Laporan farmako OP1
-
Upload
rissa-watloly -
Category
Documents
-
view
133 -
download
11
description
Transcript of Laporan farmako OP1
Tujuan: memahami mekanisme kerja obat-obat analgesik yang diuji secara tersamar ganda.
Landasan Teori
ANALGESIK ANTIPIRETIK
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) merupakan obat-obat antiradang, analgesik dan
antipiretik merupakan suatu kelompok senyawa yang heterogen, yang sering tidak berkaitan secara
kimiawi, namun mempunyai kerja terapeutik dan efek samping tertentu yang sama. Prototipenya
adalah aspirin. Oleh karena itu, senyawa-senyawa ini sering disebut obat mirip aspirin.
Penghambatan siklooksigenase (COX) umumnya dianggap sebagai suatu segi utama mekanisme
NSAID. COX merupakan enzim yang bertanggung jawab atas biosintesis prostaglandin dan
autokid tertentu yang berkaitan.
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat anti inflamasi non steroid yang termasuk ke dalam golongan
asam propionat. Ibuprofen tersedia berupa tablet yang mengandung 200-800 mg. Untuk nyeri
ringan sampai sedang, dosis lazimnya 400 mg setiap 4-6 jam sesuai keperluan. Obat ini dapat
diberikan dengan susu atau makanan untuk meminimalkan efek samping saluran cerna.
Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dan konsentrasi puncak dalam
plasma teramati setelah 15-30 menit. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Ibuprofen sebanyak
99% terikat pada protein plasma, tetapi obat ini hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat
ikatan obat pada konsentrasi biasa. Ekskresi ibuprofen cepat dan sempurna. Lebih dari 90% dosis
yang teringesti diekskresi dalam urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utamanya
adalah suatu senyawa terhidroksilasi dan senyawa terkarboksilasi.
Efek samping saluran cerna dialami oleh 5%-15% pasien yang menggunakan ibuprofen;
nyeri epigastrik, mual, nyeri ulu hati, dan rasa penuh di saluran cerna merupakan gangguan yang
umum. Ibuprofen tidak dianjurkan untuk digunakan oleh wanita hamil atau oleh ibu yang sedang
menyusui bayi.
Paracetamol
Asetaminofen (parasetamol; N-asetil-p-aminofenol; TYLE-NOL, dan lain-lain) merupakan
metabolit aktif fenasetin, yang disebut analgesik coal tar. Asetaminofen mempunyai efek analgesik
dan antipiretik yang tidak berbeda secara signifikan dengan aspirin. Asetaminofen tidak
1
menghambat aktivasi neutrofil, sedangkan NSAID lain menghambat aktivasi tersebut.
Asetaminofen dosis tunggal atau berulang tidak berefek terhadap sistem kardiovaskular dan sistem
pernapasan. Perubahan asam-basa tidak terjadi, dan juga tidak menyebabkan iritasi, erosi atau
perdarahan lambung yang mungkin terjadi setelah pemberian salisilat. Asetaminofen tidak
mempunyai efek terhadap platelet, waktu perdarahan, atau ekskresi asam urat.
Asetaminofen diabsorpsi dengan cepat dan dan hampir sempurna dari saluran cerna.
Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam 30-60 menit, waktu paruh dalam plasma sekitar
2 jam setelah dosis terapeutik. Asetaminofen terdistribusi relatif seragam hampir seluruh cairan
tubuh. Pengikatan obat ini pada protein plasma beragam hanya 20%-50% yang mungkin terikat
pada konsentrasi yang ditemukan selama intoksikasi akut. Sebagian kecil asetaminofen mengalami
N-hidroksilasi yang diperantarai sitokrom P450 membentuk N-asetil-benzokuinoneimin, suatu
senyawa antara yang sangat reaktif. Metabolit ini biasanya bereaksi dengan gugus sulfhidril pada
glutation. Namun, setelah ingesti asetaminofen dosis besar, metabolit ini terbentuk dalam jumlah
yang cukup untuk menghilangkan glutation hepatik.
Pada dosis terapeutik yang dianjurkan, asetaminofen biasanya ditolerir dengan baik.
Kadang-kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi lain. Ruam tersebut biasanya berupa eritema
atau urtikaria tetapi kadang-kadang lebih parah dan mungkin disertai demam obat dan lesi mukosa.
Pasien yang menunjukkan reaksi hipersensitivitas terhadap salisilat jarang sekali menunjukkan
sensitivitas terhadap terhadap asetaminofen. Pada beberapa kasus tertentu, penggunaan
asetaminofen menyebabkan neutropenia, trombositopenia, dan pansitopenia.
