Laporan Ferment Kinetika

29
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan rata-rata jumlah mikroba/cc, OD, pH, dan total asam pada kloter B dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan ata-rata !umlah "ikroba/cc, OD, pH, dan Total #sam $el . Perlakuan %aktu "O tiap petak Ʃ ata-rata/ Ʃ "O tiap petak ata-rata/ Ʃ "O tiap cc OD pH Total #sam &mg/ml' 1 ( ) * B1 +ari #pel S. cereviceae 0 0,2 (,2 x 1 2 ,(*10 ),13 10,)( (* * *2 *0 1 *0, 1 ,* x 1 2 ,02)) ),1* 1 ,)0 * *) *( *0 * ,( 1 ,1 x 1 2 1, 3)1 ),(0 1 ,)0 2( 11 30 3*,2 )2,3 x 1 2 1,)3(( ),)* 1),** 30 1* ( )* () (*,2 3,3 x 1 2 , *1 ),* 1),** B( +ari #pel S. cereviceae ( 12 1 3 1 ,( 10,1 x 1 2 ,( 3 ),13 10,)( (* ** ( (1 ) ,2 1*,) x 1 2 1, 1 * ),1 10,)( * * *0 *0 *0 **, 12, x 1 2 1,1*)( ),(2 10,)( 2( * *0 0( 0 ),( (1,) x 1 2 1,*1)2 ),)1 1*,* 30 (3 )( 1* 12 (), 3,( x 1 2 ,*)1( ),)2 1),** B) +ari #pel S. cereviceae 0 ) ( * ),2 1, x 1 2 ,(1 ),12 10,)( (* 03 2 0 ( , (),* x 1 2 ,2 1* ),1* 10,)( * )( ) *0 * ) ,( 1 ,) x 1 2 1,12*0 ),( 1 ,)0 2( 1 1 31 2 31, )0,* x 1 2 1,*(31 ),)1 1*, 1 30 (0 )) )1 ) )1,( 1(, x 1 2 ,)) ),) 1),** B* +ari #pel S. cereviceae 2 3 2 3 , ),( x 1 2 ,(1) ),13 10,)( (* 01 0 1 ) 0,( ((, x 1 2 ,3 30 ),10 10,)( * ( )) (0 )1 (3, 11, x 1 2 1,(1 ),( 10,)( 2( 0 02 0* 02 0 ,2 (0,) x 1 2 1,0*01 ),)1 1*,* 30 1 * 1 ,2 (,) x 1 2 ,*(32 ),)0 1*,* B +ari #pel S. cereviceae 1 * 10 11, *,0 x 1 2 ,)( ),1 10,)( (* *) 1 *2 *2,2 13,1 x 1 2 ,2322 ),12 10,)( * 2 3 2 2,2 (),1 x 1 2 1,1)2) ),(* 1 ,)0 2( 0 02 2 22 0 , (2,* x 1 2 1,* (* ),( 1*,* 30 2 3 21 ) 2, ) , x 1 2 1,10 3 ),)1 1*,* 1

description

kinetika cider apel

Transcript of Laporan Ferment Kinetika

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan rata-rata jumlah mikroba/cc, OD, pH, dan total asam pada kloter B dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Mikroba/cc, OD, pH, dan Total AsamKel.PerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccODpHTotal Asam (mg/ml)

