LAPORAN Kinetika
-
Upload
syadza-firdausiah -
Category
Documents
-
view
1.845 -
download
16
Transcript of LAPORAN Kinetika
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA
PERCOBAAN IX
PENENTUAN PERSAMAAN LAJU
(KINETIKA KIMIA)
NAMA : SYADZA FIRDAUSIAH
NIM : H 311 08 276
KELOMPOK : VII (TUJUH)
HARI/TANGGAL PERC. : SENIN/1 MARET 2010
ASISTEN : TIUR MAULI
LABORATORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi banyak ahli falsafah Yunani, tidak mungkin memiliki suatu pengetahuan
tentang sesuatu yang dalam proses menjadi sesuatu yang lain. Dimana perubahan yang
terjadi tidaklah tampak nyata. Perubahan yang terjadi ini yang disebut sebagai suatu
reaksi kimia, dan kemudian dipelajari oleh banyak ahli kimia di dunia.
Reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika.
Termodinamika memberi informasi kearah mana reaksi atau perubahan kimia secara
spontan dapat berlangsung. Sedangkan kinetika membahas permasalahan laju reaksi
dan mekanisme reaksi. Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi
per satuan waktu. Karena reaksi berlangsung kearah pembentukan hasil, maka laju
reaksi tak lain dari pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu, atau pertambahan
jumlah hasil reaksi persatuan waktu.
Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat,
katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi atau orde reaksi. Tingkat
reaksi ini ditentukan dari hasil percobaan yang menyatakan hubungan antara laju
reaksi dengan kepekatan pereaksi tersebut masing-masing. Metode yang umum
digunakan adalah melakukan pengubahan konsentrasi awal pereaksi, dimana pada
pelacakan tingkat reaksi suatu pereaksi, maka pereaksi-pereaksi yang lain dibuat
konstan.
Untuk mengamati kesesuaian antara teori dengan aplikasi hasil percobaan
dilaboratorium, serta menjadikan teori yang dimaksud lebih aplikatif dan mudah
dipahami, dilakukanlah percobaan penentuan hukum laju reaksi dari ionisasi aseton
dalam air yang terkatalisis oleh suatu asam.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan mempelajari metode penentuan hukum laju reaksi
dengan metode kinetika kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalisis oleh asam.
1.3 Prinsip Percobaan
Penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan Na2S2O3 dan indikator amilum
hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak berwarna, dengan pengambilan
cuplikan dalam selang waktu tertentu sehingga dapat ditentukan berapa jumlah iod
yang tidak terikat oleh aseton yang akan bereaksi dengan Na2S2O3 kemudian
menentukan konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume Na2S2O3 yang
digunakan untuk menentukan konstanta kecepatan reaksi dengan orde reaksi.
1.4 Manfaat Percobaan
Penentuan persamaan laju reaksi iodinasi bermanfaat untuk mengetahui sifat
dari reaksi tersebut, dan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan suatu reaksi, sehingga
dapat meramalkan dan menentukan kondisi reaksi yang tepat untuk suatu reaksi.
Dengan demikian, kita dapat mengendalikan suatu reaksi, baik menghambat maupun
mempercepatnya, dengan mengatur kondisinya dan jumlah pereaksinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
The rate of a reaction is defined as the change in concentration of any of its
reactants or products per unit time. There are 5 factors that affect the rate of a reaction
(Goldberg, 2005):
1. The nature of the reactants. Carbon tetrachloride (CCl4) does not burn in oxygen,
but methane (CH4) burns very well indeed. In fact, CCl4 used to be used in fire
extinguishers, while CH4 is the major component of natural gas. This factor is least
controllable by the chemist, and so is of least interest here.
2. Temperature. In general, the higher the temperature of a system, the faster the
chemical reaction will proceed. A rough rule of thumb is that a 10 ◦C rise in
temperature will approximately double the rate of a reaction.
