Laporan Field Lab Dbd

31
LAPORAN FIELD LAB BLOK VIII INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS “PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR : DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS JUMAPOLO, KABUPATEN KARANGANYAR” Disusun Oleh : Arifa (G 0011036) Arifin Ahmad Adli Siregar (G 0011038) Chrystina Yurita Priharyuni (G 0011060) Deneisha Kartika P (G 0011064) Desrina Pungky Arum Sari (G 0011066) Desy Mila Pertiwi (G 0011068) Dien Adiparadana (G 0011074) Hanni Wardhani (G 0011104) Ivonny Rembulan Z (G 0011120) Pieter Reinaldo (G 0011158) Selvia Anggraeni (G 0011194) 1

Transcript of Laporan Field Lab Dbd

Page 1: Laporan Field Lab Dbd

LAPORAN FIELD LAB

BLOK VIII INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS

“PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR : DEMAM

BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS JUMAPOLO,

KABUPATEN KARANGANYAR”

Disusun Oleh :

Arifa (G 0011036)

Arifin Ahmad Adli Siregar (G 0011038)

Chrystina Yurita Priharyuni (G 0011060)

Deneisha Kartika P (G 0011064)

Desrina Pungky Arum Sari (G 0011066)

Desy Mila Pertiwi (G 0011068)

Dien Adiparadana (G 0011074)

Hanni Wardhani (G 0011104)

Ivonny Rembulan Z (G 0011120)

Pieter Reinaldo (G 0011158)

Selvia Anggraeni (G 0011194)

Program Studi Pendidikan Dokter/ Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2012

1

Page 2: Laporan Field Lab Dbd

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disahkan laporan field lab dengan judul Program Pengendalian

Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue oleh pembimbing dan instruktur

lapangan dari Puskesmas Jumapolo, Kabupaten Karanganyar, pada:

Hari : Selasa

Tanggal/Bulan/Tahun : 12 Juni 2012

Karanganyar, 12 Juni 2012

Menyetujui Mengesahkan

Instruktur Lapangan Field Lab Kepala Puskesmas Jumapolo,

dr. Sulistyo Wibowo dr. Arif ...

NIP. 19780824 201001 1 007 NIP. 19721013 200212 2 002

2

Page 3: Laporan Field Lab Dbd

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................ 3

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 4

BAB II. KEGIATAN YANG DILAKUKAN............................................ 7

BAB III. PEMBAHASAN....................................................................... 12

BAB IV. PENUTUP................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 19

LAMPIRAN.............................................................................................. 20

3

Page 4: Laporan Field Lab Dbd

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD/ Dengue Hemmoragic Fever) merupakan

masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di

daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan fatalitas yang cukup tinggi,

yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini

dapat ditemukan di sebagian besar Negara di Asia. Demam Berdarah Dengue

(DBD) juga merupakan penyakit yang menjadi masalah penting di kawasan Asia

Tenggara dan Pasifik Barat.

Bagi negara – negara dunia ketiga atau pheri – pheri di kawasan Asia

Tenggara, penyakit DBD ini merupakan isu penting di dalam pengelolaan

lingkungan, karena secara langsung berhubungan dengan kualitas lingkungan fisik

dan biologis di daerah hunian manusia. Jumlah negara yang mengalami wabah

DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus

DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih

dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang

dari 1% (WHO, 2008).

Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama

30 tahun terakhir. Kasus penyakit DBD ini terjadi sejak tahun 1960-an hingga

sekarang dengan tingkat kematian kedua di wilayah Asia Tenggara. Surabaya dan

Jakarta merupakan 2 wilayah dengan jumlah kematian terbesar di Indonesia

sekaligus merupakan wilayah yang padat penduduknya. Angka kematian penyakit

DBD ini, hingga tahun 2009 dapat ditekan terus menurun dengan CFR (Case

Fatality Rate) sebesar 2,0 % yang terjadi di 11 Provinsi di Indonesia. Namun

disamping itu angka kesakitan dan wilayah terjangkit DBD masih cenderung

meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu menunjukkan kalau penyebaran DBD

4

Page 5: Laporan Field Lab Dbd

belum dapat dikendalikan secara tuntas. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah

mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per

100.000 penduduk. Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus/ Case Fatality Rate

sebesar 1% (Depkes RI, 2008a).

Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara.

Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes

aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit

mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung

dari iklim dan kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai

awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Propinsi

Jawa Tengah, 2006).

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat

hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih

dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat penting

untuk ditangani, mengingat mudahnya proses transmisi pada negara-negara tropis

seperti Indonesia. Ditunjang oleh kondisi cuaca pada musim pancaroba, hal ini

sangat mendukung perkembangbiakan serta transmisi penyakit ini. Kemudian, hal

yang tidak kalah penting adalah total kasus meninggal (Case Fatality Rate) dari

DBD yang cukup tinggi, sekitar 1%. (Kristina et.al, 2004).

Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia

dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI,

2008b).

Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan

(fogging) secara masal, abatisasi masal, serta penggerakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) yang terus-menerus (Widoyono, 2005).

5

Page 6: Laporan Field Lab Dbd

B. TUJUAN

Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa dapat:

1. Mampu menegakkan diagnosis DBD.

2. Mampu melakukan penyelidikan epidemiologi.

3. Mampu menentukan adanya kejadian KLB dari hasil penyelidikan

epidemiologi.

4. Mampu melakukan pelaporan kasus DBD.

5. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di Indonesia.

6. Mampu menentukan tindakan penanggulangan yang harus diambil dari

hasil penyelidikan epidemiologi.

7. Mampu menjelaskan cara evaluasi penanggulangan KLB-DBD.

6

Page 7: Laporan Field Lab Dbd

BAB II

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Tahap Persiapan (Kegiatan Hari 1)

Pada tanggal 19 Mei 2012 kami melaksanakan pertemuan awal untuk

menyerahkan surat pengantar dan Buku Rencana Kegiatan, membahas rencana

kegiatan, serta untuk survey tempat.

Kegiatan Field Lab hari pertama untuk Blok Infeksi dan Penyakit

Tropis dengan topik “Program Pengendalian Penyakit Menular: Demam

Berdarah Dengue” dilakukan di Puskesmas Jumapolo pada hari Selasa, 22 Mei

2012. Kami bertemu dengan Kepala Puskesmas dan koordinator program

penanggulangan demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Jumapolo.

Pada pertemuan hari pertama, mahasiswa mendapatkan pengarahan dan

penjelasan mengenai program pengendalian Penyakit Demam Berdarah

Dengue di Kecamatan Jumapolo yang terdiri dari dua belas desa/ kelurahan,

yaitu Desa Jatirejo, Desa Kadipiro, Desa Jumapolo, Desa Ploso, Desa Bakalan,

Desa Giriwondo, Desa Jumantoro, Desa Karangbangun, Desa Kedawung, Desa

Kwangsan, Desa Lemahbang, dan Desa Paseban.

Dengan mempertimbangkan beberapa hal, kami pun memutuskan untuk

melaksanakan penyelidikan epidemiologi di Desa Ploso, tepatnya di Dusun

Ploso Wetan, dengan mengambil sepuluh sampel rumah warga yang berada di

dusun tersebut secara acak.

Setelah memutuskan lokasi tempat pelaksanaan penyelidikan

epidemiologi, dengan dibimbing oleh pihak puskesmas, kami pun menemui

Kepala Desa Ploso untuk meminta izin pelaksanaan kegiatan sekaligus

penjelasan dan pengumpulan informasi mengenai keadaan desa secara umum.