1234

B1Sari Apel + S. cereviceaeN05688 6,75 2,7 x 1070,24163,1916,32

N244047465146,0018,4 x 1070,67333,1415,36

N484342465045,2518,1 x 1071,09313,2615,36

N7211096858894,7537,9 x 1071,39223,3413,44

N961428342324,75 9,9 x 1070,55413,4013,44

B2Sari Apel + S. cereviceaeN0201715915,2516,1 x 1070,25953,1916,32

N244428215035,7514,3 x 1071,51543,1516,32

N484046464644,5017,8 x 1071,14323,2716,32

N724046626553,2521,3 x 1071,41373,3114,40

N962932141723,00 9,2 x 1070,43123,3713,44

B3Sari Apel + S. cereviceaeN06324 3,75 1,5 x 1070,21803,1716,32

N246957565258,5023,4 x 1070,78143,1416,32

N483235464038,2515,3 x 1071,17463,2515,36

N7210191878591,0036,4 x 1071,42913,3114,01

N962633313531,2512,5 x 1070,33583,3513,44

B4Sari Apel + S. cereviceaeN07979 8,00 3,2 x 1070,21303,1916,32

N246160515356,2522,5 x 1070,98963,1616,32

N482833263129,5011,8 x 1071,21503,2516,32

N726567646765,7526,3 x 1071,64613,3114,40

N9610418 5,75 2,3 x 1070,42973,3614,40

B5Sari Apel + S. cereviceaeN081841611,50 4,6 x 1070,32583,1816,32

N245043514747,7519,1 x 1070,79773,1716,32

N485759585757,7523,1 x 1071,13733,2415,36

N726067707768,5027,4 x 1071,45243,2814,40

N968759718375,0030,0 x 1071,16593,3114,40

1

Pada tabel 1 diatas dapat dilihat rata-rata jumlah mikroba/cc dan nilai optical density dari sari apel + S. cereviceae dari N0 hingga N96. Pada No, dapat dilhat jika rata-rata jumlah mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B2 yakni sebesar 16,1 x 107, sedangkan rata-rata jumlah mirkoba/cc paling kecil diperoleh kelompok B3 yakni sebesar 1,5 x 107. Pada N24, rata-rata jumlah mikroba/cc paling besar diperoleh kelompok B3 yakni sebesar 23,4 x 107. Sedangkan jumlah mikroba/cc paling kecil diperoleh kelompok B2 yakni sebesar 14,3 x 107. Pada N48, jumlah mikroba/cc paling besar didapatkan oleh kelompok B5 dengan nilai sebesar 23,1 x 107. Sedangkan untuk jumlah mikroba/cc paling kecil didapatkan oleh kelompok B4 dengan nilai sebesar 11,8 x 107. Pada N72, jumlah mikroba paling besar didapatkan oleh kelompok B1 dengan nilai sebesar 37,9 x 107. Sedangkan untuk jumlah mikroba paling kecil didapatkan oleh kelompok B2 dengan nilai sebesar 37,9 x 107. Pada N96, jumlah mikroba paling besar didapatkan oleh kelompok B5 dengan nilai sebesar 30,0 x 107. Sedangkan untuk jumlah mikroba paling kecil didapatkan oleh kelompok B4 dengan nilai sebesar 2,3 x 107.

Dari nilai optical density-nya, pada N0, nilai OD tertinggi didapatkan oleh kelompok B5 yakni sebesar 0,3258. Sedangkan untuk nilai OD yang paling rendah didapatkan oleh kelompok B4 yakni sebesar 0,2130. Pada N24, nilai OD paling tinggi didapatkan oleh kelompok B2 dengan nilai sebesar 1,5154. Sedangkan untuk nilai OD paling rendah diperoleh kelompok B2 dengan nilai OD sebesar 0,6733. Pada N48, nilai OD paling tinggi diperoleh kelompok B4 dengan nilai OD sebesar 1,2150. Sedangkan nilai OD paling rendah didapatkan oleh kelompok B1 yakni sebesar 1,0931. Pada N72, nilai OD paling tinggi diperoleh kelompok B4 yakni dengan nilai OD sebesar 1,6461. Sedangkan nilai OD paling rendah pada N72 didapatkan oleh kelompok B1 yakni sebesar 1,3922. Pada N96, nilai OD paling tinggi didapatkan oleh kelompok B5 dengan nilai OD sebesar 1,1659. Sedangkan nilai OD paling rendah didapatkan oleh kelompok B3 dengan nilai OD sebesar 0,3358.

Dari nilai pH nya, pada N0, nilai pH tertinggi didapatkan oleh kelompok B1, B2, dan B4 yakni sebesar 3,19. Sedangkan untuk nilai pH yang paling rendah didapatkan oleh kelompok B3 yakni sebesar 3,17. Pada N24, nilai pH paling tinggi didapatkan oleh kelompok B5 dengan nilai sebesar 3,17. Sedangkan untuk nilai pH paling rendah diperoleh kelompok B1 dan B3 dengan nilai pH sebesar 3,14. Pada N48, nilai pH paling tinggi diperoleh kelompok B2 dengan nilai pH sebesar 3,27. Sedangkan nilai PH paling rendah didapatkan oleh kelompok B5 yakni sebesar 3,24. Pada N72, nilai pH paling tinggi diperoleh kelompok B1 yakni dengan nilai pH sebesar 3,34. Sedangkan nilai pH paling rendah pada N72 didapatkan oleh kelompok B5 yakni sebesar 3,28. Pada N96, nilai pH paling tinggi didapatkan oleh kelompok B1 dengan nilai pH sebesar 3,40. Sedangkan nilai pH paling rendah didapatkan oleh kelompok B5 dengan nilai pH sebesar 3,31.

Dari nilai total asamnya, pada N0, nilai total asam seluruh kelompok sama yaitu 16,32. Pada N24, nilai total asam semua kelompok 16,32 kecuali B1 mendapatkan hasil 15,36. Pada N48, nilai total asam paling tinggi diperoleh kelompok B2 dan B4 dengan nilai total asam sebesar 16,32. Sedangkan nilai total asam paling rendah didapatkan oleh kelompok B1, B3, dan B5 yakni sebesar 15,36. Pada N72, nilai total asam paling tinggi diperoleh kelompok B3 yakni dengan nilai sebesar 14,01. Sedangkan nilai total asam paling rendah pada N72 didapatkan oleh kelompok B1 yakni sebesar 13,44. Pada N96, nilai total asam paling tinggi didapatkan oleh kelompok B4 dan B5 dengan nilai total asam sebesar 13,44. Sedangkan nilai total asam paling rendah didapatkan oleh kelompok B1, B2, dan B3 dengan nilai total asam sebesar 13,44.