3. The presence of a catalyst. A catalyst is a substance that can accelerate (or slow
down) a chemical reaction without undergoing a permanent change in its own
composition. For example, the decomposition of KClO3 by heat is accelerated by
the presence of a small quantity of MnO2. After the reaction, the KClO3 has been
changed to KCl and O2, but the MnO2 is still MnO2.
4. The concentration of the reactants. In general, the higher the concentration of the
reactants, the faster the reaction.
5. The pressure of gaseous reactants. In general, the higher the pressure of gaseous
reactants, the faster the reaction. This factor is merely a corollary of factor 4, since
the higher pressure is in effect a higher concentration
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi suatu reaktan atau
produk tiap satuan waktu. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi laju reaksi
(Goldberg, 2005):
1. Sifat dasar reaktan. Karbon tetraklorida (CCl4) tidak terbakar dalam oksigen, tapi
metana (CH4) terbakar dengan baik. Faktanya, CCl4 digunakan dalam alat pemadam
api, sementara CH4 adalah komponen utama dari gas alam. Faktor ini paling tidak
dapat dikontrol oleh ahli kimia, sehingga mendapat perhatian.
2. Temperatur. Umumnya, semakin tinggi temperatur sistem, semakin cepat reaksi
kimia berlangsung. Rumus dasar untuk hal ini ialah bahwa tiap kenaikan suhu 10oC
akan menaikkan dua kali lipat kecepatan reaksi.
3. Penambahan katalis. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat (atau
memperlambat) suatu reaksi kimia tanpa mengalami perubahan permanen pada
komposisinya. Contohnya, dekomposisi KClO3 dengan panas yang dipercepat oleh
penambahan sejumlah MnO2. Setelah reaksi, KClO3 telah diubah menjadi KCl dan
O2, tapi MnO2 tetap dalam bentuk MnO2.
4. Konsentrasi reeaktan. Umumnya, semakin tinggi konsentrasi reaktan, semakin cepat
reaksinya.
5. Tekanan reaktan gas. Umumnya, semakin tinggi tekanan reaktan gas, reaksi akan
semakin cepat. Faktor ini sebagai akibat dari faktor 4, sebab semakin tinggi
tekanan, maka konsentrasinya akan semakin tinggi.
Untuk beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan
matematik yang dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju. Perhatikan reaksi
hipotetik,
aA + bB + … → gG + hH + …
di mana a, b, … merupakan koefisien reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
= k[A]m[B]n..
Dalam rumusan tersebut, lambang [A], [B] merupakan konsentrasi molar. Pangkat m,
n,… merupakan angka-angka bulat yang kecil, walaupun dalam beberapa kasus dapat
berupa pecahan ataupun negatif. Penting untuk diingat bahwa tidak ada hubungan
antara pangkat m, n… dengan koefisien reaksi a, b,…. Bila dalam beberapa kasus
keduanya identik (m = a, atau n = b), hal itu hanya suatu kebetulan, dan tidak dapat
diharapkan. Pangkat-pangkat dalam persamaan laju dinamakan orde reaksi. Total
jumlah pangkat m + n + … merupakan orde reaksi total. Faktor k disebut tetapan laju.
Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi, dan hanya tergantung pada
suhu. Laju reaksi biasa dinyatakan dalam satuan mol per liter per satuan waktu,
misalnya, mol L-1 det-1 atau mol L-1 men-1. Satuan k tergantung dari orde reaksi
(Petrucci, 1999).
Consider a general reaction,
We describe the rate of the reaction in terms of the rate of disappearance of one of the
reactants or the rate of appearance of the product,
The stoichiometry of the reaction tells us that in time interval ∆t, ∆[B] = 3 ∆[A], ∆[C]
= - 2 ∆[A]; furthermore, ∆[A] and ∆[B] are negative, ∆[C] is positive. Thus we must
include an appropriate sign and stoichiometric coefficient in expressing the rate of the
reaction:
It is most common to express rates in terms of molar concentrations of species, even
for gas-phase reactions. The usual units of a reaction rate are mol L -1s-1 (Rosernberg,
2000).