7

Page 8: Laporan Field Lab Dbd

Desa Ploso terletak di bagian selatan Kecamatan Jumapolo. Daerahnya

tidak terlalu luas dan penduduknya tidak terlalu padat. Jumlah penduduknya

sekitar 500 orang yang terdiri dari 112 Kepala Keluarga. Sebagian besar

wilayahnya merupakan area pertanian dan perkebunan dengan mata

pencaharian utama penduduknya adalah sebagai petani. Namun, tidak sedikit

pula warga yang bekerja di daerah lain.

Desa Ploso bukan merupakan daerah endemis Demam Berdarah. Sejak

tahun 2007 tidak pernah ditemukan kasus Demam Berdarah yang terjadi di

wilayah tersebut. Sanitasi air yang ada di Desa Ploso memang sudah baik.

Tidak terdapat sungai maupun parit dengan air yang menggenang.

B. Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (Kegiatan Hari II)

Pada kegiatan Field Lab pertemuan kedua, tanggal 29 Mei 2012, kami

berkesempatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap jentik-jentik nyamuk di

sepuluh rumah warga Dusun Ploso Wetan.

Kegiatan diawali dengan briefing singkat oleh Instruktur Lapangan

mengenai teknik komunikasi yang nantinya akan kami lakukan langsung

dengan warga desa dan mengenai prosedur pemeriksaan jentik-jentik nyamuk

di dalam maupun di luar rumah. Instruktur pun membagi kami menjadi 5

kelompok kecil agar waktu yang digunakan akan lebih efisien dan mencegah

agar mahasiswa yang memasuki rumah warga tidak terlalu banyak. Masing-

masing dari kami memeriksa 2 rumah.

Dari kegiatan tersebut, kami melakukan pengamatan antara lain pada

genangan air, gentong air, bak mandi, tempat pembuangan air, tempat minum

hewan peliharaan, kolam ikan, dan vas bunga.

Langkah-langkah melakukan penyelidikan epidemiologi adalah sebagai

berikut:

1. Mencatat identitas penderita / tersangka DBD di buku harian penderita

DBD

8

Page 9: Laporan Field Lab Dbd

2. Menyiapkan peralatan penyelidikan epidemiologi (tensimeter, senter,

form, dan abate)

3. Datang ke Lurah atau Kepala Desa di wilayah dengan penderita DBD

4. Menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu

sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji Rumple Leeds

5. Memeriksa jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah

(radius 20 rumah di sekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah

penderita)

6. Hasil pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir Penyelidikan

Epidemiologi (PE)

Dari hasil pengamatan di sepuluh rumah didapatkan:

Kelompok pertama:

Pada rumah Bu Sani, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk di

dalam rumah seperti penampungan air. Namun, pada pembuangan air

ada beberapa jentik, karena airnya tidak mengalir dan menggenang.

Pada rumah Pak Karyo, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk

karena tempat penampungan air ditutup sehingga nyamuk tidak dapat

memasuki tempat penampungan air.

Kelompok kedua:

Pada rumah Pak Joko, tidak didapatkan adanya jentik nyamuk di

dalam rumah seperti penampungan air, bak mandi dan tempat minum

hewan ternak. Di luar rumah tidak terdapat benda yang dapat

menimbulkan genangan air.

Pada rumah Pak Andi, di dalam rumah tidak ditemukan adanya

jentik nyamuk, seperti di tempat penampungan air, bak mandi, dan lain-

lain. Namun, di belakang rumah beliau terdapat kolam lele yang

disekitarnya terdapat genangan air yang memperlihatkan adanya

beberapa jentik nyamuk.

9

Page 10: Laporan Field Lab Dbd

Kelompok tiga:

Pada rumah Pak Suparno tidak terdapat adanya jentik

nyamuk di tempat penampungan air. Bak mandi, gentong air, dan

ember juga bersih dan bebas dari jentik-jentik nyamuk.

Di rumah Bu Sulastri juga tidak terdapat jentik-jentik

nyamuk di tempat-tempat yang menampung air baik di dalam maupun

di luar rumah.