Untuk melihat hubungan antara jumlah mikroba/cc, nilai optical density, pH, total asam, dan waktu maka dibuatlah grafik-grafik sebagai berikut.

Gambar 1. Grafik Hubungan OD dengan waktuBerdasarkan gambar 1, dapat dilihat bahwa hubungan antara waktu dengan nilai optical density (OD) untuk setiap kelompok memiliki kesamaan yakni membentuk grafik seperti grafik pertumbuhan mikroba umum. Pada waktu N0 hingga N72 pada semua kelompok mengalami peningkatan OD kecuali kelompok B2 mengalami penaikan pada N24 dan kemudian mengalami penurunan. Sedangkan setelah melalui N72, semua kelompok mengalami penurunan OD.

Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu

Dari gambar 2, dapat dilihat hubungan antara waktu dengan jumlah mikroba/cc. Hubungan antara waktu dengan jumlah mikroba/cc cenderung berbanding lurus dimana semakin lamanya waktu, maka jumlah mikroba/cc yang terdapat pada cider apel juga semakin tinggi. Akan tetapi pada N48 beberapa kelompok mengalami penurunan jumlah mikroba Pada setiap kelompok, jumlah mikroba/cc paling tinggi didapatkan pada waktu N72.

Gambar 3. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Dari gambar 3 diatas adalah hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan pH. Dapat dilihat grafik yang fluktuatif. Pada pH berkisar 3,25 jumlah mikroorganisme menurun dan kemudian meningkat kembali. Pada pH kisaran 3,3 sampai 3,4, jumlah mikoorganisme adalah yang tertinggi dari semua kelompok. Jumlah mikroorganisme menurun kembali setelah pH 3,4.

Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan AbsorbansiGambar 4 diatas menunjukkan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi yang diperoleh. Ditunjukkan grafik yang sangat fluktuatif, peningkatan dan penurunan setiap kelompok pun berbeda-beda. Semakin tingginya angka absorbansi yang diperoleh, jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam sampel semakin banyak karena akan semakin keruh.

Gambar 5. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

Gambar 5 diatas menunjukkan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan total asam yang diperoleh. Dapat dilihat jumlah mikroorganisme terbanyak pada kisaran total asam 13 sampai 14,5. Grafik yang diperoleh madalah grafik yang fluktuatif. Setelah mengalami peningkatan, rata-rata jumlah sel mikroorganisme akan menurun.

6

2. PEMBAHASANPada praktikum kinetika kloter B ini, dilakukan praktikum kinetika dengan minuman beralkohol sebagai sampelnya. Minuman berakohol hasil fermentasi yang digunakan pada praktikum ini adalah cider apel. Menurut jurnal Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banana Fermentation, minuman beralkohol hasil fermentasi atau sering disebut vinegar harus melalui pengujian sensorik dan deskriptif. Disamping itu juga dibutuhkan analisis penerimaan konsumen terhadap minuman alcohol hasil fermentasi. Fermentasi merupakan proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat aktivitas dari mikroorganisme. Hasil fermentasi ini sangat ditentukan dari jenis bahan pangan (substrat) yang digunakan sebagai media, jenis mikroorganisme yang digunakan serta proses metabolismenya. Prinsip dasar dari proses fermentasi ini adalah semua mikroorganisme menggunakan karbon sebagai substrat utamanya baru kemudian nitrogen pada proses metabolismenya. Maka dari itu, hampir semua bahan yang mengandung C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai media fermentasi yang sempurna untuk menghasilkan alkohol (Winarno et al., 1980).

Minuman cider mempunyai umur simpan yang panjang. Beberapa minuman ditemui semakin lama proses fermentasi maka akan dihasilkan minuman cider dengan rasa yang lebih enak. Berdasarkan jurnal Antimicrobial Activity of Vinegar on Bacterial Species Isolated from Retail and Local Channel Catfish (Ictalurus punctatus) mengatakan bahwa minuman cider ini mempunyai umur simpan yang panjang karena cider sendiri mengandung asam asetat yang mampu mereduksi jumlah bakteri tanpa merubah aspek sensorik dari cider. Di samping itu, cider juga dapat berperan sebagai antimicrobial natural untuk beberapa makanan misalnya produk perikanan sehingga kualitasnya meningkat.