Suatu reaksi umum,
A + 3B → 2C
Kita menjelaskan kecepatan reaksi ini sebagai kecepatan berkurangnya reaktan atau
bertambahnya produk.
Stoikiometri dari reaksi menginformasikan bahwa interval ∆t, ∆[B] = 3 ∆[A], ∆[C] = -
2 ∆[A]; Dimana, ∆[A] dan ∆[B] bernilai negatif, ∆[C] positif. Dengan demikian, kita
harus memasukkan tanda yang tepat dan koefisien stoikiometri dalam pengungkapan
kecepatan reaksi :
Laju : −∆ ¿¿
Ini adalah pengungkapan yang kebanyakan digunakan pada konsentrasi molar suatu
spesies, pun untuk reaksi fase gas. Satuan laju reaksi ialah mol L -1 s-1 (Rosernberg,
2000).
Tahap penentu laju ialah tahap paling lambat dalam reaksi kimia yang
melibatkan sejumlah langkah. Dalam reaksi seperti ini, sering kali ada satu tahap yang
sangat lambat dibandingkan tahap lainnya, sehingga laju tahap lambat ini menentukan
laju reaksi keseluruhan (Dainthith, 1994).
Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah
juga laju reaksi. Persamaan laju menggambarkan perubahaan ini secara matematis.
Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas
dilepaskan dalam suatu reaksi, kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume
gas yang dilepaskan per menit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung.
Bagaimanapun, untuk lebih formal dan matematis dalam menentukan laju suatu reaksi,
laju biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang
pada waktu tertentu. Sebagai contoh, andaikan kita memiliki suatu reaksi antara dua
senyawa A dan B. Misalkan setidaknya salah satu mereka merupakan zat yang bisa
diukur konsentrasinya-misalnya, larutan atau dalam bentuk gas.
Untuk reaksi ini kita dapat mengukur laju reaksi dengan menyelidiki berapa cepat
konsentrasi, katakan A, berkurang per detik. Kita mendapatkan, sebagai contoh, pada
awal reaksi, konsentrasi berkurang dengan laju 0.0040 mol dm-3 s-1. Hal ini berarti tiap
detik konsentrasi A berkurang 0.0040 mol per desimeter kubik. Laju ini akan
meningkat seiring reaksi dari A berlangsung (Clark, 2004).
Reaksi antara aseton dan iod dalam larutan air :
CH3-CO-CH3 + I2 → CH3-CO-CH2I
Berjalan lambat tanpa katalis. Dalam suasana asam reaksi ini berlangsung dengan
cepat dan hukum laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai :
−d[ I2 ¿¿dt
=¿k[aseton]a[I2]b[H+]c
Dengan menggunakan aseton dan assam dalam jumlah berlebih, persamaan di atas
dapat diubah menjadi :
−d[ I2 ¿¿dt
=¿k’[I2]b
Dengan k’ = k[aseton]a[H+]c
Reaksi ini dapat dimonitor dengan cara menentukan konsentrasi I2 sebagai fungsi
terhadap waktu. Dari data ini ditentukan nilai b, yaitu orde reaksi terhadap iod. Orde
reaksi terhadap aseton dan asam dapat ditentukan dengan cara mengubah konsentrasi
awal kedua zat tersebut (Taba dkk., 2010).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton p.a., larutan iod 0,1
M, larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M, larutan CH3COONa 10%, larutan
amilum 1%, akuades, tissue roll, aluminium foil.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 300 ml, labu
erlenmeyer 100 ml, pipet volume 5 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 25 ml, gelas
piala 200 ml, labu ukur 250 ml, stopwatch, botol semprot, magnetik stirrer, dan barr,
kertas saring, batang pengaduk, bulb, pipet tetes, statif, klem, buret 50 ml..