Kelompok empat:

Di rumah Bu Suradi tidak terdapat jentik nyamuk di tempat

penampungan air, baik di bak mandi, gentong, maupun tempat minum

hewan ternak.

Di rumah Bu Suwarno juga bersih dari jentik-jentik

nyamuk di tempat-tempat yang menampung air.

Kelompok lima:

Di bak mandi rumah Bu Sugito, ditemukan adanya jentik

nyamuk sebanyak 8 jentik dari volume air sebanyak 0,04 m3 dan

sekitar 50-100 jentik nyamuk di tempayan yang berisi air sekitar 5

liter.

Di rumah Bu Narti tidak terdapat jentik-jentik nyamuk di

tempat-tempat yang menampung air, baik di dalam rumah maupun di

luar rumah.

Di setiap rumah, kami telah menanyakan apakah ada keluarga yang

mengalami demam dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Secara

ringkasnya, hasil penyelidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

10

Page 11: Laporan Field Lab Dbd

No

Nama

KK

Luar Rumah Dalam Rumah Demam

(dalam

kurun

waktu 1

minggu)

Kalen

g

Plast

ik

Lain2 Bak Tempaya

n

Lain2

1. Ibu Sani 1 (+) 1 (-) 1 (-) -

2. Bapak

Karyo

1 (-) 1 (-) -

3. Bapak

Joko

1 (-) -

4. Bapak

Andi

1 (-) 1 (+) 1 (-) -

5. Bapak

Suparno

1 (-) -

6. Ibu

Sulastri

1 (-) 1 (-) -

7. Ibu

Suradi

1 (-) 2 (-) -

8. Ibu

Suwarn

o

1 (-) 1 (-) -

9. Ibu

Sugito

1 (+) 1 (++) -

10. Ibu

Narti

1 (-) -

Setelah melakukan pemeriksaan jentik-jentik nyamuk, kami pun

memberikan edukasi kepada warga sesuai dengan hasil temuan yang kami

dapatkan selama pemeriksaan.

11

Page 12: Laporan Field Lab Dbd

BAB III

PEMBAHASAN

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot, nyeri

sendi, leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis

hemoragik. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam

genus Flaviviridae.

Terdapat 4 serotype virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue dan keempat serotype

tersebut dapat ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 sebagai serotype

terbanyak.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes

(terutama A. Aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan

bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng

bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Dapat diketahui mengapa dalam kolam ikan lele yang airnya keruh, tidak

terdapat jentik-jentik nyamuk. Sedangkan dalam parit dan genangan air yang

jernih, dapat ditemukan banyak jentik-jentik nyamuk.

Untuk dapat mencari penderita atau tersangka DBD, maka perlu dilakukan

penyelidikan epidemiologi. Merupakan kegiatan pencarian penderita/tersangka

DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah

penderita, dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat-tempat

umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut.

(Depkes RI, 2006). Penyelidikan epidemiologi dilakukan untuk menyelidiki

apakah penyakit tersebut menyebar atau tidak, apakah penyakit tersebut

12

Page 13: Laporan Field Lab Dbd

bersumber dari lingkungan sekitar atau dari luar, dan menentukan tindakan

selanjutnya. Penyelidikan epidemiologi tidak hanya dilakukan untuk DBD

tetapi juga untuk penyakit lainnya. Langkah-langkah epidemiologi telah

dijelaskan di bab sebelumnya mengenai kegiatan yang dilakukan.

Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria

yang disusun oleh WHO (1999). Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan

laboratoris (WHO, 2009):

Kriteria Klinis terdiri atas:

1. Demam tinggi mendadak (38,2°C-40°C) dan terus menerus selama 2-

7 hari tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai

batuk, faringitis, nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri

abdomen, selama 2-4 hari, juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang

dan lekopenia.