Dalam pembuatan cider pada praktikum ini, bahan baku yang digunakan adalah apel. Pada proses pembuatannya, apel yang merupakan bahan baku ini, pertama-tama dicuci terlebih dahulu hingga bersih, dan kemudian dimasukkan ke dalam juicer hingga buah apel tersebut hancur dan diperoleh sari apel. Tujuan proses penghancuran dengan 7

menggunakan juicer ini adalah agar gula yang terkandung dalam buah apel dapat keluar bersama dengan sari apel tersebut (Ikhsan, 1997). Buah apel merupakan buah yang mengandung banyak gula sehingga buah ini dapat digunakan sebagai substrat fermentasi karena gula merupakan faktor yang sangat penting untuk terus berlangsungnya proses fermentasi. Gula yang berasal dari buah apel ini kemudian akan dipecah menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroorganisme (Winarno et al., 1980). Berdasarkan jurnal Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider menyatakan bahwa penurunan jumlah biomassa akan menghasilkan cider dengan kualitas yang sangat baik. Adapun dampak yang diberikan berupa peningkatan pada laju fermentasi, membuang gas nitrogen, memperbaiki flavor dengan adanya gula pereduksi dari buah itu sendiri dan aroma yang dihasilkan oleh yeast. Pada praktikum kinetika ini, akan dilakukan perhitungan sel dengan menggunakan metode haemocytometer untuk mendapatkan jumlah mikroba/cc dan diukur turbidity dari cider apel dengan menggunakan spektrofotometer untuk mendapatkan optical density (OD). Disamping itu, diukur juga pH nya dengan pH meter dan total asamnya dengan metode titrasi.

Untuk proses pengujiannya, mula-mula sebanyak 250 ml sari apel yang digunakan sebagai media pertumbuhan yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian, 30 ml yeast diambil dengan menggunakan pipet ukur secara aseptis dan diinokulasikan pada media pertumbuhan yang telah disiapkan sebelumnya. Teknik aseptis harus dilakukan pada proses penginokulasian ini karena teknik ini akan mencegah tercemarnya proses fermentasi yang diinginkan oleh mikroorganisme-mikroorganisme kontaminan yang tidak diinginkan pertumbuhannya (Dwidjoseputro, 1994). Kemudian dilakukan inkubasi dengan perlakuan shaker atau penggoyangan.Gambar 6. Sari Apel yang Digunakan

Media yang telah mengandung yeast tersebut lalu diambil sebanyak 30 ml dan dipindahkan pada gelas ukur secara aseptis untuk didapatkan jumlah mikroba pada setiap petaknya untuk mendapatkan jumlah mikroba/cc-nya dengan menggunakan alat yang bernama haemocytometer dan diukur optical density, pH, dan total asam. Media pertumbuhan dan yeast yang tersisa lalu diinkubasi dengan tetap di-shaker pada suhu ruang (25o-30oC) selama 5 hari dan setiap 24 jam, sampel sebanyak 10 ml untuk diuji jumlah mikroba pada setiap petak untuk mendapatkan rata-rata mikroba/cc nya, OD, pH, dan total asam dimana hal ini dilakukan pada hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari ke-4 (N96).

Yeast yang digunakan dalam pembuatan cider apel ini adalah Saccharomyces cereviceae. Saccharomyces cereviceae merupakan yeast yang selama berjalannya proses fermentasi akan terbawa ke permukaan sari buah apel (Buckle et al., 1987). Rehm & Reed (1983) mengatakan bahwa Saccharomyces cereviseae merupakan spesies yeast yang biasa dikomersialkan dan sering disebut sebagai bakers yeast. Yeast tipe ini biasanya ditumbuhkan dalam suasana aerobik dengan metode fed batch dan memiliki pertumbuhan yang optimal pada tingkat keasamaan (pH) antara 4-5. Saccharomyces cereviseae dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena Saccharomyces cereviseae mampu memecah bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 (Gaman & Sherrington, 1994). Berdasarkan jurnal Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells menjelaskan tentang perpaduan substrat glukosa yang digunakan dengan Saccharomyces cereviseae yang sudah diimobilisasi dengan menggunakan bioreactor berupa biokatalis stirred beds. Hal ini dilakukan selama 5 sampai 9 siklus fermentasi. Difusi yang terjadi antar partikel-partikel biokatalis mampu mengawetkan aktivitas mikroba dan mikroorganisme penghambat dapat dihindari.

Suhu optimum untuk pertumbuhan kebanyakan khamir biasanya hampir sama dengan suhu optimum untuk pertumbuhan kapang, yakni sekitar 25o-30oC sedangkan suhu maksimal pertumbuhannya berkisar antara 37-47oC (Fardiaz, 1992). Maka dari itu, untuk memaksimalkan pertumbuhan Saccharomyces cereviceae yang digunakan untuk pembuatan cider apel ini maka inkubasi pada praktikum ini dilakukan pada suhu ruang yang berkisar antara 27o-30oC. Penumbuhan yeast pada cider apel pada praktikum ini menggunakan sistem batch yang berarti kultur yang diciptakan merupakan sistem kultur tertutup yang berisi nutrient dalam jumlah yang terbatas (Stanburry & Whitaker, 1984). Fermentasi dari Saccharomyces cereviceae akan dipengaruhi beberapa faktor seperti tipe dan konsentrasi sumber karbon, oksigen yang terlarut pada saat proses agitasi, pH dan suhu media pertumbuhan (Bhushan & Joshi, 2006).