3.3 Prosedur Kerja
A. Dimasukkan 25 ml aseton dan 10 ml H2SO4 1 M ke dalam labu ukur 250 ml dan
diencerkan hingga tanda batas. Larutan ini dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer
300 ml bertutup dan diaduk dengan magnetik stirrer. Dipipet 25 ml larutan iod ke
dalam larutan tersebut, sementara stopwatch dijalankan. Segera setelah reaksi,
diambil 25 ml larutan, dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml yang
berisi 10 ml CH3COONa dan 1 ml amilum, kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,01 M hingga titik akhir (tidak berwarna). Cuplikan berikutnya diambil
dalam selang waktu 4 menit sebanyak lima kali.
B. Diulangi percobaan A dengan diambil 10 ml aseton. Cuplikan-cuplikan diambil
setiap 10 menit sebanyak 6 kali.
C. Diulangi percobaan A dengan diambil 5 ml H2SO4. Cuplikan-cuplikan diambil
setiap 10 menit sebanyak 5 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Percobaan Titrasi Waktu (s)Volume Na2S2O3 0,01
M (ml)A 1
2345
0240480720960
10,69,89,08,057,45
B 1234567
060012001800240030003600
11,010,58,88,06,96,65,0
C 12345
0600120018002400
11,110,7
97,76,4
Ket : A : 25 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 4 menit
B : 10 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 10 menit
C : 25 ml aseton, 5 ml H2SO4 diambil setiap 10 menit
4.2 Reaksi
1. Reaksi Iodinasi aseton
CH3-CO-CH3 + H+ → CH3-C(OH)-CH3 + H2O
CH3-C(OH)-CH3 → CH3-C(OH)=CH2 + H+
CH3-C(OH)=CH2 + I2 → CH3-C(OH)(I)-CH2I
CH3-C(OH)(I)-CH2I → CH3-CO-CH2I + HI
2. Reaksi iodometri
2Na2S2O3 + I2 → Na2S4O6 + 2NaI
4.3 Perhitungan
4.3.1 Perhitungan mmol I2
mmol I2 2 mmol Na2S2O3
mmol Na2S2O3 = volume Na2S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = ½ mmol Na2S2O3
1. Percobaan A
1) mmol Na2S2O3 = ½ x 10,6 ml x 0,01 M = 0,0530 mmol
2) mmol Na2S2O3 = ½ x 9,8 ml x 0,01 M = 0,0490 mmol
3) mmol Na2S2O3 = ½ x 9,0 ml x 0,01 M = 0,0450 mmol
4) mmol Na2S2O3 = ½ x 8,05 ml x 0,01 M = 0,0403 mmol
5) mmol Na2S2O3 = ½ x 7,45 ml x 0,01 M = 0,0373 mmol
2. Percobaan B
1) mmol Na2S2O3 = ½ x 11 ml x 0,01 M = 0,0550 mmol
2) mmol Na2S2O3 = ½ x 10,5 ml x 0,01 M = 0,0525 mmol
3) mmol Na2S2O3 = ½ x 8,8 ml x 0,01 M = 0,0440 mmol
4) mmol Na2S2O3 = ½ x 8,0 ml x 0,01 M = 0,0400 mmol
5) mmol Na2S2O3 = ½ x 6,9 ml x 0,01 M = 0,0345 mmol
6) mmol Na2S2O3 = ½ x 6,6 ml x 0,01 M = 0,0330 mmol
7) mmol Na2S2O3 = ½ x 5,0 ml x 0,01 M = 0,0250 mmol
3. Percobaan C
1) mmol Na2S2O3 = ½ x 11,1 ml x 0,01 M = 0,0555 mmol
2) mmol Na2S2O3 = ½ x 10,7 ml x 0,01 M = 0,0535 mmol