ANALGESIK OPIOID
Pengertian opioid secara luas digunakan untuk semua senyawa yang berkaitan dengan
opium. Kata opium berasal dari opos, bahasa Yunani untuk getah, obat yang berasal dari getah
bunga opium, Papaver somniferum. Opiat adalah obat-obat yang berasal dari opium, meliputi
bahan alam morfin, kodein, tebain dan banyak senyawa sejenis semisintetik yang diturunkan dari
obat-obat tersebut. Peptida opioid endgen merupakan ligan alami untuk reseptor opioid. Istilah
endorfin bersinonim dengan peptida opioid endogen, tapi juga menunjuk pada opioid endogen
spesifik, yaitu β-endorfin. Istilah narkotik berasal dari bahasa Yunani untuk kata stupor (penurunan
tingkat kesadaran). Istilah ini sering digunakan dalam konteks hukum untuk berbagai zat yang
memiliki potensi adiktif dan sering disalahgunakan.
2
Kodein
Berbeda dengan morfin, keefektifan kodein oral sekitar 60% pemberian parenteralnya, baik
sebagai analgesik maupun sebagai depresan pernapasan. Kodein, sama seperti levorfanol,
oksikodon dan metadon, memiliki perbandingan potensi oral tehadap parenteral yang tinggi. Efikasi
oral obat-obat ini yang lebih tinggi disebabkan oleh metabolisme lintas pertama di hati yang lebih
kecil. Begitu diabsorpsi, kodein dimetabolisme oleh hati, dan metabolitnya diekskresi terutamaa di
urin, sebagian besar dalam bentuk tidak aktif. Sebagian kecil (sekitar 10%) kodein yang diberikan
mengalami O-demetilasi membentuk morfin, dan baik morfin bebas maupun morfin yang
terkonjugasi dapat ditemukan di urin setelah pemberian kodein dosis terapeutik. Kodein memiliki
afinitas yang luar biasa rendah untuk reseptor opioid, dan efek analgesik kodein disebabkan oleh
konversinya menjadi morfin. Akan tetapi, kerja antitusifnya mungkin melibatkan reseptor khusus
yang mengikat kodein sendiri. Waktu paruh kodein dalam plasma adalah 2-4 jam.
Konversi kodein menjadi morfin dipengaruhi oleh enzim sitokrom P450 CYP2D6.
Polimorfisme genetik pada CYP2D6 yang telah terkarakterisasi dengan baik menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengkonversi kodein menjadi morfin, sehingga menjadikan kodein tidak
efektif sebagai analgesik pada sekitar 10% dari populasi Kaukasia. Polimorfisme lain dapat
menyebabkan peningkatan metabolisme sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap efek kodein.
Jadi, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan polimorfisme enzim metabolik pada setiap
pasien yang tidak memperoleh analgesia yang memadai dari kodein atau tidak memberikan suatu
respons yang memadai terhadap prodrug lain yang diberikan.
Tramadol
Tramadol (ULTRAM) adalah suatu analog kodein sintetik yang merupakan suatu agonis
reseptor opioid μ yang lemah. Sebagian efek analgesiknya dihasilkan oleh penghambatan ambilan
norepinefrin dan serotonin. Tramadol tampaknya sama efektifnya dengan opioid lemah lainnya.
Dalam penanganan nyeri ringan sampai sedang, tramadol sama efektifnya dengan morfin atau
meperidin. Tramadol sama efektifnya dengan meperidin dalam penanganan nyeri persalinan dan
dapat menyebabkan depresi pernapasan neonatal yang lebih kecil. Afinitasnya terhadap reseptor
opioid μ hanya 1/6000 afinitas morfin. Akan tetapi, metabolit utama dari tramadol yang mengalami
O-demetilasi 2-4 kali lebih kuat daripada obat induknya dan dapat menjadi penyebab sebagian efek
analgesik. Tramadol diberikan sebagai campuran rasemat, yang lebih efektif daripada masing-
masing enantiomernya. Enantiomer (+) berikatan dengan reseptor μ dan menghambat ambilan
serotonin. Enantiomer (-) menghambat ambilan norepinefrin dan merangsang reseptor α2-
3
adrenergik. Senyawa ini mengalami metabolisme hepatik dan ekskresi ginjal, dengan waktu paruh
eliminasi selama 6 jam untuk tramadol dan 7.5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia bermula
dalam 1 jam setelah pemberian dosis oral, dan efeknya memuncak dalam 2-3 jam. Durasi analgesia
sekitar 6 jam.
Dosis harian maksimumnya yang dianjurkan adalah 400mg. Efek samping tramadol
umumnya meliputi nausea, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala. Tramadol dapat
menyebabkan seizure dan mungkin memperparah seizure pada penderita yang memiliki faktor
rentan. Analgesia yang diinduksi tramadol tidak sepenuhnya dapat dipulihkan dengan nalokson,
sedangkan depresi pernapasan yang diinduksi oleh tramadol dapat dipulihkan dengan nalokson.