2. Manifestasi perdarahan, biasanya pada hari kedua demam, termasuk

setidak-tidaknya uji bendung (uji Rumple Leede/Tourniquette) positif

dan salah satu bentuk lain perdarahan antara lain purpura, ekimosis,

hemstoma, epistaksis, perdarahan gusi dan konjuntiva. Perdarahan

saluran cerna (hematemesis, melena, atau hematochezia), mikroskopik

hematuria atau menorraghia.

Tes RL adalah prosedur hematologi yang merupakan uji diagnostik

terhadap ketahanan kapiler dan penurunan jumlah trombosit.

Ketahanan kapiler dapat menurun pada infeksi DHF, ITP, purpura,

dan Scurvy. Tes RL dilakukan dengan cara pembendungan vena

memakai sfigmomanometer pada tekanan antara sistolik dan diastolik

(100 mmHg) selama 10 menit. Pembendungan vena menyebabkan

darah menekan dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab

kurang kuat atau adanya trombositopenia, akan rusak oleh

pembendungan tersebut. Darah dari dalam kapiler akan keluar dan

merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai

bercak merah kecil pada permukaan kulit. Bercak tersebut disebut

13

Page 14: Laporan Field Lab Dbd

ptekie. Hasil positif bila terdapat ptekie pada bagian volar lengan

bawah yang dibendung dengan jumlah ≥ 10 pada area berdiameter 5

cm.

Secara ringkasnya adalah sebagai berikut:

1. Mengukur tekanan sistole dan diastole, mengambil rata-

ratanya.

2. Melakukan bendungan pada lengan atas pada tekanan rata-

ratatersebut, maksimal 100 mmHg dan mempertahankan

selama 10 menit.

3. Membaca hasilnya pada volar lengan bawah kira-kira 4 cm di

bawahlipat siku dengan penampang 5 cm.

3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.

4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsetrasi), mulai dari yang

ringan seperti kenaikan hematokrit >20% dibandingkan sebelumnya,

sampai yang berat yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin,

lembab, gelisah, sianosis dan kencing berkurang)

Kriteria Laboratoris terdiri atas:

1. Trombositopenia (<100.000/mm³) biasanya ditemukan pada hari ke

2 atau 3, terendah pada hari ke 4-6, sampai hari ke 7-10 sakit.

2. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma, yaitu:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai

dengan umur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau

hipoproteinemia.

Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria klinis dan 2

kriteria laboratoris.

14

Page 15: Laporan Field Lab Dbd

Dalam kegiatan Field Lab ini, kami juga harus dapat menentukan adanya

KLB dari hasil penyelidikan epidemiologi. KLB DBD ditegakkan jika ada

peningkatan jumlah kasus DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS) di suatu

desa/kelurahan/wilayah lebih luas, 2 kali lipat atau lebih dalam kurun waktu satu

minggu/bulan dibanding minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun

lalu. Pada cakupan wilayah Puskesmas Mojosongo pernah terjadi KLB pada tahun

2007 dan 2010. KLB ditangani dengan cara :

1. Pengobatan/perawatan penderita

2. Penyelidikan epidemiologi

3. Pemberantasan vektor (PSN dan fogging)

4. Penyuluhan kepada masyarakat

5. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB

Sedangkan kasus DBD ditanggulangi dengan alur sebagai berikut:

15

Page 16: Laporan Field Lab Dbd

Di Indonesia, cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD

adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut dengan “3M

Plus” yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa

hal seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan

kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,

menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan

lain-lain.

16

Page 17: Laporan Field Lab Dbd

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Demam berdarah merupakan masalah kesehatan yang masih sangat

penting untuk dibahas karena masih banyaknya kejadian Demam

Berdarah yang tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan

mortilitas pada penderitanya. Meskipun di tempat kami melaksanakan

kegiatan pemantauan pengendalian penyakit Demam Berdarah bukan

merupakan daerah endemis dan jarang sekali kasus DBD terjadi di sana,

kami tetap belajar mengenai cara mendiagnosis suspek DBD, melakukan

pelaporan apabila terdapat kasus, melakukan penyelidikan epidemiologi,

dan mempelajari penanggulangan penyakit DBD baik dari segi

pencegahan maupun penanggulangan.