3) mmol Na2S2O3 = ½ x 9,0 ml x 0,01 M = 0,0450 mmol
4) mmol Na2S2O3 = ½ x 7,7 ml x 0,01 M = 0,0385 mmol
5) mmol Na2S2O3 = ½ x 6,4 ml x 0,01 M = 0,0320 mmol
4.3.2 Perhitungan konsentrasi I2
[I2] = mmol I2
V total
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 ml + 1 ml + 25 ml + V Na2S2O3
= 36 ml + V Na2S2O3
1. Percobaan A
1) [I2]1 = mmol I2
V total =
0,0530(36+10,6 )
=1,1373 . 10−3
2) [I2]2 = mmol I2
V total =
0,0490(36+9,8 )
=1,0699 . 10−3
3) [I2]3 = mmol I2
V total =
0,0450(36+9,0 )
=1 .10−3
4) [I2]4 = mmol I2
V total =
0,0403(36+8,05 )
=9,1487 .10−4
5) [I2]5 = mmol I2
V total =
0,0373(36+7,45 )
=8,5846 . 10−4
2. Percobaan B
1) [I2]1 = mmol I2
V total =
0,0550(36+11,0 )
=1,1702. 10−3
2) [I2]2 = mmol I2
V total =
0,0525(36+10,5 )
=1,1290 . 10−3
3) [I2]3 = mmol I2
V total =
0,0440(36+8,8 )
=9,8214 .10−4
4) [I2]4 = mmol I2
V total =
0,0400(36+8,0 )
=9,0909. 10−4
5) [I2]5 = mmol I2
V total =
0,0345(36+6,9 )
=8,0419 . 10−4
6) [I2]6 = mmol I2
V total =
0,0330(36+6,6 )
=7,7465 . 10−4
7) [I2]7 = mmol I2
V total =
0,0250(36+5,0 )
=6,0976 . 10−4
3. Percobaan C
1) [I2]1 = mmol I2
V total =
0,0555(36+11,1)
=1,1783 . 10−3
2) [I2]2 = mmol I2
V total =
0,0535(36+10,7 )
=1,1456 . 10−3
3) [I2]3 = mmol I2
V total =
0,0450(36+9,0 )
=1 .10−3
4) [I2]4 = mmol I2
V total =
0,0385(36+7,7 )
=8,8101 . 10−4
5) [I2]5 = mmol I2
V total =
0,0320(36+6,4 )
=7,5472. 10−4
4.3.3 Kecepatan Reaksi
v ¿−d [I2]
dt
1. Percobaan A
1) v1 = −[I2]2−[I2]1
t 2−t1
=−1,0699. 10−3−1,1373.10−3
240−0=¿ 2,8083.10-7 M/s
2) v2 = −[I2]3−[I2]1
t 3−t 1
=−1.10−3−1,1373.10−3
480−0=¿ 2,8604.10-7 M/s
3) v3 = −[I2]4−[I2]1
t 4−t 1
=−9,1487. 10−4−1,1373. 10−3
720−0=¿ 3,0893.10-7 M/s
4) v4 = −[I2]5−[I2]1
t 5−t 1
=−8,5846.10−4−1,1373. 10−3
960−0=¿ 2,9046.10-7 M/s
2. Percobaan B
1) v1 = −[I2]2−[I2]1
t 2−t1
=−1,1290. 10−3−1,1702.10−3
600−0=¿ 6,8667.10-8 M/s
2) v2 = −[I2]3−[I2]1
t 3−t 1
=−9,8214.10−4−1,1702. 10−3
1200−0=¿ 1,5672.10-7 M/s
3) v3 = −[I2]4−[I2]1
t 4−t 1
=−9,0909. 10−4−1,1702. 10−3
1800−0=¿ 1,4506.10-7 M/s
4) v4 = −[I2]5−[I2]1
t 5−t 1
=−8,0419.10−4−1,1702. 10−3
2400−0=¿ 1,5250.10-7 M/s
5) v5 = −[I2]6−[I2]1
t 6−t 1
=−7,7465. 10−4−1,1702. 10−3
3000−0=¿ 1,3185.10-7 M/s
6) v6 = −[I2]7−[I2]1
t 7−t 1
=−6,0976.10−4−1,1702. 10−3
3600−0=¿ 1,5568.10-7 M/s
3. Percobaan C
1) v1 = −[I2]2−[I2]1
t 2−t1
=−1,1456. 10−3−1,1783.10−3
600−0=¿ 5,45.10-8 M/s
2) v2 = −[I2]3−[I2]1
t 3−t 1
=−1.10−3−1,1783.10−3
1200−0=¿ 1,4858.10-7 M/s
3) v3 = −[I2]4−[I2]1
t 4−t 1
=−8,8101. 10−4−1,1783.10−3
1800−0=¿ 1,6516.10-7 M/s
4) v4 = −[I2]5−[I2]1