Namun penggunaan nalokson dapat meningkatkan risiko seizure. Karena efek penghambatan
ambilan serotonin, tramadol tidak boleh digunakan pada pasien yang menggunakan inhibitor
monoamin oksidase (MAO).
Alat dan bahan:
Termometer kulit
Termometer kimia
Tensimeter raksa
Penggaris
Stetoskop
Baskom berisi bongkahan es+ air dengan suhu 30 C
Obat-obat analgesik meliputi paracetamol dengan 600 mg, ibuprofen 600 mg, tramadol 50
mg, kodein 30 mg dan plasebo yang dikemas dalam kapsul dengan ukuran, bentuk, dan
warna yang sama
Cara kerja OP-1:
1. Orang percobaan yang telah dipilih oleh kelompok dibaringkan di meja praktikum.
2. Dilakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, suhu kulit
dan diameter pupil mata, serta gejala subyektif; seperti pusing, demam, mual, dan lain-lain).
Pengukuran suhu kulit dilakukan dengan termometer kulit yang diletakkan pada leher depan
di bawah dagu (daerah flushing).
Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang percobaan
menatap lurus ke atas pada saat berbaring.
4
Melakukan pengukuran diatas 2 kali, dan diambil rata-ratanya, dan mencatat sebagai
parameter dasar.
3. Orang percobaan dalam keadaan berbaring dipasangkan manset tensimeter pada lengan atas,
memompa sampai 180 mmHg, lalu menutup kunci air raksanya. Meminta orang percobaan
melakukan gerakan membuka dan menutup jari-jari (mengepal) tiap detik sampai rasa nyeri
yang tak tertahan lagi. Mencatat waktu saat mulai gerakan sampai rasa sakit yang tak
tertahankan. Melakukan pada lengan yang satu dan ambil rata-rata waktu kedua lengan
sebagai parameter dasar
4. Meminta obat pada instruktur, dan orang percobaan mminum obatnya setelah kawannya
mencatat kode obat yang diminumnya
5. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya tetap berada
di sisinya dan mendiskusikan tentang obat analgesik
6. Setelah 60 menit, melakukan kembali pengukuran parameter, tanda vital, suhu kulit,
diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri
7. Berdasarkan hasil observasi, mendiskusikan dan menentukan obat apa yang diminum teman
anda tadi, dan cocokan dengan instruktur yang memegang kode obat tadi. Bila anda
melakukan semua tatalaksana dengan baik maka ‘tebakan’ obat yang diminum kawan anda
sama dengan yang tertera di kodenya
8. Menanyakan dan mencatat gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan, misalnya:
ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih uluh hati, berkeringat, mual, muntah, dan
lain-lain. Meminta orang percobaan juga melaporkan gejala-gejala yang timbul setelah 24
jam.
9. Mendiskusikan dalam kelompok apakah hasil observasi yang dilakukan sesuai dengan sifat-
sifat analgesik yang diminum oleh orang percobaan. Kalau tidak sesuai, kenapa hal itu dapat
terjadi?
10.
Cara kerja OP-2:
1. Orang percobaan yang telah dipilih oleh kelompok berbaring di meja praktikum.
2. Melakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas, suhu kulit
dan diameter pupil mata, serta gejala subyektif; seperti pusing, demam, mual, dan lain-lain).
Pengukuran suhu kulit dilakukan dengan termometer kulit yang diletakkan pada leher depan
di bawah dagu (daerah flushing).
Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang percobaan
menatap lurus ke atas pada saat berbaring.
5
Melakukan pengukuran diatas 2 kali, dan diambil rata-ratanya, dan catat sebagai parameter
dasar.
3. Dalam keadaan duduk, mencelupkan tangan kanan sampai pergelangan tangan dan dalam
keadaan jari-jari terkepal ke dalam baskom plastik berisi air es dengan suhu 2-30 C.
Mencatat waktu tangan dimasukkan sampai terasa sakit yang tidak dapat ditahan lagi.
Melakukan dengan tangan kiri dan mengambil rata-rata waktu antara tangan kanan dan kiri
sebagai parameter dasar.
4. Meminta obat pada instruktur, dan orang percobaan meminum obatnya setelah kawannya
mencatat kode obat yang diminumnya.
5. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya tetap berada
di sisinya dan mendiskusikan tentang obat analgesik.
6. Setelah 60 menit, melakukan kembali pengukuran parameter, tanda vital, suhu kulit,
diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri
7. Berdasarkan hasil observasi, mendiskusikan dan menentukan obat apa yang diminum OP-2
tadi, dan mencocokkan dengan instruktur yang memegang kode obat tadi. Bila melakukan
semua tatalaksana dengan baik maka ‘tebakan’ obat yang diminum kawan anda sama
dengan yang tertera di kodenya.
8. Meanyakan dan mencatat gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan, misalnya:
ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih uluh hati, berkeringat, mual, muntah, dll.