Selama masa inkubasi, cider apel tersebut diberi perlakuan pengadukan yang dilakukan dengan menggunakan shaker. Tujuan dari proses pengadukan ini adalah untuk mensuplai oksigen pada media fermentasi dan untuk membantu pertumbuhan Saccharomyces cereviceae yang merupakan agen fermentasi pembuatan cider ini secara aerobik (Said, 1987). Selain itu, proses pengadukan yang dilakukan juga berfungsi untuk menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikroorganisme dalam medium fermentasi. Stanburry &Whitaker (1984) menambahkan bahwa proses pengadukan pada proses fermentasi mempunyai dua fungsi utama, yakni untuk menurunkan ukuran gelembung-gelembung udara yang diperoleh sehingga zona antar permukaan yang lebih besar untuk transfer oksigen dan untuk mengurangi difusi, dan juga berfungsi untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang stabil pada wadah media.

Kecepatan shaker selama proses fermentasi juga harus diatur karena gerakan berputar pada shaker ini akan mengakibatkan media bergolak sehingga menimbulkan proses aerasi. Erlenmeyer yang digunakan sebagai wadah ini dan diletakkan di shaker juga diberikan penutup berupa alumunium foil yang bertujuan untuk menjaga sterilitas media. Hal ini telah sesuai dengan teori Rahman (1992) yang mengatakan bahwa wadah yang diletakkan di atas shaker harus diberi penutup. Penutupan ini tidak boleh mencegah masuknya udara dari luar ke dalam labu. Penutup yang digunakan dapat berupa kapas, busa ataupun jenis lainnya denga syarat tidak dapat menghambat aliran udara ke dalam labu namun sterilitas media tetap terjaga.

Pengukuran biomassa pada cider apel menggunakan alat yang bernama haemocytometer. Pengukuran ini berfungsi untuk mengetahui kinetika fermentasi dalam produksi cider apel dari hari ke-0 hingga hari ke-4. Proses pengamatan dengan menggunakan haemocytometer ini dilakukan dengan cara meneteskan cider apel pada plat haemocytometer dan kemudian plat tersebut ditutup dengan kaca preparat dan diletakkan pada mikroskop. Jumlah yeast yang terdapat pada cider apel tersebut dihitung dengan menggunakan bantuan handcounter. Jumlah biomassa yang dihitung, merupakan biomassa yang berasal dari empat kotak yang berada di bagian tengah plat haemocytometer yang mana dibatasi dengan tiga garis pada keempat sisinya (Chen & Pei, 2011).

Haemocytometer mempunyai dua bagian ruang dimana setiap ruangnya memiliki garis mikroskopis yang sudah tergores pada permukaan kacanya. Haemocytometer merupakan alat yang sangat teliti sehingga lebar dan kedalaman garis yang ada sudah diketahui dengan pasti. Karena hal inilah yang akan membantu dalam perhitungan biomassa yang ada dalam cairan. Setiap bagian di haemocytometer terbagi dalam 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis disetiap sisinya dimana di dalam kotak tersebut terdapat kotak kecil yang dibatasi dengan 1 garis sebanyak 16 buah. Biomassa yang akan dihitung merupakan biomassa yang terdapat dalam 4 kotak besar yang saling berdekatan ini (Chen & Pei, 2011).

Biomassa yang terhitung pada keempat kotak di haemocytometer kemudian dicatat dan dirata-rata. Garis haemocytometer kadang tidak terlihat dengan jelas karena cider apel yang terlalu keruh, maka dari itu perlu dilakukan proses pengenceran. Proses pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml cider apel yang kemudian dilarutkan dengan menggunakan 9 ml aquades dan di-vortex hingga larutan tersebut homogen. Biomassa yang terhitung dari hasil pengenceran melalui haemocytometer kemudian dikalikan dengan 10. Pengenceran ini berfungsi untuk mempermudahkan proses penghitungan biomassa menggunakan haemocytometer (Fardiaz, 1992). Gambar 7. Haemocytometer

Pada lensa okuler mikroskop, yeast yang nampak berbentuk bulat dan dapat tumbuh sebagai sel tunggal maupun sel berpasangan (Matz, 1992). Selama proses pertumbuhannya, yeast Saccharomyces cereviceae ini akan mengeluarkan enzim yang digunakan untuk menghidrolisa disakarida yang ada pada cider apel. Selama proses fermentasi sari apel akan memunculkan bau alkohol. Hal ini dikarenakan yeast akan mengakibatkan perubahan penampakan serta komposisi kimia dan citarasa bahan pangan jika tumbuh pada bahan pangan. Perubahan yang dapat nampak secara makro antara lain pembentukkan endapan, pembentukkan gas, bau asam, bau alkohol, dan bau busuk (Fardiaz, 1992).