Dari hasil penyelidikan epidemiologi, dapat diketahui bahwa

sebagian besar dari rumah warga yang kami periksa, tidak dijumpai

adanya jentik-jentik nyamuk. Keadaan tempat tinggal warga pun terlihat

bersih dan rapi. Dari komunikasi dengan warga yang telah kami lakukan,

diketahui bahwa sebagian besar warga sudah menguras bak mandi dan

tempat penampungan airnya setiap satu minggu sekali.

Kesadaran warga akan pentingnya kebersihan sudah sangat baik,

akan tetapi kesadaran untuk tetap menjaga kebersihan dan kesehatan

lingkungan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan dengan

pemberian edukasi karena beberapa warga masih membiarkan genangan-

genangan air di pekarangan rumahnya yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk. Di tempat penampungan air salah satu

rumah warga juga masih ditemukan jentik-jentik nyamuk dalam jumlah

yang tidak sedikit sehingga perlu disarankan untuk mengurasnya setiap

17

Page 18: Laporan Field Lab Dbd

minimal 1 minggu sekali dan lebih menjaga kebersihan lingkungan

tempat tinggalnya.

Pelaksanaan kegiatan Field Lab dapat berjalan dengan lancar dan

edukatif. Warga setempat berpartisipasi dengan baik dan menerima

mahasiswa dengan ramah. Selain itu, dari pihak Puskesmas, baik Kepala

Puskesmas, Instruktur Lapangan, pembimbing, dan kader-kader juga

telah memberikan penjelasan dengan baik dan membantu kami mencapai

tujuan pembelajaran.

Kendala yang dihadapi adalah karena banyaknya warga yang

bekerja sebagai petani sehingga ketika pagi hari, sebagian besar rumah

kosong dan membuat kami memutuskan untuk mengganti sampel yang

telah ditentukan sebelumnya untuk kami periksa. Permasalahan-

permasalahan lain yang kami hadapi di lapangan belum pernah

didapatkan secara formal dalam kegiatan perkuliahan sehingga akan

menjadi pengalaman yang penting bagi profesi kami kelak sebagai

seorang klinisi yang mengabdi kepada masyarakat.

B. SARAN

Diharapkan agar masyarakat tetap menjaga kebersihan lingkungan

tempat tinggalnya untuk mencegah perkembangbiakan dan pertumbuhan

nyamuk sebelum nyamuk menjadi dewasa dan dapat menjadi agen

penularan penyakit Demam Berdarah Dengue.

18

Page 19: Laporan Field Lab Dbd

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Perkembangan Kejadian DBD

di Indonesia, 2004-2007. http://www.penyakitmenular.info/detil.asp?

m=5&s=5&i=217 (diakses pada April 2008).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Tata Laksana Demam

Berdarah Dengue. http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana

%20DBD.pdf (diakses pada April 2008).

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Prosedur Tetap Penanggulangan

KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &

Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic Fever.

http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs117/en/ (diakses pada April

2008).

19

Page 20: Laporan Field Lab Dbd

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN

Gambar 1. Genangan air dengan jentik-jentik nyamuk.

Gambar 2. Memeriksa jentik-jentik nyamuk di bak mandi.

20

Page 21: Laporan Field Lab Dbd

Gambar 3. Memberikan edukasi kepada warga berdasarkan hasil

pemeriksaan jentik-jentik nyamuk.

Gambar 4. Pengarahan oleh Kepala Dusun

21

Page 22: Laporan Field Lab Dbd

Gambar 5. Mahasiswa bersama instruktur dan pembimbing lapangan.

Gambar 6. Pemeriksaan jentik-jentik nyamuk di kaleng bekas yang

menampung air.

22