t 5−t 1
=−7,5472. 10−4−1,1783. 10−3
2400−0=¿ 1,7649.10-7 M/s
4.3.4 Penentuan Hukum Kecepatan Reaksi
1. Untuk Percobaan A
[I2] Log [I2] V (M/s) Log v Log vreg
1,0699.10-3
1.10-3
-2,9707
-3
2,8083.10-7
2,8604.10-7
-6,5516
-6,5436
-6,5478
-6,5403
9,1487.10-4
8,5846.10-4
-3,0386
-3,0663
3,0893.10-7
2,9046.10-7
-6,5101
-6,5369
-6,5304
-6,5233
y = -0,2565x - 7,3098
V = k’[I2]b
Log V = log k’ + b log [I2]
Log k’ = -7,3098
k1’ = 4,9 . 10-8
b = -0,2565
2. Untuk Percobaan B
[I2] Log [I2] V (M/s) Log v Log vreg
1,1290.10-3
9,8214.10-4
9,0909.10-4
8,0419.10-4
-2,9469
-4,9912
-3,0414
-3,0947
6,8667.10-8
1,5672.10-7
1,4506.10-7
1,5250.10-7
-7,1633
-6,8049
-6,8385
-6,8167
-6,9146
-6,7815
-6,9084
-6,9049
7,7465.10-4
6,0976.10-4
-3,1107
-3,2147
1,3185.10-7
1,5568.10-7
-6,8799
-6,8078
-6,9039
-6,8971
y = -0,0651x - 7,1064
V = k’[I2]b
Log V = log k’ + b log [I2]
Log k’ = - 7,1064
k2’ = 7,8271.10-8
b = -0,0651
k1'
k2' =k [aseton1 ]a
[H ¿¿+¿1]c
k [ aseton2 ]a[H ¿¿+¿2]c¿¿
¿¿
4,9 .10−8
7,8271.10−8 =( 2510 )
a
0,6260 = (2,5)a
a = -0,5112
3. Untuk Percobaan C
[I2] Log [I2] V (M/s) Log v Log vreg
1,1456.10-3
1.10-3
8,8101.10-4
7,5472.10-4
-2,9409
-3
-3,0550
-3,1222
5,45.10-8
1,4858.10-7
1,6516.10-7
1,7649.10-7
-7,2636
-6,8280
-6,7821
-6,7533
-7,1371
-6,9835
-6,8405
-6,6658
y = -2,5995x - 14,782
V = k’[I2]b
Log V = log k’ + b log [I2]
Log k’ = - 14,782
k3’ = 1,6519.10-15
b = -2,5995
k1'
k3' =k [aseton1 ]a
[H ¿¿+¿1]c
k [aseton3 ]a[H ¿¿+¿3]c¿¿
¿¿
4,9 . 10−8
1,6519.10−15=(105 )
c
2,9663.107 = (2)c
c = 24,8222
4.4 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalisis dengan asam. Proses pada percobaan ini dimulai dengan mencampur aseton
dengan larutan asam sulfat dan air. Dalam hal ini asam sulfat bertindak sebagai katalis
yang mempercepat ionisasi aseton dengan memberikan ion H+ ke dalam larutan karena
reaksi antara iod dan aseton dalam air berjalan lambat. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan dengan sejumlah iod, serta menjalankan stopwatch. Setelah itu dengan
segera sebagian larutan diambil dan dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri dari
campuran natrium asetat dan amilum. Adapun natrium asetat berfungsi untuk
memastikan reaksi berjalan sempurna, sedangkan amilum digunakan sebagai indikator
untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan ini berwarna ungu sebab terbentuk
kompleks iod dengan amilum. Selanjutnya larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat
untuk mengetahui konsentrasi iod diawal reaksi.