Dapat dilihat pada tabel 1 hasil pengamatan, jumlah biomassa yang ada di setiap kelompok berbeda-beda. Begitu juga pada setiap harinya, dimana jumlah biomassa yang tampak terus meningkat yang dapat dilihat pada gambar 2. Pada semua kelompok, rata-rata jumlah mikroba/cc akan terus meningkat dibandingkan seiring dengan bertambahnya lama waktu inkubasi. Peningkatan jumlah mikroba/cc dari hari ke-0 ini mengindikasikan bahwa adanya pertumbuhan sel yeast. Pertumbuhan yeast ini dikarenakan adanya nutrien pada media fementasi yang dapat dimanfaatkan untuk tumbuh serta adanya kondisi kultur yang aerob. Inkubasi Saccharomyces cereviceae pada tekanan udara yang tinggi dan dengan kondisi aerob akan menstimulasi pertumbuhan sel yeast tersebut (Campelo & Isabel, 2004). Gambar 8. Hasil Haemocytometer pada setiap petak

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari Saccharomyces cereviceae antara lain adalah suhu, pH, dan nutrien yang terkandung pada media fermentasi terutama gula. Suhu lingkungan pada proses fermentasi cider apel akan mempengaruhi kandungan komponen volatil tertentu, terutama kandungan etanol (Noe et al., 2009). Asam laktat dan asam asetat akan dibentuk secara langsung pada proses fermentasi ini gula yang tersisa sehingga produksi asam volatil berlebihan dalam cider harus dicegah (Herrero et al., 2006). Setelah mengalami peningkatan jumlah mikroba/cc, setelah beberapa hari jumlah mikroba/cc akan mengalami penurunan. Hal ini dapat dikarenakan pada proses fermentasi yang terjadi, mikroorganisme akan menghasilkan metabolit sekunder yang dapat bersifat toksik bagi mikroorganisme itu sendiri. Van Hoek (1998) menambahkan bahwa fermentasi yang menghasilkan alkohol biasanya tidak diinginkan karena proses fermentasi tersebut dapat mengurangi hasil jumlah biomassa. Disamping karena hal tadi, penurunan jumlah yeast juga dapat dikarenakan habisnya substrat yang digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh. Pada praktikum ini, grafik yang didapatkan, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan jumlah mikroba/cc pada semua kelompok pada hari ke 3, yang disebabkan karena faktor-faktor diatas muncul.

Kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme (specific growth rate) merupakan yang menunjukkan angka pertumbuhan dari suatu mikroorganisme spesifik per satuan waktu. Kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme ini dapat dihitung melalui rumus:ln Xt= ln X0 + tKeterangan :Xt = jumlah mikroorganisme yang muncul setelah waktu tX0 = jumlah mikroorganisme mula-mulat= waktu inkubasi (jam)= kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme (Stanburry & Whitaker, 1984)

Disamping pengukuran jumlah mikroba/cc dengan menggunakan haemocytometer, pada praktikum kinetika ini juga dilakukan pengukuran nilai OD cider apel dengan menggunakan spektrofotometer. Prinsip analisa dengan menggunakan spektrofotometer yakni membandingkan absorbsi energi radiasi panjang gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Pada analisa spektroskopi, panjang gelombang yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan zat yang akan diuji untuk mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang yang digunakan (Ewing, 1976).

Nilai OD ini berarti terjadinya fase pertumbuhan bakteri yang sangat jelas. Dimana, kekeruhan yang ada pada cider apel tersebut menandakan adanya pertumbuhan yeast yang ada di dalamnya dengan perbandingan yang berbading lurus antara turbidity dengan jumah yeast yang tumbuh pada cider apel (Laily et al., 2004). Nilai OD akan stabil pada fase lag, dan saat yeast sudah memasuki fase eksponensial maka nilai kekeruhan dari cider apel juga akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan kekeruhan pada cider apel diakibatkan karena adanya penambahan jumlah mikroba pada cider apel tersebut. Pada fase stasioner, nilai kekeruhan akan menurun drastis diikuti dengan penurunan bobot biomassa kering. Dalam proses fermentasi, produk gas CO2 akan menurunkan pH dan mengubah fase cair menjadi jenuh yang mengakibatkan larutan menjadi keruh dan kental (Hoseney, 1994). Pengukuran OD untuk cider apel yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan Saccharomyces cereviceae dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Hal ini sesuai dengan teori dari Sevda & Rodrigues (2011) yang mengatakan bahwa pengukuran OD untuk Saccharomyces cereviceae dilakukan pada panjang gelombang 660 nm.

