C. Berdasarkan Terkontrol atau Tidaknya Asma
Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial),dan asma tak
terkontrol.
Karakteristik Terkontrol Terkontrol
Partial
Tak Terkontrol
Gejala Harian Tidak ada (<2 kali
perminggu)
>2 kali perminggu 3 atau lebih dari
karakteristik asma terkontrol
partial terjadi dalam
seminggu
Keterbatasan
Aktifitas
Tidak Beberapa
Gejala asma
malam hari
Tidak Beberapa
Kebutuhan
akan obat-
obatan pelega
< 2kali perminggu >2 kali perminggu
Fungsi paru
(PEF atau
PEV1)
Normal <80%
Eksaserbasi Tidak Satu atau lebih
dalam setahun
Satu kali dalam beberapa
minggu
2.4 Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa
penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas
penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba
menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih
berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati
juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain
yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama
pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan
ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti
dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi
yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan
PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah
dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin
dalam darah akibat respons hipoksemia.
2.5 Langkah Diagnostik
1. Anamnesa
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak
kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya bersifat episodik
dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi
duduk. Pada Auskultasi dada : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes temple.
b) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
2.6 Penatalaksanaan
A. Pendidikan / Edukasi Kepada Penderita dan Keluarga
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya
adalah:
1. Memahami sifat dari penyakit asma
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
2. Memahami faktor yang dapat menyebabkan serangan atau memperberat serangan
Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda
dan spora jamur.
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
Infeksi saluran pernafasan.
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan, dan mengurangi serangan.
Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat
individual).
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum
air hangat guna membantu pengenceran dahak.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat– obatan yang
diberikan oleh dokter
Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
B. Pengobatan
1. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :
a. Mengatasi serangan asma dengan segera.
b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
c. Mencegah serangan berikutnya.
Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah :
a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)
Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 :
1.000 injeksi subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis
maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 x tiap
15-30 menit.
Efedrin. Tersedia berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif diberikan peroral.
Salbutamol. Tersedia berupa tablet kemasan 2 mg dan 4mg. Salbutamol
merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek
samping minimal. Dosis : 3-4 x 0,05-0,1 mg/kg BB
b. Bronkodilator golongan teofilin
Teofilin. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.
Aminofilin. Tersedia berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.
Dosis intravena : 5-6 mg/kgBB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8
jam kemudian, bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 x 3-5 mg/kg BB
c. Kortikosteroid. Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat
diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering
off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.
d. Ekspektoran
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran
pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus
diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang
mengandung antihistamin.
e. Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
2. Pengobatan profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator.
b. Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah:
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekuensi serangan, dan
meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah:
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
Tatalaksana Asma Akut Intermiten
1. Aminofilin : 3 x 3-5 mg/kg BB atau
2. Salbutamol : 3 x 0,05-0,1 mg/kg BB
3. Bila ada batuk berikan ekspectoran
4. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika
Tatalaksana Asma Berat dan Status Asmatikus
1. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau
aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Pemberian Adrenalin pada
orang tua harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi
dan penyakit jantung.
2. Dexametason 5 mg IV.
3. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.
4. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus :
– Pasang infus Glukosa 5% atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam.
– Rujuk segera ke Rumah Sakit.
2.7 Prognosis
Prognosis :
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik.
Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil
prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa.
Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Astowo, pudjo dkk. Asma Bronkiale. Bagian Pulmonologi FKUI
Garna Baratawidjaja, Karnen. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke-7. Jakarta : FKUI
Price, A. Sylvia. 2006 PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit volume 2
edisi 6. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : IPD
FKUI
http://medicafarma.blogspot.com
http://medlinux.blogspot.com
http://www.scribd.com/doc/19256106/Penyakit-Asma