Mintalah orang percobaan juga melaporkan gejala-gejala yang timbul setelah 24 jam:
misalnya konstipasi dan lain-lain
9. mendiskusikan dalam kelompok apakah hasil observasi yang dilakukan sesuai dengan sifat-
sifat analgesik yang diminum oleh orang percobaan. Kalau tidak sesuai, kenapa hal itu dapat
terjadi?
Hasil Percobaan
OP-1
Sebelum dipompa memakai tensimeter sampai 180 mmHg kemudian mengepalkan tangan
dengan menutup tangan dan membuka tangan, OP-1 diukur terlebih dulu tanda-tanda vitalnya.
Setelah itu diberikan obat dengan nomor kode 129, dibiarkan selama 60 menit kemudian diukur
kembali tanda-tanda vitalnya.
Tanda Vital Sebelum pembangkitan nyeri Setelah pembangkitan nyeri
6
Tekanan darah 125/ 70 mmHg 90/70 mmHg
Frekuensi pernapasan 17x per menit 15x per menit
Denyut nadi 72x per menit 68x per menit
Suhu 36,65oC 35,46oC
Diameter pupil 4mm 4mm
Waktu timbul nyeri dirasakan sebelum pemberian obat adalah 69 detik.
Waktu timbul nyeri dirasakan setelah pemberian obat adalah 69 detik.
Gejala subjektif yang dirasakan saat praktikum berlangsung: tidak ada,
Setelah 24 jam : Timbul konstipasi.
OP-2
Sebelum mencelupkan tangan ke dalam es, OP-2 diukur terlebih dulu tanda-tanda vitalnya.
Setelah itu diberikan obat dengan nomor kode 51, dibiarkan selama 60 menit kemudian diukur
kembali tanda-tanda vitalnya.
Tanda Vital Sebelum pembangkitan nyeri Setelah pembangkitan nyeri
Tekanan darah 100 / 70 mmHg 90/70 mmHg
Frekuensi pernapasan 20x per menit 20x per menit
Denyut nadi 72x per menit 69x per menit
Suhu 35,28oC 35,27oC
Diameter pupil 5mm 5mm
Waktu timbul nyeri dirasakan sebelum pemberian obat adalah 22 detik.
Waktu timbul nyeri dirasakan setelah pemberian obat adalah 22 detik.
Gejala subjektif yang dirasakan saat praktikum berlangsung: pusing, sedasi.
Pembahasan
OP-1
Kelompok kami menebak jawaban obat yang diminum adalah placebo, ternyata jawaban
sebenarnya adalah kodein. Jawaban placebo kami pilih karena pada OP tidak timbul gejala apapun
selama praktikum berlangsung.. Namun setelah 24 jam timbul konstipasi yang merupakan salah
7
satu efek samping dari kodein. Hasil dari kelompok lain didapatkan gejala dingin, ngantuk dan
pusing saat percobaan berlangsung. Sedasi juga merupakan salah satu efek samping yang
ditimbulkan dari kodein.
OP-2
Kelompok kami menjawab parasetamol berdasarkan gejala yang dirasakan oleh OP-2.
Seharusnya jawaban yang lebih tepat adalah tramadol karena sebagian besar dari gejala yang
ditimbulkan merupakan efek samping dari penggunaan tramadol. Kelompok lain yang
menggunakan tramadol juga menimbulkan gejala yang hamper sama, yaitu pusing dan mengantuk.
Selain gejala tersebut, OP-2 juga merasakan gejala , dispepsia, mulut kering, tubuh terasa ringan
yang didapat setelah lebih dari 60 menit.
Kesimpulan
OP-1
Obat kodein merupakan analgesik opioid yang efek sampingnya sering menimbulkan
konstipasi. Gejala lainnya antara lain sedasi, eforia (perasaan senang/bahagia), gatal-gatal, mual,
muntah, mulut kering, miosis, hipotensi ortostatik, penahanan urin, dan depresi bisa saja dialami
tetapi itu semua bergantung kesensitifan OP terhadap obat kodein.
OP-2
Tramadol merupakan analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Obat ini menimbulkan
beberapa efek samping, diantaranya mual, muntah, dispepsia, obstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering dan sakit kepala.
Daftar Pustaka
Goodman & Gilman. Dasar farmakologi terapi. Edisi 10. Volume 1. Jakarta: EGC, 2007;
h.553,573-4, 666, 682-3, 691.
8
Laporan Praktikum Farmakologi
Analgesik
Kelompok B8
Clara Amanda - 102010172
Giovanni Wikga Putra - 102010196
Lewita Yulita - 102010222
Krenni Sepa - 102010228
Ratna Tri Permata – 102010265
Asri Habsari – 102010273
Florenciana Octaviani Putri Manafe - 102010285
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
2012
9