Berdasarkan Gambar 1 hasil pengamatan dapat diketahui jika nilai OD pada N0 mengalami peningkatan hingga N72 dan selanjutnya pada N96 nilai OD tersebut mengalami penurunan. Peningkatan OD tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan sel yeast sedangkan penurunan nilai OD menunjukkan apabila yeast tersebut masuk ke dalam fase kematian. Fase kematian ini dikarenakan penghambatan pertumbuhan yeast oleh produk metabolit yang semakin lama semakin banyak sehingga pada waktu tertentu pertumbuhan yeast tersebut akan berhenti (Mahreni & Sri, 2011). Grafik yang dihasilkan pada gambar 1 mengenai hubungan antara waktu dengan nilai OD ini sudah sesuai dengan teori Mahreni & Sri (2011) yang mengatakan bahwa fase pertumbuhan mikroorganisme terbagi menjadi fase lag (pertubuhan sama dengan nol), fase percepatan pertumbuhan (pertumbuhan cepat dengan mengikuti kurva eksponensial), fase stagnan (kecepatan pertumbuhan tetap), dan fase kematian (pertumbuhan semakin lambat dan sebagian sel mati) yang berarti fase pertumbuhan bakteri akan mengalami penurunan pada saat waktu tertentu dimana pada praktikum ini penurunan terjadi setelah N96. Dari Gambar 4 hasil pengamatan, korelasi antara jumlah mikroba/cc dengan nilai OD tidak dapat dilihat, hal ini dikarenakan data yang didapat sangat fluktuatif sehingga kesimpulannya pun tidak dapat diambil. Namun, Menurut Anagnostopoulos et al. (2010) seharusnya dengan semakin tingginya jumlah mikroba/cc maka nilai OD akan meningkat.Gambar 9. Spektrofotometer untuk Mengukur Optical-Density

Jumlah yeast yang tumbuh dapat menyebabkan keadaan cider apel menjadi asam sehingga pH nya rendah. Semakin tinggi jumlah mikroorganisme, maka asam yang dihasilkan semakin banyak sehingga pH yang dihasilkan pun semakin rendah (Susanto dan Bagus, 2011). Pada hasil pengamatan Gambar 3, dapat dilihat hubungan pH dengan jumlah mikroorganisme yang fluktuatif. Pada pH berkisar 3,25 jumlah mikroorganisme menurun dan kemudian meningkat kembali. Pada pH kisaran 3,3 sampai 3,4, jumlah mikoorganisme adalah yang tertinggi dari semua kelompok. Jumlah mikroorganisme menurun kembali setelah pH 3,4. Hal ini dapat disebabkan karena yeast yang dihasilkan sudah memasuki fase kematian, dimana fase kematian ini dikarenakan penghambatan pertumbuhan yeast oleh produk metabolit yang semakin lama semakin banyak sehingga pada waktu tertentu pertumbuhan yeast tersebut akan berhenti (Mahreni & Sri, 2011). Maka dari itu, yeast yang jumlahnya berkurang pun menyebabkan pH mengalami peningkatan. Didukung jurnal Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermenetasi Oleh Khamir Saccharomyces cerivisiae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup menyatakan bahwa semakin lama fermentasi oleh khamir Saccharomyces cereviceae, dihasilkan keasaman, antioksidan, dan kadar gula pereduksi yang semakin tinggi, tetapi menyebabkan penurunan kadar vitamin C dan pH.Gambar 10. pH Meter untuk Mengukur pH

Susanto dan Bagus (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah mikroorganisme, maka asam yang dihasilkan semakin banyak sehingga total asam yang diperoleh semakin tinggi. Pada hasil pengamatan Gambar 5, dapat dilihat jumlah mikroorganisme terbanyak pada kisaran total asam 13 sampai 14,5. Grafik yang diperoleh madalah grafik yang fluktuatif. Setelah mengalami peningkatan, rata-rata jumlah sel mikroorganisme akan menurun. Sama halnya dengan pH, hal ini disebabkan karena yeast yang dihasilkan sudah memasuki fase kematian, dimana fase kematian ini dikarenakan penghambatan pertumbuhan yeast oleh produk metabolit yang semakin lama semakin banyak sehingga pada waktu tertentu pertumbuhan yeast tersebut akan berhenti (Mahreni & Sri, 2011). Gambar 11. Hasil Titrasi Untuk Memperoleh Total Asam

16

3. KESIMPULAN Fermentasi merupakan proses pemecahan gula pada media fermentasi berubah menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cereviceae tumbuh optimum di suasana lingkungan yang aerob pada suhu 25o-30oC dan tingkat keasaman (pH) 4-5. Proses pengadukan menggunakan shaker berfungsi untuk memberikan suplai oksigen pada media sehingga membantu pertumbuhan mikroorganisme secara aerobik. Haemocytometer digunakan untuk mengukur jumlah biomassa yang tumbuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yeast adalah suhu, pH, dan keberadaan nutrien yang terkandung pada media fermentasi. Fase pertumbuhan mikroorganisme dibagi menjadi 4 fase yakni fase lag, fase eksponensial, fase stagnan, dan fase kematian. Jumlah sel/cc akan meningkat dari hari ke-0 inkubasi hingga hari tertentu sebelum akhirnya terjadi penurunan yang menunjukkan mikroorganisme memasuki fase kematian. Semakin banyak jumlah mikroorganisme pada media fermentasi maka kekeruhannya akan meningkat. Nilai optical density yang terukur akan tereus meningkat dari hari ke-0 hingga hari tertentu sebelum akhirnya terjadi penurunan yang menunjukkan sel memasuki fase kematian. Semakin meningkatnya jumlah mikroorganisme/cc maka optical density pada kultur juga akan meningkat. Semakin meningkatnya jumlah mikroorganisme/cc maka total asam pada kultur juga akan meningkat, sehingga pH akan menurun.