Cuplikan-cuplikan selanjutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sejak
pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam larutan
sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai dengan
berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi cuplikan. Oleh
karenanya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu tersebut memiliki
hubungan berbanding terbalik dengan volume natrium tiosulfat. Sementara larutan
yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan bertambahnya waktu akan
mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal ini dikarenakan iod yang
memberikan warna pada larutan diawal, konsentrasinya semakin berkurang sejalan
dengan berlangsungnya proses reaksi dengan aseton.
Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka dapat dihitung
konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi. Konsentrasi iod
yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk menentukan hukum
laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi yang dapat ditentukan.
Selain menentukan orde reaksi terhadap berkurangnya iod untuk menentukan
hukum laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi terhadap
berkurangnya aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal inilah yang
coba diuraikan pada percobaan B dan C. Dimana pada percobaan B dan C pengerjaan
yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B volume aseton yang digunakan
lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Sedangkan untuk percobaan C, karena
pengaruh asam sebagai katalis yang akan diamati, maka volume asam sulfat yang
digunakan dibuat lebih kecil dari sebelumnya. Metode ini dikenal metode laju awal.
Dari hasil grafik yang diperoleh pada percobaan A, B, dan C terlihat bahwa
saat konsentrasi iod besar dalam larutan maka laju reaksi ionisasi aseton juga semakin
besar. Hal ini mengindikasikan untuk mempercepat laju reaksi dapat dilakukan dengan
memperbesar konsentrasi reaktan, dalam hal ini iod dan aseton.
Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’) 4,9.10-8 dan b sebagai
kemiringan -0,2565. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’) 7,8271.10-8
dan a sebesar -0,5112. Pada percobaan C diperoleh nilai tetapan laju reaksi (k’)
1,6519.10-15 dan c sebesar 24,8222. Sehingga, persamaan laju reaksinya dapat
dituliskan sebagai V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.
Persamaan laju yang diperoleh memiliki kejanggalan, dimana orde reaksi untuk
aseton dan I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi dengan
penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana penambahan
konsentrasi pereaksi seharusnya dapat meningkatkan laju reaksi. Kesalahan ini dapat
disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam menghitung waktu,
memindahkan cairan, menitrasi, maupun dalam pembacaan skala pada buret.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hukum
laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalis oleh asam ialah
V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.
5.2 Saran
Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan berikutnya asisten
lebih proaktif lagi dalam menjelaskan tujuan dan perhitungan dari percobaan ini, agar
praktikan lebih baik dalam memahami percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Clark, J., 2004, Order Reaksi dan Persamaan Laju Reaksi, (online) (http://www.chem-is-try.org/artikel-kimia/order-reaksi-dan-persamaan-laju-reaksi/) diakses pada tanggal 23 Maret 2010.
Daintith, J., 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Goldberg, D. E., 2005, Theory and Problems of Beginning Chemistry 3rd ed., McGraw Hill Inc., New York.
Petrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta.
Rosernberg, J. L., 2000, College Chemistry, McGraw Hill Inc., New York.
Taba, P., Fauziah, St., dan Zakir, M., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia FMIPA UH, Makassar.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 5 April 2010
Asisten Praktikan
Tiur Mauli Syadza Firdausiah