Semarang, 29 Juni 2015Praktikan,Asisten Dosen,

Theresia Sherly S(12.70.0184)4. DAFTAR PUSTAKAAnagnostopoulos, V. A., B. D. Symeopoulos, and M.J. Soupioni. (2010). Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12, No 3, pp 288-295.Bhushan, S. and V. K. Joshi. (2006). Bakers Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76.Buckle, K. A. ; R. A. Edward ; G. H. Fleet dan N. Wooton. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.Campelo, A.F and Isabel, B. (2004). Fermentative Capacity of Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress. Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Galaction, Anca-Irina, et al. 2010. Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The Open Systems Biology Journal, 3, 9-20.Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effects. Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal Science & Technology Second Edition. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, dan L. Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.18

Ligham, Talasya, et al. 2012. Antimicrobial Activity of Vinegar on Bacterial Species Isolated from Retail and Local Channel Catfish (Ictalurus punctatus). Journal of Food Process Technology.Mahreni dan Sri S. (2011). Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Noe, F. A. L, Sandi O., Amparo Q., and Eladio B. (2009). Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces cerevisiae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiologu 131, 120-127.Nogueira, Alessandro, et al. 2007. Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazillian Archives of Biology and Technology : Vol.50, n. 6 : pp.1083-1092.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Rehm and G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.Saha, Pooja and Banerjee, Soumitra. 2013. Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banana Fermentation. International Journal of Research in Engineering and Technology Vol 02 Issue 09.Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Sevda, S. and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.Stanburry, P.F. and Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Susanto, Wahono Hadi, et al. 2011. Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermenetasi Oleh Khamir Saccharomyces cerivisiae Sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 3.Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of BakersYeast. Appl Environ Microbiol. 64(11): 42264233. Winarno, F. G.; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

20

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan Total AsamRumus : Total asam = =...mg/ml

Kelompok B1

21

Total asam N0= = 16,32 mg/ml

Total asam N24= = 15,36 mg/ml

Total asam N48=

Total asam N72= = 13,44 mg/ml

Total asam N96= = 13,44 mg/ml

= 15,36 mg/ml

Kelompok B2

Kelompok B3 = = =

=

=

24

Kelompok B4 Total asam N0= = 16,32 mg/ml Total asam N24 = = 16,32 mg/ml Total asam N48 = = 16,32 mg/ml Total asam N72 = = 14,40 mg/ml

Total asam N96 = = 14,40 mg/ml

Kelompok B5 Total asam N0= = 16,32 mg/ml

Total asam N24= = 15,36 mg/ml

Total asam N48= = 15,36 mg/ml

Total asam N72= = 13,44 mg/ml

Total asam N96= = 13,44 mg/ml

5.2. Perhitungan jumlah sel/ccRumus : Jumlah sel/cc = x rata-rata jumlah MO tiap petakVolume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 2,5 x 10-7

Kelompok B1 Jumlah sel/cc N0= x 6,75= 2,7 x 107 Jumlah sel/cc N24= x 46= 18,4 x 107 Jumlah sel/cc N48= x 45,25= 18,1 x 107

Jumlah sel/cc N72= x 94,75= 37,9 x 107

Jumlah sel/cc N96= x 24,75= 9,9 x 107

Kelompok B2 Jumlah sel/cc N0= x 15,25= 6,1 x 107

Jumlah sel/cc N24= x 35,75= 14,3 x 107

Jumlah sel/cc N48= x 44,50= 17,8 x 107

Jumlah sel/cc N72= x 53,25= 21,3 x 107

Jumlah sel/cc N96= x 23,00= 9,2 x 107

Kelompok B3 Total asam N0= = 16,32 mg/ml Total asam N24= = 16,32 mg/ml Total asam N48= Total asam N72= = 14,40 mg/ml Total asam N96= = 13,44 mg/ml

= 16,32 mg/ml

Kelompok B4

Jumlah sel/cc N0= x 8= 3,2 x 10-7 Jumlah sel/cc N24= x 56,25= 22,5 x 10-7 Jumlah sel/cc N48= x 29,5= 11,8 x 10-7

Jumlah sel/cc N72= x 65,75= 26,3 x 10-7

Jumlah sel/cc N96= x 5,75= 2,3 x 10-7

Kelompok B5 Jumlah sel/cc N0= x 11,5 = 4,6 x 107

Jumlah sel/cc N24= x 47,75 = 19,1 x 107

Jumlah sel/cc N48= x 57,75 = 23,1 x 107

Jumlah sel/cc N72= x 68,50 = 27,4 x 107

Jumlah sel/cc N96= x 75,00 = 30,0 x 107

5.3. Jurnal

5.4. Laporan Sementara